BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Biaya dan Beban Masiyah Kholmi dan Yuningsih biaya (cost)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, dewasa ini perusahaan harus berhatihati

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II BIAYA PRODUKSI PADA CV. FILADELFIA PLASINDO SURAKARTA

PERANAN ANALISIS SELISIH BIAYA OVERHEAD PABRIK SEBAGAI SALAH SATU ALAT PENGENDALIAN BIAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. membantu manajer dalam membuat keputusan yang lebih baik. Secara luas

BAB II BAHAN RUJUKAN

Definisi akuntansi biaya dikemukakan oleh Supriyono (2011:12) sebagai

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Akuntansi Biaya

BAB III PEMBAHASAN. telah mengembangkan konsep biaya menurut kebutuhan mereka masing-masing. akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.

Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P a b r i k T a h u B u G i t o D e n Metode Process Costing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya. 1. Pengertian Akuntansi Biaya

BAB II BAHAN RUJUKAN

2.1.2 Tujuan Akuntansi Biaya Menurut Mulyadi (2007:7) akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu:

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN Pengertian Akuntansi Biaya. Menurut Mulyadi (2009:7) mendefinisikan akuntansi biaya sebagai. berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan perangkat akuntansi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan dunia saat ini, kehidupan manusia di

AKUNTANSI BIAYA JOB COSTING ( HARGA POKOK PESANAN )---B.Linggar Yekti Nugraheni JOB COSTING. Job Costing Operation Costing Process Costing

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. ekonomi, dan pihak lainnya yang telah dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Dalam menjalankan fungsinya, manajemen membutuhkan informasi untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Definisi usaha kecil dan menengah menurut Hermawan Kartajaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam akuntansi di Indonesia terdapat istilah-istilah biaya, beban, dan harga

BAB II BAHAN RUJUKAN. Salah satu data penting yang diperlukan oleh perusahaan adalah biaya.

Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Full Costing Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual Produksi Tahu Pas (Putra H.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. membantu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam satuan moneter untuk tujuan tertentu yang tidak dapat lagi dihindari, baik

Akuntansi Biaya. Cost Systems and Cost Accumulation. Ellis Venissa, MBA. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN DAN PELAPORAN SEGMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Harga Pokok Produk. rupa sehingga memungkinkan untuk : a. Penentuan harga pokok produk secara teliti

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II LANDASAN TEORITIS. Menurut George H, Bodnar dan William S. Hopwood (2006:14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENENTUAN TARIF BERDASARKAN METODE WAKTU DAN BAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. klasifikasi dari biaya sangat penting. Biaya-biaya yang terjadi di dalam

BAB II LANDASAN TEORI. penerimaan dengan pengeluaran, tetapi dengan semakin

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. maupun variable. Menurut Garrison dan Nooren (2006:51), mengemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mulyadi ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS BIAYA STANDAR SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN BIAYA PRODUKSI (Studi pada PT. Malang Indah Genteng Rajawali)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dari definisi biaya tersebut mengandung empat unsur penting biaya yaitu: 1. Pengorbanan sumber-sumber ekonomi.

ACTIVITY BASED COSTING

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Manajemen. Pengertian akuntansi manajemen menurut Horngren (2000) adalah proses

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tentang Pengaruh Definisi pengaruh (Influence) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999 :747) adalah sebagai berikut: Daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, Benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. 2.2 Biaya Produksi 2.2.1 Pengertian Biaya Produksi Mulyadi (2000:8), menjelaskan pengertian produksi sebagai berikut: Biaya produksi merupakan biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Pengertian biaya menurut Mulyadi adalah : Pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan moneter atau uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Hansen & Mowen (2000:45), pengertian biaya produksi adalah sebagai berikut: Biaya produksi adalah biaya yang berhubungan dengan produksi barang atau penyediaan jasa. Sedangkan Munawir (2000:326), mendefinisikan biaya produksi sebagai berikut : Biaya produksi adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan pengolahan (manufactur) atau mengolah bahan baku menjadi barang yang siap dijual atau dikonsumsi maupun biaya pelaksanaan atau pemberian jasa atau pelayanan.

2.2.2 Pengertian Produksi Menurut Harjanto (2003:3) produksi adalah : Suatu kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan atau pembuatan barang, jasa atau kombinasinya, melalui proses informasi dari masukan sumber daya produk menjadi keluaran yang diinginkan. Sedangkan Mulyadi (2000:12) mendefinisikan produksi sebagai berikut : Produksi merupakan kegiatan pokok mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. 2.2.3 Unsur-unsur Biaya Produksi Menurut Sunarto (2003:5) Biaya Produksi dipilah-pilah sesuai dengan kebutuhannya sebagai berikut: Menurut unsur atau komponen biaya a) Biaya Bahan Baku Langsung Biaya ini timbul karena pemakaian bahan baku. Biaya bahan baku merupakan harga pokok yang dipakai dalam proses produksi untuk membuat barang. Biaya bahan baku merupakan bagian dari harga pokok barang jadi yang akan dibuat. b) Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya ini timbul karena pemakaian tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengolah bahan menjadi barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung merupakan gaji dan upah yang diberikan tenaga kerja yang terlibat langsung dalam pengolahan barang. Mulyadi (2000:344-345) menggolongkan biaya tenaga kerja langsung didalam perusahaan sebagai berikut: 1. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan yaitu pabrik, pemasaran dan administrasi. Oleh karena itu perlu adanya penggolongan dan perbedaan antara tenaga kerja pabrik dan bukan pabrik. Hal ini harus dilakukan akarena gaji dan upah tenaga kerja pabrik merupakan unsur harga pokok produk. Sedangkan gaji dan upah

tenaga kerja bukan pabrik merupakan biaya yang dibebankan dalam periode yang bersangkutan. 2. Penggolongan menurut hubungannya dengan produksi yaitu penggolongan tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga pabrik yang mengerjakan produksi termasuk ke dalam tenaga kerja langsung. Sedangkan tenaga kerja bukan pabrik atau yang tidak langsung mengerjakan produk termasuk ke dalam tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja tidak langsung merupakan bagian dari biaya produksi tidak langsung (factory overhead). Mulai biaya tenaga kerja yang dibebankan ke dalam biaya produksi dihitung dengan mengalihkan tarif upah dengan jam kerja atau hasil kerja karyawan. 3. Penggolongan menurut kegiatan departemen yang ada dalam perusahaan. Agar lebih mudah dalam perusahaan dan agar lebih mudah dalam mengandalkannya, kepala departemen bertanggungjawab atas pelaksanaan kerja karyawan yang ada dalam departemennya serta upah yang dibayarkan kepada mereka. c) Biaya Overhead Pabrik Biaya ini timbul terutama karena pemakaian fasilitas untuk mengolah barang berupa mesin, alat-alat, tempat kerja dan kemudahan lain. Menurut perilakunya terhadap volume a) Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap merupakan biaya yang mempunyai tingkah laku tetap tidak berubah terhadap volume kegiatan. Biaya tetap tidak berubah meskipun kegiatan produksi berubah. b) Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya variabel merupakan biaya yang mempunyai tingkah laku berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan produksi.

