BAB V ANALISA Solo Kota Budaya Jawa (Closing Identity)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan wisata sebaiknya tetap menjaga citra tujuan wisata dan lebih

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Dalam kondisi ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selain keberagaman kebudayaan Indonesia, juga dikenal sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun. Dari tahun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Harmonisasi Cinta Antarbangsa Lewat Budaya (121/M) Oleh : Illi Apriliyadi Selasa, 21 Juni :44

2015 MUSIK IRINGAN TARI TEPULOUT DISANGGAR SENI KITE SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

promosi batik genes bagi remaja di Surakarta Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Pekan Raya Jakarta ke-43, 10 Juni 2010 Kamis, 10 Juni 2010

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB IV PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan bahwa strategi city branding Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehari-hari membutuhkan refreshing dengan salah satu jalannya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kaya akan karya seni budaya. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

23. URUSAN KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana suatu kota mengawasi dan mengenalkan wilayahnya serta

BAB IV ANALISIS MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP PELAKSANAAN FESTIVAL KEBUDAYAAN JEMBER FASHION CARNAVAL DI KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan di daerah tersebut. Tinggi-rendahnya aktivitas perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata yang mungkin kiranya kita sebagai warga negara Indonesia patut untuk

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

TUJUAN LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang Budaya kebudayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dan kesatuan suatu bangsa dapat ditentukan dari aspek- aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

banyaknya peninggalan sejarah dan kehidupan masyarakatnya yang memiliki akar budaya yang masih kuat, dalam kehidupan sehari-hari seni dan budaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Festival Seni dan Budaya Indonesia Yang Mendunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK dan TARI KONTEMPORER di. SURAKARTA dengan PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya tercepat. Banyak sekali sektor yang menopang perekonomian Kota

BAB I. Pendahuluan. I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sulawesi Selatan sebagai Tujuan Wisata Utama di Indonesia pada tahun 2018

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kota yang terkenal sebagai Kota Batik tersebut mengalami peningkatan dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Wisatawan Yogyakarta. Tahun Wisatawan Lokal Wisatawan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya anak muda pada jaman sekarang, mereka cenderung lebih

BAB II KAJIAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Solo sebagai salah satu kota administratif di Jawa Tengah memegang peranan

Presentasi SAKIP. Kabupaten Magetan SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin menyegarkan pikiran setelah bekerja dan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

PASAR SENI DI DJOGDJAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. lain yang jeli melihat peluang yang tidak ditimbulkan pesaingnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang beroperasi di Indonesia, di satu sisi era globalisasi memperluas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MUSEUM WAYANG NUSANTARA DI SURAKARTA

II. LANDASAN TEORI. menjadi sasaran dan penyesuaian kegiatan perusahaan sedemikian rupa sehingga

GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN

MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG KETAHANAN BUDAYA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang, baik itu perusahaan jasa maupun manufaktur, tidak

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan tersebut dapat dilihat dalam berbagai sektor, salah satunya adalah

BAB III P E M B A H A S A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Eksistensi Proyek

PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELESTARIAN BUDAYA MELAYU KABUPATEN SIAK

Transkripsi:

BAB V ANALISA 5.1. Solo Kota Budaya Jawa (Closing Identity) Jika dilihat pada garis tertutup, kota Solo diidentikkan dengan Kota Budaya (Jawa), dalam arti masyarakat Solo yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal budaya Jawa mencoba menjaga serta membentengi diri dari pengaruh budaya luar. Hal ini tetap dilakukan untuk menjaga nilai-nilai budaya lokal tetap ada ditengah masyarakat Solo sekalipun kota Solo dimasuki oleh berbagai budaya yang tidak hanya dari Indonesia saja akan tetapi juga budaya internasional. Kota Solo yang kini dikenal sebagai Kota Budaya dikarenakan kota Solo sejak dulu sudah dikenal karenak budayanya. Berbagai situs peninggalan sejarah mulai dari Keraton Kasunanan Surakarta, Museum Radya Pustaka, Istana Mangkunegaran menjadi bukti hubungan yang begitu erat antara kota ini dengan kebudayaan. Kota Solo merupakan sebuah kota yang multi citra. Jika kita mendengar kata Solo maka yang terlintas ada bermacam-macam hal di pikiran kita. Mulai dari batik, Sungai Bengawan Solo, keraton, festival, kuliner-kulinernya, bahkan budaya yang lekat dengan kehidupan masyarakat Solo itu sendiri dengan ditandainya adanya beberapa institusi pendidikan kesenian baik itu yang formal maupun yang non-formal seperti sanggar-sanggar yang dapat kita jumpai di Solo. Penguatan nuansa etnik kebudayaan, baik itu budaya kontemporer maupun tradisi, dapat digunakan sebagai upaya untuk menjadikan masyarakat Solo yang sadar terhadap budaya, dengan keberadaan beragam karya seni budaya yang berinduk atau berbasiskan identitas kebudayaan lokal (budaya Jawa) sebagai ciri khas identitas kota Solo. Identitas kota Solo sebagai Kota Budaya diperkuat dengan menonjolkan salah satu unsur kebudayaan, yaitu kesenian sebagai landasan untuk menjadikan Solo Kota Festival. Agar hal ini dapat terlaksana Pemkot Solo telah melaksanakan berbagai festival-festival seni budaya yang besar. Bahkan hampir disetiap eventnya Pemkot Solo selalu melibatkan dan mengundang delegasi asing untuk terlibat dan ikut ambil bagian. Hal ini dilakukan agar masyarakat internasional pun mengakui Solo sebagai Kota Festival dan hal ini dapat menguntungkan karena dapat menjadi salah satu nilai jual kota Solo dalam bidang pariwisata.

