DETERMINANTS OF LEARNING OUTCOMES AN ANALYSIS USING DATA FROM THE TRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY (TIMSS) 2007

dokumen-dokumen yang mirip
DETERMINANTS OF LEARNING OUTCOMES AN ANALYSIS USING DATA FROM PROGRESS IN INTERNATIONAL READING LITERACY STUDY (PIRLS) 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. Perwujudan masyarakat Indonesia yang berkualitas dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Gusliana, 2014

Kata Pengantar. Jakarta, 5 Desember 2012

Karakteristik Soal TIMSS

TREND PRESTASI MATEMATIKA DAN IPA PADA TIMSS TAHUN 1999, 2003 DAN Suatu Analisis dengan Memperhitungkan Faktor Psikologis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor fisiologis dan faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci: analisis soal; buku siswa kurikulum 2013; BSE; domain kognitif 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Analisis Deskriptif Soal-Soal Dalam Buku Pelajaran Matematika SMP Kelas VIII Semester 1 Ditinjau dari Domain Kognitif TIMSS 2011

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

PENERAPAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELING UNTUK ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA SISTEM INFORMASI AKADEMIK TERHADAP KUALITAS WEBSITE

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

PROSIDING ISSN: PM-13 PEMETAAN DOMAIN ISI DAN KOGNITIF SOAL UJIAN SEKOLAH/MADRASAH MATEMATIKA SD/MI BERDASARKAN TIMSS

PEMETAAN SOAL-SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA SMA/MA NASKAH PUBLIKASI. Oleh: DWI AMELIA IRAWATI A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perolehan Skor Rata-Rata Siswa Indonesia Untuk Sains

ANALISIS SOAL-SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I WONOSEGORO DITINJAU DARI ASPEK KOGNITIF TAHUN AJARAN 2009/2010 DAN

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengambilan keputusan adalah proses kognitif kritis di setiap bidang kehidupan manusia.

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

JURNAL LITERASI MATEMATIKA TINGKAT SMP MENGACU PADA TIMSS (TRENDS INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY) DITINJAU DARI GENDER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. prioritas utama untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih baik. Sehingga. mutu pendidikan menjadi fokus penting pendidikan.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN. seseorang melalui upaya pembelajaran dan pelatihan. Seluruh upaya. dilakukan guru adalah mengembangkan sikap dan kemampuan untuk

VISI & MISI MISI IAI:

BAB I PENDAHULUAN. Study (TIMSS) merupakan penilaian internasional terkait

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2003 bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SOAL UJIAN SEKOLAH/MADRASAH MATEMATIKA SD/MI TAHUN AJARAN 2015/2016 BERDASARKAN DOMAIN ISI DAN DOMAIN KOGNITIF TIMSS

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP KONSENTRASI BELAJAR MAHASISWA MENGGUNAKAN ANALISIS JALUR (Studi Kasus Mahasiswa FMIPA USU Angkatan 2013) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X SMAN 1 BATANG ANAI

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA MAHASISWA PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

Tersedia online di EDUSAINS Website: EDUSAINS, 7 (2), 2015,

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan matematika merupakan suatu kemampuan dasar yang perlu

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

KONTRIBUSI SELF CONCEPT MATEMATIS TERHADAP KEMAMPUAN AKADEMIK MAHASISWA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

ANALISIS SOAL DALAM BUKU SISWA MATEMATIKA KURIKULUM 2013 KELAS VIII SEMESTER I BERDASARKAN DIMENSI KOGNITIF DARI TIMSS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

ANALISIS SOAL MATEMATIKA TIMSS 2011 DENGAN INDEKS KESUKARAN TINGGI BAGI SISWA SMP. Lukman Jakfar Shodiq 1, Dafik 1, I Made Tirta 2

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

HAKEKAT PENELITIAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

Diah Pitaloka Handriani SMP Negeri 1 Surakarta

PENGARUH PENERAPAN SAVI TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

J. Pijar MIPA, Vol. X No.1, Maret 2015: ISSN (Cetak) ISSN (Online)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

Key words: TIMSS problems, Mixed Methods Approach, Data Display, Reasoning, and Cognitive Aspect.

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka Pemikiran Konseptual

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

I. PENDAHULUAN. Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Permendiknas No. 22 (Departemen Pendidikan Nasional RI,

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan

Yayuk Kuswanti et al., Analisis Soal dalam Buku Siswa Matematika Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya (Fa turrahman dkk,

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI SISWA: TINJAUAN BERDASARKAN DATA TIMSS 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Dengan PISA (Program for International Student Assessment) dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang dimuat dalam Standar Isi

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

DETERMINANTS OF LEARNING OUTCOMES AN ANALYSIS USING DATA FROM THE TRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY (TIMSS) 2007 PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA 2010

DETERMINANTS OF LEARNING OUTCOMES AN ANALYSIS USING DATA FROM THE TRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY (TIMSS) 2007 Tim Penyusun : Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Jahja Umar Desi Yustari Muchtar Mulya Sari Dewi Ikhwan Luthfi Miftahuddin Editor : Ainun Salim PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA 2010

KATA PENGANTAR Data hasil TIMSS 1999, 2003, dan 2007 yang diikuti siswa kelas 8 SMP/MTs di Indonesia, menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia di bidang matematika dan IPA ternyata masih sangat rendah jika dibandingkan dengan prestasi siswa sebagian besar Negara yang berpartisipasi dalam studi TIMSS tersebut. Untuk dapat menemukan jawaban terhadap permasalahan mengapa prestasi siswa Indonesia tergolong kelompok paling rendah dalam TIMSS, perlu dilakukan analisis secara lebih mnedalam tentang hubungan antara berbagai variabel yang terkait langsung ataupun tidak langsung dengan rendahnya prestasi Matematika dan IPA. Laporan ini hanya menganalisis data TIMSS 2007, yang akan menguji berbagai model teoritis tentang bagaimana ketiga kelompok variabel (personal, instructional, dan environtmental) berpengaruh (secara langsung dan tidak langsung) terhadap prestasi belajar Matematika dan IPA siswa Indonesia. Pada bagian akhir laporan ini, disampaikan pula sejumlah rekomendasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya dalam bidang Matematika dan IPA, pada pendidikan dasar dan menengah. Jakarta, Maret 2009 Dr. Nugaan Yulia Wardhani S., M.Psi. Kepala Pusat Penilaian Pendidikan i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Permasalahan... 4 C. Tujuan Penelitian... 7 D. Ruang Lingkup... 7 II. KERANGKA TEORI... 9 A. Teori/ Konsep... 9 B. Model Konseptual... 12 C. Pertanyaan Penelitian... 14 III. METODOLOGI... 15 A. Populasi dan Sampel... 15 B. Variabel Penelitian... 15 C. Instrumen Pengumpulan Data... 19 D. Teknik Analisis Data... 20 E. Model Teoretis Awal... 22 IV. HASIL PENELITIAN... 25 A. Model prestasi Matematika... 25 B. Model prestasi IPA... 29 V. REKOMENDASI... 34 DAFTAR PUSTAKA... 35 ii

