Disusun Oleh : Hafid Alifi W Siti Fatimah Rima Ayu Aji Pratiwi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung mencerminkan arah

BAB I PENDAHULUAN. input yang ditetapkan. Untuk mengukur kinerja keuangan. Belanja Daerah. Di dalam Kepmendagri tersebut dalam pembagian struktur APBD

Kajian Analisis Standar Belanja Pemerintah Kota Batu. DEWI NOOR FATIKHAH R Universitas Brawijaya Malang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Standar Belanja (ASB) sudah diperkenalkan pertama kali kepada

DEPARTEMEN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

PENYUSUNAN ANALISIS STANDAR BELANJA MELALUI PENDEKATAN REGRESI SEDERHANA DALAM MENYUSUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

PENDAHULUAN. Indonesia sejak orde lama sampai sekarang telah menerapkan beberapa

ANALISIS STANDAR BELANJA UNTUK PENYUSUNAN RKA-APBD KEGIATAN PENYEDIAAN BAHAN BACAAN (Studi pada SKPD di Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015)

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 77 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS STANDAR BELANJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN,

ANALISIS STANDAR BELANJA: ASB Kota Tanjungbalai

BAB I PENDAHULUAN. pusat untuk mengatur pemerintahannnya sendiri. Kewenangan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. publik, anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

OPTIMALISASI PERAN ANALISA STANDAR BELANJA DALAM PENYUSUNAN ANGGRAN BELANJA SKPD DI KABUPATEN LINGGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bergesernya paradigma manajemen pemerintahan dalam dua dekade terakhir yaitu dari

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG ANALISIS STANDAR BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

TEKNIS PENYUSUNAN RKA SKPD

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014

AK 517 PERENCANAAN KEUANGAN DAERAH, S-1, 3 SKS, Semester 6

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA (APLIKASI UNTUK PEMERINTAH PUSAT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATIBATANG PERATURAN BUPATI BATANG. TENTANG ANAlISA STANDAR BELANJA ( ASB ) PEMERINTAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BUPATI MALUKU TENGGARA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB II LANDASAN TEORI

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 89 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENCAIRAN BELANJA HIBAH BERUPA UANG

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PANDUAN PENGINTEGRASIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI TOJO UNA-UNA. Tempat. SURAT EDARAN Nomor : 900/672/BPKAD TENTANG. Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD Tahun Angggaran 2017

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS STANDAR BELANJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENYUSUNAN RKA SKPD

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memasuki era otonomi daerah lebih mendasar daripada berbagai

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

BAB I PENDAHULUAN. Juknis Penyusunan RKA Dinas Kominfo Tahun Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma baru tentang reformasi sektor publik telah mewarnai

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

GAMBARAN UMUM PERMENDAGRI NO 59/2007 Tentang: PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang

ANALISIS PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

follows function, yakni kewenangan yang diserahkan kepada daerah harus diikuti

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

11. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

METODE TEKNIK PENYUSUNAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan adanya ketimpangan pendapatan dan pengelolaan antara

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 51 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 51 TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN ANALISIS STANDAR BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.12 No.3 Tahun 2012

Pengelolaan Keuangan Daerah & APBD

TESIS. Oleh : RYO MARADHONA S

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional. Pemberian kewenangan

BAB II LANDASAN TEORI. Hansen dan Mowen (2004:40) mendefinisikan biaya sebagai:

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

PERENCANAAN PENGANGGARAN DAERAH. Ibrahim Maksi UNS ABSTRAK

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BELANJA TIDAK TERDUGA

Transkripsi:

