BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB II HUKUM ANGKUTAN UDARA DI INDONESIA. A. Kebijakan Baru Angkutan Udara Nasional Berdasarkan UU RI No.1 Tahun 2009.

TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENGIRIMAN PAKET POS DI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan yang tidak terbatas bagi para konsumen yang meliputi

2015, No Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi akan terus bertambah seiring dengan semakin tingginya

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Arus barang domestik dan internasional dalam era globalisasi dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas tempat duduk. 1. prioritas pelayanan di terminal; menyediakan fasilitas untuk penyandang

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawab dalam arti accountability,responsibility,dan liability. 1 Demikian

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan berbagai informasi, hal tersebut telah membawa dampak yang. signifikan dalam merencanakan sebuah perjalanan wisata.

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

I. PENDAHULUAN. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan/atau barang

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN YURIDIS BILYET GIRO SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DI BANK BTN CABANG SURAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

BAB I PENDAHULUAN. iklan. Saat ini iklan telah berkembang menjadi suatu sistem komunikasi yang

BAB III METODE PENELITIAN. hukum empiris. Penelitian hukum normatif akan mengkaji asas-asas, konsepkonsep

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum normatif

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat banyak perusahaan atau maskapai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertanggungjawaban Pengangkutan Udara Komersial dalam Perspektif Hukum Penerbangan di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) PAPUA GRACIA AIRLINES

BAB I PENDAHULUAN. itu perkembangan mobilitas yang disebabkan oleh kepentingan maupun keperluan

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan tentang Wawasan Nusantara yang meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA BAGI PRODUKSI ALAT PERAGA PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kota Medan adalah PT. Eric Dirgantara Tour & Travel. PT. Eric Dirgantara Tour

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

GANTI RUGI DALAM ASURANSI KECELAKAAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA KOMERSIAL

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

BAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan udara sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional, yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan. Transportasi udara mempunyai karakteristik mampu mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi tinggi dan memerlukan tingkat keselamatan tinggi, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pada era reformasi sekarang ini, kebijakan angkutan udara cenderung liberal. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat, jumlah perusahaan penerbangan milik pemerintah bersama milik swasta meningkat menjadi 103 dalam tahun 2004. Dengan keluarnya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004, 1 yang mengatur angkutan udara niaga (commercial airlines) dan bukan niaga (general aviation), jumlah perusahaan penerbangan meningkat lagi dari 103 dalam tahun 2004 menjadi 157 perusahaan penerbangan yang terdiri atas perusahaan penerbangan milik 1 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. 1

2 pemerintah, swasta dan penerbangan umum. Akibat kebijakan relaksasi angkutan udara yang cenderung liberal ini perusahaan penerbangan terpaksa bersaing secara keras, mereka saling menurunkan tarif batas bawah, saling memakan antarkawan, sehingga secara langsung mereka saling mematikan perusahaan penerbangan lain, disamping terhadap moda angkutan darat, kereta api, dan angkutan laut. Untuk itu disempurnakanlah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 menjadi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 dan selanjutnya diterbitkan Undangundang UURI No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan 2 Angkutan udara sipil domestik diselenggarakan melalui penerbangan komersial dan non komersial. Jenis penerbangan komersial terdiri dari penerbangan yang diberi konsesi untuk melakukan penerbangan rute-rute tetap yang disebut sebagai penerbangan teratur atau berjadwal. Di samping itu, penerbangan komersial dapat juga dilakukan dengan penerbangan tidak berjadwal. Perusahaan penerbangan tidak berjadwal umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Penerbangan dilakukan untuk mengangkut barang, orang dan atau pos ke seluruh wilayah Republik Indonesia dengan tidak ada pembatasan rute tertentu secara tetap. 2. Penerbangan tidak dilakukan sesuai dengan daftar perjalanan terbang (jadwal penerbangan). 3. Penjualan karcis atau surat muatan udara sekaligus seluruh kapasitas pesawat udara tersebut. 4. Penumpang merupakan suatu rombongan dan bukan merupakan penumpang umum yang dihimpun oleh pencharter atau biro perjalanan. 2 K. Martono dan Amad Sudiro. Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI No. 1 Tahun 2009. Jakarta, 2010, hal. 15.

