IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI PEWARISAN SIFAT DI KELAS IX SMP NEGERI 36 BATAM

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN METODE EKSPERIMEN SISWA KELAS V

Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet, Herliani Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Mulawarman Samarinda

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB V PENUTUP. dalam aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Geografi XI IPS 1 di. SMA N 1 Pleret, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian penerapan metode

ANALISIS KEMAMPUAN KINERJA SISWA DALAM MELAKSANAKAN PRAKTIKUM DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 11 KOTA JAMBI

ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI REAKSI REDOKS DI KELAS X SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diungkapkan

BAB II KAJIAN TEORI. yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS VIII MTS NEGERI 1 PANGANDARAN

III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Dian Mayasari, Ismarti. Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Riau Kepulauan Batam Korespondensi:

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR PADA KONSEP REAKSI REDOKS KELAS X MAN MUARO BUNGO KARYA ILMIAH

Saintifik pada materi himpunan kelas VII Semester Ganjil MTs GUPPI Sumberejo Tahun Pelajaran ?

Sutrisno a. Jl. Dr. Cipto-Lontar No1 Semarang Telp. (024) Faks (024)

GENETIKA. Agus Joko Sungkono, S.Pd SMPN 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN. ajs

MODUL MATA PELAJARAN IPA

PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI TRIGONOMETRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIFITAS SISWA KELAS X2 SMAN 1 KOTA BENGKULU

Laela Ngasarotur Risfiqi Khotimah Partono Pendidikan Fisika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

KETUNTASAN BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERORIENTASI AKTIVITAS SISWA (PBAS) DI SMP NEGERI 3 SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA

PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

IMPLEMENTASI MEDIA SIMULASI KAMERA DIGITAL MATA KULIAH PENGEMBANGAN MEDIA FOTO

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Belajar, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 13: 67, (Juli, 2007), 720.

18 Media Bina Ilmiah ISSN No

ANALISIS KESALAHAN SISWA MENGERJAKAN SOAL MATEMATIKA DI KELAS V SDN 37 BANDA ACEH. RiniYulia, Fauzi, Awaluddin.

PELAKSANAAN KETERAMPILAN MENGAJAR GURU DI GUGUS MANGGA KECAMATAN JAYA BARU KOTA BANDA ACEH. Sri Risky Ramadani, Nurhaidah, Soedirman Z.

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES PILIHAN GANDA DISTRAKTOR BERMAKNA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KONSEPSI FISIKA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 MALANG

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA SEKOLAH DASAR

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SUBTEMA GERAK DAN GAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN 16 BANDA ACEH

Penggunaan Metode Pembelajaran Inquiry Untuk Meningkatakan Hasil Belajar IPA

Key Words: Hasil Belajar Matematika, Metode Play Answer

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN HANDS-ON PADA MATERI STATISTIKA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX- E SMPN 1 CIREBON TAHUN PELAJARAN

BAB VI PENUTUP. semester 1 di MTsN 1 Model Palangka Raya di peroleh nilai rata-rata 3,12

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATERI LISTENING BAHASA INGGRIS SISWA KELAS IX.E SMP NEGERI I BAJENG

SIMULASI PERCOBAAN MONOHIBRID MENDEL. Tujuan : - Mempelajari segregasi pada saat pembentukan gamet F1

Muhammad Darwis. Dosen Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan. Abstrak

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DIDUKUNG MEDIA KONKRIT TERHADAP KEMAMPUAN MENJUMLAHKAN PECAHAN PADA

PENGARUH MODEL COOPERATIVE SCRIPT TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 LUBUKLINGGAU ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPS KELAS IX SMP NEGERI 3 KOTA JAMBI SKRIPSI OLEH

UNION: Jurnal Pendidikan Matematika Vol 3 No 1, Maret 2015

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI BANGUN RUANG DI KELAS VIII SMP

Metode Praktikum Untuk Melatih Kemampuan Psikomotorik Siswa Pada Materi Tekanan Dan Getaran Di Kelas Viii Smp N 1 Kayuagung. Murniati, Eka Noviyanti

PENERAPAN THE LEARNING CELL PADA POKOK BAHASAN PETA DAN BENTUK POLA POLA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR (IPS) SISWA SMP

ABSTRAKSI. Irma Susilowati Guru SMA Negeri 1 Cepiring

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa hasil belajar siswa di SMA Negeri 10 Sarolangun masih belum memenuhi standar yang telah 1 XI IPA 1 65,24

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA SISWA KELAS VIID SMP N I SRANDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

ANALISIS KESESUAIAN INSTRUMEN PENILAIAN PADA MATERI TEKS EKSPOSISI KELAS X SMAN 11 KOTA JAMBI DENGAN KARAKTERISTIK PENILAIAN AUTENTIK ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nur Annisa, 2013

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Biologi. Oleh : FERY WIJIYANTO A.

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER SISWA KELAS VIIC SMP NEGERI 11 YOGYAKARTA

LAPORAN GENETIKA SIMULASI PERSILANGAN MONOHIBRIDA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. menggunakan model Advance Organizer (AO) dibandingkan. 5% yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

KeyWords :Guided Inquiry, student achievement, salt hydrolysis.

BAB V PEMBAHASAN. responden, diperoleh rata-rata sebanyak 95, 01%. Artinya, kurikulum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN BERVARIATIF UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MENGAJAR GURU DI SDN 113 PEKANBARU

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR PADA MATA PELAJARAN IPA MELALUI STRATEGI PAILKEM METODE GALLERY WALK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR KRITIK SASTRA MAHASISWA UMTS PADANGSIDIMPUAN.

HUBUNGAN ANTARA ASPEK DALAM MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 8 BATAM

THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN 1 PURWOSARI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI SOSIAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPS KELAS IX SEMESTER I SMP NEGERI 8 KOTA JAMBI ARTIKEL ILMIAH OLEH

UNION: Jurnal Pendidikan Matematika Vol 4 No 1, Maret 2016

Olahairullah. Kata Kunci:Media Penugasan Proyek, Keterampilan Proses Mengkomunikasikan Hasil, Hasil Belajar

PENERAPAN GROUP TO GROUP EXCHANGE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XA SMA NEGERI I TANJUNGSARI GUNUNGKIDUL

BAB III METODE PENELITIAN. menggambarkan apa adanya tentang kemampuan guru. dalam menyusun tes multiple choice. Dalam penelitian ini hanya ada satu

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 003 KOTO PERAMBAHAN

1. Fitriah Khoirunnisa 2. Maasje C.W 3. Nurlaili

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP GEOMETRI DAN PENGUKURAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI PEMANFAATAN BARANG BEKAS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN AUDIOVISUAL GUNA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH PADA SISWA KELAS X SMAN KESAMBEN TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan.

BAB III METODE PENELITIAN

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING SISWA KELAS VII E SMP N 1 SRANDAKAN

BAB V PENUTUP. 1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Minat Belajar terhadap

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Reni Rasyita Sari Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ANALISIS PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN INTERNET PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALISATION

PENINGKATAN AKTIVITAS BERTANYA DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DI KELAS VA SD PERTIWI 3 PADANG

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan model pembelajaran Think Pair-Share (TPS) pada mata

BAB 11 KAJIAN TEORI. pengetahuan. Kemampuan pemahaman (comprehention) adalah. situasi serta fakta yang diketahuinya. 1 Dapat pula Pemahaman diartikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN RESOURCE BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU JURNAL. Oleh

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ilmu yang mempelajari benda-benda beserta fenomena dan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif. adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar

TEORI TEORI BELAJAR. Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI PEWARISAN SIFAT DI KELAS IX SMP NEGERI 36 BATAM Destaria Sudirman Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau Kepulauan Abstrak Miskonsepsi dapat terjadi dalam mempelajari konsep-konsep dalam ilmu biologi, misalnya pada materi pewarisan sifat. Oleh karena itu miskonsepsi perlu diketahui melalui penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di SMPN 36 Batam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep-konsep dalam materi pokok pewarisan sifat dan mengidentifikasi pada konsep mana saja siswa mengalami miskonsepsi pada materi pewarisan sifat. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IXD SMPN 36 Batam yang terdaftar pada semester Januari Juni tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 37 orang. Instrumen penelitian adalah tes diagnostik bertingkat dua. Berdasarkan analisa data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami miskonsepsi terhadap semua konsep pada materi pewarisan sifat dengan persentase yang beragam. Miskonsepsi siswa tertinggi terdapat pada konsep kromosom dan gen serta fenotip dan genotip yaitu sebesar 54,05%, sedangkan miskonsepsi siswa yang paling sedikit terdapat pada monohibrid dan dihibrid yaitu sebesar 16,22%. 1. Pendahuluan Ilmu biologi merupakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang dipelajari pada Sekolah Menengah Pertama mempunyai tujuan meningkatkan kecerdasan dalam berfikir logis, pengetahuan tentang biologi, keterampilan, dan juga merupakan syarat untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut. Proses pembelajaran mustahil berjalan sendiri, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal (dalam diri siswa) ataupun faktor eksternal (lingkungan). Hamalik (2008) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah kesiapan belajar. Murid yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. Siswa hadir di kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka telah membawa sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang telah dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya (Maruli Simamora dan I Wayan Redhana, 2007). Artinya bahwa sebelum pembelajaran berlangsung, sesungguhnya siswa telah membawa sejumlah ide-ide atau gagasan-gagasan yang berupa konsep. Mulyasa (2007) menyatakan bahwa konsep merupakan batu-batu pembangun (building block) berfikir. Apabila dasar berfikir sudah baik, tentunya akan menghasilkan suatu pemikiran yang sesuai dengan konsep yang diterima oleh masyarakat ilmiah.

Definisi lain oleh Effendy (2002) yang menyatakan bahwa konsep adalah abstraksi atau gagasan yang menggambarkan ciri-ciri umum suatu objek atau peristiwa yang dapat mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir. Miskonsepsi merupakan kesalahan siswa dalam pemahaman suatu konsep (Treagust, 2006). Effendy (2002) menyatakan bahwa terjadinya miskonsepsi disebabkan oleh gagasan-gagasan yang muncul dari fikiran siswa yang bersifat pribadi. Gagasan ini umumnya bersifat kurang ilmiah, akan tetapi bila guru tidak berupaya untuk melihat gagasan yang dimiliki oleh siswa sebelum mengenalkan konsep yang berhubungan akan memungkinkan untuk terjadinya salah konsep. Dalam hal ini mungkin saja pemahaman ataupun gagasan yang dibentuk siswa berbeda dengan pemahaman umum yang diterima (ilmiah). Keterbatasan waktu terkadang menyebabkan guru memulai pelajaran tanpa menjelaskan konsepsi awal yang harus dipahami siswa sebelum masuk materi yang baru. Oleh sebab itu, sudah semestinya miskonsepsi yang terjadi harus diketahui oleh guru. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mengetahui permasalahan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu (Sudijono, 1995). Sejalan dengan hal di atas, Arikunto (1993) menyatakan bahwa tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan perlakuan yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah : 1) Menentukan pada konsep-konsep mana saja siswa mengalami miskonsepsi dalam materi pokok hidrokarbon, 2) Mengungkapkan persentase siswa yang mengalami miskonsepsi terhadap konsep-konsep pada materi pokok hidrokarbon. 2. Kajian Teori Belajar bukanlah peristiwa yang dilakukan tanpa sadar, akan tetapi merupakan proses yang dirancang dan disengaja (Sanjaya, 2008). Belajar merupakan proses perubahan pengetahuan dari segala aspek, baik afektif, kognitif, dan psikomotor. Hamalik (2006) menyatakan bila seseorang telah belajar, akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) yang mengemukakan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Pembelajaran menurut Sagala (2009) adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar. Konsep pembelajaran menurut Sagala adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Menurut Gulo (2005) menyatakan bahwa konsep merupakan bahan baku ilmu pengetahuan. Konsep adalah istilah atau simbol yang menunjuk pada suatu pengertian tertentu yang perlu dipahami dan dipatuhi sebagai suatu peraturan. Sedangkan menurut Mulyasa (2007) menyatakan bahwa konsep merupakan batu pembangun (building block) berfikir. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah ide/gagasan yang relatif sempurna dan bermakna yang merupakan dasar untuk merumuskan suatu persepsi

terhadap objek. Menurut Gagne konsep terbagi kedalam dua kategori yaitu konsep konkret dan konsep terdefinisi (Effendy, 2002). Konsep konkret adalah abstraksi atau gagasan yang ditemukan dari objek-objek atau peristiwa-peristiwa konkret, contohnya adalah konsep tentang peleburan, apabila es dipananaskan akan melebur. Konsep terdefinisi adalah gagasan yang diturunkan dari obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa abstrak, contohnya kromosom, gen. Treagust (2006) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan kesalahan siswa dalam pemahaman suatu konsep. Sejalan dengan defenisi tersebut, Effendy (2002) mengatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami miskonsepsi atau kesalahan konsep apabila pemahamannya tentang suatu konsep berbeda dengan pemahaman yang secara umum diterima oleh masyarakat ilmiah. Jadi, miskonsepsi akan muncul akibat kesalahpahaman siswa terhadap suatu konsep, dengan kata lain miskonsepsi akan lahir akibat siswa telah mencoba memahami suatu konsep namun salah dalam menafsirkan konsep tersebut. Arikunto (1993) mengatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat. Sedangkan tes diagnostik menurut Sudijono (1995) adalah tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui permasalahan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Jadi, dengan dilakukan tes diagnostik dapat diketahui secara tepat pada konsep yang mana siswa mengalami miskonsepsi. Silverius (1991) mengemukakan ciri-ciri tes diagnostik sebagai berikut ini. a. Butir soalnya dirancang khusus. Setiap butir soal harus dapat dianalisis dan hasil analisis dapat memberikan petunjuk tentang letak kesulitan belajar siswa. b. Tiap butir pengecoh (distraktor) dalam tiap soal berfungsi diagnostik. Tiap butir pengecoh dirumuskan dengan mengikuti jalan pikiran yang mungkin dipakai siswa untuk menentukan jawaban yang salah. c. Hasil tes diagnostik tidak merupakan ukuran kemampuan siswa. Perhatian utama dalam pemeriksaan hasil tes diagnostik adalah jawaban-jawaban yang salah, untuk kemudian dianalisis dan ditafsirkan oleh guru. d. Penekanan tes diagnostik adalah pada proses belajar, bukan pada hasil belajar. e. Tujuan utama tes diagnostik adalah membantu guru dalam meningkatkan efisiensi pembelajaran di kelas. Tes diagnostik tidak hanya sekadar mengetahui persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada suatu konsep. Menurut Arikunto (1993) fungsi tes diagnostik adalah sebagai berikut ini. a. Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum. b. Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari. c. Memisah-misahkan, mengelompokan siswa berdasarkan kemampuan dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari. d. Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan. Untuk membantu tes pilihan ganda yang digunakan sebagai tes diagnostik, Treagust (2006) merancang suatu model tes pilihan ganda yang lebih sensitif dan efektif

yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa. Model ini kemudian dikembangkan menjadi tes diagnostik bertingkat dua (two-tier diagnostic test). 3. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes diagnostik. Tes yang digunakan adalah berupa pilihan ganda dengan alasan yang diberikan oleh siswa sendiri. 4. Hasil dan Pembahasan Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil tes diagnostik bertingkat dua yang diberikan kepada 37 orang siswa kelas IX SMPN 36 Batam. Data kemudian dikelompokan atas tiga kelompok tingkat pemahaman yaitu paham (P), miskonsepsi (M), dan tidak paham (T). Distribusi jawaban siswa berdasarkan tingkat pemahaman dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 1. Distribusi Jawaban Siswa Kelas IXD SMPN 36 Batam terhadap Tes Diagnostik Bertingkat Dua No Konsep No. Tingkat Pemahaman Soal Σ P Σ M Σ T 1 2 3 4 5 6 1 Gen 1 9 15 13 2 Kromosom 2 8 17 12 3 10 14 13 3 Haploid 4 15 7 15 4 Diploid 5 18 9 10 5 Parental 6 20 10 7 6 filial 7 17 8 12 1 2 3 4 5 6 7 Fenotip 8 12 20 5 8 Genotip 9 10 19 8 9 Alel 10 13 8 16 10 Homozigot 11 16 11 10 11 Heterozigot 12 11 9 17 12 monohibrid 13 14 6 17 14 9 7 21 13 Dihibrid 15 12 5 20 16 11 6 20 14 Intermediate 17 10 10 17 18 13 9 15 15 Dominan 19 13 11 13 16 Resesif 20 10 12 15 Siswa dinyatakan mengalami miskonsepsi jika memberikan jawaban yang benar pada tingkat pertama namun memberikan alasan yang tidak tepat atau tidak memberikan

alasan (kosong) pada tingkat kedua. Siswa juga dinyatakan mengalami miskonsepsi jika memberikan respon yang salah atau tidak memberikan alasan (kosong) pada tingkat pertama akan tetapi respon yang diberikan pada tingkat kedua menunjukan pemahaman konsep. Persentase miskonsepsi terhadap konsep-konsep yang diujikan pada tes diagnostik bertingkat dua ditampilkan pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 2. Persentase Siswa yang Mengalami Miskonsepsi terhadap Konsep-konsep yang Diujikan pada Tes Diagnostik Bertingkat Dua No Konsep Soal Nomor Soal % Miskonsepsi 1 Gen 1 1 40,5 2 Kromosom 2 2, 3 45,95 3 Haploid 1 4 18,92 4 Diploid 1 5 24,32 5 Parental 1 6 27,03 6 filial 1 7 21,62 7 Fenotip 1 8 54,05 8 Genotip 1 9 51,35 9 Alel 1 10 21,62 10 Homozigot 1 11 29,73 11 Heterozigot 1 12 24,32 12 Monohibrid 2 13, 14 18,92 13 Dihibrid 2 15, 16 16,22 14 Intermediate 2 17, 18 27,03 15 Dominan 1 19 29,73 16 Resesif 1 20 32,43 Dari data yang disajikan pada tabel 2, dapat diketahui bahwa terjadi miskonsepsi dengan persentase yang beragam terhadap konsep-konsep pada materi pewarisan sifat di kelas IXD SMPN 36 Batam. Miskonsepsi yang terjadi meliputi konsep gen 40,5%, konsep kromosom 45,95%, konsep haploid 18,92%, konsep diploid 24,32%, konsep parental 27,03%, konsep filial 21,62%, konsep fenotip 54,05%, konsep genotip 51,35%, konsep alel 21,62%, konsep homozigot 29,73%, konsep heterozigot 24,32%, konsep monohibrid 18,92%, konsep dihibrid 16,22%, konsep intermediate 27,03%, konsep Dominan 29,73%, dan konsep resesif 32,43%. Adapun rincian dari miskonsepsi siswa terhadap berbagai konsep pada materi pewarisan sifat. Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui persentase miskonsepsi yang paling banyak ditemukan pada materi pokok pewarisan sifat adalah pada konsep kromosom dan persilangan. Persentase miskonsepsi siswa sama pada konsep gen dan kromosom serta konsep fenotip dan genotip yaitu sebesar 54,05%. Sedangkan siswa paling sedikit mengalami miskonsepsi pada konsep monohibrid dan dihibrid yaitu sebesar 16,22%.

5. Kesimpulan dan Saran Miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas IXD pada materi pokok Pewarisan sifat meliputi konsep gen 40,5%, konsep kromosom 45,95%, konsep haploid 18,92%, konsep diploid 24,32%, konsep parental 27,03%, konsep filial 21,62%, konsep fenotip 54,05%, konsep genotip 51,35%, konsep alel 21,62%, konsep homozigot 29,73%, konsep heterozigot 24,32%, konsep monohibrid 18,92%, konsep dihibrid 16,22%, konsep intermediate 27,03%, konsep Dominan 29,73%, dan konsep resesif 32,43%. Setelah selesainya penelitian ini, maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut ini. 1. Diharapkan pada guru agar tes diagnostik bertingkat dua ini diberikan segera setelah proses pembelajaran selesai, supaya miskonsepsi yang dialami siswa segera teridentifikasi dan segera diberikan perlakuan yang sesuai. 2. Diharapkan ada penelitian selanjutnya tentang miskonsepsi dengan menggunakan tes diagnostik bertingkat dua pada materi pokok yang lain. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. (1993). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Effendy. (2002). Upaya Untuk Mengatasi Kesalahan Konsep dalam Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media komunikasi kimia, Jurnal Ilmu Kimia dan Pembelajaran, 2(6)1-22. Gulo, W. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Hamalik, Oemar. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Sagala, Syaiful. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta. Sanjaya, Wina. (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Silverius, Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: PT Grasindo. Sudijono, Anas. (1995). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persaja. Treagust, David F. (2006). Diagnostic Assessment in Science as a Means to Improving Teaching, Learning and Retention. Uni Serve Science Assessment Symposium Proceedings 1-9. 6