DAFTAR GAMBAR Gambar-1: Penyusunan Model Dasar Tentang Determinan Dari Prestasi Belajar... 13 Gambar-2: Model Awal Untuk Prestasi Matematika... 23 Gambar-3: Model Awal Untuk Prestasi IPA... 24 Gambar-4: Model Dengan TIMSS Scaled Score Sebagai Variabel Prestasi Matematika... 25 Gambar-5: Model Dengan Content Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi Matematika... 26 Gambar-6: Model Dengan Cognitive Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi Matematika... 26 Gambar-7: Model Dengan Mathematics Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi Matematika... 27 Gambar-8: Model Dengan TIMSS Scaled Score Sebagai Variabel Prestasi IPA... 30 Gambar-9: Model Dengan Content Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi IPA... 30 Gambar-10: Model Dengan Cognitive Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi IPA... 31 Gambar-11: Model Dengan Science Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi IPA... 31 iii

DAFTAR TABEL Tabel-1. Ranking Prestasi Siswa Indonesia Dalam TIMSS... 5 iv

ANALYSIS OF DETERMINANTS OF LEARNING OUTCOMES USING DATA FROM THE TRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY (TIMSS) 2007 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) sebuah studi komparatif internasional yang diselenggarakan oleh the International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang berkantor pusat di Amsterdam (sebelumnya di Den Hag), Belanda. TIMSS adalah survey berskala besar pertama yang dilaksanakan dengan menerapkan metodologi penelitian yang canggih dan melibatkan banyak pusat riset terkemuka di berbagai negara. Pada mulanya TIMSS adalah singkatan dari The Third International Mathematics and Science Study yang dimulai dari pertemuan di Universitas British Columbia, Vancouver, Canada, 1990, dengan Prof. David Robitaile sebagai direktur study. Kemudian pada 1991 koordinasi internasional untuk studi ini dipindahkan ke Boston College dengan Prof. Albert E. Beaton (dari Harvard University) sebagai direkturnya. Sebagai koordinator untuk bidang sampling ditunjuk Statistics Canada, sedangkan Universitas Hamburg ditunjuk sebagai Pusat Manajemen Data, dan the Australian Council for Educational Research (ACER) ditetapkan menjadi Pusat Analisis Data. Sebagai anggota IEA yang sudah cukup lama, Indonesia sebenarnya telah ikut berpartisipasi pada TIMSS ini sejak awal, namun karena pelaksanaan samplingnya dianggap tidak memenuhi seluruh standard yang ditetapkan oleh Statistics Canada, maka dalam publikasi TIMSS yang pertama tahun 1994 nama Indonesia tidak dicantumkan. Baru pada study TIMSS-Repeat yang 1

diterbitkan tahun 1999 Indonesia tercantum dalam publikasi hasilnya. Selanjutnya, TIMSS diubah menjadi Trends in International Mathematics and Science Study dengan siklus empat tahunan. Laporan terakhir adalah tahun 2003 dan 2007. Mulai periode tersebut, pusat analisis data dipindahkan dari ACER (Australia) ke Education Testing Services (ETS) di Princeton, USA. Sedangkan pusat manajemen data tetap di Hamburg dan pusat sampling tetap di Statistics Canada, sampai sekarang. Begitu pula dengan koordinasi internasional, juga tetap di Boston, tetapi direktur studi dijabat bersama oleh dua orang yaitu M.O. Martin (semula wakil Irlandia) dan Ina V. Mulis (semula wakil USA). Penulis sendiri berperan sebagai wakil Indonesia dari tahun 1990 sampai dengan 2003. Selain itu, pada organisasi induknya yaitu IEA, penulis pernah menjabat sebagai elected member dari the Technical Advisory Committee periode 1991 1997. Posisi Indonesia baik dalam mata pelajaran Matematika maupun IPA sampai saat ini masih tetap berada di kelompok terbawah jika diukur dari nilai rata-rata internasional. Perlu diketahui bahwa Indonesia hanya mengikuti studi populasi- 2, yaitu murid kelas dua SMP dengan mayoritas usia 13 tahun. Keikutsertaan pada studi TIMSS memerlukan beaya yang cukup besar karena selain beaya untuk pelaksanaan survey yang rumit juga peserta harus menanggung beaya menghadiri pertemuan internasional sedikitnya dua kali setahun, serta harus membayar iuran tahunan yang cukup mahal. Mengapa Indonesia merasa perlu ikut studi ini dan apa manfaatnya? Menurut mantan Presiden IEA Prof. T. Plomp (1999) sekurangnya ada lima fungsi dari studi yang diselenggarakan oleh IEA yaitu: (1) description/ mirror functions, (2) benchmarking, (3) monitoring of quality of education, (4) understanding observed differences, dan (5) cross-national research. 2

Jika keikutsertaan dalam suatu studi komparatif internasional dapat difungsikan sebagaimana di atas, tentulah berbagai kebijakan dapat disesuaikan dan dikembangkan, bahkan dapat dirumuskan suatu reformasi pendidikan dalam rangka mencapai kualitas yang lebih tinggi. Namun sayangnya hal ini justru lebih banyak terjadi di negara maju yang menjadi peserta studi seperti ini. Sebagai contoh, setiap hasil studi TIMSS diumumkan, di Amerika Serikat selalu terjadi perubahan-perubahan kebijakan pendidikan yang cukup mendasar baik di tingkat nasional maupun negara bagian. Hasil studi TIMSS selalu menjadi topik pembicaraan publik dan diikuti dengan berbagai analisis data yang lebih mendalam. Sebagai ilustrasi, dari 25 artikel hasil analisis atas data TIMSS yang diterbitkan menjadi buku berjudul Secondary Analysis of TIMSS Data (Robitaille and Beaton, 2002), sebagian besar dilakukan oleh para ahli di Amerika Serikat, dan selebihnya oleh peneliti dari Kanada, Inggris, Belanda, Scandinavia, Jerman, Czech Republic, Hongkong, Jepang, dan Australia. Belum lagi jika dihitung penelitian yang menganalisis data TIMSS tetapi dalam rangka penyusunan disertasi, presentasi pertemuan ilmiah, dsb., kebanyakan juga dari negara-negara tsb. Bagaimana dengan di Indonesia? Ternyata jumlah penelitian yang menganalisis data TIMSS masih amat sedikit dan itupun umumnya dalam bentuk laporan yang bersifat deskriptif tanpa interpretasi yang mendalam. Akibatnya, pengaruh dari keikutsertaan Indonesia di TIMSS terhadap perubahan kebijakan pendidikan nasional maupun lokal boleh dikata belum terasa. Apalagi jika mengharap sampai kepada upaya reformasi di bidang pendidikan. Ringkasnya, keikutsertaan Indonesia dalam studi internasional seperti TIMSS belum menghasilkan ke lima fungsi seperti yang dikemukakan oleh Prof. Tjeerd Plomp di atas. Padahal, dalam mengomentari/ mengkritik tulisan A. Beaton (1999) dan T. Plomp (1999) tentang studi internasional seperti TIMSS, penulis (Umar, 1999) justru menekankan perlunya perbaikan teknik analisis data yang dilakukan oleh TIMSS serta pentingnya keterkaitannya 3

