PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

Dugaan Produksi Susu 305 Hari pada Sapi Perah FH.Herman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

ANALISIS PEMBIAYAAN PENGADAAN CALON INDUK SAPI PERAH ANTAR WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN SAPI PERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

PENGARUH PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA COMPLETE FEED TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI

KAJI KOMPARATIF PENDAPATAN USAHA TERNAK SAPI PERAH BERDASARKAN SKALA PEMILIKAN TERNAK DI KABUPATEN REJANG LEBONG

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menonjol di dunia karena jumlahnya cukup banyak. Sapi FH berasal dari negeri

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

disusun oleh: Willyan Djaja

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN

PERTUMBUHAN PEDET BETINA DAN DARA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN BARAT KPSBU LEMBANG

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

POTENSI PEMBERIAN FORMULA PAKAN KONSENTRAT KOMERSIALTERHADAP KONSUMSI DAN KADAR BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR

Endang Sulistyowati, Emran Kuswadi, Lobis Sutarno dan Gilbert Tampubolon

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

ANALISIS BAHAYA dan KONTROL TITIK KRITIS

7.2. PENDEKATAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

PENGGUNAAN TAKSIRAN PRODUKSI SUSU DENGAN TEST INTERVAL METHOD (TIM) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan. PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)

1 I PENDAHULUAN. sapi perah sehingga kebutuhan susu tidak terpenuhi, dan untuk memenuhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang. Temperatur Maksimal Temperatur Minimal Kelembaban 80,5 %

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

Model Kurva Produksi dan korelasinya...kurniawan

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

PERTUMBUHAN SAPI FH DARA CALON BIBIT DARI UMUR HARI

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

Transkripsi:

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan Didin S. Tasripin ; Asep Anang ; Heni Indrijani Fakultas Peternakan Universitas Padjadjarani Disampaikan pada Ruminant Feed Teechnology Workshop-2014 Inovasi Teknologi Feed Additive & Supplement untuk Peningkatan Produktivitas Sapi perah Bandung 22 Mei 2014 Di Indonesia peternakan sapi perah sampai saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang terhimpun dalam wadah Koperasi sekunder GKSI. Di GKSI tergabung 95 koperasi dengan total poduksi susu 1.130 ton per hari dari total populasi sapi perahnya sebanyak 270.000 ekor yang didominasi pada tingkat kepemilikan 2 4 ekor (GKSI, 2010), skala kepemilikan 1 3 ekor 70 % skala pemilikan 4 6 ekor 23,5 % dan skala pemilikan > 6 ekor 6 % (Fakultas Peternakan Unpad, 2011). Upaya untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi usaha peternakan sapi perah membutuhkan langkah pemecahan yang komprehensif, sehingga pendekatan agribisnis yang mencakup pautan usaha komplementer sapi perah baik dari hulu maupun hilir dapat direalisasikan. Usaha peternakan sapi perah mempunyai hasil utama berupa susu. Pedet jantan pada umumnya langsung dijual setelah disapih dan pedet betina dipelihara sebagai ternak pengganti (replacement stock). Ternak pengganti yang baik, diharapkan akan mendukung keberlanjutan usaha dan memberikan keuntungan yang optimal. Guna melindungi peternak sapi perah memperoleh bibit yang tidak sesuai dengan standar mutu dan persyaratan teknis minimal, diperlukan pembinaan, bimbingan, dan pengawasan terhadap pembibitan sapi perah yang baik (Good breeding practice). Kriteria seleksi sapi perah memperhatikan produksi dan kualitas susu (protein dan lemak) dari data individu atau data tetuanya, pertumbuhan dan data tambahan yang berkaitan seperti umur, kesehatan, reproduksi dan kondisi fisik (BBPTU SP Baturraden, 2009). Selain itu, kriteria yang baik yaitu bobot badan yang sesuai dengan umurnya. Pemilihan bibit penting dilakukan, bibit berkualitas yang diimbangi dengan manajemen dan pemberian pakan sesuai kebutuhan dapat menghasilkan performa yang optimal. Bobot lahir pedet sampai umur siap dikawinkan menjadi perhatian peternak sapi perah. Bobot badan dalam umur yang sama biasanya bervariasi antara satu dengan yang lainnya, perbedaan ini menjadi indikator untuk melakukan seleksi berdasarkan bobot badan. Kisaran bobot badan yang akan dipilih sebagai bibit sapi perah sangat dibutuhkan untuk memperoleh bibit yang berkualitas.