Menurut kedekatannya dengan produk a) Biaya Langsung Biaya disebut biaya langsung apabila dapat ditelusuri pada barang jadi, mudah dilacak. b) Biaya Tidak Langsung Merupakan biaya yang tidak dapat ditelusuri pada barang jadi. Mulyadi (200:208-209) menyatakan bahwa yang termasuk kedalam biaya produk tidak langsung adalah: 1) Biaya bahan penolong, yaitu biaya untuk bahan yang tidak menjadi bagian dari produk jadi atau bahan yang menjadi bagian dari produk jadi tetapi nilainya relatif kecil. 2) Biaya reparasi dan pemeliharaannya. Yaitu biaya yang berupa pemakaian suku cadang dan perlengkapan pabrik atau pemakaian jasa pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan aktiva tetap perusahaan. 3) Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu biaya tenaga kerja yang tidak diidentifikasikan kepada produk-produk atau jasa-jasa tertentu. 4) Beban biaya yang terkabul sebagai akibat berlalunya waktu. Yaitu semua biaya asuransi atas aktiva tetap perusahaaan, asuransi kecelakaan karyawan dan amortisasi kerugian yang diderita pada saat perusahaan berada pada tahap operasi percobaan. 5) Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik dan sebagainya. 2.3 Biaya Standar 2.3.1 Pengertian Biaya Standar Biaya standar merupakan pedoman didalam pengeluaran biaya yang sesungguhnya menyimpang dari biaya standar, maka yang dianggap benar adalah

biaya standar, sepanjang asumsi-asumsi yang mendasari penentuannya tidak berubah. 2.3.2 Manfaat dan Kelemahan Biaya Standar Ada beberapa manfaat dari kegunaan biaya standar yang ditujukan untuk membantu perncanaan dan pengendalian operasi dalam menetapkan gambaran yang lebih jelas mengenai pengaruh keputusan manajemen terhadap tingkat biaya dan laba. Menurut Mulyadi (2000:416-417) biaya standar adalah sebagai berikut : 1. Sistem biaya standar dirancang untuk mengendalikan biaya. 2. Biaya standar merupakan alat yang paling penting dalam menilai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. jika biaya standar ini ditentukan dengan realistis, hal ini akan merangsang dalam melaksanakan pekerjaan dengan efektif karena pelaksanaan telah mengetahui bagaimana pekerjaan seharusnya dilaksanakan dan pada tingkat biaya berapa pekerjaan tersebut seharunya dilaksanakan. 4. Sistem biaya standar memberikan pedoman kepada manajemen berapa biaya yang seharusnya untuk melaksanakan kegiatan tertentu sehingga memungkinkan mereka melaksanakan penggunaan biaya dengan cara perbaikan metode produksi, pemilihan tenaga kerja dan kegiatan lain. Kelemahan biaya standar menurut Mulyadi (2000:417) adalah : 1. Tingkat ketaatan atau kelonggaran standar tidak dapat dihitung dengan tepat meskipun telah ditetapkan dengan jelas jenis standar apa yang ditentukan oleh perusahaan, tetapi tidak ada jaminan bahwa standar telah ditetapkan dalam perusahaan secara keseluruhan dengan ketaatan atau kelonggaran yang relatif sama. 2. Seringkali standar cenderung menjadi kaku atau tidak fleksibel, meskipun dalam jangka waktu pendek keadaan produksi mengalami perubahan, sedangkan perbaikan standar jarang sekali dilakukan.

2.3.3 Jenis-jenis biaya standar Usry & Hammer membagi jenis biaya standar sebagai berikut : 1. Standar Pokok atau Standar Dasar (Basic Standar) Yaitu standar yang merupakan alat ukur yang dipergunakan untuk membandingkan prestasi kerja yang diharapkan dan yang sesungguhnya. 2. Standar Lancar atau yang Berlaku (Current Standar) Yaitu patokan yang akan digunakan untuk dibandingkan dengan pelaksanaan yang sebenarnya, dimana standar lancar ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi perusahaan. Standar lancar ini terbagi lagi menjadi 3 yaitu : a) Standar Aktual atau standar sebenarnya yang diharapkan (Expected Actual Standard) adalah standar yang ditetapkan untuk usaha tingkat operasi dan efisiensi yang diharapkan akan terjadi. b) Standar Normal (Normal Standard) adalah standar yang ditetapkan untuk suatu tingkat operasi dan efisiensi yang normal, yang dimaksudkan sebagai suatu tantangan yang dapat dicapai. c) Standar Teoritis (Theoritical Standard) adalah standar yang ditetapkan untuk suatu tingkat operasi dan efisiensi yang ideal atau maksimal. Standar ini pada pelaksanaannya sulit dicapai, karena pada prakteknya tingkat efisiensi maksimal sulit terjadi. Standar yang digunakan harus memenuhi 3 syarat sebagai berikut : 1. Keandalan (Reliability) 2. Ketepatan (Accuracy) 3. Sikap Menerima (Acceptance) 2.3.4 Prosedur Penetapan Biaya Standar Menurut Mulyadi (2000:419) Proses penentuan biaya standar adalah sebagai berikut : 1. Biaya Bahan Baku Standar 2. Biaya Tenaga Kerja Standar 3. Biaya Overhead Pabrik Standar

2.4 Analisis Selisih Biaya Produksi 2.4.1 Analisis Selisih Biaya Bahan Baku Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya selisih tersebut : a) Selisih Harga Bahan Baku Selisih harga bahan baku terjadi karena ada perbedaan antara harga bahan baku standar dengan yang sesungguhnya. Rumus selisih harga bahan baku : (Harga Standar Harga Aktual) x Kuantitas Aktual b) Selisih Kuantitas Bahan Baku Selisih harga bahan baku terjadi karena adanya perbedaan antara kuantitas bahan baku standar dengan kuantitas bahan baku aktual. Rumus selisih kuantitas bahan baku : (Kuantitas Standar Kuantitas Aktual) x Harga Standar 2.4.2 Analisis Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung Selisih biaya tenaga kerja langsung terjadi dikarenakan oleh perbedaan antara biaya tenaga kerja langsung standar atau yang dianggarkan dengan biaya tenaga kerja langsung aktual. Dua faktor yang menyebabkan terjadinya selisih tersebut adalah : a) Selisih tarif upah langsung Terjadinya selisih tarif upah langsung karena ada perbedaan antara tarif upah langsung standar dengan tarif upah langsung aktual. Rumus selisih tarif upah langsung : Selisih Tarif Upah Langsung = (Tarif Standar Tarif aktual) x Jam Kerja Aktual b) Selisih jam kerja langsung atau efisiensi upah langsung Selisih jam kerja langsung terjadi karena ada perbedaan antara jam kerja standar dan jam kerja aktual