Pemkot Solo sedang berusaha mengenalkan kembali kebudayaan jawa seperti wayang, gamelan kepada nasional bahkan internasional dan mengenalkan kembali kepada anak-anak tentang permainan daerah yang dulu dimainkan, yang sekarang mulai tidak dikenal oleh anak-anak karena pengaruh permainan elektronik yang sekarang mulai menjamur dikalangan masyarakat. Dalam segi kebudayaan, anak-anak sekolah mempunyai komunitas kemah budaya dalam komunitas ini terdiri sekitar 300 anak. Dalam hal ini dinas pariwisata kota Surakarta mengadakan kegiatan Dolanan Bocah. Hal tersebut diimplementasikan dengan wayang orang yang di selenggarakan di Sriwedari, acara ini digelar setiap sabtu siang dan diikuti oleh para siswa-siswi SMA dan SMP. 5.2. Solo Kota Festival Seni Budaya (Opening Identity) Dalam perjalanan waktu, kota Solo mengalami perkembangan di berbagai bidang, termasuk kebudayan. Kebudayaan tumbuh sangat subur dan mengakar sangat kuat di Solo, di antaranya bahasa, religi, transportasi, seni, festival, dan perayaan. Hal ini sangat disadari oleh Pemkot Solo yang juga memiliki cita-cita untuk menjadikan kota Solo identik dengan festival-festival seni budaya. Orientasi Pemkot Solo untuk mengkukuhkan identitas Kota Festival Seni Budaya bagi kotanya sangatlah rasional jika dilihat dari bagaimana Pemkot Solo mengadakan event-event kebudayaan dengan intensitas kegiatan yang cukup tinggi pada beberapa tahun belakangan ini. Hal ini sangat bisa dilakukan karena pada dasarnya Kota Solo merupakan salah satu pilar peradaban di Indonesia. Dengan upaya pencitraan yang dilakukan Pemkot Solo dari sisi budaya tentu merupakan pilihan yang sangat tepat untuk dapat mengangkat citra kota. Karena ketika kompetisi antar kota terjadi, maka setiap kota berupaya mencari keunikan-keunikan identitas yang membuat berbeda dengan kota-kota yang lainnya yang hampir memiliki keunikan yang sama. Pemkot Solo bersama-sama dengan masyarakat terutama generasi muda bangkit dari krisis identitas dengan berbagai upaya-upaya, dimulai dengan mengenalkan, mensosialisasikan membiasakan kemudian diharapkan mencintai kebudayaan. Melalui aneka kegiatan yang dapat meningkatkan minat masyarakat luas dan generasi muda untuk lebih mengenal kebudayaan. Seperti festival kesenian, wisata budaya, parade kesenian, pameran, konser budaya, dan kegiatan lainnya yang tidak hanya bertaraf nasional tetapi internasional sebagai upaya Pemkot Solo untuk melakukan city branding Solo Kota Festival Seni Budaya.

Jika harus bersaing dari segi ekononi menjadi kurang efisien, dikarenakan ekonomi dapat terpengaruh oleh beberapa faktor dengan sangat mudah. Akan tetapi bila sebuah kota bersaing dari segi keunikan budaya yang dimiliki oleh masing-masing kota itu akan menjadi sangat menarik. Di kota Solo, budaya merupakan sebuah hal yang sangat mendominasi dari keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh Kota Solo. Hal ini menjadi sebuah keunggulan untuk dapat bersaing dengan kota-kota lain yang telah terlebih dahulu menemukan identitas dari kotanya. Kota Solo memiliki acara festival dan perayaan tradisional berbasis kerakyatan yang diadakan setiap setahun sekali. Oleh sebab itu, kota Solo memiliki banyak tempat wisata yang menampilkan kebudayaan lokal, seperti taman seni Balekambang, Taman Budaya Sriwedari, dan masih banyak lagi. Kesenian tradisional lokal yang sering ditampilkan adalah Tari Srimpi dan Tari Bedhaya yang diadakan setahun sekali di Keraton Kasunanan dan Kraton Mangkunegaran, wayang orang yang sering digelar di Taman Sriwedari, Alat musik tradisional yaitu gamelan yang masih sering kita dengar terutama ketika ada sebuah pertunjukan sendratari, tembang Jawa, pertunjukan wayang orang maupun wayang kulit, upacara adat malam satu suro, termasuk dalam pernikahan, batik Solo yang tak hanya menjadi produk budaya akan tetapi telah menjadi produk ekonomi yang bernilai sangat tinggi sehingga munculah kampung batik seperti di Kampung Batik Laweyan, dan Kampung Batik Kauman. Berbagai event festival seni budaya yang dikonsep secara apik dan digelar sesuai dengan kebudayaan lokal Solo. Seperti World Heritage City (WHC), yang konsen pada warisan budaya dunia termasuk Solo, Solo International Contemporary Ethnic Music (SIEM), yang menyajikan musik tradisi etnik, Solo International Performing Art (SIPA), yang menampilkan berbagai seni tari hingga seni theater dan Solo Batik Carnival (SBC) yang fokus pada seni batik sebagai ikon kota Solo dan Indonesia melalui karnaval batiknya. Promosi ke luar negri memang dapat dijadikan kekuatan untuk mempertahankan kebudayaan lokal dan memanfaatkan kepedulian tinggi masyarakat Indonesia. Aan tetapi dalam hal ini identitas Solo sebagai Kota Festival Budaya ini hanya dalam tingkat tontonan, dan belum mencapai tingkat tuntunan dan tatanan. Maksudnya adalah ketika peneliti melakukan penelitian menemukan bahwa diakui oleh Pemkot pada saat ini semua unsur kebudayaan yang dikemukakan oleh Pemkot Solo hanya mencangkup tontonan yang diupayakan untuk mendatangkan banyak wisatawan yang menghasilkan pemasukan bagi masyarakat Solo serta bagi Pemkot Solo itu sendiri.

