Kebijakan Energi dan Implementasinya Tinjauan dari Sisii Ketahanan Energi Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010
Kerangka Presentasi Konsep Ketahanan Energi Crash Program I: Percepatan Pembangunan PLTU Batubara Pengalihan Penggunaan Minyak Tanah ke LPG Penutup
KONSEP KETAHANAN ENERGI
CRASH PROGRAM I PERCEPATAN PEMBANGUNAN PLTU BATUBARA
Latar Belakang Ketergantungan sektor listrik terhadap BBM Melonjaknya subsidi energi Meningkatnya beban finansial PLN Upaya meningkatkan rasio elektrifikasi i
Target Energi Primer untuk Pembangkitan Kerangka Kebijakan 1. Perpres 5/2006 Kebijakan Energi Nasional Penambahan Kapasitas pada Crash Program I 2. Rencana Umum Ketenagalistrikan: porsi batubara untuk listrik meningkat dari 46% (2006) menjadi 71% (2010) a) Perpres 71/2006: Penugasan Kepada PT PLN (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang Menggunakan Batubara b) Perpres 72/2006: Tim Koordinasi i Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 3. Perpres 91/2006: Pemberian Jaminan Pemerintah Untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara
Energy Security and Sustainable Development (1) Availability Ekonomi Sosial Lingkungan Kredit ekspor yang dijanjikan dari China tidak tersedia pada waktu yang dijadwalkan. d Dana yang dikeluarkan PLN lebih besar dari rencana, kas operasional tersedot. Pemerintah mengerahkan Bank BUMN untuk ikut mendanai investasi ini Kesulitan dana dan kenaikan biaya proyek antara 2007-2008 menghambat pengadaan barang Terbatasnya dana dan tenggat waktu berpengaruh terhadap kualitas dan kinerja pembangkit Stabilitas pasokan batubara belum pasti: Para pemasok lebih memilih mengekspor batubara, karena harga lebih tinggi Batubara kalori rendah juga diminati oleh pasar ekspor Hambatan pembebasan lahan di beberapa proyek. Proyek ini diharapkan meningkatkan jaminan ketersediaan listrik masyarakat. Namun hingga 2010, baru PLTU Labuan yang beroperasi. Peningkatan produksi batubara berdampak pada lingkungan, mengubah areal tutupan hutan, menambah emisi CO2 dari kegiatan pertambangan Komitmen pasokan batubara rentan terhadap kondisi cuaca. Perubahan Iklim meningkatkan resiko dampak cuaca ekstrim.
Energy Security and Sustainable Development (2) Accessibility Ekonomi Sosial Lingkungan Pembangunan proyek tidak Di tingkat lokal, l transportasi Transportasi batubara b di diiringi kesiapan infrastruktur dan kejelasan pihak yang bertanggung jawab mengatasi kendala ini. Proyek menambah beban b bagi infrastruktur publik batubara menimbulkan masalah: gangguan kesehatan, kerusakan jalan dan jembatan, memperparah kelangkaan BBM karena truk batubara b menggunakan BBM daerah penghasil melalui sungai, pengiriman pasokan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan cuaca. Perubahan Iklim yang ada. bersubsidi, kemacetan, dll meningkatkan resiko dampak cuaca ekstrim Lokasi batubara di luar Jawa sementara lokasi PLTU di Jawa, Kebijakan tidak proporsional: proyek sangat terfokus di Jawa, Penambahan infrastruktur pelabuhan di pulau Jawa menambah biaya padahal kebutuhan pembangkitan dan peningkatan rasio terhambat kondisi alam dan karakateristik garis pantai elektrifikasi di Luar Jawa juga besar Ekspansi dan penguatan n jaringan n Akses s melintasi area (right of Keluhan gangguan n kesehatan transmisi dan distribusi untuk mengalirkan tambahan kapasitas ini memerlukan investasi besar way) untuk ekspansi jaringan transmisi dan distribusi menjadi tantangan besar, terutama di daerah padat penduduk dari sebagian penduduk yang tinggal di bawah bentangan jaringan listrik tegangan tinggi
Energy Security and Sustainable Development (3) Affordability Ekonomi Sosial Lingkungan Crash program justru menambah beban keuangan PLN. Sebagian uang PLN terserap untuk operasional proyek, mengganggu pos rutin dan berpotensi menurunkan kinerja sistem kelistrikan. Investor tidak tertarik mendanai proyek di luar Jawa yang relatif lebih mahal Jaminan pemerintah dalam PP 91/2007 meningkatkan resiko fiskal Kekurangan subsidi yang dikompensasi kenaikan TDL tahun ini sudah memperhitungkan masuknya 2.700-3.000 MW dari crash program I. Maka mundurnya penyelesaian crash program berpotensi meningkatkan subsidi listrik. Kegiatan di hulu (tambang dan pembangkit) diharapkan menciptakan kesempatan kerja dan daya mampu masyarakat lokal Eksploitasi batubara dan pemilihan teknologi pembangkitan listrik dari batubara dianggap pilihan termurah saat ini. dan daya mampu masyarakat lokal. batubara dianggap pilihan Daerah penghasil batubara justru memiliki IPM rendah Potensi kerugian masyarakat bila kualitas pembangkit di Crash Program I ternyata rendah, kinerja sistem memburuk, menambah biaya baru bagi masyarakat Potensi biaya tambahan yang signifikan untuk mitigasi dan penanganan lingkungan
Energy Security and Sustainable Development (4) Acceptability Ekonomi Sosial Lingkungan Crash program diharapkan meningkatkan kehandalan pasokan listrik dan kinerja sisitem kelistrikan, sehingga meningkatkan pula kinerja sektor industry dan investasi. Namun, hal tersebut belum tterlihat hingga saat ini karena molornya target penyelesaian Sebagian masyarakat sekitar proyek meminta ganti rugi atas pencemaran udara dan rusaknya rumah serta jalan umum mereka selama pembangunan proyek. Pemilihan teknologi pada Crash Program I berdampak jangka panjang: penambahan emisi GHG, dampak kesehatan, kerusakan lingkungan, dan beban bagi upaya mencapai green economy yang dicanangkan pemerintah. Belum ada informasi cukup dan dukungan sistematis bagi masyarakat untuk mengantisipasi eksternalitas negatif dari eksploitasi batubara dan pengoperasian PLTU batu bara.