Rumus selisih efisiensi jam kerja langsung : (Jam Kerja Standar Jam Kerja Aktual) x Tarif Standar 2.4.3 Analisis Selisih Biaya Overhead Pabrik Selisih biaya overhead pabrik adalah perbedaan jumlah biaya overhead pabrik menurut yang dianggarkan dengan biaya overhead sesungguhnya. Didalam menganalisis biaya overhead pabrik terdapat dua metode sebagai berikut : a. Metode dua selisih 1. Selisih Terkendali (Controllable Variance) Rumus : Biaya Overhead pabrik sesungguhnya XX Biaya Overhead pabrik yang dibebankan pada jam standar Variabel = Jam standar x Tarif foh variabel XX Tetap = Jam normal x Tarif foh tetap XX + XX - Selisih Terkendali XX 2. Selisih Volume Rumus : (Jam Normal Jam Standar) x Tarif foh Standar b. Metode tiga selisih 1. Selisih Anggaran (Budget Variance) Rumus : Biaya Overhead pabrik sesungguhnya Biaya Overhead pabrik yang dibebankan pada jam aktual Variabel = Jam aktual x Tarif foh variabel XX Tetap = Jam normal x Tarif foh tetap XX + Selisih Anggaran XX XX - XX

2. Selisih Kapasitas Rumus : (Jam Normal Jam Aktual) x Tarif foh Tetap 3. Selisih Efisisensi Rumus : (Jam Standar Jam Aktual) x Tarif foh c. Metode empat selisih 1. Selisih Anggaran (Budget Variance) Rumus : Biaya Overhead pabrik sesungguhnya Biaya Overhead pabrik yang dibebankan pada jam aktual Variabel = Jam aktual x Tarif foh variabel XX Tetap = Jam normal x Tarif foh tetap XX + Selisih Anggaran XX XX - XX 2. Selisih Kapasitas Rumus : (Jam Normal Jam Aktual) x Tarif foh Tetap 3. Selisih Efisisensi Variabel Rumus : (Jam Standar Jam Aktual) x Tarif foh Variabel 4. Selisih Efisiensi Harga Pokok Rumus : (Jam Standar Jam Aktual) x Tarif foh Tetap

2.5 Efisisensi Biaya Produksi Setiap perusahaan manufaktur menerapkan strategi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan pencapaian target pendapatan. Strategistrategi tersebut diimplementasikan dalam rencana jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu strategi yang dilakukan perusahaan manufaktur kebanyakan adalah menekan biaya produksi. Arens (2006:777) mendefinisikan efisiensi sebagai berikut: Effiency is defined as reducing cost without reducing effectiveness. Pengertian efisiensi menurut Horngren (2000:228) adalah : Efficiency is the relative amount of inputs use to achieve a given output level. 2.5.1 Pengertian Efisiensi Biaya Karena setiap perusahaan bertujuan untuk mencari laba, maka efisiensi merupakan suatu hal penting yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan. Laba yang maksimal bisa diperoleh atau dicapai melalui penggunaan sumber daya yang efisien. Terdapat beberapa pengertian efisiensi, diantaranya adalah sebagai berikut: Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:284), efisiensi adalah : 1. Ketepatan cara (usaha kerja) dalam menjalankan segala sesuatu (dengan tidak membuang waktu, biaya dan tenaga kerja); kedayagunaan; ketepatgunaan; kesangkilan. 2. Kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak memmbuang waktu, biaya dan tenaga). Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa efisiensi merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan tepat tanpa menghabiskan waktu dan biaya. Dengan kata lain sesuatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan kegiatan tersebut telah mencapai sasaran dengan pengorbanan biaya terendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa efisiensi biaya produksi berarti suatu keadaan dimana biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dapat dikurangi, akan tetapi tidak mengurangi

keefektifan proses tersebut. Semakin efektif proses produksi dan semakin kecil biaya poduksinya maka akan semakin efisien biaya tersebut. 2.5.2 Analisis Efisiensi Biaya Produksi Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:43) analisis diartikan sebagai berikut : 1. Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya). 2. Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Pengertian analisis yang digunakan dalam hal ini yaitu penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan, karena dalam penelitian ini penulis menguraikan suatu keseluruhan dari suatu laporan keuangan menjadi bagian-bagian tertentu untuk dapat diperoleh suatu informasi atas dasar pengertian tersebut. Metode dan teknik analisis (alat-alat analisis) digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan, sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu. Metode yang digunakan untuk analisis laporan keuangan menurut Prastowo (2002:54) yaitu: 1. Metode Analisis Horizontal (Dinamis) Adalah metode analisis dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa tahun (periode) sehingga dapat diketahui perkembangannya dan kecenderungannya. Disebut metode analisis horizontal karena analisis ini membandingkan pos yang sama untuk periode yang berbeda.

2. Metode Analisis Vertikal (Statis) Adalah metode analisis yang dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan pada tahun (periode) tertentu. Yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun (periode) yang sama. Oleh karena membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya pada laporan keuangan yang sama, maka disebut metode vertikal. Disebut metode statis karena metode ini hanya membandingkan pos-pos laporan keuangan pada tahun (periode) yang sama. Analisis efisiensi biaya produksi merupakan suatu analisis untuk mengetahui apakah biaya produksi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan efisien atau tidak. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menganalisis tingkat efisiensi atau biaya produksi adalah anggaran. Menurut Munandar (2001:1) Anggaran adalah: Suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu yang akan datang. Sedangkan Mulyadi (2002:8) mendefinisikan Anggaran sebagai berikut : Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan saham ukuran yang lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun. Menurut Irfa Nur Arafah (2004:22) terdapat dua cara untuk meneliti efisiensi. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa untuk menganalisis efisiensi biaya produksi dapat digunakan suatu alat yaitu anggaran dan standar : 1) Efisiensi dari biaya produksi dapat diukur melalui perbandingan antara biaya produksi aktual atau biaya produksi yang sebenarnya terjadi atau yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan biaya produksi yang dianggarkan oleh perusahaan. Biaya produksi aktual yang terjadi lebih kecil daripada biaya produksi yang dianggarkan, maka biaya produksi

