AKSELERASI IMPLEMENTASI KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAM (KUPS) UNTUK SAM PERAH

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KONSEP PEDOMAN SISTEM INTEG RASI SAPI DI PERKEBU NAN KELAPA SAWIT

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

GENDER BUDGET STATEMENT. (Pernyataan Anggaran Gender) TA. 2016

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat :

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 57/Permentan/KU.430/7/2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai bagian akhir dalam penyusunan skripsi tentang "Implementasi

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI. Edisi Kedua

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

7.2. PENDEKATAN MASALAH

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009)

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

PENDAHULUAN Latar belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2)

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

AKSELERASI IMPLEMENTASI KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAM (KUPS) UNTUK SAM PERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2009 -~L-

AKSELERASI IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI (KUPS) UNTUK SAPI PERAH Penyusun : Ismeth Inounu Subandriyo I P Kompyang Budi Haryanto Argono R. Setioko Eny Martindah Atien Priyanti Ratna Ayu Saptati Diterbitkan oleh : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan JI. Raya Pajajaran Kav.E-59 Bogor, 16151 Telp. (0251) 8322185 Fax (0251) 8328382 ; 8380588 Email : criansci@indo.net.id ISBN 978-602-8475-09-9 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor, 2009

AKSELERASI IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI (KUPS) UNTUK SAPI PERAH Hak Cipta @2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan ii. Raya Pajajaran Kav.E-59 Bogor, 16151 Telp. : (0251) 8322185 Fax : (0251) 8328382 ; 8380588 Email : c riansci@indo.net.i d Isi buku dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya. Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Akselerasi Implementasi Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) Untuk sapi Perah / Ismeth Inounu dkk. - Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2009 : v + 24 hlm ; ilus. ; 16 x 21 cm. ISBN 978-602-8475-09-9 1. Kredit Usaha 2. Sapi Perah I. Judul ; II. Pusat Penelitian dan Perigembangan Peternakan ; III. Inounu, I 636.23 :339.727

KATA PENGANTAR Salah satu upaya untuk meningkatkan skala usaha yang optimal bagi usaha sapi perah adalah melalui penyediaan bibit sapi perah. Keterbatasan modal dan biaya dalam pengadaan bibit sapi perah menjadi salah satu kendala bagi pelaku usaha seperti koperasi sapi perah. Pemerintah telah mengakomodir fasilitas permodalan dalam mengadakan bibit sapi perah melalui penerbitan Permenkeu Nomor : 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Pedoman pelaksanaan hal ini juga telah diatur dalam Permentan Nomor :40/Permentan/ PD.400/9/2009. Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah menyusun konsep awal untuk mengakselerasi implementasi KUPS untuk komoditas sapi perah. Suatu dialog interaktif telah dilaksanakan di Bandung pada tanggal 17 Oktober 2009 dalam suatu workshop bekerjasama dengan Lembaga Studi Pembangunan Peternakan Indonesia, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (Jawa Barat) yang didukung oleh Ditjen Peternakan. Berbagai pelaku usaha dan instansi terkait ikut terlibat dalam kegiatan ini seperti perbankan, pengambil kebijakan, akademisi, peneliti, asosiasi dan organisasi profesi serta praktisi usaha sapi perah. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan usaha sapi perah di Indonesia. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya dokumen ini. Buku ini merupakan dokumen dinamis yang dirasakan masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dan saran yang bermanfaat guna meningkatkan kualitas sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat berguna bagi para pembaca untuk implementasi program KUPS untuk sapi perah di masa-masa yang akan datang. Bogor, Desember 2009 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Dr. Darminto iii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR III DAFTAR ISI v PENDAHULUAN 1 TAHAPAN KEGIATAN 2 SASARAN DAN TUJUAN 4 Sasaran 4 Tujuan 5 KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI : PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 5 KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI : Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian 7 HASIL RUMUSAN 9 UPAYA TINDAK LANJUT 11 MATRIKS RENCANA TINDAK AKSELERASI IMPLEMENTASI KUPS UNTUK SAPI PERAH 14 DAFTAR BACAAN 17 TIM ANALISIS KEBIJAKAN 18 TIM PERUMUS 18 LAMPIRAN 1. Kredit Usaha Pembibitan Sapi : PT. Bank BRI (Persero) 21 2. Kredit Usaha Pembibitan Sapi : Dr. Gunawan, Direktur Perbibitan, Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian. 23 iv