3 5. Pesawat udara mengangkuta penumpang, barang dan atau pos dari suatu tempat langsung ke tempat tujuan dengan tidak diperkenankan menurunkan dan atau menaikkan penumpang dalam perjalanan 6. Tidak boleh memasang iklan di surat kabar, majalah maupun media massa lainnya. 7. Tarif angkutan tidak berdasarkan surat keputusan pemerintah yang telah ditetapkan terlebih dahulu. 8. Jenis penerbangan ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat yang lebih mengutamakan nilai uang daripada nilai waktu. Mereka pada umumnya tidak terikat pada keterbatasan waktu. Mereka biasanya adalah pelancong atau perusahaan-perusahaan untuk menunjang usaha mereka yang tidak mempunyai pesawat sendiri. 3 Penerbangan komersial yaitu penerbangan dengan memungut bayaran yang dapat dibagi dalam 4 (empat) golongan, yaitu: 1. Penerbangan teratur (scheduled operated) 2. Penerbangan tidak teratur (non-scheduled operation) 3. Penebangan suplementer (dilakukan sebagai suplemen 1 dan 2 dengan pesawat berkapasitas maksimum 15 orang) 4. Kegiatan keudaraan (aerial work) seperti penyemprotan, survey udara dan sebagainya. 4 Penerbangan non-komersial menurut SK MenHub Nomor 31/U/1970, tanggal 10 Februari 1970, adalah merupakan penerbangan dengan menggunakan pesawat udara sipil, dan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Bahwa dalam penerbangan non-komersial, penjualan seluruh atau sebagian dari kapasitas pesawat udara atau penyewaan maupun penggantian dengan uang untuk pemakaiannya dengan cara apapun tidak dibenarkan, kecuali ada izin khusus dari Menteri Perhubungan 2. Penerbangan hanya dilakukan antara kantor pusat dan tempat-tempat dimana kegiatan usaha itu berada 3. Dalam penerbangan termaksud (b) pasal ini hanya boleh diangkut pimpinan, karyawan/pegawai/petugas/dan barang/peralatan milik badan atau perusahaan yang memiliki pesawat udara tersebut. 3 K. Martono. Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa. Alumni. Bandung, 1987, hal. 66. 4 Pasal 1 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara

4 Salah satu aspek penting dalam perlindungan hukum bagi pemakai jasa angkutan udara dan pihak ketiga, yang menderita kerugian sebagai akibat dari kegiatan penerbangan dan angkutan udara adalah menyangkut masalah tanggung jawab terhadap kerugian-kerugian yang timbul. Peraturan mengenai pengangkutan udara dalam negeri adalah Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) Stb. Nomor 100 Tahun 1939, yang merupakan hasil Ratifikasi dari Perjanjian Warsawa Tahun 1929, yang mengatur masalah tanggung jawab pengangkutan udara dan masalah domumen angkutan. Di samping itu ada beberapa Keputusan Menteri Perhubungan yang berkaitan dengan masalah charter pesawat udara, yaitu: 1. Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK.31/U/1970, tentang syarat-syarat dan ketentuan mengenai Penerbangan Umum yang bersifat non komersial dalam wilayah NKRI. 2. Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK.20/S/1970 tentang izin khusus untuk penerbangan internasional tidak tetap ke dan/atau dari wilayah NKRI. PT. Whitesky Aviation sebagai salah satu perusahaan penerbangan komersial yang ada di Jakarta, baru beroperasi pada tahun 2001 dengan mengoperasikan dua jenis pesawat yaitu jenis CESSNA 420 B yang serta jenis CESSNA 4028. Sebagai perusahaan penerbangan komersial PT. Whitesky Aviation dalam usahanya memungkinkan dilakukannya transaksi charter pesawat tanpa dan menggunakan awaknya, perjanjian charter yang terjadi selama ini dibuat

5 secara lisan dengan dokumen booking yang cukup ditulis pada buku pesanan charter pesawat yang dilakukan antara PT. Whitesky Aviation dengan konsumen umumnya berlangsung secara baik, walaupun pada kenyataannya terjadi beberapa perbedaan kepentingan di lapangan yang berkaitan dengan tanggung jawab para pihak, permasalahan yang timbul sering menyangkut jadwal keberangkatan yang tidak tepat waktu, penyebabnya bisa dari penyewa, seperti belum lengkapnya rombongan yang akan berangkat dan juga dapat dari perusahaan penyewa pesawat, seperti lambatnya pemeriksaan mekanik layak terbang pesawat oleh Tekniksi PT. Whitesky Aviation. Persoalan lain adalah menyangkut penyelesaian pembayaran, yang sering tidak terjadwal sebagaimana yang diperjanjikan atau pada kasus-kasus tertinggalnya barang di pesawat yang tidak diketahui baik oleh teknisi atau kru penerbangan PT. Whitesky Aviation, bahkan sampai pada persoalan tidak dapat dilanjutkan perjalanan karena cuaca buruk. Perbedaan-perbedaan kepentingan tersebut, menjadi persoalan yang rutin antara pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam perjanjian, dari kenyataan-kenyataan tersebut terlebih lagi pengaturan charter pesawat belum ada dasar hukum yang khusus mengaturnya, maka penulis meneliti persoalan charter pesawat terbang dengan judul: TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN CHARTER PESAWAT PADA PT. AIRBORNE INFORMATICS DENGAN PT. WHITESKY AVIATION.