tersebut dapat dikatakan efisien. Demikian pula sebaliknya, apabila biaya produksi aktual yang terjadi lebih besar daripada biaya produksi yang dianggarkan perusahaan, maka biaya produksi tersebut dapat dikatakan tidak efisien. 2) Penggunaan Standar. Efisiensi dihitung dengan membandingkan antara biaya produksi per unit aktual dengan biaya produksi per unit standar. Bila hasil perbandingan yang didapat semakin kecil, berarti biaya produksi tersebut semakin efisien. Efisiensi Produksi = Biaya Produk Actual Per Unit Biaya Standar Per Unit Perbedaan pokok antara anggaran dengan biaya standar terletak pada bidang lingkupnya. Anggaran menekankan pada volume daripada usaha dan bidang tenaga kerja yang harus dijaga jika perusahaan ingin beroperasi sesuai dengan yang dikehendaki. Standar menekankan kepada tingkat dimana biaya harus dikurangi, jika biaya telah tersususn sampai tingkat dimana biaya harus dikurangi, jika biaya telah turun sampai tingkat tersebut, maka laba akan meningkat. 3) Membandingkan biaya yang dianggarkan dengan yang sesungguhnya. Dalam perbandingan tersebut dihasilkan sebagai berikut : Biaya produksi yang dianggarkan > biaya produksi aktual, maka disebut selisih menguntungkan (Favorable) Biaya produksi standar < biaya produksi aktual, maka disebut selisih merugikan (Unfavorable) 2.5.3 Pengendalian Biaya Produksi Untuk tujuan pengendalian biaya produksi, organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga jelas wewenang dan tanggungjawab tiap-tiap manajer. Anggaran menghendaki adanya orang yang baik, yang tiap-tiap manajernya mengetahui wewenang dan tanggungjawabnya masing-masing. Dengan demikian,

jika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan yang direncanakan dalam anggaran, akan mudah ditunjuk siapa yang bertanggungjawab. Dalam mengendalikan biaya produksi, segala sesuatunya harus berdasarkan tujuan perusahaan dan dilaksanakan oleh orang yang memiliki wewenang dibagian produksi sehinggga dapat dipertanggungjawabkan atau hasil biaya yang terkendalikan. Seperti yang diungkapkan oleh Mulyadi (2000:425) bahwa : Hasil perhitungan selisih diberi tanda L (selisih laba atau selisih yang menguntungkan) dan tanda R (selisih rudi). Biaya dikatakan efisien jika selisih yang terjadi adalah selisih menguntungkan. 2.5.4 Tujuan Analisis Efisiensi Biaya Produksi Analisis efisiensi biaya produksi ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya selisih antara anggaran dan realisasi biaya produksi. Apabila telah diketahui, maka informasi tersebut dijadikan dasar dalam suatu proses pengambilan keputusan oleh manajemen untuk hal-hal tertentu demi kemajuan perusahaan, misalnya dalam bentuk pemilihan bahan baku, peningkatan kinerja karyawan, maupun peningkatan produktivitas. Jika dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan dari analisis ini adalah mendeteksi serta mencari apa yang menjadi penyebab dari selisih antara anggaran dan realisasi biaya produksi, yang dapat memicu terjadinya ketidak efisienan biaya produksi, sehingga atas dasar temuan-temuan itu dapat diambil keputusan tertentu untuk mencapainya. 2.5.5 Teknik Analisis Efisisnsi Biaya Produksi Teknik yang digunakan dalam menganalisis efisiensi biaya produksi yaitu dengan membandingkan antara anggaran biaya produksi dengan realisasinya. Dibawah ini akan disajikan contoh perbandingan antara anggaran dan realisasi biaya produksi.

Table 2.1 Contoh Anggaran dan Realisasi Biaya Produksi Tahun 2006 Uraian Anggaran 570.000 unit Realisasi 600.000 unit Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik Biaya Produksi 5.000.000 6.000.000 5.000.000 + 16.000.000 6.000.000 7.000.000 6.000.000 + 19.000.000 Jika dilihat sepintas, realisasi biaya produksi diatas dapat dikatakan tidak efisien karena jumlah biaya produksi yang harus dikeluarkan sebenarnya lebih besar daripada anggarannya. Akan tetapi jika diperhatikan lebih seksama jumlah kuantitas yang sebenarnya diproduksi oleh perusahaan tidak sama dengan apa yang dianggarkan. Maka dari itu untuk menganalisis efisiensi biaya produksi diatas, analisis harus membuat anggaran yang sesuai dengan jumlah kuantitas produksi yang sebenarnya dihasilkan perusahaan, dengan cara menghitung masing-masing biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi setiap unitnya. Misalnya untuk menghitung anggaran biaya bahan baku yang sesuai dengan kuantitas sebenarnya, yaitu dengan membagi jumlah anggaran biaya bahan baku dengan kuantitas produk yang dianggarkan, kemudian dikalikan dengan jumlah kuantitas yang sebenarnya diproduksi, begitu seterusnya hingga diperoleh anggaran biaya produksinya yang sesuai dengan volume produk yang dihasilkan. Setelah menyusun anggaran yang sesuai, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Table 2.2 Contoh Anggaran dan Realisasi Biaya Produksi Tahun 2006 Yang Telah Disesuaikan dengan Volume Produksi Uraian Anggaran Realisasi Anggaran Selisih 570.000 unit 600.000 unit 600.000 unit Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik Biaya Produksi 339.150.000 47.025.000 161.310.000 547.485.000 350.000.000 50.100.000 67.500.000 67.600.000 357.000.000 49.500.000 69.800.000 576.300.000 7.000.000 600.000 2.300.000 8.700.000 Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa biaya produksi yang dikeluarkan pada tahun 2006 ini efisien atau mengalami selisih yang menguntungkan sebesar Rp. 8.700.000. karena biaya produksi yang dikeluarkan lebih kecil daripada biaya produksi yang dianggarkan. Seperti yang terlihat pada tabel diatas, bahwa biaya bahan baku mengalami efisiensi sebesar Rp.7.000.000, hal ini dapat disebabkan oleh menurunnya harga bahan baku. Sedangkan pada biaya tenaga kerja langsung mengalami efisiensi sebesar Rp. 2.300.000. Keadaan ini dapat disebabkan oleh menurunnya biaya bahan penolong atau menurunnya biaya tidak langsung sehingga jika dijumlahkan biaya produksi mengalami efisiensi sebesar Rp. 8.700.000. 2.6 Harga Pokok Penjualan 2.6.1 Pengertian Harga Pokok Penjualan Harga Pokok menurut Sunarto (2003:3), yaitu : Nilai pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang diukur dengan nilai mata uang. Besarnya biaya diukur dengan berkurangnya kekayaan atau timbulnya utang. Harga pokok pada perusahaan manufaktur dihitung dengan cara menambahkan antara persediaan awal barang jadi dengan harga pokok produk, kemudian dikurangi persediaan akhir barang jadi. Sedangkan harga pokok produk itu sendiri dapat diperoleh dengan cara menambahkan antara persediaan awal