PENDAHULUAN Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai faktor telah mempengaruhi terhadap stagnannya usaha sapi perah rakyat selama dua dekade terakhir. Soehadji (2009) menyatakan bahwa produksi susu yang dicerminkan dengan keberadaan populasi sapi perah justru mengalami laju peningkatan yang menurun (increasing at decreasing rate) selama periode 1990- an sampai sekarang. Disamping aspek teknis, skala usaha optimal untuk mencapai usaha sapi perah yang efisien masih jauh dari harapan. Rataan jumlah pemilikan yang tidak efisien (3,3 ekor/rumahtangga peternak), tidak dapat memberikan keuntungan layak bagi peternak. Hal ini menjadikan tantangan tersendiri bagi pelaku usaha peternakan sapi perah guna meningkatkan skala usaha berdasarkan sumber daya yang dimiliki peternak dan kelembagaan usaha sapi perah rakyat yang relatif sudah cukup mapan. Ketersediaan bibit (replacement stock) belum mampu diadakan sesuai dengan kebutuhan peternak saat ini. Di sisi lain, dari sekitar 95 koperasi susu yang aktif setiap tahun, dapat menghasilkan pedet betina dalam jumlah yang tidak sedikit. Sebagai contoh, koperasi skala kecil (produksi susu < 10 ton/hari) seperti Koperasi Susu Warga Mulya di DIY mampu menghasilkan 200 pedet betina dalam setahun. Koperasi besar (produksi susu > 30 ton/hari) seperti KPBS Pangalengan dapat menghasilkan 2000 pedet betina. Keterbatasan modal yang dimiliki koperasi untuk menyelamatkan pedet-pedet betina ini menjadi faktor utama tidak berlanjutnya replacement stock dari anggota koperasi. Padahal, tidak menutup kemungkinan induk dari pedet-pedet tersebut memiliki kualitas unggul. Ditjen Peternakan (2008) menyampaikan bahwa telah dilakukan berbagai program peningkatan mutu genetik sapi perah di lapang baik untuk induk-induk betina dan jantan sapi perah. 1

Revitalisasi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden dan replikasinya di beberapa daerah sentra produksi sapi perah juga telah menjadi prioritas dalam program aksi Ditjen Peternakan. Terbatasnya fasilitas permodalan dalam mengadakan bibit sapi perah telah diakomodir oleh pemerintah melalui penerbitan Permenkeu Nomor : 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) diiringi dengan Permentan Nomor : 40/Permentan/PD.400/9/ 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan KUPS. KUPS adalah kredit yang diberikan bank pelaksana kepada pelaku usaha pembibitan sapi, termasuk sapi perah, yang terdiri dari perusahaan, koperasi dan kelompok/gabungan kelompok peternak. GKSI (2009) menyatakan bahwa peternak sebagai anggota koperasi susu terlalu berat bebannya apabila harus memelihara pedet lepas sapih sampai menjadi induk slap bunting. Dari sisi kelembagaan persusuan, masih dirasakan belum terjadinya integrasi dan koordinasi yang harmonis antar lembaga pemerintah, swasta, koperasi dan peternak, sehingga berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kurang diantisipasi oleh para pelaku bisnis persusuan. Agar peternakan sapi perah rakyat mampu bertahan, bahkan terus berkembang mengikuti trend perdagangan bebas, pola pemberdayaan peternakan sapi perah rakyat melalui introduksi model perbibitan program rearing dan pola pembiayaannya perlu dirumuskan secara bersama antara berbagai pelaku bisnis yang terlibat. TAHAPAN KEGIATAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan melalui Tim Analisis Kebijakan berinisiasi untuk melaksanakan suatu dialog interaktif yang bertemakan 'Akselerasi Implementasi 2

Kredit Usaha Pembibitan Sapi untuk Sapi Perah'. Pertemuan ini bertujuan untuk : (i) mensintesis dan menganalisis alternatif kebijakan terkait dengan prospek dan kendala pengembangan program pembibitan sapi perah di tingkat koperasi primer, dan (ii) mengidentifikasi instrumen pengawasan dan pendampingan skim KUPS kepada anggota koperasi, dalam hal ini peternak sapi perah rakyat. Hasil yang diharapkan dari dialog interaktif ini adalah : (i) rekomendasi model perbibitan melalui program rearing sapi perah rakyat anggota GKSI, alokasi pendanaan pemerintah dalam bentuk KUPS yang sesuai dengan kebutuhan peternak, dan (ii) merumuskan implementasi model perkreditan sapi perah sebagai bahan rekomendasi bagi pemerintah. Kegiatan ini dapat terlaksana dengan balk melalui kerjasama berbagai instansi terkait seperti: Lembaga Studi Pembangunan Peternakan Indonesia, GKSI Jawa Barat, Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, PB-ISPI, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan Dewan Persusuan Nasional. Dukungan dari Ditjen Peternakan dan pihak perbankan (PT. BRI Pusat) pada kegiatan ini juga sangat berarti. Pertemuan dilakukan di Aula Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat pada tanggal 17 Oktober 2009. Tujuan pertemuan adalah rekomendasi untuk dapat mengakselerasi implementasi program KUPS pada sapi perah. Diharapkan terjadi suatu sinergisme antara pelaku usaha, perbankan dan pemangku kepentingan yang dapat dirumuskan dalam acara ini. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 85 orang peserta yang berasal dari perbankan (PT. BRI), anggota koperasi susu primer se-jawa Barat, dinas peternakan dan kesehatan hewan tingkat kabupaten se-jawa Barat, akademisi, peneliti (lingkup Puslitbang Peternakan dan BPTP Jawa Barat), organisasi profesi serta praktisi dan jasa peternakan. Dialog interaktif dibuka oleh Dirjen Peternakan, Prof (R) Dr. Tjeppy D. Soedjana dengan narasumber utama Drs. Eria Desomsoni, MBA, Wakil Direktur Divisi Program Kredit PT. BRI 3