KONSEP PENYUSUNAN ASB Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Penganggaran dan Evaluasi Kinerja Sektor Publik yang dibina oleh Bapak Nurkholis, SE., M.Bus., Ph.D., Ak Disusun Oleh : Hafid Alifi W 135020301111049 Siti Fatimah 135020301111064 Rima Ayu Aji Pratiwi 135020307111028 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era reformasi birokrasi, pemerintahan ini telah melakukan perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada, serta upaya untuk memperbaiki berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang di daerah dan masyarakat. Salah satunya adalah menyangkut tentang anggaran, yang mana

anggaran dalam konteks otonomi dan desentralisasi menduduki peranan penting. Saat ini kualitas perencanaan anggaran yang digunakan masih relatif lemah, diikuti dengan ketidakmampuan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan, sementara pengeluaran secara dinamis terus meningkat, tetapi tidak disertai penentuan skala prioritas dan besarnya plafon anggaran. Sebelum tahun 2003, penentuan besar alokasi dana menggunakan incrementalism dan line item. Konsekuensi yang harus diterima saat itu adalah terjadinya overfinancing atau underfinancing pada suatu unit kerja, yang pada akhirnya tidak mencerminkan pada pelayanan publik yang sesungguhnya dan cenderung terjadi pemborosan. Menyadari kelemahan tersebut dan agar pengeluaran anggaran daerah memiliki prinsip value for money (ekonomi efisien dan efektif) maka Pemerintah berusaha menerapkan sistem penganggaran yang disusun berdasarkan pendekatan anggaran kinerja (performance budget), standar pelayanan dan berorientasi pada output outcome. Untuk menghindarkan terjadinya tumpang tindih (overlapping) alokasi belanja, maka penyusunan anggaran harus berdasarkan kinerja yang jelas dan terukur menjadi penting. Untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu dikembangkan antara lain: 1. Analisa Standar Belanja, 2. Tolok Ukur Kinerja dan 3. Standar Biaya. Salah satu yang akan dibahas yaitu mengenai instrument penyusunan anggaran adalah Analisis Standar Belanja (ASB). Analisis Standar Belanja (ASB) sudah diperkenalkan kepada Pemerintah Daerah dalam Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Istilah yang digunakan dalam PP No. 105 tersebut adalah Standar Analisa Belanja atau SAB yang mempunyai makna penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. Berdasarkan PP No. 105/2000 tersebut Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia menerbitkan pedoman operasional dalam bentuk Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Namun, Kepmendagri tersebut belum menunjukkan wujud/bentuk Standar Analisa Belanja. Pada Tahun 2004 keluarlah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Dalam UU No. 32 tersebut dikenalkan istilah baru yaitu Analisis Standar Belanja (ASB) yang mempunyai maksud dan istilah yang sama dengan Standar Analisa Belanja (SAB) yaitu penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu

kegiatan. Selanjutnya, terbitlah PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP No. 58 tahun 2005 ini kemudian dijabarkan lagi dalam Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada Tahun 2007 terbitlah Permendagri No. 59 tahun 2007 sebagai penyempurnaan atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam regulasi-regulasi tersebut selalu disebutkan bahwa ASB merupakan salah satu instrumen pokok dalam penganggaran berbasis kinerja. Berdasarkan uraian di atas maka makalah ini dengan segala kekurangannya mencoba menguraikan penjelasan menjelaskan bagaimana tentang konsep penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB) 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang kami tulis adalah : 1. Apa dasar hukum Penyusunan ASB? 2. Bagaimana prinsip penyusunan ASB? 3. Bagaimana konsep penyusunan Analisis Standar Belanja? 4. Bagaimana Format Penyusunan ASB? 5. Bagamana Tahap Penyusunan ASB? 6. Bagaimana penyesuaian Analisis Standar Belanja diterapkan? 1.3 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui dasar hukum, Prinsip penyusunan, konsep penyusunan, format penyusunan, tahap penyusunan, dan penyesuaian Analisis Standar Belanja