barang dalam proses dengan biaya produksi, kemudian dikurangi persediaan akhir barang dalam proses. Finished Goods Inventory,Beginning Add : COG Manufactured Good Available For Sale Less : Finished Good Inventory, Ending COGS XX XX XX XX XX Work In Process Inventory, Beginning Add : Cost Of Productions XX XX XX Less : Work In Process, Ending Cost Of Good Manufacture XX XX 2.6.2 Metode Perhitungan Harga Pokok Menurut Jayaatmaja (2004:13) mengenai metode perhitungan harga pokok : Secara ekstrim dapat dikelompokkan menjadi dua metode yaitu : Metode harga pokok pesanan (job order cost) adalah biaya dikelompokkan perpesanan. Metode harga pokok proses (process cost) adalah biaya dikelompokkan perwaktu tertentu. Ada dua perbedaan mendasar antara metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses, menurut Hansen (2000:163) : There are two key differences. First, a job order cost system accumulates production costs by job and a process cost system accumulates production cost by process. Second, for manufacturing firms, the job order cost system uses a single work in process account for every process.

4.6.2.1 Sistem Perhitungan Harga Pokok Pesanan Menurut Hansen (2000:117) : A good cost accounting information system is flexibleand reliable. It provides information for a variety of purposes and can be used to answer a variety of question. In general, the system is used to satisfy the needs for cost accumulation, cost measurement, and cost assignment. Biaya per unit dari pekerjaan tersebut dapat diketahui dengan membagi jumlah biaya produksi dengan jumlah unit yang diproduksi. Dokumen yang mengidentifikasi tiap pekerjaan dan mengakumulasikan biaya produksinya adalah lembar harga pokok pesanan. Dokumen yang dibutuhkan untuk menghubungkan masukan produksi yang digunakan untuk pekerjaan itu sendiri diantaranya dengan menggunakan formulir permintaan bahan baku untuk bahan baku langsung, tiket waktu untuk tenaga kerja langsung dan tarif yang ditentukan sebelumnya untuk biaya overhead. 4.6.2.2 Sistem Perhitungan Harga Pokok Pendekatan Proses Pada tiap proses masukan bahan, tenaga kerja, overhead, pada saat penyelesaian tertentu barang setengah jadi diproses ke proses selanjutnya. Pada dasarnya arus biaya produksi pada system ini serupa dengan harga pokok berdasarkan pesanan. Ada dua perbedaan mendasar antara sistem harga pokok pesanan dan sistem harga proses. Menurut Hansen (2000:162): An operational process system in characterized by a large number of homogeneus products passing through a series of process, were each process is responsible for one of more operation that bring a product one step closer to completion. Thus, a process is a series of activities (operation) that are linked to perform a specific objective. 4.6.2.3 Sistem Perhitungan Berdasarkan Kegiatan Sistem biaya berdasarkan kegiatan (activity based costing) adalah system yang pertama kali menelusuri biaya pada kegiatan kemudian kepada produk. Perhitungan harga pokok berdasarkan kegiatan :

Pembebanan biaya dua tahap Prosedur tahap pertama. Pada tahap pertama perhitungan biaya berdasarkan kegiatan, biaya dikaitkan dengan masing-masing kegiatan, kegiatan dan biaya yang terkait dengannya dibagi kedalam set-set homogeny, yaitu kedalam tingkat batch, tingkat unit, tingkat produk, tingkat fasilitas. Pengumpulan biaya-biaya overhead yang dikaitkan dengan masing-masing set kegiatan disebut kelompok biaya homogeny. Setelah kelompok biaya ditentukan, biaya per satuan pendorong kegiatan dihitung dengan membagi biaya kelompok dengan kapasitas praktis pendorong kegiatan. Biaya ini disebut tarif kelompok. Jadi tahap pertama menghasilkan 4 keluaran : a) Kegiatan teridentifikasi b) Biaya dibebankan pada setiap kegiatan c) Kegiatan yang berkaitan dikelompokkan bersama membentuk set-set homogen d) Tarif overhead kelompok dihitung Prosedur tahap kedua Biaya untuk masing-masing kelompok overhead ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung pada tahap pertama dan dengan mengukur jumlah sumber daya yang digunakan oleh masing-masing produk. 4.7 Pendapatan 2.7.1 Pengertian Pendapatan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No.23 (2002:23.2), Pendapatan didefinisikan sebagai berikut : Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

Setiap perusahaan manufaktur memproses bahan mentah menjadi barang jadi. Barang jadi tersebut pasti dijual kepada konsumen. Setiap hasil produksi yang dijual memiliki harga pokok penjualan sehingga perusahaan selalu meningkatkan harga jualnya agar memperoleh untung atau laba hasil dari penjualan tersebut dapat dikatakan sebagai pendapatan baik dari operasional dan non operasional perusahaan. Pendapatan adalah salah satu unsur penting dalam laporan keuangan dan juga merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilan dalam mengelola perusahaan. Berikut ini beberapa pengertian dari pendapatan, sumber-sumber pendapatan, pengukuran pendapatan, pengakuan pendapatan dan target pendapatan. Konsep pendapatan belum didefinisikan secara jelas dalam literatur akuntansi, karena biasanya pendapatan seringkali dikaitkan dengan masalah pengukuran dan pengakuannya. Dua pendekatan mengenai konsep pendapatan yang dapat ditemukan dalam literatur yaitu, yang pertama pendapatan dianggap sebagai inflow of asset yang dihasilkan dari aktivitas normal perusahaan, dan yang kedua pendapatan dianggap sebagai outflow of goods and services berupa penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan dan pendistribusiannya kepada konsumen atau produsen lain. Definisi pendapatan yang netral dan menghormati pengakuan maupun pengukurannya menurut Eldon.S. Hendricksen dan Michael F.Van Breda (2000:376), yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo : Pendapatan adalah kenaikan laba. Seperti laba, ini adalah suatu proses arus penciptaan barang atau jasa oleh suatu perusahaan selama suatu kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut Kieso and Weygandt (2002:48) yang diterjemahkan oleh Emil Salim, sebagai berikut : Pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan lainnya atas aktiva sebuah entitas atau pelunasan kewajiban (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode dari pengiriman atau produksi barang, penyediaan jasa, atau aktivitas-aktivitas lain yang merupakan operasi utama operasi sentral perusahaan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan penambahan asset yang mengakibatkan bertambahnya ekuitas, tetapi bukan merupakan penambahan asset yang disebabkan oleh pembelian kewajiban. 4.8 Laba Kotor 2.8.1 Pengertian Laba Kotor Menurut Prastowo (2002:171) Laba Kotor didefinisikan sebagai berikut : Laba kotor (Gross Profit) adalah selisih antara harga pokok penjualan dan penjualan. Laba kotor atau gross profit ini sering disebut juga dengan istilah gross margin. Menurut Prastowo (2002:90) tentang Gross Profit Margin : Rasio gross profit margin ini mengukur efisiensi produksi dan penentuan harga jual untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan rasio ini, dapat dipelajari lebih rinci proporsi elemen biaya terhadap penjualan. Formula rasio laba kotor dihitung sebagai berikut : Rasio Laba Kotor : Laba Kotor Penjualan Angka rasio ini penting karena rasio ini sangat berpengaruh terhadap jumlah laba perusahaan dan laba ini dipergunakan untuk menutupi biaya-biaya yang terjadi, baik biaya administrasi maupun pemasaran. Angka rasio yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan tersebut rawan terhadap perubahan harga jual maupun harga pokok. 2.8.2 Perubahan Laba Kotor Laba kotor suatu perusahaan cenderung mengalami perubahan setiap tahunnya. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan maupun penurunan. Setiap perusahaan selalu menginginkan peningaktan pada laba kotornya, maka dari itu sering dilakukan analisis untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat memicu perubahan (baik peningakatan maupun penurunan) tersebut.

(2002:216) : Pentingnya dilakukan analisa perubahan laba kotor menurut Munawir Perubahan dalam laba kotor perlu dianalisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan tersebut, baik perubahan yang menguntungkan (kenaikan) maupun perubahan yang merugikan (penurunan) sehingga akan dapat diambil kesimpulan dan atau diambil tindakan seperlunya untuk periode-periode berikutnya. 2.8.3 Teknik Analisis Perubahan Laba Kotor Teknik dalam menganalisis perubahan laba kotor menurut Prastowo (2002:172), diantaranya : 1. Analisis laba kotor atas dasar anggaran dan biaya standar a) Analisis laba kotor untuk satu jenis produk (Single Produk) b) Analisis laba kotor untuk banyak produk (Multiple Produk) 2. Analisis laba kotor atas dasar data periode yang lalu a) Analisis laba kotor untuk satu jenis produk (Single Produk) b) Analisis laba kotor untuk banyak produk (Multiple Produk) Analisis laba kotor atas dasar anggaran dan biaya standar a) Analisis laba kotor untuk satu jenis produk (Single Produk) Berikut ini disajikan data perubahan (selisih) laba kotor dan data biaya per unit: Table 2.3 Contoh Data Laba Kotor Anggaran Realisasi Selisih % Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Cost Of Sales Ratio Gross Profit Ratio Total Rp. 750.000 600.000 150.000 8% 20% 100% 768.000 616.800 151.200 80,30% 19,70% 100% 18.000 (16.800) 1.200 2,4% 2,8% 0,8%

Volume (unit) Harga Jual Harga Pokok Laba Kotor Table 2.4 Contoh Data Biaya Per Unit Anggaran Realisasi Selisih 50.000 48.000 2000 15,00 16,00 1,00 12,00 12,85 0,85 13,00 3,15 0,15 Dari data diatas dapat dilihat bahwa penjualan lebih tinggi sebesar 2,4% dibandingkan anggaran, sedangkan harga pokok produk lebih tinggi sebesar 2,8% maka gross profit ratio mengalami penurunan sebesar 0,8% penurunan ini menunjukkan penurunan laba kotor dari yang dianggarkan. Dua angka rasio yang harus diperhatikandalam hubungannya dengan perubahan laba kotor adalah cost of sales ratio. Setiap perubahan pada cost of sales ratio dan gross profit, rasio tersebut harus dianalisis lebih jauh kedalam kemungkinan selisih-selisih sebagai berikut : 1. Selisih volume (Volume Variance), apabila volume penjualan mengalami perubahan, maka total penjualan dan total harga pokok produk juga berubah, sehingga laba kotor berubah. 2. Selisih harga jual (Sales Price Variance), apabila harga pokok produk per unit mengalami perubahan, maka total harga pokok produk juga berubah. 3. Selisih harga pokok pruduk (Cost Price Variance), apabila harga pokok produk mengalami perubahan, maka total harga pokok produk juga berubah, sehingga laba kotor berubah. Selisih volume, selisih harga jual, selisih harga pokok tersebut dihitung dengan cara berikut.

Tabel 2.5 Contoh Perhitungan Selisih Volume Volume penjualan dinggarkan 50.000 unit Volume penjualan direalisir 48.000 unit Selisih volume dalam unit 2.000 unit laba kotor per unit dianggarkan Rp. 3,00 Selisih volume dianggarkan Rp. 6.000 (Tidak menguntungkan) Selisih volume sebesar Rp.6000 tidak menguntungkan karena volume yang sesungguhnya dijual 2000 unit lebih rendah dari yang dianggarkan. Tabel 2.6 Contoh Perhitungan Selisih Harga Jual Harga jual per unit dianggarkan Rp. 15,00 Harga jual per unit terealisir Rp. 16,00 Selisih harga jual per unit Rp. 1,00 Volume penjualan realisasi 48.000 unit Selisih harga jual Rp. 48.000 (Menguntungkan) Selisih harga jual sebesar Rp. 48.000 menguntungkan karena harga jual per unit terealisir lebih tinggi sebesar Rp. 1,00 dari yang dianggarkan.

Tabel 2.7 Contoh Perhitungan Selisih Harga Pokok Harga per unit dianggarkan Rp. 12,00 Harga pokok per unit terealisir Rp. 12,85 Selisih harga pokok per unit Rp. 0,85 Volume penjualan realisasi 48.000 unit Selisih harga pokok Rp. 40.800 (Tidak menguntungkan) Harga pokok penjualan dinilai tidak menguntungkan karena harga pokok per unit sesungguhnya lebih besar sebesar Rp. 0,85. Tabel 2.8 Contoh Ikhtisar Perubahan Laba Kotor Selisih volume Selisih harga jual Selisih harga pokok Selisih laba kotor Rp. 6.000 Rp. 48.000 Rp. 40.800 Rp. 1.200 Tidak menguntungkan Menguntungkan Tidak menguntungkan Menguntungkan b) Analisis Laba Kotor Banyak Produk Berikut ini disajikan contoh kasus atas analisis laba kotor untuk banyak produk. Data dibawah ini disajikan data anggaran laba kotor data laba kotor yang terealisasi.