dan Dr. Gunawan, Direktur Perbibitan Ditjen Peternakan. Dalam pembukaannya disampaikan bahwa KUPS dibidani saat Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) 24 Juni 2008 di Kantor Wapres dengan topik bahasan energi alternatif dalam bentuk biogas. Melalui sapi maka hal ini dapat terwujud, sekaligus membantu meminimalkan efek lingkungan yang harus ramah sebagai respon akibat pemanasan global. Hal ini menjadi program aksi dalam pengadaan sapi guna memenuhi kebutuhan satu juta ekor bibit yang diharapkan dapat diadakan melalui program KUPS, dimana 20%-nya dialokasikan untuk sapi perah. Sampai dengan tahun 2009 dialokasikan anggaran bagi KUPS sejumlah Rp 145 Milyar melalui mekanisme subsidi bunga kredit dari pemerintah sebesar 5%/tahun. Sapi perah juga dapat menghasilkan sumber bakalan sapi potong dari pedet-pedet jantan. Namun, potensi pedet betina yang berkualitas juga memberikan peluang yang cukup besar sebagai penghasil bibit sapi perch atau yang dikenal dengan program rearing. Sapi-sapi bibit melalui pengadaan microchip diharapkan dapat diajukan untuk sebagai penjamin dari program kredit ini. Beberapa hasil diskusi dan rekomendasi diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh stakeholders usaha sapi perah. SASARAN DAN TUJUAN Sasaran 1. Mengupayakan peningkatan penyediaan calon bibit sapi perah melalui program penyelamatan pedet-pedet betina dari koperasi primer. Pengadaan bibit sapi perah mulai dari pedet sampai induk slap bunting tersebut harus menjadi salah satu bagian usaha dari koperasi susu yang dikelola secara profesional dan komersial. 4

2. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas jejaring melalui pola kerjasama kemitraan antara pihak perbankan, perusahaan, koperasi, gapoktan dan kelompok peternak dalam usaha sapi perah, khususnya dalam ketersediaan bibit sapi perah yang berkelanjutan. Penerapan good cooperative governance (transparansi manajemen) dari koperasi susu menjadi sangat penting karena harus memenuhi kriteria bankable yang accountable dan credible. Tujuan 1. Mengakselerasi implementasi kredit pembiayaan untuk pengadaan bibit sapi perah di tingkat koperasi sehingga dapat mendukung program strategis meningkatkan populasi sapi perah yang berkelanjutan. 2. Mendorong kelembagaan koperasi susu untuk menciptakan unit usaha pembibitan dengan tatanan iklim usaha yang kondusif melalui penyediaan skim kredit dengan subsidi bunga. KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI : PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. KUPS adalah kredit yang diberikan bank kepada pelaku usaha pembibitan sapi, termasuk sapi perah, yang memperoleh subsidi bunga dari pemerintah. Pelaku usaha yang dimaksud adalah perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi. Perusahaan pembibitan adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembibitan sapi dan telah memenuhi ijin usaha pembibitan yang berbadan hukum dan bergerak di bidang pembibitan. Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang 5

Perkoperasian, yang bergerak di bidang pembibitan sapi. Kelompok/gabungan kelompok peternak pembibitan adalah kumpulan peternak pembibitan sapi yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, dan kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. KUPS adalah kredit executing, dimana 100% merupakan uang perbankan dan diberikan secara langsung kepada pelaku usaha (perusahaan, koperasi, kelompok dan gapoktan). Bank yang ditunjuk oleh pemerintah dalam program ini adalah BRI, BNI, Mandiri dan Bukopin. Calon peserta KUPS direkomendasikan oleh instansi yang membidangi fungsi peternakan di tingkat kabupaten/kota dan di tingkat pusat oleh Ditjen Peternakan (cq Dit. Perbibitan). Penyaluran KUPS dilakukan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh bank terkait dan Peraturan Menteri Pertanian yang mengatur KUPS. Bank menetapkan peserta KUPS berdasarkan penilaian kelayakan calon peserta sesuai asas-asas perkreditan yang sehat, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk kemitraan pola inti-plasma merupakan suatu keharusan dalam mekanisme KUPS, dimana untuk komoditas sapi perah di tingkat koperasi, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dapat berperan sebagai inti dengan anggota koperasi primer sebagai plasma. Hal ini harus mendapat rekomendasi teknis dari Ditjen Peternakan. Sampai saat ini jumlah plasma sebagai mitra belum ditentukan, tetapi diasumsikan sekitar 10% dari total jumlah anggota koperasi. Ditentukan bahwa satu perusahaan/koperasi sebagai peserta KUPS memiliki mitra minimal 5 (lima) kelompok peternak. Untuk koperasi dan kelompok/gabungan kelompok peternak, jangka waktu program diberikan sampai dengan tahun 2014 dengan subsidi bunga berakhir paling lambat tahun 2020. Plafon kredit maksimum per pelaku usaha adalah Rp.66,315 Milyar (5000 6

