BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak terbagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dan badan. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kebijakan ekonomi sangat menentukan perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan UU KUP. NOMOR 28 TAHUN 2007 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pengertian pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara berkembang seperti Indonesia sangat membutuhkan dana untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TAX PLANNING : TAX EVASION DAN TAX AVOIDANCE

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Berikut ini akan dijabarkan mengenai teori-teori yang digunakan dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pemerintah sangat berusaha untuk mengamankan dan

BAB I PENDAHULUAN. assessmen system, self assessment system, dan withholding system. Pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Robbins (2003) yang dimaksud dengan persepsi adalah: sehingga individu tersebut memperoleh makna.

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur dan lainnya, tidak terkecuali dengan Negara Indonesia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap rakyat sebagai bentuk peran serta dalam pembangunan di negaranya.

BAB II LANDASAN TEORI. Perpajakan merupakan disiplin ilmu yang dinamis, yang dapat berubah. merefleksikan perubahan-perubahan politik.

BAB III METODE PENELITIAN. memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman.

Disusun oleh: Devi Nur Cahaya Ningsih Devy Pusposari, SE., M.Si., Ak.

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat, yaitu tentang data

BAB III METODE PENELITIAN. oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bagi sebagian besar Negara, tak terkecuali Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa negara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan pemasukan untuk membiayai pembangunan negara. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dipaksakan oleh negara kepada seluruh warga negaranya, peran pajak tentu. sangat besar dalam perkembangan kemajuan ekonomi negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan data yang diperoleh dari Bapenas menunjukan bahwa Indonesia masih

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, Pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. tidak adil dapat diterapkan. Tidak hanya bidang hukum dan sosio politik,

BAB I PENDAHULUAN. negara tidak akan bisa berjalan dengan baik. Pembangunan infrastruktur, biaya

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Oleh: Charles Silaen Pembimbing: Yessi Mutia Basri dan Azhari

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan realisasi penerimaan pajak untuk beberapa

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan. 2. Fungsi mengatur Fungsi stabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Judul : Tata Cara Pengajuan Tax Amnesty Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Nama : Gusti Ayu Dwi Antari NIM : ABSTRAK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan pendapatan negara yang diperoleh dari iuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tanpa pajak, Negara tidak akan bisa melaksanakan kegiatan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) Pembangun Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

PENGARUH KEADILAN, DISKRIMINASI, TARIF PAJAK, KETEPATAN PENGALOKASIAN, TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP TINDAKAN TAX EVASION

Bab I. Pendahuluan. Pajak sangat penting bagi kelangsungan negara Indonesia. Hal ini disebabkan

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS SURABAYA 2016

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menjadi lebih baik. Dalam melaksanakan kegiatannya, negara

BAB 1 PENDAHULUAN. keinginan perusahaan, yang berlomba-lomba untuk mencapai laba. sesuai dengan etika dan menjurus pada pelanggaran hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama untuk

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

PERTEMUAN 2 DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. memaksa Indonesia untuk terus mencari cara guna menstabilkan kondisi yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. ruang dan waktu setiap individu di dunia. Sehingga terjadilah pasar bebas

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan sumber dana yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan nilai (PPn), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahannya, negara membutuhkan. pendapatan atau penghasilan. Negara menetapkan dua kelompok utama

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. azas azasnya, jenis atau macam macam pajak yang berlaku di negaranya,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tingkatan dalam strata sosial masyarakat selalu dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber utama penerimaan yang potensial untuk negara dalam. membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang nomor 16 tahun 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

Oleh : Harmi Putri Pembimbing : Amries Rusli Tanjung dan Azhari S.

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB V PENUTUP. 1. Variabel sanksi pajak memperlihatkan pengaruh yang positif dan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembangunan nasional guna menciptakan negara yang sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan negara antara lain Penerimaan sumber daya alam, Pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sesuai dengan yang kita ketahui bahwa penerimaan negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar kekuasaan belaka. Begitu pula dengan kewenangan negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Untuk menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di Indonesia

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Wajib Pajak Menurut Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan, wajib pajak terbagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dan badan yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selain itu, wajib pajak merupakan objek pajak dengan syarat-syarat objektif berdasarkan undang-undang yaitu dalam rangka UU PPh 1984 menerima atau mendapatkan penghasilan kena pajak, yaitu penghasilan yang melebihi batasan penghasilan tidak kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri (Soemitro dalam Suminarsasi, 2012). Dengan kata lain, seseorang mempunyai kewajiban membayar pajak ketika mempunyai pajak terutang yang terjadi akibat dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Wajib pajak wajib melaksanakan kewajiban membayar pajak sesuai dengan kewajiban atau pajak terutangnya. 2. Etika Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan baik dan buruk. Etika adalah ilmu yang bersifat normatif, 9