Jenis Produk Unit terjual dianggar kan Tabel 2.9 Contoh Anggaran Laba Kotor Penjualan Dianggarkan Harga pokok Dianggarkan Laba Kotor Dianggarkan Harga Total Harga per Total Harga Total per unit (Rp) unit (Rp) per unit (Rp) % (Rp) (Rp) (Rp) (unit) P Q 10.000 15.000 480 520 4.800.000 7.800.000 250 280 2.500.000 4.200.000 230 240 2.300.000 3.600.000 48% 46% Total 25.000 504.000 12.600.000 228 6.700.000 236 5.900.000 47% *Rata-rata tertimbang (total rupiah dibagi unit terjual) Tabel 2.10 Contoh Data Realisasi Jenis Laba Kotor Produk Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) P 2.300.000 2.700.000 Q 3.600.000 3.200.000 Total 5.900.000 Selisih Laba Kotor 400.000 400.000 Laba/Rugi Laba Rugi Tabel 2.11 Contoh Data Realisasi Laba Kotor Penjualan Dianggarkan Harga Pokok Dianggarkan Laba Kotor Dianggarkan Jenis Unit terjual Harga Harga per Harga Produk dianggarkan per unit Total unit Total Per unit Total % (unit) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) P Q 15.000 10.000 480 600 6.750.000 6.000.000 250 280 2.500.000 4.200.000 230 240 2.300.000 3.600.000 40% 53% Total 25.000 510.000 12.750.000 274 6.850.000 236 5.900.000 46% *Rata-rata tertimbang (total rupiah dibagi unit terjual)

Walaupun laba kotor yang terealisir sama dengan laba kotor yang dianggarkan, analisis laba kotor harus tetap dilakukan mengingat jumlah yang terealisir tersebut belum tentu mencerminkan harga-harga yang telah dianggarkan sebelumnya, serta volume penjualan tertentu. Analisis laba kotor atas dasar data periode yang lalu a) Analisis laba kotor untuk satu jenis produk (single produk) Table 2.12 Contoh Laporan Laba Rugi Komparatif 2006 2007 Uraian Unit Total Unit Total Penjualan Harga Pokok Produksi Laba Kotor 2000 2000 5.000.000 4.000.000 1.000.000 2.300 2.500 4.380.000 5.250.000 870.000 Selisih harga jual, harga pokok dan volume penjualan dihitung sebagai berikut: Table 2.13 Contoh Perhitungan Selisih Harga Jual dan Volume Penjualan Penjualan 2007 (Realisasi) Rp. 6.440.000 Penjualan 2007 harga jual tahun 2006 2.300 x Rp3000 6.900.000 Selisih harga jual Rp. 460.000 (Rugi) Penjualan 2007 (sebagai realisasi) Rp. 6.900.000 Penjualan 2006 (sebagai standar) 6.000.000 Selisih volume penjualan Rp.900.000 (Laba)

Selisih harga jual terjadi, karena harga jual per unit tahun 2007 (sebagai harga realisasi) tidak sama dengan harga jual per unit tahun 2006 (sebagai harga standar). Oleh karena itu harga realisasi (Rp.2.800) lebih kecil dari harga standar, oleh karena harga realisasi (2.800) lebih kecil dari harga standar (Rp.3.000) maka selisih harga jualnya merugikan. Selisih volume penjualan terjadi karena volume penjualan tahun 2007 (realisasi) tidak sama dengan volume tahun 2006 (standar) oleh karena itu volume realisasi (2.300 unit) lebih kecil dari harga standar (Rp.3.000) maka selisih harga jualnya merugikan. Selisih volume penjualan terjadi karena volume penjualan tahun 2007 realisasi tidak sama dengan volume tahun 2006 (standar), oleh karena volume realisasi (2.300 unit lebih besar dibanding volume standar (2.000 unit), maka selisih volumenya menguntungkan. Table 2.14 Contoh Perhitungan Selisih Harga Pokok dan Volume Harga Pokok Penjualan 2007 (Realisasi) Rp. 5.980.000 Penjualan 2007 harga jual tahun 2006 2.300 x Rp. 2500 5.750.000 Selisih harga jual Rp. 230.000 (Rugi) Penjualan 2007 (sebagai realisasi) Rp. 5.750.000 Penjualan 2006 (sebagai standar) 5.000.000 Selisih volume harga pokok Rp.750.000 (Rugi) Selisih harga pokok tidak menguntungkan (harga realisasi Rp.2.600 lebih besar dari harga standar Rp.2.500) dan selisih volume harga pokok tidak menguntungkan (volume harga pokok realisasi 2.300 unit lebih besar dari volume harga pokok standar 2.000 unit).

Total selisih laba kotor sebesar Rp.540.000, dengan rincian sebagai berikut: Harga Jual Volume Penjualan Harga Pokok Penjualan Volume Harga Pokok Selisih Laba Kotor Rp. 460.000 900.000 230.000 750.000 Rp. 540.000 Merugikan Menguntungkan Merugikan Merugikan Merugikan b) Analisis laba kotor untuk banyak produk (multiple produk) berikut ini disajikan contoh sebagian data laporan keuangan dari laporan laba rugi untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2006 dan 2007 : Uraian 2006 2007 Perubahan Penjualan (bersih) Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Rp. 1.225.000 Rp. 1.027.000 Rp. 197.500 Rp. 1.209.000 Rp. 897.000 Rp. 312.000 Rp. 16.000 Rp. 130.000 Rp. 116.500 Dibanding tahun 2006, penjualan tahun 2007 mengalami penurunan sebesar Rp. 2.000 dan harga pokok penjualan perusahaan meningkat Rp. 60.000, sehingga laba kotor mengalami penurunan sebesar Rp. 62.000. Dari berbagai catatan yang berhasil didapat, diperoleh data tentang harga jual per unit, harga pokok per unit dan volume penjualan sebagai berikut.

Tabel 2.15 Contoh Rincian Penjualan dan Harga Pokok Penjualan Tahun 2006 Produk Volume Penjualan 2006 Harga Pokok Penjualan 2006 (unit) Per Unit (Rp) Total (Rp) Per Unit (Rp) Total (Rp) X 5000 150 750.000 130 650.000 Y 2500 130 325.000 100 250.000 Z 1500 100 150.000 1.225.000 85 127.500 1.027.500 Tabel 2.16 Contoh Rincian Penjualan dan Harga Pokok Penjualan Tahun 2007 Produk Volume Penjualan 2006 Harga Pokok Penjualan 2006 (unit) Per Unit (Rp) Total (Rp) Per Unit (Rp) Total (Rp) X 4000 160 640.000 110 440.000 Y 3200 130 416.000 95 304.000 Z 1700 90 153.000 1.209.000 90 153.000 897.000

Table 2.17 Contoh Perhitungan Selisih Harga Jual dan Volume Penjualan Penjualan 2007 (Realisasi) Rp. 1.209.000 Penjualan 2007 harga jual tahun 2006 X : 4000 x Rp. 150 = Rp. 600.000 Y : 3200 x Rp. 130 = Rp. 416.000 Z : 1700 x Rp. 100 = Rp. 170.000 Rp. 1.700.000 Selisih harga jual Rp. 491.000 (Laba) Penjualan 2006 (sebagai realisasi) Rp. 1.700.000 Penjualan 2006 (sebagai sta 1.225.000 Selisih volume harga pokok Rp. 475.000 (Rugi) 2.8.4 Tujuan Analisis Perubahan Laba Kotor Tujuan analisis perubahan laba kotor sangat berguna bagi manajemen mengukur serta menilai tingkat efisiensi produk. Analisis ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang apa saja penyebab perubahan yang terjadi. Apabila telah diketahui, maka informasi tersebut dijadikan dasar dalam suatu proses pengambilan keputusan oleh manajemen untuk hal-hal tertentu demi kemajuan perusahaan, baik dalam bentuk peningkatan laba, peningkatan kinerja, peningkatan produktivitas maupun peningkatan efisiensi. Menurut Prastowo (2002:171), Analisis laba kotor didefinisikan sebagai berikut : Analisis laba kotor merupakan suatu proses yang kontinyu (berkesinambungan) dan intensif.