ekor sapi), sedangkan untuk peternak plasma adalah Rp.50 Juta (t 4 ekor sapi). Agunan selalu menjadi masalah kredit di tingkat plasma (peternak), dimana bentuk agunan diharapkan dapat berupa usahanya sendiri, aset (hipotik) dan sapi hidup yang harus ada lembaga penjaminnya. Lembaga penjamin untuk KUPS adalah perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi. Bentuk asuransi yang menjadi tanggungjawab lembaga penjamin dapat dicreate dengan dukungan dari pemerintah. Penggunaan nomor identifikasi berupa microchips untuk sapi bibit memerlukan petunjuk pelaksanaan yang jelas agar tidak membuat rancu bagi perbankan dalam usulannya ternak hidup sebagai agunan. KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI : Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian Landasan hukum yang mewadahi program KUPS adalah : a. Permenkeu Nomor: 131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi b. Permentan Nomor: 40/Permentan/PD.400/9/2009 tanggal 8 September 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi c. Permentan Nomor: 55/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah Yang Baik d. Keputusan Dirjen Peternakan Nomor : 03068/Kpts/HK.030/ F/02/2009 tentang Prosedur Baku Pelaksanaan Produksi Bibit Pada Usaha Pembibitan Sapi Perah Tujuan implementasi KUPS adalah : (i) meningkatkan populasi sapi, termasuk sapi perah, (ii) menyediakan bibit sapi 7

berkelanjutan, (iii) menumbuhkan industri dan kelompok pembibitan, serta (iv) memperluas lapangan pekerjaan. Pada tahun 2014 diharapkan penyediaan susu di dalam negeri dapat mencapai 35% dengan peningkatan populasi sapi perah menjadi sekitar 428 ribu ekor. Sasaran yang ingin dicapai melalui KUPS adalah tersedianya bibit sapi secara berkelanjutan dan berkembangnya usaha pembibitan pola kemitraan. Hal ini diharapkan dapat terciptanya peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat. Persyaratan bagi koperasi sebagai calon peserta KUPS meliputi : (i) berbadan hukum, (ii) memiliki pengurus yang aktif, (iii) memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank, (iv) memiliki anggota yang terdiri dari peternak, (v) memiliki ijin usaha peternakan yang bergerak di bidang pembibitan, (vi) memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit, (vii) bermitra dengan kelompok/gabungan kelompok peternak, dan (viii) memperoleh rekomendasi dari dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal Peternakan. Dalam usaha sapi perah, mekanisme pola kemitraan yang dianut agak berbeda dengan usaha sapi potong, karena koperasi sudah merupakan plasma yang terdiri dari peternak sebagai anggota koperasi. Pembinaan di tingkat pusat dilakukan oleh Menteri Pertanian, cq. Ditjen Peternakan, meliputi aspek penetapan norma, standar, pedoman, dan kriteria berkaitan dengan peningkatan ketersediaan bibit, minat usaha pembibitan, pemberdayaan sumber daya manusia dan penumbuhan kelembagaan. Monitoring dan evaluasi terhadap penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian KUPS dilakukan secara periodik dan atau sewaktu-waktu. Di tingkat pusat hal ini dilakukan oleh Ditjen Peternakan, cq. Dit. Perbibitan dan Pusat Pembiayaan Pertanian. Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota, berkoordinasi dengan peserta KUPS dan bank pelaksana setempat.

Aspek pengendalian dilakukan meliputi penggunaan microchips pada ternak sapi, dan persyaratan rekomendasi bagi calon pelaku usaha. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta tindakan pengawasan dilakukan oleh tim. Di tingkat pusat, Ditjen Peternakan melakukan pengawasan terhadap rekomendasi yang diberikan oleh dinas kabupaten/kota. Di tingkat daerah, dinas kabupaten/kota melakukan seleksi calon peserta KUPS dan pengawasan terhadap penggunaan microchips serta anak sapi (pedet) betina. Dalam hal peserta KUPS tidak melaksanakan pemanfaatan kredit untuk usaha pembibitan sapi, Ditjenak mengusulkan kepada bank pelaksana untuk menerapkan sanksi berupa penerapan bunga komersial. HASIL RUMUSAN Hasil rumusan dalam pertemuan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam rangka mengakselerasi implementasi KUPS untuk sapi perah. Hal ini disajikan secara rind sebagai berikut: 1. Komoditas sapi perah sangat strategis dalam rangka implementasi program KUPS. Hal ini dikarenakan sapi perah mampu memberikan dampak terhadap penyediaan protein hewani asal sapi (daging dan susu), pemanfaatan energi alternatif dan sumber bahan organik untuk pupuk serta menyediakan lapangan pekerjaaan guna mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan. 2. Program KUPS merupakan jawaban terhadap permasalahan kredit bagi peternak sapi perah yang selama ini dirasakan, meliputi : volume yang statis dan relatif kecil, suku bunga kredit yang tinggi, tidak adanya grace period, tenggang waktu pembayaran kredit yang relatif pendek serta memerlukan agunan. KUPS dapat mengakses sampai 9