10 karena berperan menentukan apa yang harus dilakukan dan atau tidak boleh dilakukan oleh seseorang maupun kelompok (Velasquez dalam Suminarsasi, 2012). Dengan kata lain, etika merupakan suatu hal yang dilakukan secara benar dan baik, serta tidak melakukan tindakan yang buruk. Hal ini erat kaitannya dengan agama Islam, bahwa etika merupakan cerminan akhlak seorang muslim dalam melaksanakan kegiatan dunia dan akhiratnya (Rivai, 2012). 3. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Mardiasmo (2009) mengidentifikasikan penggelapan pajak merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi beban pajak yang dibayarkan dengan cara yang melanggar undang-undang. Wajib pajak meringankan biaya pajak yang harus dibayarkannya dengan cara yang tidak etis dengan mengabaikan ketentuan perpajakan yang berlaku, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar. Penggelapan pajak sangat merugikan negara karena dapat mengurangi penerimaan negara yang cukup besar. Siahaan (2010) menyatakan bahwa penggelapan pajak membawa dampak dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain bidang keuangan, ekonomi, dan psikologi.

11 Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, pemerintah menerapkan undang-undang dan aturan yang ketat, sehingga pelaksanaan pajak harus dilakukan dengan tepat dan benar. Hal ini dilakukan untuk memperkecil adanya kesempatan wajib pajak dalam melakukan tindakan penggelapan pajak. Wajib pajak sendiri telah memiliki kesempatan dalam mengurangi beban pajak tanpa melanggar aturan, salah satunya dengan cara penghindaran pajak (tax avoidance). 4. Keadilan Pajak Rawls (dalam Ardyaksa, 2014) menyatakan bahwa pemungutan pajak harus bersifat final, adil, dan merata. Pajak dianggap sebagai beban oleh wajib pajak, sehingga mereka memerlukan suatu kepastian dan perlakuan yang sama pada tiap wajib pajak atas biaya pajak yang telah mereka keluarkan. Pajak harus dikenakan kepada wajib pajak secara merata dan tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Keadilan dalam pajak juga digambarkan dengan wajib pajak mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Wajib pajak harus mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal pelayanan, pemungutan, maupun penyetorannya. Karena keadilan yang diberikan kepada wajib pajak dapat menumbuhkan kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban pajaknya dan tidak melakukan penggelapan pajak.

12 Dengan kata lain, keadilan perpajakan ini bertujuan untuk membentuk dan menciptakan pribadi wajib pajak yang patuh terhadap undang-undang pelaksanaan kewajiban perpajakan. Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa sesuai dengan tujuan pencapaian keadilan, undangundang dan pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. 5. Sistem Perpajakan Secara umum sistem perpajakan di sini adalah hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana mekanisme pembayaran pajak diterapkan. Semakin mudahnya sistem dan sarana pembayaran pajak yang diberikan oleh pelayanan pajak, maka akan semakin meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk melakukan kewajiban pajaknya. McGee (dalam Suminarsasi, 2012) mengaitkan sistem perpajakan dengan tarif pajak dan kemungkinan korupsi dalam sistem apapun. Selain dengan tarif pajak, sistem perpajakan juga dapat dikaitkan dengan alur penerimaan dana pajak hingga pengalokasian pajak oleh pemerintah. Dengan sistem yang tepat, pembayaran pajak dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan tidak terlalu rumit. Pengisian formulir pajak yang membingungkan dan sulit akan menyebabkan wajib pajak enggan untuk melakukan pengisian secara tepat dan benar. Hal ini dapat mengakibatkan informasi wajib pajak yang diberikan tidak sesuai dengan informasi yang sebenar-benarnya dan dapat menimbulkan tindakan penggelapan pajak. Selain itu,

13 pengalokasian pajak juga harus dilakukan secara tepat sasaran dan secara transparan untuk menghindari dana pajak yang dikorupsi oleh pihakpihak terkait. 6. Diskriminasi Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), diskriminasi merupakan adanya batasan, pelecehan, perlakuan tidak adil, atau pengucilan yang dilakukan kepada seseorang dengan berdasarkan adanya perbedaan agama, ras, suku, etnik, golongan, status global, kelompok, bahasa, jenis kelamin, keyakinan politik, dan lain-lain yang bersifat negatif.. Diskriminasi terhadap perlakuan kepada wajib pajak dapat menyebabkan tingginya tindakan penggelapan pajak karena ketidakadilan yang diterima oleh wajib pajak. Suminarsasi (2012) menyatakan bahwa beberapa bentuk diskriminasi perpajakan antara lain kebijakan fiskal luar negeri terkait dengan kepemilikan NPWP yang saat ini kebijakan tersebut telah dihapuskan, serta kebijakan diperbolehkannya zakat sebagai pengurang beban pajak yang dibayarkan dan adanya zona bebas pajak, karena kebijakan tersebut hanya menguntungkan kelompok masyarakat tertentu saja. Sehingga dapat menyebabkan timbulnya kecemburuan oleh kelompok masyarakat lain yang tidak menerima keuntungan dari kebijakan tersebut.