dengan penyusunan kebijakan pendidikan. Oleh sebab itulah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pemahaman yang lebih detail dan akurat tentang bagaimana variabel-variabel yang terkait dengan siswa, guru, sekolah, dan lingkungan, mungkin memiliki dampak terhadap pencapaian/ prestasi belajar di bidang Matematika dan IPA, baik yang bersifat dampak langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, identifikasi terhadap variabel yang mempengaruhi prestasi matematika dan IPA serta gambaran tentang bagaimana variabel-variabel tersebut saling berkaitan, amatlah diperlukan. B. Permasalahan Seperti telah dikemukakan di atas, prestasi siswa Indonesia di bidang Matematika dan IPA ternyata masih amat rendah jika dibandingkan dengan sebagian besar negara yang berpartisipasi dalam studi TIMSS. Tentu saja hal ini cukup memprihatinkan karena akan berpengaruh terhadap nasib bangsa Indonesia di masa datang. Penguasaan anak Indonesia terhadap Matematika dan IPA akan menentukan tingkat kesiapan mereka untuk belajar berbagai ilmu pengetahuan dan kemahiran di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kedua bidang studi ini selalu dijadikan prioritas di semua negara karena menyangkut penguasaan teknologi dan industri. Meskipun dari sudut pandang pendidikan setiap individu siswa harus ditumbuh-kembangkan sesuai dengan potensi dan minat yang dimilikinya masing-masing, tetapi dari sudut visi dan kepentingan bangsa masalahnya dapat sangat berbeda. Dalam konteks inilah mata pelajaran Matematika dan IPA menjadi sering dan harus diprioritaskan. Tabel-1 menunjukkan betapa Indonesia harus meningkatkan penguasaan siswanya terhadap Matematika dan IPA jika ingin survive dalam persaingan global. Yang dimaksud dalam hal ini adalah peningkatan secara statistik dan dilakukan melalui perbaikan sistim. Bukan melalui perlombaan seperti olimpiade dan sejenisnya. Karena jika ada satu orang Indonesia menjadi orang terkaya di dunia tentu bukan berarti bahwa Indonesia adalah negara terkaya di dunia! 4

Sebab itu tampilan data seperti pada tabel di bawah semestinya dapat memicu perombakan pada pengajaran Matematika dan IPA di Indonesia. Tabel-1 Ranking Prestasi Siswa Indonesia Dalam TIMSS TAHUN MATEMATIKA IPA 1999 34 (38 negara) 32 (38 negara) 2003 35 (46 negara) 37 (46 negara) 2007 36 (49 negara) 35 (49 negara) Untuk dapat menemukan jawaban terhadap permasalahan mengapa prestasi siswa Indonesia tergolong kelompok paling rendah dalam TIMSS, perlu dilakukan analisis secara lebih mendalam mengenai hubungan antar berbagai variabel yang terkait langsung ataupun tidak langsung dengan tinggi-rendahnya prestasi Matematika dan IPA. Mengingat bahwa studi TIMSS adalah sebuah survey dan bukan sebuah studi eksperimental, maka inferensi mengenai hubungan kausal atau dampak suatu variabel terhadap outcome variable seperti prestasi belajar, sebaiknya dilakukan melalui suatu analisis statistika yang dapat menguji model teoretis tentang struktur hubungan antar berbagai variabel penyebab dalam mempengaruhi variabel akibat. Dalam penelitian ini, variabel yang diteorikan sebagai akibat adalah prestasi di bidang Matematika dan IPA (hasil pengukuran melalui tes), sedangkan berbagai variabel yang diteorikan/ diposisikan sebagai variabel penyebab adalah berbagai variabel siswa, guru, dan sekolah yang datanya diperoleh melalui angket. Berdasarkan hasil angket siswa, guru, dan kepala sekolah, terdapat banyak variabel yang dalam penelitian ini akan dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu: (a) student personal variables, (b) instructional variables, dan (c) environtmental variables. Dalam penelitian ini, permasalahan 5

tentang struktur hubungan antar variabel tersebut dapat disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Berdasarkan data TIMSS yg tersedia, bagaimanakah struktur model yang dapat menjelaskan prestasi siswa dalam bidang matematika dan IPA jika dilihat dari saling keterkaitan antara (1) student personal variables, (2) instructional variables, dan dan (3) environtmental variables? 2. Di dalam masing-masing kelompok variables di atas, variabel mana yang secara dominan mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi matematika dan IPA? Adakah diantaranya yang dapat dijadikan policy variables di tingkat sekolah, daerah, dan nasional? 3. Adakah saling interaksi antara variables yang memperngaruhi prestasi belajar matematika dan IPA? Jika ya, bagaimana bentuk interaksi tersebut? 4. Apakah model tentang saling hubungan antar variabel tersebut akan sama jika analisis dilakukan pada prestasi di setiap komponen dari matematika dan IPA? Apakah model yang sama dapat digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi prestasi pada level kognitif yang berbeda? 5. Apakah variables yang merupakan determinant utama bagi prestasi belajar akan sama untuk dimensi content dan cognitive yang berbeda? 6. Di antara kebijakan pendidikan yang ada selama ini, apakah ada yang dapat dikaitkan dengan hasil penelitian ini? Jika ya, variables manakah yang perlu dijadikan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan yang akan datang?. 6

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menemukan suatu model teoretis tentang hubungan antar variabel yang dapat digunakan untuk menjelaskan serta memprediksikan bervariasinya prestasi belajar matematika dan IPA. Model teoretis ini akan dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan/ strategi intervensi di bidang peningkatan mutu pendidikan di tingkat makro. 2. Untuk menemukan variables yang merupakan determinan dari bervariasinya prestasi belajar matematika dan IPA yang dapat dijadikan pertimbangan bagi guru, kepala sekolah, murid, dan orang tua dalam upaya meningkatkan prestasi belajar murid. 3. Untuk menemukan kemungkinan penyebab dari rendahnya prestasi belajar matematika dan IPA murid Indonesia khususnya dalam konteks studi komparatif internasional seperti TIMSS. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal yaitu: 1. Populasi murid kelas 8 di Indonesia karena ini merupakan populasi II dari studi TIMSS yang diikuti oleh Indonesia. Dengan demikian hasil penelitian ini hanya dapat digeneralisasi kepada siswa kelas 8 saja. 2. Variabel yang diikut sertakan dalam analisis hanyalah yang tersedia dalam studi TIMSS yaitu yang diperoleh dari hasil tes dan kuesioner siswa, guru, dan kepala sekolah. Artinya, banyak variabel yang mempengaruhi prestasi siswa di bidang matematika dan IPA tetapi tidak ikut dipertimbangkan dalam analisis karena datanya tak tersedia pada hasil studi TIMSS. 7

3. Analisis hanya dibatasi pada data TIMSS 2007, jadi tidak bersifat longitudinal dan tidak menghasilkan informasi mengenai trend ataupun kemajuan dari tahun ke tahun. 8