maksimal Rp. 66 Milyar per pelaku usaha dengan volume 5000 ekor sapi, tingkat suku bunga yang rendah (5%), tenggang waktu pembayaran kredit cukup panjang (6 tahun), grace period (2 tahun) dan agunan dapat dilakukan penjaminan dari perusahaan asuransi atau perusahaan inti. 3. Usaha sapi perah melalui KUPS lebih diwujudkan untuk proses pengembangan bukan bagi usaha awal. Apabila diwajibkan impor, unit cost untuk sapi perah tidak akan tercapai sebagimana hal tersebut dalam sapi potong. Jawa Barat memiliki lebih dari 100 ribu ekor sapi perah dengan 7 ribu peternak, sehingga apabila kurang agunan dapat diusulkan kepada lembaga penjamin dengan suku bunga yang layak (1,5-2%). Pasar bibit sapi perah masih sangat terbuka, permasalahan terbesar adalah tidak ada pelaku yang mau mengusahakan sapi lepas co%strum (sapih) sampai menjadi sapi induk. Diharapkan KUPS dapat mempertimbangkan hal ini, dimana pemilihan koperasi primer dalam mengakses KUPS ini memang harus sangat selektif dengan kriteria bankable. 4. Perlu perhitungan yang matang dari skim KUPS pada sapi perah untuk pembiayaan sampai menjadi sapi perah bunting. Implikasi dari peningkatan populasi sebagai tujuan utama harus diimbangi dengan upaya penyediaan pakan, utamanya hijauan dan konsentrat. Tata guna lahan pertanian sebagai penyedia hijauan pakan ternak perlu diatur dengan balk secara lintas sektoral. Ke depan, koperasi susu harus mampu menyiapkan pakan sampai di kandang, sehingga keterbatasan lahan dapat diminimalkan. Low input management systems harus terus diupayakan melalui pasture management. Kegagalan reproduksi (ovary distortion) menjadi permasalahan utama yang diakibatkan oleh pakan yang kurang dan tidak berkualitas. 10

5. Asuransi dalam usaha persusuan pernah dicoba.namun tidak operasional, dalam arti peternak tidak dapat mengciaim asuransinya saat ada sapi yang mati. Sanksi dalam skim KUPS diupayakan harus ada. Harga susu yang menarik harus terus diupayakan, disisi lain jika program ini booming, maka harga bibit sapi justru akan terus meningkat. Mampukah pembibit mengusahakan sapi perah secara lebih efisien lagi. 6. Perlunya kesepahaman tentang kriteria sapi bibit dan sapi yang diimpor kemudian dikembangkan sebagai bibit. Hal ini terkait dengan sistem pengawasan dan pengendalian pengadaan sapi impor. Pengertian perbibitan juga termasuk di dalam program rearing (usaha pembesaran) sapi perah. 7. Sosialisasi implementasi program KUPS di tingkat propinsi dan kabupaten/kota harus segera dilakukan secara sinergis antara lingkup dinas terkait dengan perbankan dan pelaku usaha sapi perah. Usaha sapi perah memiliki spesifikasi yang berbeda dengan usaha sapi potong, sehingga hal ini harus dipahami dengan balk oleh bankbank pusat dan bank pelaksana di daerah. 8. Beberapa permasalahan dan kekurangan yang ada pada berbagai kebijakan program KUPS, masih memungkinkan untuk disesuaikan (ditambahkan) dengan kondisi usaha peternakan sapi perah rakyat melalui usulan yang disampaikan kepada Ditjen Peternakan Departemen Pertanian. UPAYA TINDAK LANJUT Berdasarkan uraian dan hasil diskusi, maka untuk menjawab tantangan dan merebut peluang pengembangan 11