14 Hal tersebutlah yang melatarbelakangi wajib pajak melakukan peggelapan pajak. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Handyani M (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara diskriminasi dengan penggelapan pajak. 7. Ketepatan Pengalokasian Ayu (2009) ketepatan pengalokasian menunjukkan indikator seberapa tepat dana pajak yang termasuk di dalam APBN dialokasikan dalam pembangunan negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa pajak merupakan sumber penerimaan terbesar bagi negara. Alokasi pengeluaran pemerintah tercermin dalam APBN dan APBD di dalam pelaporan belanja negara/daerah. Secara umum pajak seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum yang tersedia. Menurut Ayu (2009) ketepatan pengalokasian pengeluaran diukur menggunakan indikator sebagai berikut: prinsip manfaat dari penggunaan uang yang bersumber dari pajak, dan pendistribusian dana yang bersumber dari pajak. Indikator tersebut dapat mengukur sejauh mana ketepatan pengalokasian dana pajak diberikan untuk kontribusi kepentingan pembangunan negara.

15 8. Etika Uang (Money Ethic) Tang (dalam Basri, 2014) memperkenalkan konsep cinta uang yang mengukur perasaan subjektif seseorang tentang uang. etika uang yang tinggi disebut juga dengan cinta uang, yaitu seseorang yang menempatkan kepentingan yang besar pada uang dan menganggap uang adalah segala-galanya dalam kehidupan. Etika uang merupakan persepsi dan pandangan seseorang terhadap uang. Seseorang yang memiliki etika uang yang tinggi atau disebut juga dengan cinta uang maka mereka akan meletakkan kepentingan yang lebih tinggi terhadap uang (Basri, 2014). Orang tersebut cenderung untuk memandang segala sesuatunya dengan uang. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki etika uang yang tinggi akan kurang etis dan sensitif daripada orang dengan etika uang yang rendah. Kecintaannya terhadap uang akan menyebabkan seseorang melakukan tindakan penggelapan pajak karena tidak ingin melakukan kewajibannya membayar pajak. Karena pajak dianggap beban dan tindakan penggelapan pajak dianggap menjadi tindakan etis yang boleh dilakukannya. B. Penurunan Hipotesis a. Keadilan dan Penggelapan Pajak Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara keadilan dengan etika penggelapan pajak. Semakin tinggi tingkat

16 keadilan dalam sistem maupun pelayanan perpajakan, maka penggelapan pajak dianggap perilakuyang tidak etis, sehingga semakin rendah kemungkinan adanya tindakan penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dan sebaliknya. Menurut Elmiza dkk. (2013), Rahman (2013), dan Handyani M (2014) keadilan berpengaruh positif terhadap penggelapan pajak. Karena wajib pajak merasa mereka melakukan kewajiban yang sama, maka harus diberikan hak yang sama. Semakin tidak adilnya perlakuan terhadap wajib pajak dan semakin buruknya sistem perpajakan yang ada, maka perilaku penggelapan pajak dianggap etis dilakukan, sehingga semakin tinggi pula kemungkinan adanya penggelapan pajak. Penelitian tersebut juga konsisten dengan hasil penelitian Marlina (2014) yang menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Artinya adalah, keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Semakin tingginya tingkat keadilan yang ada, maka tingkat kepatuhan dan etika akan semakin tinggi dan kecenderungan untuk melakukan penggelapan pajak akan semakin rendah. Sedangkan menurut Suminarsasi (2012) dan Ardyaksa (2014) keadilan tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Hal ini sesuai dengan pengertian pajak yang dikemukakan oleh Soemitro (dalam Suminarsasi, 2012) bahwa pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh warga negara tanpa adanya imbalan langsung. Sehingga, meskipun

17 kontribusi manfaat pajak yang dirasakan belum sesuai, akan tetapi membayar pajak tetap menjadi kewajiban yang harus dibayarkan oleh warga negara. Sehingga dalam kondisi apapun, wajib pajak harus tetap melaksanakan kewajiban pajaknya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. b. Sistem Perpajakan dan Penggelapan Pajak Penelitian Suminarsasi (2012) menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh secara positif terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Semakin baik sistem perpajakan, maka perilaku penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak etis. Hasil tersebut sama dengan penelitian Rahman (2013), Janitra (2013) dan Handyani M (2014) yang menyimpulkan bahwa kemudahan sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap persepsi wajib pajak atas etika penggelapan pajak. Hal ini berarti para wajib pajak menganggap bahwa semakin baik sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai perilaku yang tidak etis dan penggelapan pajak menjadi lebih rendah. Hasil ini juga konsisten dengan penelitian dari Elmiza dkk. (2013) dan Marlina (2014), yang menunjukkan sistem perpajakan berpengaruh