II. KERANGKA TEORI A. Teori/ Konsep Fokus dari penelitian ini adalah untuk menemukan atau sekurangnya mengidentifikasi variabel-variabel yang menjadi determinan dari prestasi belajar dalam bidang Matematika dan IPA, khususnya pada anak Indonesia yang berada di kelas 8. Tentu saja secara umum prestasi belajar bergantung kepada banyak hal baik yang sangat situasional dan kasuistik (sakit gigi waktu ujian, dsb.), maupun yang bersifat lebih sistematik (seperti kurang minat, guru tak kompeten, kurikulum tak relevan, dsb.). Tentu saja yang akan dibahas di sini adalah hal-hal atau variabel yang sistematik. Pada tingkat internal siswa (personal variables), terdapat beberapa teori psikologi tentang hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi atau performance seseorang, salah satunya yang terkenal adalah teori atribusi. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Heider (1958), di mana melalui pendekatan teori atribusi ia mengajukan rumusan matematis untuk performance, yaitu : Performance = Motivation x Ability (disingkat: P = M x A). Konsep ini akhirnya menjadi sangat populer setelah seringkali dikutip oleh ahliahli lainnya ketika mereka membicarakan tentang performance, seperti misalnya oleh Anderson dan Butzin (1974), Maier (1965), O Shaughnessy (1971), Lawler dan Porter (1967), Oliver (1974), dan Vroom (1964). Seperti terlihat pada rumusan di atas, menurut teori ini prestasi atau performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan abiliti. Dengan demikian, orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki abiliti yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya berabiliti tinggi tetapi rendah motivasinya. Atas dasar ini Vroom (1964) menyarankan agar karyawan yang akan di training haruslah orang yang 9

bermotivasi tinggi, sedangkan karyawan yang perlu dimotivasi hanyalah mereka yang berabiliti tinggi. Jika diaplikasikan di dunia pendidikan, artinya seorang anak akan menjadi under-achiever jika tidak memiliki motivasi belajar yang tinggi. Dalam konteks belajar di sekolah, tentu hal-hal (variabel) di luar diri siswa juga akan berpengaruh terhadap prestasi belajar atau performance tersebut. Walberg (1981) mengidentifikasi tiga kelompok variabel yang mempengaruhi bukan hanya prestasi tetapi juga aspek perkembangan afektif dan behavioral siswa, yaitu: 1. Variabel personal seperti prestasi sebelumnya, umur, motivasi, self concept, dsb 2. Variabel instruksional seperti intensitas dan kualitas serta metode pengajaran, dan 3. Variabel lingkungan (environmental) yang terkait dengan keadaan di rumah, kondisi guru, kelas, dan sekolah, teman belajar, media belajar, dsb. Secara lebih spesifik lagi, Walberg (1992) mereview 8000 penelitian tentang pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap prestasi belajar khususnya Matematika dan IPA, dan ia menemukan bahwa ketiga kelompok variabel tersebutlah yang secara konsisten terbukti menunjukkan pengaruh serta memiliki nilai prediksi tinggi terhadap prestasi belajar. Wilkin, Zembilas, dan Travers (2002) yang melakukan penelitian serupa dengan menggunakan data TIMSS, juga menggunakan pendekatan yang sama, yaitu dengan mengelompokkan variabel-variabel determinan dari prestasi belajar itu ke dalam tiga kelompok yaitu student personal variables, instructional variables, dan environmental variables. Oleh sebab itu, penelitian ini juga akan menggunakan pendekatan yang sama yaitu dengan mengelompokkan variabel- 10

variabel yang diteorikan sebagai determinan dari prestasi belajar tersebut kedalam tiga kelompok yang sama. Dalam hal kelompok variabel manakah yang lebih dominan dalam mempengaruhi prestasi belajar, terdapat hasil penelitian yang kesimpulannya berbeda-beda. Larry Sutter (2000), misalnya, mengutip hasil penelitian James Coleman yang terkenal di tahun 1960an di mana kesimpulannya adalah mengatakan bahwa... student performance was determined more by family background than by school characteristics. Namun demikian, dalam studinya yang membandingkan prestasi matematika dan IPA secara internasional dengan menggunakan data TIMSS, Sutter (2000) menyimpulkan bahwa perbedaan prestasi belajar antar negara lebih banyak ditentukan oleh variabelvariabel kurikuler dan pengajaran. Ia juga mengutip kesimpulan penelitian Gustafsson dan Undheim (1996) yang mengatakan bahwa.. that results of international-level studies might be accounted for by differences in curriculum rather than intellectual differences among students. Sebaliknya Heyneman (1997) menemukan yang sebaliknya yaitu student personal variable yang lebih menentukan, terutama sekali motivasi/ spirit belajar. Berikut adalah kutipan tulisannya (Heyneman, 1997): What differentiates American children from other children in the world and the explanation of poor performance among minorities and the poor is the American public policy toward children. In general, children in the United States are provided with too much opportunity and too few obligations; too much choice and too few responsibilities. In addition, U.S. school children are influenced by a common assumption that curriculum has to be entertaining,. It isn t poverty which drives scores of U.S. students down, I said, or race, or even minority status, but rather impoverish spirit.... It is the general lack of a desire to learn and this, in turn, is affected by public policy.... (page 29). Selanjutnya penelitian mengenai pengaruh variabel-variabel psikologis siswa biasanya lebih banyak dilakukan secara tersendiri di mana pengaruh variabel psikologi tertentu diteliti. Dalam hal ini, yang secara konsisten ditemukan pengaruhnya terhadap prestasi belajar antara lain adalah self efficacy 11

(misalnya Ramdass and Zimmerman (2008). Sedangkan variabel yang umumnya tak berpengaruh terhadap prestasi adalah sikap terhadap mata pelajaran. Reiss (2009) menemukan ada enam personality needs yang erat kaitannya dengan low achievement in school yaitu high need for acceptance, low need for cognition, lack of ambition, low need for order, low need for honor, dan high need for vengeance. Variabel lingkungan belajar yang ditemukan berpengaruh misalnya adanya standard kelulusan (Cavanagh, 2009; Mc Neil, 2009). Penguasaan guru terhadap materi pelajaran misalnya, ditemukan lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa dari pada penguasaan metode mengajar (Telese, 2005; Viadero, 2009). Penelitian yang relatif baru (Moon and Lee, 2009) tentang predictors dari prestasi anak di sekolah, menemukan bahwa yang signifikan pengaruhnya adalah family afctors especially parent education level and income, parent-child home activity, dan parental psychological well-being. Selanjutnya, ia menemukan bahwa parent school involvement tak berkaitan dengan prestasi anaknya di sekolah. B. Model Konseptual Dalam penelitian ini, yang pertama akan diteliti adalah pengaruh dari berbagai variabel terhadap prestasi belajar, dengan pengelompokan seperti disebutkan sebelumnya yaitu (a) student personal variables, (b) instructional variables, dan (3) environmental variables. Selain itu, juga akan dilihat apakah ada interaksi atau saling mempengaruhi antar sesama variabel determinan prestasi belajar tersebut, jika secara simultan diteliti pengaruhnya terhadap prestasi belajar. Setelah itu, dalam penelitian ini akan diuji berbagai model teoretis tentang bagaimana ketiga kelompok variabel tersebut berpengaruh (secara langsung dan tidak langsung) terhadap prestasi belajar. Artinya, penelitian ini merupakan usaha untuk menemukan satu atau beberapa model tentang struktur hubungan antar ketiga kelompok variabel tersebut dalam hanghasilkan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. 12