usaha sapi perah melalul KUPS dan memperkuat kemandirian pangan (susu) di dalam negeri, beberapa tindak lanjut sebagai program aksi sangat diperlukan. Hal tersebut di antaranya adalah : 12 1. Biaya indikatif dalam plafon kredit KUPS untuk sapi perah harus segera disusun. dan disesuaikan dengan kondisi usaha ternak sapi perah. 2. Akselerasi implementasi KUPS harus didasari atas penyusunan petunjuk pelaksana/teknis yang operasional bagi pelaku usaha (perusahaan pembibitan, GKSI, dan lain sebagainya). Hal ini diikuti dengan berbagai model alternatif seperti : (i) gabungan antara KUPS dan kredit komersial ; (ii) lembaga penjaminan ; (iii) kerjasama GKSI dan perusahaan pembibitan/pembesaran ; (iv) GKSI memiliki kawasan untuk rearing dimana kawasan tersebut dapat dijadikan agunan. Teknis kemitraan harus jelas antara plasma dan inti dimana rekomendasi ada di dinas kabupaten/kota. 3. Kelompok peternak dapat mengakses KUPS dengan syarat-syarat teknis sesuai ketentuan. Penjamin dapat berupa penjaminan pasar, dan untuk jaminan kredit dapat memanfaatkan lembaga penjaminan kredit dengan bunga layak. Akad kredit dapat juga dilakukan dengan gapoktan. Percontohan akan dilakukan di salah satu usaha pembibitan di Sukabumi (swasta), dan diharapkan model GKSI juga dapat diterima oleh pihak perbankan. 4. Program KUPS di tingkat nasional harus ditindaklanjuti di tingkat regional (kabupaten/kota) bagi institusi perbankan dan Dinas peternakan sebagai unsur tim pendamping peternak. Panduan operasional di tingkat kabupaten/kota disesuaikan antara Dinas Peternakan dan Perbankan. 5. Program KUPS harus didukung oleh program pengembangan lainnya antara lain teknologi pakan

(LEISA), kesehatan ternak (reproduksi) dan kepastian lahan sebagai basis usaha. 6. KUPS dapat pula di terapkan bersamaan dengan fasilitas program kredit lainnya misainya ; gabungan antara kredit bersubsidi dan komersial serta kredit bagi pengembangan kawasan peternakan sapi perah perbibitan. 7. Dinas setempat dapat merekomendasikan kawasan pengembangan perbibitan, yang diprioritaskan untuk mendapatkan program KUPS. Infrastruktur penunjang di kawasan pengembangan perbibitan merupakan prasyarat yang harus dimasukan dalam juknis KUPS. Dinas terkait juga dapat mengatur mobilisasi ternak sebagai akibat diimplementasikannya KUPS, sehingga peningkatan populasi ternak nampak nyata. 1 3

MATRIKS RENCANA TINDAK AKSELERASI IMPLEMENTASI KUPS UNTUK SAPI PERAH Rencana Tindak Keluaran Sasaran Waktu Penanggung Jawab I. UPAYA PENINGKATAN KETERSEDIAAN BIBIT SAPI PERAH MELALUI PROGRAM REARING 1. Pelaksanaan penjaringan pedet-pedet betina calon bibit sapi perah Terjaminnya ketersediaan bibit sapi perah berkualitas yang ada di masyarakat 2009-2014 Koperasi primer, GKSI 2. Pelaksanaan kegiatan progeny testing atau uji zuriat secara berkesinambungan 3. Fasilitasi dan dukungan sistem identifikasi dan recording sapi perah yang balk dan konsisten 4. Optimalisasi penggunaan microchips untuk sapi perah bibit Pejantan hasil uji zuriat Tercatatnya silsilah atau kualitas sapi perah untuk menentukan performans produksi Peningkatan pengendalian dan pengawasan terhadap distribusi sapi bibit 2009-2014 Perguruan Tinggi, Puslitbangnak, DitjenNak 2009-2012 DitjenNak, Koperasi primer, GKSI 2009-2012 DitjenNak, Koperasi primer, GKSI 1 4

Rencana Tindak 5. Penyediaan pakan (hijauan dan konsentrat) dengan sistem manajemen input rendah 6. Peningkatan kerjasama dalam hal tata guna tanah sebagai penyedia hijauan pakan berkualitas Keluaran Terjaminnya ketersediaan pakan untuk mengantisipasi meningkatnya populasi sapi perah dan mencegah terjadinya kegagalan reproduksi akibat kurang pakan Terjaminnya ketersediaan pakan sumber serat (hijauan) dengan harga layak Sasaran Penanggung Waktu Jawab 2009-2014 Perguruan Tinggi, Puslitbangnak, Koperasi, GKSI 2009-2014 PT. Perhutani, PT. PTPN, GKSI II. PEMBIAYAAN KUPS 1. Sosialisasi Persamaan 2009-2012 Bank di implementasi persepsi dan daerah, program KUPS di langkah tindak DitjenNak, tingkat propinsi lanjut dalam Koperasi dan pembiayaan primer, kabupaten/kota pengadaan sapi GKSI perah bibit 2. Perhitungan biaya Alternatif plafon 2009-2010 Puslitbangnak, indikatif satuan kredit yang Perguruan unit KUPS untuk layak bagi KUPS Tinggi, sapi perah sapi perah di GKSI tingkat koperasi 1 5