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Dasar Hukum Penyusunan ASB 1. UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah pasal 167 ayat 3 Belanja daerah mempertimbangkan beberapa instrument pendukung, diantaranya : analisis standard belanja 2. Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 pasal 39 ayat 2 Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indicator kinerja, analisis standard belanja, standard harga satuan, dan standard pelayanan minimal 3. Permendagri no 13 tahun 2006 pasal 93 ayat 1 4. UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 298 ayat 3 Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintah yang jadi kewenangan Daerah selain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan 5. Permendagri no 13 tahun 2006 Psl 89 (2) Huruf e Dokumen sebagai lampiran (meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA- SKPD, analisis standar belanja, dan standar satuan harga. 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 89 ayat 2 Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup : dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga. 7. Penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 167 ayat 3 Yang dimaksud dengan Analisa Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. 8. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Pasal 20 ayat 2 Untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah, dikembangkan standar analisa belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 100 ayat 2 Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk Menelaah kesesuaian rencana anggaran dengan standar analisis belanja, standar satuan harga

10. Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009, (Romawi III) Teknis Penyusunan APBD No. 4 Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD dan Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan daerah (RKA-PPKD) kepada Satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) lebih disederhanakan, hanya memuat prioritas pembangunan daerah dan program/kegiatan yang terkait, alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program/kegiatan SKPD, batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD dan dokumen sebagai lampiran Surat Edaran dimaksud meliputi KUA, PPAS, Analisis Standar Belanja, dan Standar Satuan Harga 2.2 Prinsip dasar penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB) Dalam penyusunan ASB, ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan pemerintah daerah yaitu : 1. Penyederhanaan (modeling). Penyusunan ASB bertujuan membuat model belanja untuk objek-objek kegiatan yang menghasilkan output yang sama. 2. Mudah diaplikasikan. Model yang dibuat mudah diaplikasikan, atau tidak membuat susah yang menggunakan model tersebut. 3. Mudah diup-date. Model yang dibuat mudah untuk diperbaharui, dalam arti jika ditambahkan datadata baru tidak merubah formula model tersebut secara keseluruhan. 4. Fleksibel Model yang dibuat menggunakan konsep belanja rata-rata dan memiliki batas minimum belanja dan batas maksimum belanja. 2.3 Konsep Penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB) Dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas standar pelayanan minimal, maka pemerintah daerah hendaknya mampu menetapkan analisis standar belanja yang akurat. Hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja anggaran yang baik. Selama ini sering terjadi overfinancing dan underfinancing dengan kata lain terjadi ketidakakuratan dan ketidakwajaran dalam menetapkan biaya dalam anggaran. Sekarang ini, banyak pemerintah daerah yang mencoba mencari formula untuk menetapkan standar biaya dalam anggaran. Salah satu pendekatan yang dikembangkan sebagai dasar untuk menetapkan standar biaya

yaitu pendekatan berbasis aktivitas (activity based costing). Activity based costing merupakan penetapan harga pokok atau biaya anggaran yang didasarkan aktivitas. Artinya aktivitas menjadi pemicu biaya (cost driver) dalam pendekatan activity based costing (ABC). Pendekatan Activity Based Costing (ABC) merupakan suatu teknik untuk mengukur secara kuantitatif biaya dan kinerja suatu kegiatan (the cost and performance of activities) serta alokasi penggunaan sumber daya dan biaya, baik by operasional maupun by administratif. Pendekatan Activity Based Costing bertujuan untuk meningkatan akurasi biaya penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan dengan menghitung biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Sehingga dapat dikatakan bahwa : Total Biaya = Biaya Tetap + Biaya Variabel Proses evaluasi dan penilaian didasarkan atas biaya-biaya per kegiatan dan bukan didasarkan atas alokasi bruto (gross allocations) pada suatu organisasi atau unit kerja. Memasukkan biaya overhead (overhead cost) ke dalam kegiatan yang secara aktual digunakan untuk menghasilkan output. Terdapat beberapa alasan kenapa pendekatan activity based costing digunakan dalam penetapan biaya anggaran yaitu : 1. Tuntutan terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah yang semakin ekonomis. efisien. efektif. akuntabel. dan transparan. 2. Adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis, antar program dan antar SKPD yg disebabkan oleh: Tidak jelasnya definisi suatu kegiatan. Perbedaan output kegiatan. Perbedaan lama waktu pelaksanaan. Perbedaan target group. Perbedaan kebutuhan sumberdaya. Beragamnya perlakuan objek/rincian objek/item belanja. Terjadinya pemborosan anggaran. Analisis Standar Belanja merupakan kewenangan pemerintah daerah masing-masing. Karena untuk menetapkan standar belanja antara masing-masing pemerintah daerah memiliki dasar penetapan yang berbeda-beda tergantung pada kondisi ekonomi masing-masing daerah.