Dengan kata lain, penelitian ini sebenarnya lebih bernuansa eksploratorik dari pada konfirmatorik, meskipun pada setiap langkahnya dilakukan analisis yang bersifat konfirmatorik yaitu menguji hipotesis apakah suatu model teoretis tentang struktur hubungan antar variabel tersebut sesuai (fit) dengan data yang ada. Sebagai langkah awal dari proses eksploratorik ini, peneliti akan memulai dari sebuah model struktural yang diramu berdasarkan analisis pendahuluan dan dikombinasikan dengan teori yang sudah dibahas di atas. Ringkasnya, model teoretis yang akan dijadikan titik tolak dalam penelitian ini baru dirumuskan/ disusun setelah melalui beberapa langkah analisis yang bersifat eksploratorik. Namun demikian, logika pemikiran dalam penyusunan model dasar yang akan digunakan, dapat digambarkan dengan diagram berikut ini: Gambar-1: Penyusunan Model Dasar Tentang Determinan Dari Prestasi Belajar PERSONAL INSTRUCTIONAL ENVIRONMENTAL STRUCTURAL RELATIONSHIPS ACH SOME INTERACTIONS Model sebenarnya yang akan diuji, yang bersifat lebih spesifik (dengan menggunakan variabel yang tersedia dalam data TIMSS) dalam menggambarkan determinan dari prestasi belajar matematika dan IPA serta alur prosesnya, baru akan ditetapkan setelah beberapa analisis pendahuluan dilakukan. Hal ini agak berbeda dengan tradisi dalam pendekatan modeling di 13

mana biasanya ditetapkan terlebih dahulu suatu model teoretis untuk diuji secara empirik. Muthen (2009) menamakan pendekatan seperti ini dengan sebutan Exploratory Structural Equation Modeling atau disingkat dengan nama ESEM. C. Pertanyaan Penelitian Berikut ini adalah pertanyaan penelitian yang akan diuji secara empirik dalam penelitian ini: Bagaimanakah struktur model teoretis yang dapat menjelaskan prestasi siswa Indonesia dalam bidang Matematika dan IPA? Apakah ada saling interaksi antar variabel determinan prestasi? Apakah diperlukan model yang berbeda untuk menjelaskan variasi dari prestasi belajar tersebut jika analisis dilakukan di tingkat komponen dari matematika/ IPA tersebut baik dari segi content maupun cognitive processes? Variabel manakah yang paling dominan menjadi penyebab rendahnya prestasi murid Indonesia pada studi TIMSS 2007? 14

III. METODOLOGI A. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah siswa Indonesia yang berumur 13 tahun dan duduk di kelas 8. Seperti diketahui, Indonesia hanya berpartisipasi pada survey TIMSS populasi-2 dengan definisi seperti di atas. Sesuai dengan disain dan frame-work studi TIMSS, teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan disain multi-level, stratified, proportional, dan clustered. Dalam hal ini kluster nya adalah kelas, di mana seluruh siswa dalam kelas yang terpilih diambil sebagai sampel. Dalam studi TIMSS prosedur operasi samplingnya amat kompleks dan menggunakan standar kualitas yang sangat tinggi. Sebagai contoh, diperlukan enam macam manual yang rumit serta berbagai link format dan perangkat lunak yang canggih untuk terjaminnya disain sampling yang ditetapkan. Selain itu, kualitas pengumpulan data juga dijamin melalui berbagai prosedur baku yang sangat ketat. Setiap negara ditetapkan sampelnya sebanyak 150 sekolah, yang berarti perhitungan pembobotan (sample weight) menjadi cukup rumit. Rincian dari prosedur sampling ini dapat dilihat pada website TIMSS. B. Variabel Penelitian Yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah prestasi belajar di bidang Matematika dan IPA. Oleh sebab itu sebagai learning outcomes variables prestasi siswa akan dianalisis dalam hubungannya dengan berbagai variabel yang mempengaruhinya, yang dalam hal ini dikelompokkan ke dalam tiga kelompok variabel yaitu (a) student personal variables, (b) instructional variables, dan (3) environmental variables. Adapun rinciannya sesuai dengan ketersediaannya dalam questioner TIMSS adalah seperti disajikan berikut ini. 1. Student Personal Variables: a. Jenis kelamin b. Aspirasi tingkat pendidikan c. Self Efficacy dalam Matematika atau IPA (multi items) 15

d. Sikap terhadap Matematika atau IPA (multi items) e. Persepsi tentang pentingnya Matematika atau IPA (multi items) f. Sikap terhadap Sekolah (multi items) g. Kemampuan Penyesuaian Diri h. Banyaknya Waktu yang dipakai untuk hal yang menyenangkan i. Banyaknya Waktu yang dipakai untuk hal yang mendatangkan uang j. Banyaknya Waktu yang dipakai untuk hal yang merupakan hobbi k. Banyaknya Waktu yang dipakai untuk mengerjakan pekerjaan rumah pelajaran Matematika atau IPA (multi items) Setelah dilakukan pembersihan data serta analisis statistik univariat, ada 23 variabel personal (item qustionaire) yang dapat dikaitkan secara langsung ataupun secara tidak langsung dengan variabel outcome. Namun setelah dilakukan analisis regresi atas prestasi matematika terdapat 17 di antaranya yang secara signifikan terkait dengan bervariasinya prestasi matematika. Dari 17 variabel (items) ini dapat disusun menjadi 6 personal latent variables yaitu: (1) Self efficacy terhadap matematika (Efficacy), (2) sikap terhadap matematika (Attitude), (3) persepsi siswa tentang pentingnya matematika (Penting), (4) penggunaan waktu luang (Leisure), (5) mengerjakan pekerjaan rumah/pr matematika (Homework), (6) menggunakan computer (compuses), dan 4 variabel manivest (observable) karena hanya memiliki satu indikator pengukuran, yaitu (7) jenis kelamin siswa (Gender), (8) membaca buku untuk kesenangan (Joybook), (9) berolahraga (Sport), dan (10) melakukan pekerjaan untuk mendapatkan uang (Paidjob), 2. Instructional Variables: a. Banyaknya latihan (practising) pada setiap aspek Matematika atau IPA b. Banyaknya pekerjaan rumah yang diberikan c. Banyaknya tugas menghafal d. Siswa menjelaskan e. Menghubungkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari 16

f. Siswa yang lebih menentukan/ memutuskan g. Mereview pekerjaan rumah Matematika atau IPA h. Guru mengajar dengan ceramah i. Mengerjakan tugas dengan kelompok kecil j. Mengerjakan tugas pekerjaan rumah di kelas k. Siswa diberi soal atau quiz l. Guru menjelaskan m. Menggunakan kalkulator atau komputer n. Ekspose terhadap tiap bagian pelajaran ( oportunity to learn atau OTL) o. Kesesuaian antara yang diajarkan dengan yang diujikan p. Isi pekerjaan rumah yaitu: memecahkan masalah, mengumpulkan data dan membuat laporan, mencari aplikasi dari isi pelajaran, mengerjakan proyek IPA, dan tugas membaca. q. Melakukan evaluasi yaitu: memeriksa PR, memberi feedback pada tugas siswa, siswa memeriksa sendiri hasil pekerjaannya di kelas, mendiskusikan PR di kelas, PR ikut menentukan nilai akhir, frekuensi ujian/ ulangan r. Pengelompokan siswa berdasarkan prestasi s. Bentuk soal yang digunakan t. Sekolah memberikan pengayaan dan/ atau remedial Setelah dianalisis secara univariat, dari item-item yang berkaitan dengan variabel-variabel di atas terdapat 66 variabel instruksional (items yang diidentifikasi dari kuesioner siswa, guru dan kepala sekolah). Melalui analisis regresi, dari jumlah tersebut, 34 di antaranya berdampak signifikan terhadap prestasi matematika. Dengan menggunakan 34 variabel (items) ini dapat disusun 6 buah variabel laten instruksional yaitu: (1) mereview PR (Hwreview), (2) isi PR (IsiPR), (3) bentuk tes yang digunakan (Testform), (4) memberikan latihan matematika di kelas (Latihan), (5) metode mengajar (Tcmethod), dan (6) pengaturan kelas yang heterogen baik dari segi ability maupun SES (Hetero). 17