Rencana Tindak 3. Panduan operasional dari KUPS di tingkat propinsi dan kabupaten/kota bagi koperasi sapi perah 4. Skema lembaga penjamin kredit bagi koperasi sapi perah dengan bunga yang layak Keluaran Persamaan pengadaan dan pembiayaan bibit sapi perah Terjaminnya dana KUPS untuk pembiayaan sapi perah bibit yang berkelanjutan Sasaran Penanggung Waktu Jawab 2009-2010 Pemprov, Pemkab, DitjenNak, Perbankan 2009-2010 Lembaga asuransi, Perbankan, GKSI, Perguruan Tinggi III. KELEMBAGAAN DAN DUKUNGAN KEBIJAKAN 1. Perbaikan kelembagaan koperasi berasaskan good cooperative governance Kesesuaian struktur organisasi koperasi sesuai kebutuhan 2009-2010 Ditjen Nak, Koperasi primer, GKSI 2. Peningkatan jejaring kemitraan pengadaan dan distribusi bibit sapi perah 3. Dukungan dan rekomendasi dalam pembangunan kawasan perbibitan sapi perah Meningkatnya skala usaha produksi susu di tingkat koperasi melalui fasilitas program kredit lain Swasta/BUMN yang tertarik untuk mengembangka n usaha sapi perah 2009-2015 Pemkab, Pemprov, Perbankan, Perusahaan swasta, Koperasi primer, GKSI 2009-2014 Swasta/ BUMN Perbankan, Pemprov, Pemkab 16

DAFTAR BACAAN Direktorat Jenderal Anggaran. 2009. Sosialisasi Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Dit. Sistem Manajemen Investasi, Direktorat Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Makalah disampaikan dalam Dialog Interaktif 'Akselerasi Implementasi KUPS untuk Pembibitan Sapi Perah'. Bandung, 17 Oktober 2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan LSPPI, GKSI, Ditjen Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2008. Strategi penjaringan calon bibit sapi perah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Makalah disampaikan dalam Dialog Interaktif 'Akselerasi Implementasi KUPS untuk Pembibitan Sapi Perah'. Bandung, 17 Oktober 2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan LSPPI, GKSI, Ditjen Peternakan. 1 7

TIM ANALISIS KEBIJAKAN 1. Prof. (R) Dr. Subandriyo, Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor 2. Prof. (R) Dr. Kusuma Diwyanto, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 3. Prof. (R) Dr. I P Kompyang, Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor 4. Prof. (R) Dr. Budi Haryanto, Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor 5. Dr. Ismeth Inounu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 6. Dr. Argono R. Setioko, Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor 7. Dr. Lies Parede, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor 8. Dr. Eny Martindah, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor 9. Dr. Atien Priyanti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 10. Ratna A. Saptati, SPt., MS., Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor TIM PERUMUS 1. Prof. (R) Dr. Subandriyo, Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor 2. Dr. Ir. Rochadi Tawaf, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung 3. Dr. Ir. Rachmat Setiadi, Lembaga Studi Pembangunan Peternakan Indonesia 4. Dr. Ismeth Inounu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 5. Dr. Atien Priyanti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 6. Ir. Dewi Sartika, MS., Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat 7. Ir. Yusuf Munawar, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Jawa Barat. 18

LAM PIRAN

lk

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI (KUPS) PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk. RINGKASAN Tujuan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) adalah untuk : (i) meningkatkan populasi sapi, (ii) menyediakan bibit sapi berkelanjutan, (iii) menumbuhkan industri dan kelompok pembibitan, serta (iv) memperluas lapangan pekerjaan. Sasaran KUPS meliputi : (i) tersedianya 1 juta ekor induk dalam kurun waktu 5 tahun (200 ribu ekor/tahun), (ii) untuk pembibitan sapi potong (80%) dan sapi perah (20%), serta (iii) pelaku usaha yaitu perusahaan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi. Manfaat KUPS adalah : (i) tersedianya bibit sapi berkelanjutan bagi pelaku usaha pembibitan sapi, (ii) berkembangnya usaha pembibitan sapi pola kemitraan, (iii) terciptanya peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat, (iv) mempercepat program swasembada daging sapi, serta (v) menghasilkan daging, susu, energi berupa biogas dan pupuk organik. Obyek yang dibiayai KUPS adalah kegiatan usaha pembibitan sapi untuk produksi bibit sapi potong atau bibit sapi perah yang dilengkapi dengan nomor identifikasi berupa microchip. Skim KUPS berupa pola kredit executing yang diberikan langsung kepada pelaku usaha dengan sumber dana 100% dana perbankan dengan resiko ada di pihak bank. Peserta KUPS mendapat subsidi bunga dari pemerintah selama jangka waktu kredit dengan tingkat bunga paling tinggi sebesar bunga lembaga penjamin simpanan + 6%. Beban pelaku usaha adalah 5% dan selisihnya meruakan subsidi pemerintah yang dibayarkan setiap 6 bulan sekali. Jangka waktu KUPS paling lama 6 tahun dengan grace periode maksimum 24 bulan. 21