Untuk itu dasar legal dari pendekatan activity based costing juga didasarkan pada kepentingan pemerintah daerah masing-masing. Berdasarkan ketentuan tersebut yang berkaitan dengan penggunaan pendekatan dalam penentuan analisis standar belanja, maka pemerintah menciptakan dan menyusun berbagai macam pendekatan yang lebih efisien dan efektif. Metode-metode yang bisa digunakan dalam pendekatan ASB yaitu: a. Metode regresi sederhana / Ordinary Least Square (OLS) Metode Regresi Sederhana adalah suatu teknik atau analisis yang digunakan untuk menyusun suatu persamaan belanja yang menghubungkan antara variabel tidak bebas (Y) dengan variabel bebas (X) sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya. Dalam regresi sederhana ini, variabel tidak bebas merupakan total biaya dari suatu kegiatan, sedangkan variabel bebas merupakan cost driver dari kegiatan tersebut. Penggunaan regresi sederhana dalam menyusun ASB berguna untuk membuat model (persamaan) regresi untuk peramalan belanja dari suatu kegiatan. Peramalan belanja dengan model regresi ini dengan cara menghitung belanja rata-rata, menghitung batas minimum belanja, dan batas maksimum belanja, serta menghitung prosentase alokasi kepada masing-masing objek belanja. Persamaan Regresi Sederhana : Dimana : Y = Total Belanja a = Belanja Tetap b = Belanja variable/unit X = Target Kinerja kegiatan b. Analisis Statistik Kemudian dilakukan analisis statistic untuk mengetahui : 1. Nilai Rata-rata; 2. Nilai batas bawah dan batas atas, dan; 3. Pesentase alokasi jenis belanja masing masing Analisis statistic dapat dilakukan dengan mudah menggunakan software statistic seperti SPSS. Y = a + bx c. Metode Diskusi Focussed Group Disscussion (FGD)

Metode diskusi dalam penyusunan ASB digunakan untuk memperoleh masukan dari SKPD tentang aktivitas dan output dari suatu kegiatan, dan juga masukan-masukan tentang cost driver dari suatu kegiatan. Hasil yang diharapkan dari pendekatan metode diskusi ini adalah kesepahaman tentang aktivitas, output dan cost driver dari suatu kegiatan antara penyusun dan SKPD dalam penyusunan ASB. Ketiga metode di atas tidak dilakukan secara terpisah tetapi menjadi serangkaian metode dalam penentuan Analisis Standar Belanja (ASB) dengan pendekatan activity based costing (ABC) 2.4 Format Analisis Standar Belanja (ASB) Berdasarkan definisi ASB yang terdapat dalam PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam pasal 39 ayat 2B menyebutkan bahwa Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal, maka format ASB yang dikembangkan adalah sebagai berikut ini :

Penjelasan atas masing-masing komponen dalam format ASB adalah sebagai berikut : a. Kode dan Nama Jenis ASB Kode dan Nama Jenis ASB adalah kode urutan dan nama jenis per ASB yang digunakan agar memudahkan dalam mencari jenis ASB yang sesuai dengan kegiatan yang akan disusun anggarannya. Kode urutan serta nama jenis ASB dapat disusun berdasarkan urutan abjad agar memudahkan dalam penggunaannya. b. Deskripsi Deskripsi adalah penjelasan detil operasional peruntukan dari ASB. Deskripsi digunakan agar memudahkan dalam mengelompokkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan juga memberikan kemudahan ketika menggunakan ASB dalam penyusunan anggaran. Deskripsi ASB merupakan penjelasan detil operasional dari nama ASB. Dengan demikian, deskripsi akan mempermudah pengguna untuk mengetahui jenis ASB apa yang seharusnya digunakan untuk suatu jenis program/kegiatan tertentu. c. Pengendali Belanja (Cost Driver)

Pengendali Belanja adalah faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya belanja dari suatu kegiatan. Faktor-faktor ini tentunya merupakan beban kerja riil dari kegiatan yang dimaksud. d. Satuan Pengendali Belanja Tetap (fixed cost) Satuan pengendali belanja tetap merupakan belanja yang nilainya tetap untuk melaksanakan satu kegiatan. Belanja tetap ini tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan volume/target kinerja suatu kegiatan. Besarnya nilai satuan pengendali belanja tetap merupakan batas maksimal untuk setiap kegiatan dimana penyusun anggaran tidak boleh melebihi nilai tersebut, namun diperbolehkan apabila menentukan belanja tetap dibawah nilai yang ditetapkan. e. Satuan Pengendali Belanja Variabel (variable cost) Satuan pengendali belanja variabel menunjukkan besarnya perubahan belanja variabel untuk masing-masing kegiatan yang dipengaruhi oleh perubahan/penambahan volume kegiatan. Semakin tinggi target yang ditetapkan oleh satuan kerja (semakin optimis) maka semakin besar belanja variabel yang dibutuhkan. Demikian pula sebaliknya semakin rendah (pesimis) target kinerja yang ditetapkan maka makin kecil pula belanja variabel. f. Rumus Perhitungan Belanja Total Merupakan rumus dalam menghitung besarnya belanja total dari suatu kegiatan. Formula ini merupakan penjumlahan antara fixed cost dan variable cost. g. Alokasi Objek Belanja Berisikan macam-macam objek belanja, proporsi batas bawah, proporsi rata-rata dan proporsi batas atas dari total belanja. Objek belanja disini adalah objek belanja yang hanya diperbolehkan dipergunakan dalam ASB yang bersangkutan. Batas bawah adalah proporsi terendah dari objek belanja yang bersangkutan. Rata-rata adalah proporsi ratarata dari objek belanja tersebut untuk seluruh SKPD di Pemerintah Daerah tersebut. Batas atas adalah proporsi tertinggi yang dapat dipergunakan dalam objek belanja. Maksud akan adanya batas atas dan batas bawah adalah untuk memberikan keleluasaan kepada pengguna anggaran untuk menentukan besaran dari masing-masing objek belanja. Hal ini untuk mengakomodasi sistem pengelolaan keuangan daerah yang telah didesentralisasikan ke SKPD. Dengan demikian ASB tersebut akan mampu mengendalikan belanja sekaligus memberikan keleluasaan kepada penggunanya. Format ASB di desain agar dapat mengendalikan belanja sekaligus memberikan keleluasaan/fleksibilitas kepada penggunanya. Pengendalian belanja terlihat pada formula total belanja dan jumlah macam belanja yang diperkenankan, sedangkan keleluasaan tampak pada adanya batas atas dan batas bawah dalam penentuan besaran objek belanja.

2.5 Tahap penyusunan Analisis Standar Belanja (ASB) Penyusunan ASB mencakup beberapa tahapan sebagai berikut: a. Tahap Pengumpulan Data. Pada Tahap ini, kegiatan dari semua satuan kerja perangkat daerah dikumpulkan untuk memperoleh gambaran awal atas berbagai jenis kegiatan yang terjadi di Pemerintah Daerah. Dalam tahap pengumpulan data ini, semua data (populasi) SKPD harus dilibatkan semuanya sehingga dapat memenuhi asumsi dasar penyusunan ASB yaitu demokrasi. Sangat disarankan agar tidak menggunakan sampling karena sampling tidak memenuhi asumsi demokrasi. b. Tahap Penyetaraan Kegiatan Penyetaraan kegiatan dilakukan untuk menggolongkan daftar berbagai kegiatan yang diperoleh dari tahap pengumpulan data ke dalam jenis atau kategori kegiatan yang memiliki kemiripan pola kegiatan dan bobot kerja yang sepadan. Artinya, kegiatan yang bobot pekerjaannya sama maka akan dikelompokkan pada golongan/kelompok yang sama. Tahapan ini dilakukan untuk memenuhi asumsi dasar yang pertama, yaitu penyusunan ASB harus berdasarkan prinsip anggaran berbasis kinerja.

c. Tahap Pembentukan Model Model dibentuk untuk memperoleh gambaran nilai belanja dan alokasinya yang terjadi di Pemerintah Daerah. Tahap ini mencakup tiga langkah utama yaitu: 1. Pencarian Pengendali Belanja (cost driver) dari tiap-tiap jenis kegiatan. Pengendali Belanja (Cost Driver) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya belanja dari suatu kegiatan. Cost Driver ada 2 macam yaitu : cost driver nyata (riil) dan cost driver semu. Cost Driver semu adalah cost driver yang seolah-olah mempengaruhi besar kecilnya belanja, namun sesungguhnya tidak mempengaruhi karena hanya digunakan sebagai dasar pembenar untuk memperbesar anggara. 2. Pencarian Nilai Belanja Tetap (fixed cost) dan Belanja Variabel (variable cost) untuk setiap jenis kegiatan. Setiap penambahan kuantitas target kinerja akan dapat dianalisis peningkatan belanja variabelnya. 3. Menghitung besarnya total belanja untuk kegiatan dengan menggunakan formula yaitu penjumlahan belanja tetap dan belanja variabel.

4. Setelah diperoleh besarnya total belanja untuk suatu kegiatan,selanjutnya total belanja dialokasikan menurut proporsi belanja yang telah ditentukan pada masingmasing ASB. Perhitungan alokasi proporsi belanja dapat menggunakan proporsi ratarata atau angka di antara batas bawah dan batas atas. 2.6 Catatan Penting & Pencermatan dalam Perumusan ASB Perubahan Peraturan Perundang-undangan; Penggabungan Beberapa Kegiatan Dalam Satu RASK/RKA-SKPD; Penggunaan item belanja yang tidak sesuai dengan kegiatan; Kelengkapan Item Standar Harga; Kepatuhan Penggunaan Standar Harga Belanja Perjalanan Dinas. 2.7 Penggunaan ASB oleh SKPD dalam Pembuatan Anggaran 1. Mendapatkan kewajaran beban kerja dan belanja aktivitas kegiatan 2. Menuju kinerja pengelolaan keuangan daerah yang semakin ekonomis, efisien, efektif, akuntabel, dan transparan. 3. Adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja untuk program dan kegiatan sejenis antar SKPD 4. Mendorong penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada setiap aktivitas unit kerja menjadi lebih logis 5. Mendorong dicapainya efisiensi secara terus-menerus karena adanya pembandingan (benchmarking) 2.8 Kedudukan ASB dalam Penganggaran 1. Menjamin kewajaran dan keadilan anggaran belanja antar SKPD, antar program dan antar jenis kegiatan 2. Menghindari terjadinya pemborosan anggaran 3. Mendorong terciptanya anggaran daerah yang semakin efisien dan efektif 4. Memudahkan TIM TAPD dalam verifikasi anggaran (RKA-SKPD) untuk setiap kegiatan 5. Memudahkan SKPD dalam menghitung besarnya anggaran global untuk setiap jenis kegiatan berdasarkan target output yang ditetapkan

2.9 Batasan ASB terhadap Belanja 1. Belanja tidak langsung 2. Belanja langsung program administrasi perkantoran 3. Belanja Modal (Belanja investasi) yaitu sangat tergantung kepada variabelitas harga unit barang modal 4. Belanja modal barang investasi sudah terstandarkan secara baku dalam peraturan kepala daerah berupa satuan standar harga. 2.10 Syarat ASB Efektif Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga ASB dapat dikatakan efektif : 1) Adanya komitmen stakeholder terhadap prinsip-prinsip pengelolaan anggaran 2) Adanya Standar Kebijakan Anggaran yang jelas 3) Adanya tolok ukur kinerja output yang spesifik dan terukur untuk setiap kegiatan 4) Adanya standar harga terkini 2.11 Penyesuaian Analisis Standar Belanja (ASB) Terdapat beberapa kondisi di Pemerintah Daerah yang menyebabkan untuk dilakukannya pemutakhiran (update) ASB yang sudah ada. Kondisi tersebut antara lain adalah inflasi/deflasi, kebijakan pemerintah atau kebijakan pemerintah daerah, maupun gabungan antara keduanya. 1. Penyesuaian Inflasi/Deflasi Inflasi/deflasi menyebabkan perubahan pada harga barang dan jasa yang berlaku di pasar secara bersama-sama. Inflasi mengakibatkan harga barang dan jasa naik secara bersama-sama, sedangkan deflasi mengakibatkan harga barang dan jasa turun secara bersama-sama. Tentunya dengan adanya inflasi/deflasi akan mengakibatkan ASB yang sudah disusun sebelumnya menjadi tidak relevan lagi. 2. Kebijakan Pimpinan Daerah Seringkali Kepala Daerah dan atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menetapkan kebijakan yang mengakibatkan terjadinya penyesuaian tarif belanja. Misalnya kebijakan menaikkan standar honor, standar perjalanan dinas, dan lain

sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap ASB. ASB yang lama tentunya perlu untuk disesuaikan. Contoh lain kebijakan Kepala Daerah adalah ketika Kepala Daerah meyakini bahwa telah terjadi pemborosan pada tahun-tahun lalu. Akibatnya, ASB perlu untuk disesuaikan. 3. Penyesuaian Gabungan Antara Inflasi/Deflasi dan Kebijakan Pimpinan Daerah Penyesuaian ASB juga dapat diakibatkan karena gabungan antara kebijakan Kepala daerah dan inflasi/deflasi. Misalnya inflasi yang terjadi adalah sebesar 15 % dan kebijakan Kepala Daerah menaikkan standar harga honor dan standar harga perjalanan dinas sebesar 10 %. Maka, langkah-langkah penyesuaian adalah melakukan penyesuaian terhadap inflasi, deflasi/pemborosan terlebih dahulu, kemudian hasilnya disesuaikan dengan perubahan kebijakan;

BAB III PENUTUP Dengan adanya ASB maka pemerintah dapat mereformasi untuk masalah anggaran. Seringkali anggaran disalahgunakan sehingga menyebabkan pengeluaran yang kurang jelas dan mengakibatkan inefiesiensi anggaran, anggaran yang tumpang tindih (overlapping). Terkadang juga anggaran yang dibuat tidak sesuai dengan realisasinya, biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan keluaran dan kinerja yang jelas. Maka dari itu ASB sebagai salah satu implementasi yang dapat mereformasi anggaran agar menjadi lebih baik. Karena dengan ASB pemerintah dapat menentukan kewajaran belanja dan kinerja pemerintah jelas serta terukur.

DAFTAR PUSTAKA 1. Sri fadilah, 2009. Activity Based Costing (ABC) Sebagai Pendekatan Baru Untuk Menghitung Analisis Standar Belanja (ASB) Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)Makalah dalam Jurnal telaah dan riset akuntansi Vol 2 no 1 Januari 2009. Universitas Islam Bandung 2. Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik. 2009. Penyusunan Analisis Standar Belanja. Yogyakarta. 3. Wihana, Kirana Jaya, 2009. Penyusunan analisis belanja. Yogyakarta 4. Yunita & Hendra, 2010. Anggaran Berbasis Kinerja. UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2010