Bibit sapi perah memegang peranan penting dalam upaya pengembangan pembibitan sapi perah. Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelola dalam bentuk usaha peternakan sapi perah komersial dan sebagian lagi masih berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding yang terarah, sederhana sehingga bibit ternak yang dihasilkan kurang dapat bersaing. Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu pemerintah berkewajiban membina dan menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha pembibitan sapi perah sehingga dapat memproduksi bibit ternak untuk memenuhi kebutuhan, mutu sesuai standar, dan bersertifikat. Bibit sapi perah diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu Bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata dan bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar. Kelompok terakhir adalah Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk. Pemilihan bibit berkualitas merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan sapi perah. Bibit yang berkualitas menjadi tuntutan dan harapan performans yang dihasilkan. Sejalan dengan waktu, pemilihan bibit diperlukan standar yang dapat dijadikan dasar dalam menyeleksi. Standar bobot badan sapi perah sangat diperlukan untuk menunjang pemilihan bibit yang bagus. Bobot badan dari setiap sapi perah dalam umur yang sama biasanya bervariasi. Standar bobot badan ini dilakukan setelah sapi diketahui memiliki silsilah produksi susu yang baik atau bersertifikat. Pada kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak meningkat dari mulai lahir sampai pubertas tercapai. Setelah pubertas bobot badan terus meningkat, tapi pertambahan bobot badannya menurun, dan terhenti. Fase pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan negatif, dimana pada fase ini tidak terjadi lagi penambahan bobot badan bahkan terjadi penurunan bobot badan, pertumbuhan ini dinyatakan mengikuti pola sigmoid. Pada Sapi perah betina, pertumbuhan yang kurang baik dapatmempengaruhi umur kawin pertama. Umur kawin pertama betina biasanya berbeda-beda tergantung dari kesiapan ternak. Kesiapan ternak yang mempengaruhi umur kawin yaitu, dewasa kelamin dan bobot badan sudah memenuhi. Bobot badan dapat memenuhi syarat kawin, dapat tercapai pada umumya sekitar umur 16-18 bulan. Tertunda umur kawin pertama akan menurunkan masa produktif, terutama yang berkaitan dengan total produksi susu yang dihasilkan selama hidupnya. Dengan demikian pada sapi perah betina, umur dan target bobot badan harus sejalan. permasalahan adalah bagaimana pola perkembangan bobot badan sapi perah betina, laju pertambahan bobot dan mendapatkan pola perkembangan bobot badan sapi perah betina dari lahir sampai umur 18 bulan serta laju pertambahan bobot badan dan dugaan standar bobot badansapi perah betina dari lahir sampai 18 bulan