3. Environmental Variables: a. Parent education level (multi items) b. Banyaknya buku di rumah c. Home SES (multi items) d. School SES (multi items) e. School Academic Culture (multi items) f. Keamanan dan Kenyamanan di sekolah (multi items) g. Karakter dan Gaya kepemimpinan Kepala Sekolah (multi items) h. Peran Komite Sekolah i. Tingkat Kepuasan Guru (multi items) j. Kualitas Guru (multi items) k. Dukungan orang tua siswa l. Pengembangan profesional guru (support, improve content knowledge, improve teaching skill, using ICT) m. Background keilmuan guru (teacher s major) n. Fasilitas Sekolah (multi items) Setelah data yang tersedia dianalisis, ternyata ada 76 variabel environmental (items) yang diidentifikasi pada kuesioner siswa, guru dan kepala sekolah. Dari jumlah ini. ditemukan sebanyak 15 variabel yang secara signifikan terkait dengan prestasi matematika pada analisis regresi. Berdasarkan 15 variabel (items) ini kemudian disusun 8 variabel environmental, yaitu: (1) tingkat pendidikan orang tua (Pareduc), (2) tingkat sosial ekonomi keluarga (HomeSES), (3) dukungan orang tua (Dukortu), (4) budaya sekolah (Bdysek), (5) latar belakang pendidikan guru (MajorEdm), (6) hambatan terkait kualitas guru (Hambatan), (7) hal-hal yang mempengaruhi efektivitas belajar mengajar (Disruptive), dan (8) keamanan di sekolah (Security). 18

C. Instrumen Pengumpulan Data Instrument pengumpulan data TIMSS terdiri dari empat macam yaitu: tes prestasi belajar, kuesioner siswa, kuesioner guru, dan kuesioner kepala sekolah. Tes prestasi digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam Matematika dan IPA. Dalam hal ini, kemampuan Matematika meliputi Aljabar, Geometri, Data dan Angka, sedangkan kemampuan IPA terdiri dari Biologi, Geografi, dan Fisika. Sebenarnya pada IPA ada komponen Kimia, tetapi karena pembahasan mengenai Kimia di Indonesia belum diberikan di tingkat SMP, maka untuk Indonesia tak ada nilai untuk Kimia. Pada kemampuan Matematika, digunakan berbagai macam format tes untuk mengukur knowing, applying, dan reasoning. Aspek knowing terdiri dari kemampuan melakukan recall, recognize, compute, retrieve, measure, dan classify/ order. Aspek applying terdiri dari kemampuan melakukan select, represent, model, implement, dan solve routine problem. Sedangkan aspek reasoning meliputi kemampuan melakukan analyze, generalize, sinthesize/integrate, justife, dan solve non-routine problem. Pada tes kemampuan IPA, domain yang diukur sama dengan pada pelajaran matematika, yaitu knowing, applying, dan reasoning, tetapi memiliki perbedaan pada aspek dari tiap domainnya. Di sini, pada aspek knowing hal yang diukur adalah kemampuan recall/recognize, define, describe, illustrate with examples, dan use tools and procedures. Pada kemampuan applying, hal yang akan diukur adalah compare/ classify, use models, relate, interpret information, find solutions, dan explain. Sedangkan pada kemampuan reasoning, aspek yang diukur adalah kemampuan solve problems, integrate/ synthesize, hypothesize, design, draw conclusions, generalize, evaluate, dan justify. Selanjutnya kuesioner siswa, kuesioner guru, dan kuesioner kepala sekolah, butir-butirnya adalah menanyakan tentang variable-bariabel yang diduga atau diteorikan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi siswa dalam matematika dan IPA. Seperti telah dibahas sebelumnya, dalam penelitian ini, 19

berbagai variable tersebut digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu (a) student personal variables, (b) instructional variables, dan (3) environmental variables. D. Teknik Analisis Data Ada beberapa langkah yang akan ditempuh dalam rangka analisis data pada penelitian ini, dimulai dari langkah yang bersifat eksploratif dan merupakan pendahuluan sebelum analisis data yang sesungguhnya dilakukan, yaitu: 1. Melakukan analisis statistik univariate terhadap seluruh varabel yang tujuannya adalah untuk memeriksa kelayakannya untuk disertakan dalam analisis serta untuk menetapkan apakah perlu dilakukan transformasi skala, recode, dsb. 2. Mengidentifikasi dan menetapkan variabel mana (dari dalam masingmasing kelompok variabel di atas) yang diperkirakan akan efektif jika disertakan dalam analisis struktural dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian ini. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan analisis regresi berganda sehingga dapat dipilih himpunan variabel yang memang secara empirik berkaitan erat dengan prestasi siswa. Kemungkinan adanya saling interaksi antar prediktor juga akan diteliti. 3. Pada variabel yang diukur melalui beberapa indikator (multi items) dilakukan uji validitas konstruk, yaitu untuk mengetahui sejauh mana seluruh item nya memang mengukur konstruk yang didefinisikan atau atribut yang hendak diukur, sekali gus juga untuk mengetahui item mana yang mampu menghasilkan informasi paling maksimal mengenai atribut yang diukur. Pada langkah ini akan dilakukan Analisis Faktor Konfirmatorik (CFA) terhadap setiap konstruk atau atribut. Khusus untuk variabel prestasi matematika dan IPA tidak diperlukan lagi uji validitas konstruk karena dari laporan TIMSS telah tersedia data dalam bentuk Scaled Scores atau True Scores. Data ini tersedia baik pada 20

tingkat mata pelajaran (matematika atau IPA) maupun pada tingkat masing-masing komponen/ domain nya. 4. Mengkonstruksi sebuah model teoretis dengan menggunakan variabel yang terpilih melalui langkah ke dua dan ke tiga di atas. Dalam hal ini, arah hubungan kausal serta struktur hubungan (langsung atau tak langsung) ditentukan berdasarkan teori dan hasil penelitian serta logis tidaknya struktur hubungan yang akan disusun. Dalam hal ini, yang dijadikan outcome variables nya adalah prestasi matematika atau IPA. 5. Model teoretis hasil langkah 4 di atas akan dijadikan titik tolak untuk menemukan satu atau beberapa model yang fit dengan data tetapi tetap memenuhi kriteria pada langkah ke 4 tersebut. Dalam hal ini akan digunakan teknik Analysis of Covariance Structure with Latent Variables (dikenal juga dengan sebutan Structural Equation Modeling ). Bila diperlukan, akan dilakukan pula analisis dengan menyertakan Mean Structure sekaligus, terutama jika ada hipotesis yang berkaitan dengan perbedaan antar kelompok dalam hal Mean dari variabel latent. 6. Jika telah diperoleh model teoretis yang dianggap fit dengan data, maka model tersebut akan diuji kembali tetapi dengan menggunakan prestasi siswa pada setiap komponen dari matematika (Aljabar, Geometri, Data dan Angka) sebagai outcome variable nya. Begitu pula halnya dengan prestasi IPA yang komponennya terdiri dari Biologi, Geografi, dan Fisika. Analisis serupa juga akan dilakukan terhadap prestasi siswa ditinjau dari aspek kognitifnya, yang dalam hal ini adalah knowing, applying, dan reasoning. Seluruh langkah analisis di atas akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak LISREL versi 8.8 (Joreskog dan Sorbom, 2008), namun jika 21