5.3. City Branding Solo sebagai Kota Budaya Jawa dan Kota Festival Seni Budaya Branding adalah upaya untuk membangun merk. Merk atau brand bukan hanya sebuah rangkaian kata atau gambar yang ditempel pada produk ataupun jasa tanpa sebuah makna mengikutinya. Logo, tagline, simbol, apapun nama dan bentuknya merupakan bagian dari merk atau brand untuk membedakan satu produk atau jasa dengan yang lain. Brand atau merk secara tradisional dapat diartikan sebagai nama, terminologi, logo, simbol atau desain yang dibuat untuk menandai atau mengidentifikasi produk yang ditawarkan kepada konsumen Kartajaya, (2006:184). Sedangkan menurut Arnold, (2006:5) branding adalah proses mendesain, merencanakan dan mengkomunikasikan nama dan identitas dengan tujuan untuk membangun atau mengelola reputasi. Tindakan-tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu tempat atau wilayah pada saat ini maupun nanti, termasuk cara promosinya, pariwisatanya, cara mereka bersikap dalam lingkup domestik maupun asing, cara mereka merepresentasikan budayanya, atau membangun lingkungan alamnya serta bagaimana mereka ditampilkan dalam media dunia memberikan perbedaan yang sangat besar pada kemampuan suatu wilayah dalam scope internal maupun eksternal. Mihalizt Kavaratzist, (2004:58) Suatu tempat atau wilayah dapat memunculkan keunikannya dan dapat tampil berbeda dengan para kompetitornya, tidak hanya dalam slogan atau taglinenya saja, yang kini terkesan me too product, namun dalam kemampuannya menawarkan sesuatu yang unik dan berbeda dan mengkristalisasi sebagai identitas yang kuat dalam persepsi customer. Merk merupakan value indicator yang mencerminkan seberapa kokoh dan solidnya sebuah value yang ditawarkan. Citra kota memiliki kekuatan dalam membentuk merek untuk sebuah kota, mempengaruhi bahkan membentuk kota itu sendiri. Dan merek yang melekat pada kota sangat bergantung pada identitas kota. Setiap kota akan memiliki identitasnya, kota memiliki emosinya sendiri-sendiri, sebuah dialektis antara masyarakat dan fisik kotanya. Ini seperti halnya sebuah mata uang dengan dua sisinya, bahwa pembangunan fisik sebuah kota tidak terlepas dari masyarakat dan budaya yang dimiliki. Membangun fisik (city) pada dasarnya adalah membangun roh dan jiwa masyarakatnya. Kota yang berhasil membangun identitas yang kuat tidak hanya dari segi fisik tetapi juga kehidupan sosial masyarakatnya.