Governance Perspective Institutional arrangement Decision making process Decision implementation Perencanaan dan pelaksanaan proyek tidak melibatkan beberapa departemen dalam Tim Koordinasi, misalnya Dep. Perhubungan, Dep. Kehutanan, dan KLH Ketidaksinkronan peraturan dapat menghambat kinerja proyek, misalnya tumpang tindih lahan antara kehutanan dengan pertambangan berpotensi menghambat rencana pengembangan pasokan batubara Proyek ditangani oleh GM sehingga efektivitas manajemen kurang. Saat ini, PLN sudah menunjuk kepala proyek untuk bertanggung jawab Kurang transparan, tanpa melibatkan stakeholder lain dan tanpa informasi cukup pada masyarakat Perubahan kebijakan yang signifikan, namun perencanaan kurang memadai dari segi kecukupan k dana, pasokan batubara, dan infrastruktur Ketidaksiapan implementasi: tenggat t waktu pendek, tidak tampak upaya peningkatan kapasitas internal PLN untuk menangani pembangunan dan pengoperasian pembangkit baru semasif sif ini, tugas tim koordinasi interdep per tahun Kelambatan realisasi proyek mengakibatkan upaya pengurangan ketergantungan terhadap BBM belum berhasil P k d l h G Pemilihan teknologi hanya Sementara Crash Program I berbasis pada pertimbangan masih berjalan lambat dan ekonomi (yang paling murah). dana belum memadai, Kurang mempertimbangkan Pemerintah telah implikasi dan antisipasi masa mencanangkan Crash Program depan, misal kenaikan k harga batubara dan pembatasan emisi II. Potensi mengulangi kesalahan.
Tujuan dan Capaian Crash program I ditargetkan selesai 2010/2011, namun kini diperkirakan baru akan selesai pada 2014. Akibatnya, tujuan utama mengurangi beban subsidi energi belum terealisasi. Keterlambatan juga meningkatkan biaya proyek. Bertujuan mengurangi konsumsi BBM, tapi meningkatkan ketergantungan pada batubara Peningkatan resiko fiskal anggaran negara karena adanya jaminan pemerintah atas proyek. Mitigasi resiko tergantung kinerja IIP. Perencanaan sektor listrik tidak konsisten, memudahkan intervensi Tujuan peningkatan kesejahteraan tidak tercapai karena lokasi pembangkit di Jawa, sementara di luar Jawa lebih membutuhkan Menghambat kontribusi Indonesia dalam penanggulangan perubahan iklim
PENGALIHAN PENGGUNAAN MINYAK TANAH KE LPG
Program dan Capaiannya Tujuan: Diversifikasi pasokan energi dan mengurangi ketergantungan terhadap BBM Mengurangi penyalahgunaan mitan bersubsidi Efisiensi anggaran pemerintah (subsidi LPG < subsidi mitan) Menyediakan bahan bakar yang praktis, bersih dan efisien i untuk rumah tangga dan usaha mikro Kegiatan Tahun Distribusi Paket Perdana (Juta) Volume LPG (ribu ton) Penarikan Minyak Tanah (ribu kilometer) Penghematan subsidi (Rp Triliun) Biaya Paket Konversi (Rp Triliun) Penghematan netto (Rp Triliun) 2007 3,976 33 121 0.6 0.8-0.2 2008 15,078 592 2,116 9.15 3.62 5.53 2009 24,355 1,840 5,402 12.79 5.87 6.92 2010 1,265 1,328 3,677 7.41 0.33 7.08 Jumlah hingga 30 Juni 2010 44,674 3,793 11,317 29.95 10.62 19.33 Target 2010 9,395 3,002 6,173 16.06 2.43 13.63 Sumber: Pertamina
Ketahanan Energi? Availability: E: pelaksanaan bertahap, fluktuasi ketersediaan pasokan S: tindakan pengoplosan mengurangi alokasi LPG 3kg di lapangan Accessibility: E: distribusi terpantau hingga agen, selebihnya tanpa pengawasan S: belum mencapai semua pengguna mitan yang berhak Affordability: E: paket awal gratis, penggantian tabung, kompor dan aksesoris menjadi tanggungjawabn ab pengguna na S: pembelian eceran terkecil lebih mahal dibanding mitan Acceptability: E: Dari sisi energi, LPG lebih irit dan bersih. S: Kecelakaan akibat rendahnya kualitas peralatan, terbatasnya pengetahuan konsumen, dan kecurangan pengoplos mengakibatkan korban jiwa, luka permanen, dan kerugian jangka panjang.
Peran Institusi
PENUTUP Banyak kebijakan energi bersifat strategis, dan cenderung kompleks. Implementasi e yang instan dan bertarget tinggi berpotensi menimbulkan dampak negatif besar. Meskipun target mengurangi beban anggaran dapat dicapai, namun kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan mahal nilainya. Kredibilitas pembuat kebijakan dan pelaksananya dirugikan pula.