6 B. Rumusan Masalah Atas dasar uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah tanggungjawab PT. Airborne Informatics sebagai pencharter untuk kerugian yang timbul terhadap PT. Whitesky Aviation? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh PT. Airborne Informatics dalam pelaksanaan pengangkutan udara dengan charter pesawat udara? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk: 1. Mengetahui dan menganalisis tanggungjawab PT. Airborne Informatics sebagai pencharter untuk kerugian yang timbul terhadap PT. Whitesky Aviation. 2. Mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan yang dihadapi oleh PT. Airborne Informatics dalam pelaksanaan pengangkutan udara dengan charter pesawat udara. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Bagi PT. Airborne Informatics hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka pembuatan kesepakatan atau perjanjian pendahuluan dalam melakukan perjanjian charter pesawat terbang.

7 2. Manfaat Teoritis Bagi institusi hukum diharapkan memberi sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bidang hukum perjanjian dalam charter pesawat terbang komersiil. E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu penelitian yang menekankan pada tataran kaidah hukum yang berlaku pada masyarakat, pendekatan yuridis dimulai dengan analisa terhadap perundang-undangan yang mengatur permasalahan yang terkait dengan judul skripsi ini. Penelitian yuridis dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan juga disebut penelitian kepustakaan. Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan tentang tanggung jawab para pihak dalam perjanjian charter pesawat pada PT. Airborne Informatics dengan PT. Whitesky Aviation. Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat dari perilaku masyarakat, berbagai temuan dari lapangan. Penulis juga menggunakan sumber data yang diperoleh dari kaidah-kaidah yang berlaku pada masyarakat. 2. Jenis Penelitian Jenis Penelitian dalam penulisan skripsi ini termasuk dalam deskriptif analisis, bersifat deskriptif karena penelitian ini di maksudkan

8 untuk memberi gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan segala hal yang berhubungan dengan perjanjian charter pesawat terbang, istilah analitis mengandung makna mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan dan memberi makna atau definisi terhadap perjanjian charter pesawat terbang. Menurut Soerjono Soekamto penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainya. 5 3. Sumber Data Penelitian ini menggunakan jenis data yang berasal dari dua sumber yang berbeda, yaitu: a. Data Primer Yaitu data-data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak yang terlibat dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pimpinan PT. Airborne Informatics, staf hukum dan staf pemasaran PT. Airborne Informatics. b. Data Sekunder Yaitu data yang diambil dari buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan dan sumber-sumber lainnya yang ada hubungannya dengan objek penelitian. 5 Soerjono Soekamto. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Universitas Indonesia: UI Press. Jakarta.1986. hal 10

9 4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan beberapa alat pengumpulan data yaitu : a. Studi Pustaka Yaitu mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku, dan peraturan yang ada sebelumnya, yang berkaitan dengan permasalahan yang di teliti. b. Wawancara Alat pengumpulan data lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara yaitu mengajukan pertanyaan secara lisan kepada pihak yang bersangkutan, yaitu staf hukum dan staf pemasaran PT. Airborne Informatics di Yogyakarta. 5. Metode Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan pengkajian terhadap hasil pengolahan data untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian, data yang diperoleh dengan analisa kualitatif, analisa kualitatif ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh, kemudian dihubungkan dengan literatur yang ada atau teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, kemudian dicari pemecahanya dengan cara menganalisa dan pada akhirnya akan ditentukan kesimpulan.

10 F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan di dalam memahami isi dan tujuan dari penelitian, maka penulis memaparkan rancangan dari bentuk dan isi dari skripsi secara keseluruhan. BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian 2. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian 3. Asas Umum Perjanjian B. Tinjauan Pengangkutan Udara 1. Pengertian Pengangkutan 2. Pengangkut dan Perusahaan Pengangkutan 3. Perjanjian Angkutan Udara 4. Dokumen Angkutan pada Pengangkutan Udara C. Tinjauan Umum tentang Charter Pesawat Udara 1. Pengertian Charter Pesawat Udara

11 2. Pengaturan Charter Pesawat Udara 3. Perjanjian Charter Pesawat Udara 4. Hak dan Kewajiban Pemilik Pesawat Udara 5. Hak dan Kewajiban Pencharter Pesawat Udara 6. Jenis-jenis Charter Pesawat Udara BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung jawab perusahaan Penerbangan PT. Airborne Informatics sebagai Pencharter untuk kerugian yang timbul terhadap PT. Whitesky Aviation 1. Prosedur Charter Pesawat antara PT. Airborne Informatics dengan PT. Whitesky Aviation 2. Perjanjian Charter Pesawat pada PT. Airborne Informatics dengan PT. Whitesky Aviation B. Hambatan-hambatan yang Dihadapi PT. Airborne Informatics sebagai Pencharter Pesawat Udara BAB IV: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN