1 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan sosial dan religi masyarakat Tionghoa dipengaruhi oleh prinsip hidup kekeluargaan. Hidup kekeluargaan menempatkan pentingnya hubungan yang erat antara orang tua dengan anaknya. Hubungan itu terjalin sejak orang tua masih hidup sampai dengan orang tua telah meninggal. Keterpisahan anak dari orang tuanya karena kematian jasmani dapat terjalin kembali jika anak senantiasa menyembahyangi orang tuanya yang telah meninggal. Maka hubungan di antara keduanya akan tetap ada secara rohani. Hidup kekeluargaan yang dimiliki orang Tionghoa, juga memberikan tempat yang penting bagi peranan leluhur dari mana orang tua berasal. 1 Sehingga seorang anak harus memelihara hubungan yang erat juga dengan leluhur mereka. Dengan menyembahyangi leluhur dan orang tua yang telah meninggal maka anak akan menerima berkat dan keselamatan dari mereka. Anak yang berlaku demikian akan disebut anak yang U Hau (berbakti), sehingga mereka berada dalam keadaan yang tsun-tse (dalam kesempurnaan hidup). 2 Bentuk hidup kekeluargaan yang ada pada masyarakat Tionghoa sangat dipengaruhi oleh ajaran Confusius. Confusius adalah guru besar yang dihormati dan dihargai oleh masyarakat Tionghoa. Beliau banyak mengajarkan mengenai tatasusila dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Keseluruhan ajaran tatasusila Confusius didasarkan pada ajaran tentang Hau (bakti). Sikap berbakti paling utama harus diterapkan dalam kehidupan berkeluarga. Karena sikap bakti tersebut akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan masyarakat dan negara. Pengaruhnya adalah orang-orang yang 1 Chris Hartono, Ketionghoaan dan Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. p. 58. (Hartono, Ketionghoan). 2 Chris Hartono, Orang Tionghoa dan Pekabaran Injil. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen. p. 13-14. (Hartono, Orang Tionghoa).
2 menjadi bagian dari masyarakat dan duduk di pemerintahan pun akan menjalankan tanggungjawab dan perananan mereka dengan penuh bakti (Hau). Dengan demikian akan tercipta kehidupan yang harmonis, selaras di keluarga, masyarakat dan negara. Sampai saat ini cara hidup kekeluargaan di masyarakat Tionghoa masih terus dilestarikan. Salah satunya tampak melalui pelaksanaan tradisi Sembahyang Tsing Bing oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia. Tradisi itu juga masih dilestarikan oleh orang Tionghoa yang telah menjadi Kristen. 3 Pada hakikatnya tradisi Sembahyang Tsing Bing diadakan untuk memperingati kematian leluhur, orangtua atau kerabat dekat. Tradisi itu dilakukan setahun sekali di area pemakaman. Setiap anggota keluarga yang tinggal berjauhan atau dekat akan berkumpul dan pergi bersama ke pemakaman. Pada umumnya kegiatan yang dilakukan adalah berdoa, menabur bunga, memperbaiki kondisi makam, mengirimkan makanan dan uang dari kertas, mengirimkan rumah-rumahan dan mobilmobilan dari karton, memberi hormat (soja atau pai). Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan salah satu bagian dari perwujutan sikap berbakti (U Hau) anak kepada leluhur, orang tua, atau kerabat dekat yang telah meninggal. Walaupun sudah menjadi tradisi Tionghoa yang umum dilaksanakan di kalangan orang Tionghoa Indonesia, namun pelaksanaan Sembahyang Tsing Bing masih menjadi sesuatu hal yang kontroversial bagi kehidupan iman orang Tionghoa yang telah menjadi Kristen, khususnya yang Kristen Protestan. Dalam ajaran Kristen Protestan, berdoa dan mengirimkan sesuatu (misalnya makanan) kepada orang yang telah meninggal dapat dianggap sebagai tindakan menyembah berhala. Hal tersebut merupakan dosa sehingga orang Kristen tidak boleh melakukan tindakan tersebut. Hal kontroversial lainnya yang timbul adalah jika orang Kristen Tionghoa masih mempunyai kerabat yang bukan Kristen (misalnya Konghucu) dan masih memelihara tradisi Tionghoa. Orang Kristen Tionghoa akan mengalami dilema dalam menentukan sikap ketika ada anggota keluarganya yang melakukan penghormatan, sembahyang atau pengiriman barang-barang untuk yang telah meninggal. Dilematis yang terjadi adalah: di satu pihak orang Kristen harus setia pada 3 Pendapat ini berdasarkan hasil penelitian Penulis melalui penyebaran pra kuesioner kepada Jemaat Tionghoa GKI, salah satunya adalah GKI Darmo Satelit, Jawa-Timur. Untuk tahap selanjutnya, Penulis akan memilih jemaat Tionghoa di GKI Darmo Satelit sebagai Responden Penulis dalam penelitian.
3 kepercayaan imannya, di pihak lain sebagai orang Tionghoa mereka harus menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dalam tradisi Tionghoa. Bagaimana orang Kristen Tionghoa harus bersikap terhadap pelaksanaan Sembahyang Tsing Bing yang mereka lakukan? Hal tersebut yang akan Penulis tampilkan dalam rumusan masalah. A.2. Rumusan Masalah. Berangkat dari latar belakang permasalahan yang telah diungkapkan Penulis, maka ada beberapa pertanyaan yang akan diangkat Penulis menjadi pokok-pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimana pengaruh ajaran Hau terhadap kehidupan keluarga Kristen Tionghoa yang masih melaksanakan Sembahyang Tsing Bing? 2. Bagaimana pelaksanaan Sembahyang Tsing Bing yang dilakukan oleh orang Kristen Tionghoa? (apakah masih mengikuti tata cara tradisi Tionghoa/sudah disesuaikan dengan agama Kristen) 3. Bagaimana pemahaman dan penghayatan orang Kristen Tionghoa terhadap pelaksanaan Sembahyang Tsing Bing? B. Alasan Pemilihan Judul. B.1. Rumusan Judul. Berangkat dari permasalahan yang diuraikan di atas, maka skripsi ini akan diberi judul: PENGARUH AJARAN HAU CONFUSIUS TERHADAP PELAKSANAAN TRADISI SEMBAHYANG TSING BING (Tinjauan Teologis Terhadap Pelaksanaan Sembahyang Tsing Bing Di GKI Darmo Satelit) B.2. Alasan Pemilihan Judul. Rumusan Judul dipilih oleh Penulis atas dasar beberapa hal, sebagai berikut: 1. Judul tersebut memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca mengenai isi skripsi ini serta mengundang keingintahuan mereka tentang ajaran Hau Confusius dan Sembahyang Tsing Bing.