Pertumbuhan Sapi Perah Friesian Holstein Pertumbuhan bobot badan hasil penelitian di BBPTU SP Baturraden, menunjukkan bahwa standar persamaan bobot badan diperoleh berdasarkan model logistik: : dengan koefisien korelasi (r) antara bobot badan aktual dan standar dugaan = 0,994 dan standar error (S e ) = 8,75 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi perah betina FH mempunyai bobot badan (rata-rata, dugaan, dan standar minimal) sebagai berikut: Tabel 1. Pertumbuhan Bobot Badan Sapi FH Betina di BBPTU SP Baturraden Bulan BB Rata-rata BB Dugaan.. kg 0 40,43 55,39 1 53,25 64,87 2 68,43 75,54 3 87,63 87,42 4 107,85 100,48 5 124,24 114,63 6 142,01 129,73 7 154,33 145,56 8 166,64 161,89 9 179,96 178,42 10 192,18 194,86 11 208,5 210,92 12 219,62 226,33 13 231,75 240,87 14 245,36 254,38 15 262,58 266,73 16 274,89 277,88 17 295,98 287,82 18 306,64 296,59 Bobot badan aktual pedet sampai bulan ke-2 lebih rendah dibandingkan dengan bobot dugaan. Bobot badan pedet umur 6 bulan rata-rata 142,01 kg dengan bobot dugaan 129,73 kg. Bobot badan pedet umur 6 bulan, rata-rata diatas standar dugaan. Lebih besarnya bobot badan aktual menunjukkan pemeliharaan yang dilakukan sudah baik. Bobot badan aktual bulan ke 7-9 masih lebih tinggi dari bobot dugaan. Tetapi pada bulan ke 10-12 bobot badan aktual lebih rendah dari bobot dugaan, hal ini terjadi karena kecukupan nutrisi ternak dipergunakan untuk kebutuhan maintenance pada saat estrus atau persiapan estrus. Pada saat estrus kecukupan nutrisi pakan bisa tidak memenuhi dikarenakan nafsu makan yang kurang sehingga konsumsi rendah. Selain itu, bertambahnya umur merupakan faktor umum yang menyebabkan turunnya pertambahan bobot badan.

Bulan ke 13-16 bobot badan aktualnya lebih rendah dibandingkan bobot dugaan, sama halnya dengan bulan sebelumnya, seiring masa estrus dan nutrisi disiapkan untuk persiapan kawin pertama. Umur kawin dapat dipertimbangkan pada umur 16 bulan dengan bobot badan diatas 274,89 kg dan bobot maksimal pada bulan ke 16 sebesar 414 kg, hal ini sesuai dengan pernyataan Sudono (1999), bahwa umur kawin pertama pada sapi perah ditentukan oleh kesiapan dewasa kelamin, biasanya disebut layak kawin setelah berumur 15-18 bulan dengan bobot badan 275-300 kg. Pertumbuhan bobot badan ditampilkan kedalam bentuk kurva sebagai berikut: Ilustrasi 2. Bobot Badan FH betina Umur 0-18 Bulan. 333.26 S =8.75080971 r = 0.99495507 280.02 226.78 Kg 173.54 120.29 67.05 13.81 0.0 3.3 6.6 9.9 13.2 16.5 19.8 Bulan Keterangan: (BB Aktual) (BB Dugaan) Kurva pertumbuhan yang sesuai model logistik ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan aktual dan dugaan tidak berbeda jauh, hal itu ditunjukkan dengan saling menghimpitnya garis pertumbuhan bobot badan aktual dan dugaan pada setiap bulannya. Kurva pertumbuhan menunjukkan bahwa bobot badan mengalami kenaikan terus sampai umur 18 bulan dan akan terjadi bobot badan yang tetap saat dewasa tubuh sekitar umur 5-6 tahun. Perbedaan bobot badan aktual dengan dugaan menjadi koreksidalam pemeliharaan. Pertambahan Bobot Badan Sapi Perah Friesian Holstein Pertambahan bobot badan dugaan didapatkan dari bobot badan dugaan (persamaan logistik), yaitu dengan mengurangi bobot badan dugaan pada penimbangan bulan yang akan dicari dikurangi dengan bobot badan pada bulan sebelumnya. Pertambahan bobot badan dihitung perbulan dari bulan 1 sampai 18 dan dan dihitung rata-rata pertambahan setiapa enam bulan (1-6, 7-12, dan 13-18), hasilnya sebagai berikut:

Tabel 2. Pertambahan Berat Badan Dugaan FH Betina Bulan BB Rata-rata BB Dugaan PBB kg/bln PBB rata-rata kg/hari.. 0 40,43 55,39 - - 1 53,25 64,87 9,47 0,32 2 68,43 75,54 10,67 0,36 3 87,63 87,42 11,88 0,40 4 107,85 100,48 13,06 0,44 5 124,24 114,63 14,15 0,47 6 142,01 129,73 15,09 0,50 7 154,33 145,56 15,83 0,53 8 166,64 161,89 16,33 0,54 9 179,96 178,42 16,53 0,55 10 192,18 194,86 16,44 0,55 11 208,50 210,92 16,06 0,54 12 219,62 226,33 15,41 0,51 13 231,75 240,87 14,54 0,48 14 245,36 254,38 13,50 0,45 15 262,58 266,73 12,35 0,41 16 274,89 277,88 11,15 0,37 17 295,98 287,82 9,94 0,33 18 306,64 296,59 8,77 0,29 PBB 0,41 0,54 0,39 Pertambahan bobot badan menunjukan bahwa pertumbuhan dugaan pada bulan pertama sampai ke 6 sebesar 0,41 kg/hari, bulan 7-12 sebesar 0,54 kg/hari dan bulan 13-18 pertambahan bobot badan mengalami penurunan menjadi 0,39 kg/hari. Pada bulan pertama sampai ke 6 sebesar 0,41 kg/hari, angka ini lebih rendah dari pernyataan Prihadi (2008), bahwa pertambahan bobot harian pada pedet rata-rata 0,5 kg/hari. Bila kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan cukup, maka pertumbuhannya akan cepat dan ternak mencapai bobot spesifik pada umur muda. Sebaliknya apabila jumlah pakannya rendah, akan memperlambat laju pertumbuhan bahkan dapat menyebabkan ternak kehilangan bobot badannya (Tilman, 1989),. Seperti yang terjadi pada saat pedet, kekurangan kecukupan nutrisi menyebabkan bobot aktual lebih rendah dari dugaan dan pertambahan bobot badan yang tidak optimal. Pertambahan bobot badan ditampilkan kedalam bentuk kurva sebagai berikut:

Ilustrasi 3. Pertambahan Bobot Badan FH Betina 0-18 Bulan Bulan 7 sampai 12 sebesar 0,54 kg/hari pbb pada fase ini meningkat dibandingkan dengan pbb pada saat pedet. Kecukupan nutrisi dan bahkan kelebihan kecukupan pada pakan merupakan faktor yang mendukung naiknya pertambahan bobot badan (lihat tabel 8) dan bulan 13-18 pertambahan bobot badan mengalami penurunan menjadi 0,39 kg/hari. Pada umur 13-18 bulan, ternak memasuki atau sudah melewati masa estrus. Estrus pada ternak dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan dan aktivitas hormonal yang berpotensi kurangnya asupan nutrisi ke dalam tubuh ternak sehingga pertambahan bobot badan menurun. Faktor umur yang semakin tua juga merupakan faktor yang menyebabkan secara alamiah terjadi penurunan bobot badan. Pertambahan bobot badan sebesar 0,39/kg/hari pada umur 13-18 bulan dan ternak dapat dipertimbangkan untuk dikawinkan pada umur 16 bulan dengan bobot badan rata-rata pada umur ini 274,89 kg dan bobot maksimal 414 kg. Bobot badan rata-rata sapi FH betina untuk masingmasing umur yang berbeda. Bobot lahir rata-rata pedet di BBPTU SP tergolong tinggi yaitu mencapai 40,43 kg. Hal ini sejalan dengan Bath dkk (1978) dan Ensminger (1980) yang menyatakan bahwa berat pedet baru dilahirkan antara 25-45 kg atau sebesar 10% dari berat induk. Kawin pertama, dilakukan saat ternak sudah berumur 18 bulan dengan asumsi ternak sudah dewasa tubuh. Toelihere(1993) dan Van Amburgh dkk (1998) menyatakan bahwa bobot badan yang dianjurkan untuk kawin pertama adalah 340 kg. Hal ini untuk meminimalisasi kemungkinan distokia karena sapi dara yang beranak pertama kali lebih beresiko mengalami kesulitan beranak dibandingkan sapi perah tipe besar atau