18 terhadap etika penggelapan pajak. Artinya adalah semakin tinggi pengetahuan wajib pajak terhadap sistem perpajakan, maka akan semakin rendah pula etika penggelapan pajaknya tetapi jika semakin rendah pengetahuan wajib pajak terhadap sistem perpajakan maka akan semakin tinggi etika penggelapan pajaknya. Dengan kata lain, sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Artinya, semakin baik sistem perpajakan, maka perilaku penggelapan pajak dianggap tidak etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya tindakan penggelapan pajak menjadi semakin rendah dan sebaliknya. Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. c. Diskriminasi dan Penggelapan Pajak Menurut Handyani M (2014) dan Marlina (2014), diskriminasi tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Suminarsasi (2012), Janitra (2013), dan Elmiza dkk. (2013). Suminarsasi (2012) mengemukakan bahwa adanya kebijakan untuk zakat sebagai pengurang kewajiban perpajakan hanya akan menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja. Hal tersebut akan

19 mengakibatkan kecemburuan pada kelompok masyarakat yang tidak menerima keuntungan dari kebijakan tersebut. Adanya kecemburuan yang diterima masyarakat, berdampak pada tindakan penggelapan pajak menjadi perilaku yang dianggap etis untuk dilakukan, yang nantinya dapat memicu terjadimya tindakan penggelapan pajak. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak. d. Ketepatan Pengalokasian dan Penggelapan Pajak Hasil penelitian Ardyaksa (2014) menunjukkan bahwa persepsi terhadap ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak. Hasil ini didukung dengan hasil penelitian Ayu (2009), Permatasari (2013), dan Marlina (2014) yang menunjukkan bahwa ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap tindakan penggelapan pajak. Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan penerimaan terbesar suatu negara, maka alokasi pengeluaran pemerintah tercermin dalam APBN dan APBD di dalam pos belanja. Oleh sebab itu, secara umum pajak sebaiknya dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan umum yang dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum yang tersedia bagi masyarakat secara merata di seluruh wilayah.

20 Menurut Ayu (2009) ketika pengeluaran pemerintah dianggap tidak baik maka kecenderungan melakukan penggelapan pajak semakin tinggi. Wajib pajak akan taat membayar pajak tepat waktu jika dalam pengamatan dan pengalamannya hasil dari pajak itu telah berkontribusi nyata pada pembangunan umum. Maka, ketika pengeluaran pemerintah dianggap tidak baik maka kecenderungan melakukan penggelapan pajak semakin tinggi. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, hubungan ketepatan pengalokasian terhadap etika penggelapan pajak adalah positif. Artinya adalah, semakin baik tingkat ketepatan pengalokasian pajak, maka perilaku penggelapan pajak dianggap perilaku yang tidak etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin rendah, dan sebaliknya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Ketepatan pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. e. Etika Uang dan Penggelapan Pajak Penelitian Basri (2014) menyimpulkan bahwa etika uang berpengaruh terhadap kecurangan pajak. Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lau et al., (2013) yang menyatakan bahwa etika uang berpengaruh terhadap penggelapan pajak.

21 Etika uang yang tinggi atau sikap cinta uang cenderung menyebabkan seseorang memiliki perilaku etika yang rendah dan berpandangan bahwa kecurangan pajak adalah etis dan cenderung untuk melakukan tindakan penggelapan pajak (Lau et al., 2013). Semakin tinggi kecintaan seseorang terhadap uang, maka kewajiban dalam membayar pajak akan dirasakan cukup berat untuk dilakukan, sehingga orang tersebut akan melakukan upaya agar kewajiban pajaknya menjadi rendah dengan melakukan berbagai hal, yang dapat mengarah kepada perilaku penggelapan pajak. Karena orang dengan etika uang yang tinggi, menganggap bahwa penggelapan pajak adalah hal yang etis untuk dilakukan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, hubungan etika uang terhadap etika penggelapan pajak adalah negatif. Artinya adalah, semakin tinggi etika uang, maka perilaku penggelapan pajak dianggap perilaku yang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Etika uang berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.

22 C. Model Penelitian Keadilan Sistem Perpajakan Diskriminasi Penggelapan Pajak Ketepatan Pengalokasian Etika Uang GAMBAR 2.1. Model Penelitian