Peserta KUPS wajib melakukan pola kemitraan, yaitu : (i) perusahaan/koperasi dengan kelompok/gabungan kelompok, keduanya peserta KUPS, (ii) perusahaan/koperasi peserta KUPS memberikan gaduhan kepada kelompok/gabungan kelompok, serta (iii) perusahaan/koperasi yang menjamin kredit KUPS kepada kelompok/gabungan kelompok. Ketentuan kemitraan meliputi : 1 (satu) perusahaan/koperasi sebagai peserta KUPS memiliki mitra minimal 5 (lima) kelompok peternak dimana setiap kelompok peternak terdiri dari 20-30 orang peternak. Kebutuhan indikatif KUPS untuk seorang peternak sebesar Rp. 50 juta. Syarat rekomendasi untuk koperasi/kelompok/ gabungan kelompok peternak berasal dari kantor dinas teknis setempat. Salah satu aspek utama bagi keputusan kredit KUPS adalah ketersediaan pakan clan layanan kesehatan. Perlu dipertimbangkan skema asuransi bagi peternak yang dibiayai Began KUPS terutama untuk kelompok peternak. 22

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI Dr. Gunawan Direktur Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan RINGKASAN Kondisi usaha sapi perah di Indonesia ditunjukkan antara lain oleh : skala usaha belum optimal, keterbatasan modal untuk usaha, koordinasi kelembagaan masih kurang serta pasokan susu sapi dalam negeri yang baru mampu menyediakan sekitar 20%. Terdapat kekurangan bibit sapi, diantaranya karena usaha pembibitan sapi rakyat berjalan lamban dan perusahaan pembibitan belum berkembang. Kredit Ketahanan Pangan- Energi (KKP-E) relatif sedikit yang diserap oleh peternak pembibit, dimana kredit ini tidak diperuntukkan bagi perusahaan maupun koperasi. Perlu tatanan iklim usaha yang dapat mendorong perusahaan, koperasi maupun kelompok peternak dalam rangka meningkatkan produktivitas dan produksi sapi perah. Salah satunya hal ini dilakukan dengan cara menstimulir partisipasi masyarakat melalui kredit bersubsidi dengan suku bunga rendah (5%) melalui pola kemitraan. Pemerintah telah mengalokasikan Rp. 145 Milyar pada tahun 2009 untuk usaha pembibitan sapi melalui Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Obyek yang dibiayai oleh KUPS adalah kegiatan usaha pembibitan sapi untuk produksi bibit sapi potong atau bibit sapi perah yang diengkapi dengan nomor identifikasi berupa microchip. Prospek selama 5 tahun (2009-2013) diharapkan terjadi : (i) peningkatan populasi sapi potong sebanyak 1,6 juta ekor, (ii) peningkatan populasi sapi perah betina sekitar 429 ribu ekor, (iii) penumbuhan minimal 50 industri perbibitan, (iv) 23

penumbuhan pusat pembibitan di masyarakat (11 ribu kelompok), serta (v) lapangan pekerjaan bagi 515 ribu orang. Target output selama 10 tahun adalah 3,4 juta ekor bibit sapi potong, 857 ribu ekor bibit sapi perah, 2,6 juta ekor sapi bakalan (jantan) untuk digemukkan, 2,8 juta ton susu, 25,4 juta ton pupuk organik dan biogas setara 3,2 juta liter minyak tanah. Pengambilan kredit dilakukan selama 5 tahun bagi koperasi dan kelompok/gabungan, sedangkan perusahaan diberikan waktu 2 tahun sejak ditetapkan Permenkeu. Pelunasan kredit paling lama adalah 6 tahun, dimana pelaksanaan KUPS selama 10 tahun. Data sebaran talon peserta KUPS di 17 propinsi adalah 147 ribu ekor sapi. Jumlah tersebut diajukan oleh 16 perusahaan, 13 koperasi dan 28 kelompok/gabungan peternak. Indikator keberhasilan pelaksanaan usaha pembibitan sapi melalui KUPS antara lain adalah peningkatan jumlah populasi sapi, terbangunnya industri dan kelompok pembibitan sapi, tersalurnya kredit serta terealisasinya angsuran kredit tepat waktu. KUPS merupakan salah satu upaya pemerintah dalam membantu mempercepat swasembada daging sapi dan peningkatan produksi susu dalam negeri serta penyediaan pupuk organik dan peningkatan kesejahteraan peternak. Dukungan, bantuan dan partisipasi dari semua pihak diperlukan bagi keberhasilan KUPS. 24

ISBN : 978-602 - 8475-09 - 9 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav.E 59, BOGOR 16151 Telp. (0251) 8322185, 8322138 Fax. (0251) 8328382, 8380588 E -mail :criansci@indo.net.i d