Identitas bukanlah sesuatu yang tanpa adanya sebuah batasan. Dengan batasan ini, seseorang akan sadar akan identitasnya. Identitas sebuah kota memiliki batasan antara satu dengan yang lainnya. Ada keterikatan dan keterikatan sosial, sehingga muncul apa yang disebut sebagai home atau rumah. Pengelolaan merk sebuah tempat tujuan merupakan rangkaian upaya-upaya pembentukan identitas merk (brand identity) yang kemudian dilanjutkan dengan upaya memposisikan merk (brand positioning) dalam benak pendatang / wisatawan (customer) sebelum akhirnya terbentuk menjadi citra merk (brand image) sebuah tempat/kota. Kaitannya dengan penggunaan merk dalam mempromosikan sebuah kota memiliki beberapa keuntungan. Yang pertama, kota dapat memiliki sebuah Hak Cipta yang dapat menjadikan hal tersebut menjadikan ciri khas yang dapat mengingatkan di benak para wisatawan (customer). Apabila Pemkot Solo menciptakan identitas Solo Kota Festival Seni Budaya dan Solo Kota Budaya maka hal ini dapat menjadi keuntungan besar. Seperti yang telah di tulis, keuntungan ini berupa masyarakat luas baik nasional maupun international mengenal kota Solo sebagai kota tempat tujuan wisata budaya. Budaya yang disuguhkan di sini bukan saja hanya dengan kebudayaan kearifan lokal yaitu budaya jawa, akan tetapi juga kebudayaan secara global. Hal ini ditujukan dengan cita cita Solo Kota Festival Seni Budaya dengan arti kota Solo dijadikan pusat Festival Seni dan kebudayaan dunia. Serta Solo Kota Budaya yang menjadi local identity bagi masyarakat Solo, untuk menjaga kebudayaan asli leluhur sehingga tidak terdesak oleh budaya-budaya luar yang masuk melalui festival-festival seni budaya yang ditampilkan dengan mengundang banyak budayawan dan seniman nasional bahkan internasional. Tempat dimana kota Solo dapat menjadi tempat berkumpulnya kebudayaan kebudayaan yang dapat melebur secara harmonis dan dijaga bersama-sama demi lestarinya budaya-budaya di dunia. Hal ini tentunya harus tetap sesuai dengan nilai-nilai identitas kebudayaan lokal yaitu Budaya Jawa sebagai pusatnya. Yang kedua adalah, kota juga dapat menjadi sebuah simbol kualitas yang dapat menyakinkan pengunjung, kualitas yang dapat merepresentasikan kepribadian pengunjungnya yang ditunjukkan melalui tampilan-tampilan yang disampaikan oleh merk sebuah kota. Kota Solo yang hendak dibangun, menunjukkan bahwa pola pikir marketing merupakan landasan yang melatar belakangi upaya membangun identitas Solo. Solo perlu memiliki mapping survey, competitive analysis, cetak biru dan implementation yang menunjukkan identitasnya. sehingga dapat membuat perbedaan atau deferensiasi dengan

kota-kota lainnya dan dapat dipasarkan kepada investor maupun wisatawan. Hal ini tentunya dapat menjadi pemasukan yang sangat besar bagi kota Solo terutama bagi Dinas Pariwisata dan DEPKOINFO yang bertanggung jawab dengan proses city branding kota Solo ini. Yang hendak dikomunikasikan oleh Pemkot Solo saat ini adalah bagaimana Pemkot Solo memiliki harapan untuk menjadikan kota Solo menjadi Kota Festival Seni Budaya sekaligus menajadi Kota Budaya Jawa. Kota pusat diadakannya festival-festival seni budayabudaya secara global. Tidak hanya festival kesenian nasional Indonesia tetapi juga kesenian dunia. Tetapi juga bagaimana Pemkot Solo tetap mempertahankan Budaya Jawa sebagai identitas utama (tertutup) bagi masyarakat Solo. Untuk mewujudkan harapan Pemkot Solo, pemerintah menggunakan strategi komunikasi yang disebut city branding. Tujuan dari city branding ini sendiri adalah (1) memberikan kesadaran untuk masyarakat terhadap nilai-nilai identitas budaya (Jawa) yang dimiliki oleh masyarakat Solo itu sendiri. (2) menjadikan generasi muda kota Solo menjadi generasi muda yang kreatif dengan mengikutsertakan mereka dalam setiap event kebudayaan yang diselenggarakan. (3) menjadikan Solo sebagai kota tujuan wisata budaya serta kota pusat kebudayaan dunia, melalui Festival-Festival Seni Budaya yang bertaraf internasional. (4) dengan menjadikan kota Solo sebagai kota tujuan wisata budaya, maka Pemkot terutama Dinas Pariwisata berharap akan banyaknya pendatang / wisatawan yang datang ke Solo yang tentunya akan meningkatkan pendapatan masyarakat Solo dari berbagai sektor ekonomi. Sasaran dari city branding ini tentunya adalah masyarakat Solo terutama generasi mudanya dan wisatawan baik dari wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Para delegasi asing yang diundang dalam tiap event international tentunya memiliki pengaruh yang sangat tinggi dalam membantu Pemkot Solo dalam mengkomunikasikan tujuan serta gagasan untuk menjadikan kota Solo sebagai kota budaya dan menjadi pusat kebudayaan dunia. Para delegasi asing ini mampu menyampaikan pesan ini kepada paling tidak negaranya mengenai kota Solo yang menjadi salah satu kota tujuan wisata budaya. City branding dilakukan dengan berbagai event kebudayaan. Event-event ini tidak hanya budaya lokal (budaya Jawa) saja yang yang ditampilkan di setiap eventnya, akan tetapi juga budaya-budaya nasional Indonesia bahkan budaya-budaya dari seluruh dunia. Identifikasi budaya yang ingin ditekankan oleh Pemkot Solo adalah Solo sebagai Kota Festival Seni Budaya.

Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan daerah terbesar dari sebuah kota / kabupaten. Sebuah kota dituntut untuk lebih mandiri terlebih dalam pengelolaan keuangan untuk operational pemerintahan dan teknis dengan cara mengolah berbagai potensi dari kota tersebut. Oleh karena itu, kepekaan pemerintahan kota dalam melihat serta menggali setiap kesempatan dan sumber pendapatan sangatlah penting. Kota Solo merupakan salah satu kota yang pemerintahan kotanya penulis nilai cukup jeli dan cermat dalam memanfaatkan potensi daerahnya yaitu dari segi nilai-nilai budaya yang dikandung di kota Solo. Nilai-nilai budaya yang cukup kuat ini diolah dan digali terusmenerus sehingga menghasilkan sebuah slogan atau tagline Solo Kota Budaya. Harapan Pemkot Solo sendiri yaitu dengan menjadikan Solo identik dengan unsur-unsur budaya yang kuat dan pada akhirnya dapat menjadikan kota Solo sebagai Kota Festival seni Budaya dan menajdi salah satu kota tujuan wisata budaya. Pemerintah kota Solo bukan saja melihat budaya sebagai suatu kebiasaan dalam sebuah masyarakat yang dilakukan terus-menerus dan konsisten. Lebih dari itu, budaya dilihat dapat menjadi sebuah kekuatan yang menghasilkan. Kota Solo merupakan salah satu dari banyak kota di Indonesia yang memiliki akar budaya yang kuat. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang sejarah kekuasaan kerajaan Mataram yang sangat kuat. Melalui kekuatan kantong-kantong budaya yang telah ada dan cukup kuat di masyarakat Solo sendiri, Solo bertransformasi menjadi sebuah kota dengan sektor pariwisata berbasis budaya yang cukup dikenal bahkan disegani. City Branding yang dilakukan oleh Pemkot Solo juga tercantum dalam PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2005 2025 dengan beberapa poin yang menunjukkan bagaimana Pemkot Solo serius dalam melaksanakan program city branding yaitu, RPJMD II (Tahun 2010 2014) 4.3.2.1. Mewujudkan sumber daya manusia yang ber-kualitas Butir ke (8). Peningkatan penyelenggaraan pendidikan budi pekerti dalam rangka pembinaan akhlak mulia termasuk etika dan estetika sejak dini di kalangan peserta didik, dan pengembangan wawasan budaya serta lingkungan hidup; (13) Peningkatan pelaksanaan pembinaan generasi muda dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi, minat dan bakat untuk mencapai prestasi di bidang sosial budaya dan olah raga; (22) Peningkatan pembinaan sanggar-sanggar seni dan paguyuban kebudayaan tradisional, baik pada tingkatan anak-anak, remaja maupun dewasa; (23) Peningkatan fasilitasi dan kerjasama pengembangan keragaman budaya daerah, agar

dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tradisi daerah. 4.3.2.7. Mewujudkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan Butir ke (4) Peningkatan jumlah dan kualitas sarana prasarana komunikasi dan informatika dalam rangka meningkatkan kelancaran kegiatan sosial, seni budaya dan ekonomi masyarakat; (6) Peningkatan sarana prasarana penanggulangan dan antisipasi terhadap bencana yang mengancam tata kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. 5.4 Faktor-faktor Pembentuk Identitas : 5.4.1 Faktor patronase yang kuat dari pusat Melalui legitimasi secara formal untuk meyakinkan masyarakat mengenai identitasnya agar tidak terjadi kekeliruan. Akan tetapi sebelum mendapatkan sebuah pengakuan / legitimasi, sebuah kelompok msyarakat harus melihat atau menilik kembali latar belakang sejarah dari masyarakat Solo sendiri. Bagi warga pendatang yang datang dan tinggal di Solo mungkin hal ini menjadi tidak terlalu penting. Akan tetapi berbeda halnya dengan masyarakat asli Solo dan yang bermukim di Solo, masih sangat menghormati nilai2 budaya yang menjadi identitas dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka masih sangat ingin terlibat secara langsung terhadap proses budaya yang terjadi di Solo. Bahkan mereka sangat antusias ketika Pemkot akan memiliki progam untuk menjadikan kota Solo kota budaya, dengan diadakannya berbagai event-event budaya di Solo. Seperti yang telah diungkapkan oleh Retno (SIPA Community, 20th) dalam interview yang saya lakukan secara acak di dalam komunitas SIPA sebagai berikut, Saya ikut serta dalam komunitas SIPA ini dengan suka rela. Dengan rasa bangga saya terhadap kekayaan budaya yang dimiliki kota Solo. Saya bangga menjadi Wong Solo. Saya senang ketika saya turut ambil bagian dalam program pemerintah untuk menjadikan kota Solo sebagai kota budaya. 5.4.2 Faktor otoritas (kekuasaan) Faktor otoritas (kekuasaan) sebagai salah satu faktor penting dalam proses pembentukan identitas mereka. Pemkot berupaya dalam proses pemenuhan harapan untuk menjadikan kota Solo identik dengan unsur-unsur kebudayaan. Salah satunya adalah dengan menggunakan festival budaya. Event ini tidak hanya menyasar salah satu unsur budaya, akan tetapi beberapa unsur budaya seperti yang tertulis dalam tujuh unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat, yaitu (1) Religi, (2) Kemasyarakatan / Organisasi Sosial, (3) Sisitem Pengetahuan, (4) Kesenian, (5)