dimungkinkan akan digunakan perangkat lunak yang lebih powerful, komprehensif dan terintegrasi yaitu MPLUS versi 5.2 (Muthen, 2009). E. Model Teoretis Awal Seperti telah disebutkan sebelumnya, dalam penelitian ini akan diuji berbagai model teoretis tentang bagaimana ketiga kelompok variabel (persona, instructional, dan environmental) berpengaruh (secara langsung dan tidak langsung) terhadap prestasi belajar. Artinya, penelitian ini merupakan usaha untuk menemukan satu atau beberapa model tentang struktur hubungan antar ketiga kelompok variabel tersebut dalam hanghasilkan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Dengan kata lain, penelitian ini sebenarnya lebih bernuansa eksploratorik dari pada konfirmatorik, meskipun pada setiap langkahnya dilakukan analisis yang bersifat konfirmatorik yaitu menguji hipotesis apakah suatu model teoretis tentang struktur hubungan antar variabel tersebut sesuai (fit) dengan data yang ada. Sebagai langkah awal dari proses eksploratorik ini, peneliti akan memulai dari sebuah model struktural yang diramu berdasarkan analisis pendahuluan dan dikombinasikan dengan teori yang sudah dibahas di atas. Dalam hal ini ada sebanyak 66 variabel (17 variabel personal + 34 variabel instruksional + 15 variabel environmental) yang dijadikan variabel indikator untuk membangun/ merumuskan model teoritis secara kausal mengenai bervariasinya prestasi matematika. Sebagai hasilnya, diperoleh model awal yang akan diuji dalam penelitian ini, di mana terdapat 24 variabel (10 variabel personal, 6 variabel instruksional, dan 8 variabel environmental) yang dihipotesiskan sebagai determinan prestasi matematika. Adapun struktur hubungan kausal yang diteorikan adalah seperti terlihat pada Gambar-2 berikut. 22

Gambar-2: Model Awal Untuk Prestasi Matematika Selanjutnya, model awal untuk prestasi IPA sebenarnya diteorikan tak terlalu berbeda dengan model untuk matematika. Namun pada analisis pendahuluan ditemukan bahwa tak satupun dari 46 variabel environmental yang memiliki koefisien regresi signifikan terhadap prestasi IPA. Ada kemungkinan guru IPA dan Kepala sekolah kurang serius dalam menjawab butir-butir kuesioner, atau karena isi kuesioner yang sulit dipahami. Selain itu, pada kuesioner guru terdapat 4 responden untuk setiap item bagi variabel instruksional yaitu guru Fisika, Biologi, Kimia, dan Geografi. Oleh sebab itu, sebagai hasilnya, diperoleh model awal yang hanya menyertakan variabel personal dan instruksional (itupun jumlahnya lebih sedikit dibanding hal yang sama pada model untuk matematika), seperti pada Gambar-3 di bawah ini. Sebenarnya dapat diuji model yang sama tetapi dibuat secara terpisah, masing-masing untuk Fisika, Kimia, Biologi, dan Geografi, mengingat akan bertambah banyaknya model yang harus diuji maka penulis memutuskan untuk menganalisis satu mudel saja sebagai bentuk gabungannya. 23

Gambar-3: Model Awal Untuk Prestasi IPA 24

IV. HASIL PENELITIAN A. Model prestasi Matematika Adapun model yang diperoleh untuk prestasi matematika adalah seperti pada gambar 4, 5, 6, dan 7 untuk masing-masing empat analisis yang telah disebutkan pada bagian terdahulu. Dalam hal ini, model dinyatakan fit jika RMSEA yang lebih kecil dari 0.03. Hal ini dilakukan karena dengan sample melebihi 3000 sulit untuk mendapatkan nilai Chi-Square dengan p > 0.05. Pada gambar-gambar tersebut, variabel indikator tidak ditampilkan agar dapat lebih mudah dalam melihat hasil. Gambar-4: Model Dengan TIMSS Scaled Score Sebagai Variabel Prestasi Matematika 25

Gambar-5: Model Dengan Content Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi Matematika Gambar-6: Model Dengan Cognitive Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi Matematika 26

Gambar-7: Model Dengan Mathematics Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi Matematika Adapun rangkuman temuan dari hasil analisis ini adalah sebagai berikut: Pertama, tingkat pendidikan orang tua secara konsisten mempengaruhi tingkat sosial ekonomi keluarga, dukungan terhadap sekolah, sikap anak terhadap matematika, self efficacy anak terhadap matematika, persepsi anak tentang pentingnya matematika dan penggunaan computer untuk berbagai hal. Tingkat pendidikan orang tua tidak berpengaruh langsung kepada prestasi belajar melainkan melalui beberapa variabel tersebut. Kedua, ada keterkaitan antara gender siswa dengan sikap terhadap matematika, membaca buku untuk kesenangan, dan kegiatan berolahraga. Dalam hal ini anak perempuan lebih banyak membaca untuk kesenangan (komik, cerita, dll) dan lebih menyukai matematika sedangkan anak laki laki lebih banyak dalam hal melakukan kegiatan berolah raga. 27

Ketiga, tingkat sosial ekonomi keluarga sangat bertpengaruh kepada aktivitas anak (pengunaan computer, membaca buku yang disenangi, berolahraga, dan bekerja untuk income) yang kesemua aktivitas ini berpengaruh pada banyaknya penggunaan waktu luang. Namun, penggunaan waktu luang ternyata tidak berpengaruh kepada variabel-variabel lain sepeti sikap dsb, kecuali terhadap banyak sedikitnya waktu yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Keempat, persepsi siswa mengenai penting tidaknya matematika terutama bagi masa depannya ternyata secara konsisten berpengaruh terhadap sikap siswa maupun self efficacy mereka terhadap matematika, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap prestasi matematika. Kelima, metode mengajar (ceramah, diskusi, kelompok kecil dsb) mempengaruhi isi Pekerjaan Rumah serta frekuensi penelaahannya di kelas. Metode mengajar juga mempengaruhi bentuk tes yang digunakan tetapi tidak berpengaruh langsung kepada prestasi matematika (kecuali pada analisis di mana matematika diukur pada aspek kemampuan kognitif saja). Justru isi PR dan bentuk tes yang digunakan ternyata berpengaruh langsung terhadap prestasi matematika (meskipun tidak pada semua model yang dianalisis). Ke-enam, banyaknya latihan yang diberikan di kelas berpengaruh kepada sikap terhadap matematika dan tidak berdampak langsung kepada prestasi. Sedangkan sikap menyenangi matematika, secara konsisten tidak ada pengaruhnya secara langung terhadap prestasi matematika. Pengaruh sikap terdadap prestasi hanya melalui self efficacy. Artinya, menyenangi matematika tidak akan berdampak pada prestasi kecuali jika sikap menyenangi itu dapat menimbulkan keyakinan akan berhasil di bidang matematika (self efficacy). Ketujuh, hal yang secara konsisten berpengaruh langung terhadap prestasi matematika adalah hambatan yang terkait dengan kualitas guru di sekolah. Pada sekolah sekolah yang mengeluhkan tentang adanya hambatan belajar 28