Menurut Munawir (2002:37) Analisis perubahan laba kotor didefinisikan sebagai berikut : Analisis perubahan laba kotor (Gross Profit Analysis) adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang di budgetkan untuk periode tersebut. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas tentang analisis perubahan laba kotor, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan dari analisis tersebut adalah mendeteksi serta mencari apa yang menjadi penyebab dari perubahan tersebut, sehingga atas dasar temuan-temuan penyebab tersebut dapat diambil keputusan tertentu untuk menyikapinya. 2.8.5 Kegunaan Analisis Perubahan Laba Kotor Kegunaan analisis perubahan laba kotor sangat berguna bagi manajemen, terutama dalam mengetahui sebab-sebab dari perubahan-perubahan yang terjadi untuk diambil tindakan seperlunya atas perubahan tersebut. Menurut Harahap (!998:221) tentang kegunaan analisis laba kotor : Analisis laba kotor lazim digunakan dalam perencanaan atau budgeting, namun teknik ini biasanya digunakan dalam analisa laba kotor. Persentase laba kotor dapat kita nilai apakah ini hemat atau boros. 2.8.6 Manfaat Analisis Perubahan Laba Kotor Analisis perubahan laba kotor sangat bermanfaat bagi manajemen menurut Dwi Prastowo (2002:191) : Analisis laba kotor sangat bermanfaat bagi manajemen untuk memulai suatu pemeriksaan, yang akan membawa kepada berbagai kemungkinan tindakan koreksi, khususnya analisis yang menunjukkan perbedaan tidak menguntungkan (rugi) antara anggaran dan realisasi. Analisis laba kotor yang didasarkan pada anggaran atau biaya standar dapat memberikan gambaran titik-titik kelemahan dari kinerja periode tersebut. Dengan demikian manajemen akan mampu menguraikan tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan untuk mengoreksi situasi.

Laba kotor menjadi tanggungjawab atas fungsi-fungsi yaang terdapat dalam perusahaan, diantaranya fungsi pemasaran dan fungsi produksi. Menurut Dwi Prastowo (2002:192) : Laba kotor menjadi tanggungjawab bersama dari fungsi pemasaran dan fungsi produksi. Analisis laba kotor membawa bersama kedua fungsi tersebut dan meyakinkan perlunya dilakukan studi lebih lanjut oleh keduanya. Fungsi pemasaran harus dapat menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada harga jual per unit, pergeseran komposisi penjualan dan penurunan total unit yang dijual. Sementara fungsi produksi harus mempertanggungjawabkan terjadinya kenaikan harga pokok. Berdasarkan kutipan-kutipan diatas dapat disimpulkan beberapa poin-poin utama dari manfaat dilakukannya analisis perubahan laba kotor bagi manajemen, diantaranya : 1) Analisis laba kotor dapat memberikan motivasi bagi manajemen untuk memulai suatu pemerikasaan. 2) Analisis laba kotor dapat memberikan gambaran titik-titik kelemahan dari kinerja periode tersebut. 3) Analisis laba kotor dapat memberikan keyakinan untuk fungsi-fungsi tertentu yang berkaitan untuk melakukan studi lebih lanjut. 4) Analisis laba kotor dapat dijadikan alat untuk meminta pertanggungjawaban kepada fungsi-fungsi yang berkaitan atas perubahan-perubahan yang terjadi maupun penjelasan-penjelsan khusus atas perubahan tersebut. 2.8.7 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Analisis Perubahan Laba Kotor 1. Hasil Penjualan Hasil penjualan suatu perusahaan menggambarkan hasil yang dicapai perusahaan dalam aktivitas utamanya. Dalam menganalisis laba kotor diperlukan juga menganalisis tentang penjualan, apakah perubahan laba kotor tersebut disebabkan karena adanya perubahan dalam hal penjualan, baik harga jualnya maupun jumlah kuantitas barang yang terjual, dalam menganalisis

penjualan diperlukan juga mengetahui elemen-elemen yang mempengaruhi hasil penjualan tersebut, diantaranya retur penjualan dan diskon penjualan. 2. Harga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan merupakan sejumlah biaya yang dilakukan untuk memperoleh barang yang telah terjual tersebut. Harga pokok penjualan mencerminkan seberapa besar biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam memproduksi barang tersebut, sehingga dalam perusahaan manufaktur harga pokok penjualan ini identik dengan biaya produksi, sehingga tingkat efisiensi perusahaan dalam memproduksi barang dapat terlihat dari jumlah ini. 2.9 Hubungan Antara Pengaruh Efisiensi Biaya Produksi Terhadap Perubahan Laba Kotor Salah satu penyebab penurunan laba kotor adalah biaya produksi yang tidak efisien. Menurut Munawir (2002:217) : Penurunan laba kotor yang disebabkan oleh naiknya harga pokok penjualan menunjukkan bagian produksi telah bekerja secara tidak efisien. Kenaikan ini kemungkinan disebabkan oleh factor ekstern, misalnya adanya kenaikan harga bahan, tingkat upah dan kenaikan harga secara umum yang tidak dapat dikendalikan perusahaan, atau mungkin disebabakan oleh factor intern yaitu adanya inefisiensi atau pemborosan-pemborosan. Setelah dijelaskan diatas mengenai laba kotor dan tingkat efisiensi produksi, dapat diketahui kaitannya antara tingkat efisiensi produksi dengan perubahan laba kotor yang terjadi, dimana apabila terjadi ketidakefisienan dalam melaksanakan aktivitas produksi, maka akan terjadi peningkatan dalam hal biaya produksi, sementara diasumsikan tingkat penjualan tetap, maka apabila biaya produksi meningkat secara otomatis harga pokok penjualan pun akan meningkat, maka laba kotor yang diperoleh akan menurun apabila perusahaan efisien dalam melaksanakan kegiatan produksinya, maka tingkat laba kotor pun akan meningkat sesuai dengan penurunan yang terjadi dalam harga pokok penjualan.