Sistem Mata Pencaharian, (6) Sistem Peralatan Hidup, dan (7) Bahasa. Dalam hal ini Pemkot tidak hanya sebagai tim pelaksana tetapi juga pencetus ide dalam upaya city branding Solo Kota Festival Seni Budaya. Pihak yang memiliki otoritas ini dalam proses pembentukan identitas serta proses city branding Solo Kota Festival Seni Budaya adalah Dinas Pariwisata. 5.4.3 Faktor ekonomi Setiap kota harus memiliki identitas khusus yang membedakan kota satu dengan kota lainnya, oleh sebab itu Pemerintah Kota Surakarta perlu memiliki identitas khusus itu, yaitu sebagai Kota Budaya, yang diharapkan bisa menunjang kegiatan pariwisata. Strategi yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam melakukan city branding, terutama branding sebagai Kota Budaya adalah dengan memberdayakan segenap potensi budaya Surakarta, untuk ditampilkan sebagai sebuah identitas kota. Faktor ekonomi terkait dengan pembentukan identitas adalah seberapa kuat ekonomi suatu masyarakat dapat melegitimasi identitas masyarakat Solo yang berbudaya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, patronase terhadap pusat dalam pembentukan identitas adalah harga mati, jika identitas mereka ingin tetap eksis dan diakui. Ada banyak kebutuhan yang wajib dipenuhi untuk melegitimasi identitas mereka. Salah satunya adalah kebutuhan ekonomi demi sejahteranya masyarakat. Faktor ekonomi ini terdiri atas beberapa sektor, antara lain sektor pariwisata, perhotelan, transportasi, bahkan kuliner. Konsekuensinya adalah mereka harus bekerja keras dan sedikit perhitungan untuk mengukuhkan kota Solo sebagai kota tujuan wisata budaya. Kemapanan atau keberhasilan dalam faktor ekonomi merupakan faktor utama dalam membentuk identitas mereka yang butuh dilegitimasi oleh pusat, lebih dari itu, perekonomian yang kuat dapat digunakan untuk mempertajam lagi eksistensi dan status sosial atas identitasnya. Seperti yang diungkapkan oleh Heru (SBC, 40 th) diharapkan dengan adanya SBC maka banyak tamu-tamu wisata datang ke Solo. Dengan begitu otomatis pariwisata dan perekonomian kota solo menjadi meningkat. Jadi semuanya berkaitan. 5.5 Model Pembentukan Identitas Dalam proses pembentukan identitas membutuhkan aktor / agen berotoritas guna membentuk identitas yang sahih (legitimizing identity), identitas perlawanan (resistance identity), identitas proyek (project identity) ; proses pembentukan identitas, kedinamisan

identitas sesuai dengan waktu dan tantangannya, serta keterkaitan dan penyesuaian dengan proses pembangunan di tingkat lokal. Kota Festival Budaya Solo Kota Budaya (Jawa) Kebutuhan: berpromosi / city branding Perubahan: waktu dan tantangan Politik identitas: pembangunan Tabel 5.1 Model Pembentukan Identitas Garis lingkaran tebal pada identitas warga merupakan bagaimana mereka membentengi identitas kejawaan mereka terhadap tantangan eksternal ; sedangkan garis lingkaran putus-putus pada identitas lokal adalah bagaimana mereka membuka diri dalam interaksi ekonominya dalam proses pembangunan di tingkat lokal maupun menjawab tantangan masyarakat di luar wilayah Solo, apakah kota Solo telah siap untuk menjadi kota tujuan wisata budaya. 5.5 Langkah-langkah dalam city branding : 5.6.1 Mapping Survei: meliputi survey persepsi dan ekspektasi tentang suatu daerah baik dari masyarakat daerah itu sendiri maupun pihak-pihak luar yang mempunyai keterkaitan dengan daerah itu. Seperti yang diketahui bersama, Kota Solo merupakan kota yang sangat kental dengan nilai-nilai kebudayaan terutama budaya Jawa. Masyarakatnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan tersebut. Terbukti dengan banyaknya sanggar-sanggar tari tradisional dan komunitaskomunitas pecinta kesenian di Solo. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Heru

(SBC Community, 40th) dalam interview yang penulis laksanakan pada tanggal 7 Juni 2012 di Kantor Komunitas SBC, kalau kita melihat Solo secara keseluruhan ya ada kampung, ada pasar tradisional yang sangat dicintai oleh masyarakat Solo pada umumnya, ada sanggar tari, dll saya pikir sebelum ada event pun, masyarakat Solo juga tetap kreatif, tetap tumbuh, tetap cinta cinta dengan kebudayaannya. Sedangkan pihak-pihak luar yang berkaitan dengan Kota Solo menilai bahwa Solo yang kental dengan nilai-nilai budaya tersebut diolah dan dikelola sedemikian rupa maka akan menjadi kota tujuan wisata yang menarik. Akan tetapi setelah melakukan proses penelitian, penulis menemukan bahwa Pemkot Solo tidak melakukan proses ini dalam melakukan City Branding. Hal ini dikarenakan ide kreatif awal dari pemikiran beberapa festival yang diadakan berasal dari beberapa komunitas seni (SIPA Community, SBC, dll). ide awalnya bisa saya katakan berasal dari Solo center point saat itu memang memiliki ide ini, kemudian mengajak Dina Faris dari Jember Fashion Carnival untuk mengagas konsepnya lalu saya masuk kesana untuk mengajak masyarakatnya. Jadi idenya sebetulnya dari masyarakat yang diwakili oleh Solo Center Point. Lalu mulai berbicara dengan pemerintah kota. Akan tetapi SBC tidak akan sampai sejauh ini tanpa dukungan dan peran dari pemerintah kota. SBC Community- SIPA pertama kali diselenggarakan pada tahun 2009. Saat itu saya sebagai penggagas pertama sebuah event tari besar di Solo. Gagasan ini berupa, di adakannya sebuah event tari bertaraf internasional di Solo, sekaligus untuk mengenalkan kepada masyarakat dunia bahwa Solo memiliki branding sebagai kota seni atau budaya. SIPA Community- Ide-ide kreatif awal yang berasal dari masyarakat (komunitas) ini yang kemudian dijadikan landasan atau pemikiran awal untuk melakukan city branding kota Solo sebagai Kota Festival Seni Budaya. Ide ini kemudian ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota dengan cara ikut mendukung, mendanai, bahkan terlibat secara langsung dalam setiap festival. 5.6.2 Competitive Analysis: melakukan analisis daya saing baik di level makro maupun mikro daerah itu sendiri. Pemkot Solo melihat peluang yang mampu dikembangkan. Daya saing yang dimiliki dan ditonjolkan dalam proses ini adalah sisi budaya dan pariwisata yang dinilai memiliki nilai lebih baik di masyarakat Solo sendiri maupun masyarakat di luar Solo. Di level makro, kota Solo dilihat dapat menjadi kota wisata budaya dengan event-event kebudayaan besar yang sering dilakukan di Solo.

Sedangkan di level mikro, masyarakat Solo sendiri mampu lebih berdaya saing dalam mengembangkan dan meningkatkan ekonominya di segala aspek baik aspek pariwisata berupa hotel, kuliner, souvenir (batik), dll. Maka dapat dikatakan kota Solo merupakan salah satu kota paling produktif di Indonesia. Setiap kota harus memiliki identitas khusus yang membedakan kota satu dengan kota lainnya, oleh sebab itu Pemerintah Kota Surakarta perlu memiliki identitas khusus itu, yaitu sebagai Kota Budaya, yang diharapkan bisa menunjang kegiatan pariwisata. Cita-citanya adalah Solo menjadi kota yang bertumpu pada seni budaya dan meningkatkan kegiatan kepariwisataan. Dalam penelitian, penulis menemukan bahwa Pemkot Solo pun tidak melakukan tahapan ini dalam proses city branding yang Pemerintah Kota Solo lakukan. Kedua tahapan awal dalam city branding ini tidak sampai dilakukan dikarenakan pada dasarnya Pemkot Solo sendiri kurang memahami akan tahapan-tahapan dalam proses city branding yang secara teoritis. Akan tetapi Pemkot hanya menyatakan pada interview yang penulis lakukan bahwa, Peluang yang kami (Pemkot) lihat ketika ada beberapa komunitas di msyarakat yang memiliki ide atau gagasan untuk mengadakan event Festival Seni Budaya maka kami pun menyadari bahwa hal ini dapat dijadikan peluang untuk kota Solo dapat bersaing dengan kota-kota yang lain. Maka daya saing yang mampu dikembangkan oleh kota Solo adalah kekuatan budaya terutama dibidang kesenian yang dikemas secara apik dan lebih terkonsep dalam setiap festival-festival seni budaya yang diadakan. Dengan tujuan untuk menjadikan kota Solo sebagai Kota Festival Seni Budaya yang besar. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pencetus ide awal event Solo Batik Carnival (SBC) yaitu Heru (40) dalam interview yang penulis lakukan bahwa, Jadi program parieisata pemerintah dan karya kreatif masyarakt ini dapat berjalan beriringan tanpa mengintervensi satu sama lain. Jadi SBC jangan sampai hanya jadi produk pariwisata, tetapi juga harus menjadi produk kebudayaan masyarakat kota solo. Jadi ini harus di letakkan di ruang kebudayaan. 5.6.3 Blueprint: penyusunan cetak biru atau grand design daerah yang diinginkan, baik logo, semboyan, tag line, dan lain sebagainya beserta strategi branding dan strategi komunikasinya. Berdasarkan Mapping Survey dan Competitive Analysis yang telah dilakukan maka Pemkot Solo mengeluarkan slogan Solo Kota Budaya sebagai strategi promosi kota Solo. Dalam slogan/tagline ini sudah sangat jelas dan gamblang