4 2. Topik yang dibahas masih relevan untuk kehidupan orang Kristen Tionghoa, khususnya bagi anggota jemaat di GKI Darmo Satelit yang masih melaksanakan tradisi Sembahyang Tsing Bing. 3. Pembahasan mengenai ajaran Hau dan Sembahyang Tsing Bing dapat menolong anggota jemaat Kristen Tionghoa dalam menyikapi tradisi tersebut secara kristiani. C. Metodologi. C.1. Metode Pembahasan. Penulis akan menggunakan metode deskriptif-analitis. Deskriptif berarti bahwa Skripsi ini merupakan uraian dari data-data yang telah dikumpulkan. Analitis berarti menganalisa data-data dan melakukan penafsiran atas data-data tersebut. Dalam mendeskripsikan dan menganalisa data-data di lapangan, penulis akan menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga diperoleh pemahaman dan penghayatan anggota jemaat terhadap pelaksanaan tradisi sembahyang Tsing Bing. C.2. Metode Pengumpulan Bahan : a. Lapangan. Penulis akan mengadakan penelitian di lapangan dengan cara memilih sampel secara acak. Untuk selanjutnya Penulis memilih anggota jemaat Tionghoa di GKI Darmo Satelit, Jawa-Timur sebagai sampel penelitian. Adapun perangkat penelitian yang digunakan Penulis yaitu kuesioner, wawancara dan pengamatan pelaksanaan sembahyang Tsing Bing. Alasan dipilihnya anggota jemaat Tionghoa di GKI Darmo Satelit sebagai sampel penelitian karena masih ada sekelompok jemaat yang melaksanakan dan melestarikan tradisi Sembahyang Tsing Bing. Dalam memilih responden di GKI Darmo Satelit, Penulis menetapkan beberapa kriteria sebagai penentu kualitas responden, yaitu: Pertama, responden tersebut beretnis Tionghoa. Ke dua, responden tersebut masih menjalankan tradisi sembahyang Tsing Bing. Ke tiga, responden tersebut berstatus sebagai anggota Jemaat/Majelis Jemaat/pengurus komisi. Ke empat, responden tersebut tidak beragama Kristen Protestan
5 sejak lahir (tapi beragama Konghucu atau Budha atau Katolik) dan masih memiliki kerabat yang tidak beragama Kristen. Hal itu diperlukan untuk melihat bagaimana pengaruh agama Tionghoa terhadap kehidupan iman responden. b. Pustaka. Penulis akan menggunakan studi literatur untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh di lapangan. D. Sistematika Pembahasan Bab I : Pendahuluan. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Permasalahan. Pada bagian ini akan dideskripsikan secara singkat mengenai hal-hal yang menjadi latar belakang diangkatnya permasalahan. A.2. Rumusan Masalah. Bagian ini memuat beberapa pokok-pokok permasalahan yang akan dikaji oleh Penulis sebagai tujuan dari penulisan Skripsi ini. B. Alasan Pemilihan Judul. B.1. Rumusan Judul. Bagian ini menuliskan secara ringkas intisari dari keseluruhan penulisan yang akan dikaji Penulis. B.2. Alasan Pemilihan Judul. Bagian ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi tujuan Penulis membuat rumusan judul. C. Metodologi. Bagian ini akan menjelaskan cara yang digunakan oleh Penulis dalam menyusun penulisan maupun menganasis data-data yang ada. Adapun metodologi yang digunakan, yaitu: C.1. Metode Pembahasan : a. Deskriptif. b. Analitis. C.2. Metode Pengumpulan Bahan : a. Pustaka.
6 b. Lapangan. Bab II : PENGARUH AJARAN HAU TERHADAP PELAKSANAAN SEMBAHYANG TSING BING Bab ini akan mengulas secara teoris ajaran mengenai Hau dan bagaimana pengaruhnya terhadap pelaksanaan Sembahyang Tsing Bing secara teoritis maupun praktis. Bab III : PELAKSANAAN SEMBAHYANG TSING BING OLEH ANGGOTA JEMAAT TIONGHOA DI GKI DARMO SATELIT Bab ini akan menguraikan data-data yang telah didapatkan di lapangan mengenai pelaksanaan Sembahyang Tsing Bing yang dilakukan oleh orang Kristen Tionghoa di GKI Darmo Satelit. Data tersebut kemudian akan dideskripsikan sehingga didapatkan gambaran mengenai pengaruh ajaran Hau terhadap pelaksanaan, penghayatan dan pemahaman Sembahyang Tsing Bing yang dilakukan oleh anggota jemaat Tionghoa di GKI Darmo Satelit. Bab IV : TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENERAPAN AJARAN HAU DALAM PELAKSANAAN SEMBAHYANG TSING BING Bab ini akan memberikan tinjauan secara teologis mengenai sikap hormat kepada orang tua yang masih hidup maupun yang telah meningal serta tinjauan teologis terhadap kehidupan keluarga dalam kekristenan. Bab V : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan isi skripsi serta saran untuk kehidupan bergereja orang Kristen Tionghoa yang masih melaksanakan Ajaran Hau dan tradisi Sembahyang Tsing Bing.