yang terkait dengan kualitas guru, prestasi matematika siswanya memang cenderung lebih rendah. Sedangkan yang berpengaruh langsung terhadap prestasi tetapi ditemukan hanya pada dua model adalah self efficacy, metode mengajar, dan isi PR. Yang ditemukan pengaruhnya tapi hanya pada satu model ialah banyaknya PR dan bentuk tes yang digunakan. Kedelapan, latar belakang pendidikan matematika pada guru (dalam hal ini lulusan pendidikan matematika ) secara konsisten hanya berpengaruh terhadap penggunaan bentuk tes, dan penelaahan PR. Guru yang berlatar belakang pendidikan matmatika lebih jarang memberikan tes yang menuntut siswa untuk mengingat prosedur, menemukan pola hubungan, dan memberikan justifikasi. Hanya pada satu dari empat analisis, latar belakang pendidikan ini mempengaruhi metode mengajar yang diterapkan. Tidak ada pengaruh langsung dari latar belakang pendidikan matematika guru terhadap prestasi belajar. Ke-sembilan, ada satu hal yang menarik yang secara konsisten ditemukan dalam penelitian ini, yaitu tingkat sosial ekonomi keluarga ternyata hanya dapat berpengaruh secara tidak langsung kepada prestasi matematika melalui tingkat dukungan orangtua terhadap sekolah yang pada gilirannya dapat mengurangi hambatan yang terkait dengan kualitas guru sehingga akhirnya terkait juga dengan prestasi matematika siswa. Artinya, tingkat SES keluarga siswa dapat mempengaruhi tingkat prestasi para siswa di sekolah hanya jika para orang tua lebih banyak terlibat dalam aktifitas sekolah khususnya dalam penggalangan dana. B. Model prestasi IPA Adapun model yang ditemukan fit dengan data adalah seperti pada Gambar-8, 9, 10, dan 11, masing-masing untuk scaled-scores IPA, latent variable IPA dengan komponen isinya sebagai indikator, latent variable IPA dengan aspek kognitif sebagai indikator, dan latent variable IPA dengan keseluruhannya 29

sebagai indikator. Hanya garis panah dengan koefisien yang signifikan ditampilkan pada gambar. Gambar-8: Model Dengan TIMSS Scaled Score Sebagai Variabel Prestasi IPA Gambar-9: Model Dengan Content Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi IPA 30

Gambar-10: Model Dengan Cognitive Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi IPA Gambar-11: Model Dengan Science Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi IPA 31

Rangkuman hasil temuannya adalah sebagai berikut: 1. Yang berdampak langsung kepada prestasi IPA adalah variabel self efficacy (meskipun tak pada semua analisis kecuali untuk Geografi), sikap terhadap Fisika, isi PR, metode mengajar (2 dari 4 analisis), sikap terhadap Biologi (2 dari 4), dan sikap terhadap Kimia dan Geografi (1 dari 4). Hasil ini menunjukkan pola yang sama dengan model prestasi matematika kecuali bahwa sikap menyenangi pelajaran terutama Fisika ternyata berdampak langsung kepada prestasi. 2. Sikap terhadap pelajaran mempengaruhi self efficacy terhadap mata pelajaran yang sama (masing-masing untuk Geografi, Biologi, Kimia, dan Fisika) tetapi tidak semuanya berlanjut kepada dampak self efficacy terhadap prestasi IPA (kecuali pada Geografi). 3. Juga seperti pada matematika, persepsi siswa tentang penting tidaknya IPA secara masing-masing (Geografi, Biologi, Kimia dan Fisika) mempengaruhi sikap terhadap pelajaran yang bersangkutan. Tetapi berbeda dengan matematika, di sini tak ada pengaruh langsung dari persepsi penting tersebut terhadap self efficacy pada mata pelajaran yang bersangkutan. Ini berarti bahwa kebijakan atau intervensi yang dapat menumbuhkan persepsi bahwa mata pelajaran itu penting, tampaknya akan lebih efektif dalam mempengaruhi prestasi pada matematika daripada IPA. 4. Seperti pada matematika, Metode mengajar mempengaruhi isi PR dan penggunaan tes. Yang berbeda adalah bahwa pada IPA metode mengajar ternyata dapat mempengaruhi sikap meskipun hanya terjadi pada Biologi dan Kimia (itupun hanya 1 dari 4 analisis). 32

5. Aspirasi siswa tentang pendidikan berpengaruh langsung kepada persepsi bahwa pelajaran IPA itu penting bagi masa depannya. Makin tinggi harapan siswa tentang tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, makin penting pelajaran IPA dirasakannya. 6. Hal sangat menarik dan tak terjadi pada matematika ialah adanya dampak yang konsisten (pada semua analisis) dari banyaknya penggunaan waktu luang untuk nonton TV dan main Game atas sikap terhadap pelajaran IPA. Dalam hal ini, makin banyak nonton TV/ main Game, makin tidak suka kepada pelajaran IPA. 7. Berbeda dengan matematika, komposisi kelas yang heterogen dari segi abiliti maupun SES selain mempengaruhi metode mengajar, juga mempengaruhi sikap terhadap sekolah. 33

V. REKOMENDASI 1. Tampak ada jalur yang konsisten (meskipun pada matematika tanpa variabel aspirasi ) yang berasal dari aspirasi menuju persepsi tentang pentingnya suatu pelajaran yang terus menuju sikap terhadap mata pelajaran dan kemudian terus ke self efficacy terhadap mata pelajaran dan akhirnya ke prestasi belajar. Pada data matematika terdapat jalur dari variabel pendidikan orang tua ke penting. Jadi dapat diteorikan bahwa jalur teoretisnya adalah: tingkat pendidikan orang tua aspirasi penting sikap efficacy prestasi. Ini berarti bahwa intervensi paling efektif untuk meningkatkan prestasi adalah berbagai kegiatan untuk meningkatkan self efficacy terhadap pelajaran karena merupakan dampak langsung, sedangkan intervensi untuk sikap dan aspirasi baru efektif jika kondisi tertentu terpenuhi (diantaranya jika menimbulkan self efficacy). 2. Isi PR juga sangat menentukan prestasi, yang dalam hal ini untuk IPA adalah banyak memberikan PR berisi tugas investigasi dan mengumpulkan data, berisi aplikasi dari isi yang dibahas, dan membuat laporan, sedangkan untuk matematika isi PR yang dianjurkan adalah pemecahan masalah, mengumpulkan data dan membuat laporan, serta tugas mengaplikasikan hal yang dibahas. 3. Untuk matematika dianjurkan menggunakan bentuk soal yang menuntut siswa menemukan pola hubungan dan menjelaskan atau memberi justifikasi, serta soal yang menuntut untuk mengingat prosedur. Sedangkan untuk IPA adalah pentingnya soal yang menuntut aplikasi dan seringnya tes itu diberikan. 34