ditulis mengenai tujuan, visi, serta misi Pemkot Solo untuk menjadikan kota Solo sebagai kota kebudayaan. Strategi yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam melakukan city branding, terutama branding sebagai Kota Budaya adalah dengan memberdayakan segenap potensi budaya Surakarta, untuk ditampilkan sebagai sebuah identitas kota. Kenapa Pemkot memilih slogan Solo Kota Budaya? kembali ke hasil mapping survey dan competitive analysis bahwa daya saing yang kuat di Solo adalah nilai-nilai budaya yang masih dipegang teguh serta memiliki perputaran ekonomi yang besar di sektor pariwisatanya. Maka nilai jual tadi lah yang dipasarkan oleh Pemkot Solo. Setelah ide-ide dikumpulkan dan ditampung maka Pemerintah Kota Solo beserta pihak pelaksana mulai merancang bagaimana setiap event festival tersebut dapat terlaksana dengan baik dan dapat menjadikan kota Solo semakin dikenal sebagai Kota Festival Budaya oleh masyarakat luas. 5.6.4 Implementation: pelaksanaan grand design dalam berbagai bentuk media, seperti pembuatan media center, pembuatan events, iklan, dan lain sebagainya. Dalam hampir setiap event setelah ide tadi dikemas dan disusun untuk menjadi sebuah acara yang besar. Contohnya dalam event SBC, Setelah tema besar selesai, lalu evaluasi tentang tema, kita sosialisasikan ke pak walikota, ke dinas-dinas terkait, setelah itu kita baru membuka pendaftaran peserta untuk mengikuti program ini ke sekolah-sekolah, ke masyarakat umum melalui publikasi itu, setelah seselai pendaftaran lalu kita mulai workshop yang dimulai dari merancang kostum, dll. Lalu masuk ke pra event dan baru masuk ke acara. Setelah acara baru ada evaluasi penyelenggaraan itu. Kebanyakan, evaluasinya itu malah pada pengaturan penonton. Setelah slogan/tagline dibuat maka Pemkot menyusun strategi promosi dengan mengeluarkan banyak event kebudayaan bertaraf nasional bahkan internasional sebagai bentuk pelaksanaan grand design. Event-event ini tidak hanya merupakan kegiatan bersama antara Pemkot Solo dengan masyarakat Solo saja, akan tetapi juga banyak pihak yang turut terlibat dalam kegiatan ini. Tak hanya seniman lokal dalam negri bahkan di beberapa event seperti SIPA, SIEM, dan masih banyak lagi, juga mendatangkan banyak delegasi asing bukan hanya sebagai penonton, tetapi juga terlibat secara langsung dalam pertunjukkannya. Media-media berupa media TV, surat kabar, media online, radio menjadi media partner bagi Pemkot Solo dan

penyelenggara event untuk ikut mempromosikan event-event tersebut kepada khalayak luas. 5.7 Efektifitas dalam perspektif ilmu komunikasi Jika dilihat dari strategi-strategi yang diterapkan oleh Pemkot Solo dalam upaya membranding Solo menjadi Solo Kota Budaya cukup efektif. Hal ini dapat diamati dari setiap event yang diadakan masyarakat Solo sendiri sangat antusias dalam mengikuti setiap event yang digelar oleh Pemkot Solo. Masyarakat bahkan tidak hanya pasif sebagai penikmat acara, tetapi juga turut serta dalam penyelenggara bahkan beberapa ide kreatif event besar di Solo datangnya berasal dari masyarakat (komunitas) sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Heru (SBC, 40th) Jadi idenya sebetulnya dari masyarakat yang diwakili oleh Solo Center Point. Lalu mulai berbicara dengan pemerintah kota. Akan tetapi SBC tidak akan sampai sejauh ini tanpa dukungan dan peran dari pemerintah kota. Masyarakat di luar Solo pun antusias dalam menyambut setiap event yang dilaksanakan oleh Pemkot Solo. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya paketpaket wisata yang dibuat oleh agen-agen wisata di Solo yang menawarkan diskon dan beberapa tawaran menarik lainnya untuk dapat berwisata di Solo dengan lebih nyaman. Serta peningkatan ekonomi yang terjadi ketika event berlangsung berkalikali lipat. Hal ini tentunya dapat menjadi indikator efektivitas dari program pemerintah ini. Bapak Heru (SBC, 40th) lalu di harapkan dengan adanya SBC maka banyak tamu-tamu wisata datang ke solo. Dengan begitu otomatis pariwisata dan perekonomian kota solo menjadi meningkat. Bagaimana kedua hal yang sangat berlawanan antara Solo Kota Budaya Jawa (closing identity) dengan Solo Kota Festival Budaya (opening idenity) dapat berjalan bersamasama bahkan masyarakat Solo sangat antusias dengan setiap event yang diadakan? Hal ini dikarenakan pada dasarnya masyarakat Solo sendiri memang mencintai seni budaya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya sanggar-sanggar seni yang berdiri serta komunitas-komunitas berbasis seni budaya yang berdiri. Closing identity berupa pembentukan Solo Kota Budaya merupakan bentuk Pemkot Solo untuk membentengi diri kebudayaan asli Solo yaitu Budaya Jawa dari pengaruh-pengaruh budaya luar yang memang disengaja diundang masuk oleh Pemerintah Kota sebagai salah satu upaya promosi budaya. Sedangkan opening identity yang berupa pembentukan kota

Solo sebagai Kota Festival Seni Budaya merupakan salah satu upaya Pemkot Solo untuk menjadikan kota Solo mampu bersaing dengan kota-kota besar yang lain di Indonesia. Dibuktikan dengan festival-festival seni yang diadakan tidak hanya bertaraf nasional, bahkan bertaraf internasional. Festival bertaraf internasional ini, dengan mengundang delegasi asing disetiap event internasional yang diadakan oleh Pemkot. 5.8 Kredibilitas Data Peneliti menggunakan teknik triangulasi data untuk melakukan Uji Kredibilitas Data. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Pemkot Solo, komunitas kesenian di Solo selaku penyelenggara event (SBC Community dan SIPA Community), dan Budayawan memiliki data dan pendapat yang sama sehingga data dalam penelitian ini dapat dikatakan valid.