sapi yang lebih tua. Akan tetapi apabila disesuaikan dengan Mayer (2004) yang menyatakan bahwa dengan pemberian pakan dan manajemen yang baik seekor sapi dara dapat dikawinkan pada umur 13-15 bulan dengan bobot badan 275-325 kg, maka dari deskripsi data pada Tabel 3 tampak bahwa ternak sudah dapat dikawinkan sejak berumur 16 bulan dengan bobot badan rataan mencapai 274,89 kg. Pada kenyataannya tidak semua ternak mampu mencapai bobot badan hingga 275 kg ataupun lebih, bahkan ada juga beberapa ternak yang terlihat menurun bobot badannya. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor pakan, lingkungan dan angka sakit yang dapat diantisipasi dengan cara melakukan perbaikan manajemen pakan, kesehatan hewan dan biosecurity kandang. Akan tetapi untuk ternak yang bobot badannya terus menurun karena sakit yang berkepanjangan biasanya dijual karena dianggap tidak menguntungkan jika dipelihara lebih lanjut. KESIMPULAN 1. Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. 2. Pertumbuhan yang kurang baik dapat mempengaruhi umur kawin pertama. Umur kawin pertama betina tergantung dari kesiapan ternak. Kesiapan ternak dipengaruhidewasa kelamin dan bobot badan. Bulan ke 13-16 bobot badan aktual lebih rendah dibandingkan bobot dugaan, seiring masa estrus dan nutrisi disiapkan untuk persiapan kawin pertama. 3. Pertambahan bobot badan sebesar 0,39/kg/hari pada umur 13-18 bulan Umur kawin dapat dilakuan pada umur 16 bulan dengan bobot badan diatas 274,89 kg dan bobot maksimal pada bulan ke 16 sebesar 414 kg DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tucker, dan R.D. Appleman. 1985. Dairy Cattle ; Principles, Practice, Problem and Profits. 3 rd Edition. Lea ang Febiger, Philadelphia. Ensminger, M.E. dan H.D. Tyler. 2006. Dairy Cattle Science. 4 th edition. Pearson Education Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Ettema J.F. and Santos J.E.P. 2004. Impact of Age at Calving on Lactation, Reproduction, Health, and Income on First-Parity Holsteins on Commercial Farms.J. Dairy Sci. 87:2730 2742 GKSI. 2010. Laporan Tahunan.

Lawrence, T.L.J. and V.R. Fowler. 2002. Growth of Farm Animals. 2 nd edition. CABI Publishing. CABI International, Wallingford, Oxon Ox 10 8de, UK. Makin, M. 1990. Studi Sifat-Sifat Pertumbuhan, Reproduksi Dan Produksi Susu Sapi Perah Sahiwal Cross ( Sahiwal X Fries Holland). Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor McDowell. 1989. Dairying In Tropical Environments. International Seminar On Frisian Holstein. Bandung. Indonesia. Soeharsono. 1980. Pertumbuhan. Bagian Fisiologi. Fakultas Peternakan. Universitas padjadjaran Soeharsono, 2008. Laktasi. Produksi dan Peranan Air Susu Bagi Kehidupan Manusia. Widya Padjadjaran. Bandung. Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institu Pertanian Bogor. Van Amburgh, M. E., D. M. Galton, D. E. Bauman, R. W Everett, D.G. Fox, L. E. Chase, and H. N. Erb. 1998. Effects of three prepubertal body growth rates on performance of Holstein heifers during first lactation. J. Dairy Sci. 81:527 538.