BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kawasan Gunung Jati sebagai suatu tempat terjadinya interaksi dalam masyarakat suku Muna, memiliki karakteristik yang khas dari masing-masing masyarakat yang ada di dalamnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukungnya, baik dari sosio-kultural masyarakat, maupun dari bentuk adaptasi terhadap lingkungan dan sejarah kawasan yang pernah muncul sebagai awal terbentuknya suatu tempat bermukim dan konsep-konsep lokal yang tumbuh didalamnya. Sejarah dan perkembangan pemukiman suku Muna di Gunung Jati berawal dari pemenuhan kebutuhan dan cara hidup agar tetap eksis dan survive, yang pada tingkatan tertentu suku Muna mengganggap kawasan Gunung Jati sebagai sumber kehidupan. Trauma masa lalu akibat adanya pemindahan penduduk secara paksa dari Gunung Jati merupakan suatu peristiwa yang memindahkan masyarakat dari sumber kehidupannya. Dengan demikian, masyarakat suku Muna membangun konsep-konsep lokal yang berbeda dengan budaya didaerah asalnya di pulau Muna dengan tujuan (i) menjaga homogenisitas komunitas dalam kawasan Gunung Jati, (ii) menjaga rasa kebersamaan dan rasa kepedulian sosial yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat. Lahirnya kepedulian dan solidaritas sosial tersebut didasari hubungan kemasyarakatan antar anggota masyarakat berdasarkan asas kekeluargaan, tolong menolong dan persaudaraan. Kegiatan saling mengunjungi, saling 187
memperhatikan, saling menghormati dan saling menghargai, merupakan kebiasaan yang melekat dalam pergaulan hidup sehari-hari. Kebiasaan hidup semacam ini ditunjang oleh taraf homogenitas karakteristik penduduk yang relatif tinggi, adanya kesamaan nasib, sosial, budaya, daerah asal yang sama, mata pencaharian, tujuan dan harapan masa depan yang sama. Sifat homogenisitas komunitas dianggap akan mampu mempertahankan kepedulian sosial dan rasa solidaritas antar masyarakat. Kedua aspek tersebut merupakan pilar utama agar kawasan Gunung Jati sebagai sumber kehidupan masyarakat dan tetap menjadi ruang bermukim suku Muna. Sehingga untuk menjaga dan melestarikan kedua pilar tersebut, mendorong tumbuhnya konsepkonsep lokal. Berdasarkan tujuannya Konsep tersebut terbagi 2 (dua) : (i) menjaga teritori kawasan Gunung Jati sebagai ruang identitas dan eksistensi kesukuan, (ii) menjaga keberlangsu ngan sifat homogenitas komunitas agar tertutup dari kemungkinan adanya pencampuran pemukim dari komunitas dari luar suku Muna. Konsep lokal yang tumbuh dan lahir secara alamiah merupakan pola pemikiran dan kelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan yang terdiri dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam suatu unit yang fungsional. Konsep konsep lokal merupakan konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai halhal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup dan pedoman tertinggi bagi tata laku dalam kehidupan masyarakat. Konsep-konsep lokal sebagai perbuatan, cita-cita, sikap untuk memenuhi kebutuhan suku Muna di Gunung Jati. 188
Konsep lokal yang bertujuan untuk menjaga teritori kawasan Gunung Jati sebagai ruang identitas dan eksistensi kesukuan berupa (i) pola pengolahan lahan, yang mengedepankan tujuan sebagai identitas kepemilikan, tidak digunakan sebagai sumber mata pencaharian. (ii) konsep membangun rumah tinggal yang sifatnya permanen agar lahan yang belum mempunyai legalitas kepemilikan dari negara dianggap telah menjadi kepemilikan pribadi (iii) konsep kepedulian sosial dalam membangun rumah tinggal yaitu : saling membantu membangun rumah bagi warga yang telah menikah tetapi belum mempunyai lahan dan rumah tinggal. (iii) pola bermukim yang berdasarkan sistem kekerabatan inti (lambu) dan luas (tombu) serta sistem menetap virilokal. Konsep lokal yang bertujuan menjaga keberlangsungan sifat homogenitas komunitas agar tertutup dari kemungkinan adanya pencampuran pemukim dari komunitas dari luar suku Muna diterapkan dalam (i) sistem perkawinan endogami, (ii) sistem menetap virilokal, (iii) si stem kekerabatan yang lineage (iv) sistem pelapisan sosial, (v) konsep kepedulian dan solidaritas sosial dalam hal kemudahan mendapatkan lahan, kemudahan membangun rumah serta budaya tolong menolong dalam kehidupan masyarakat (vi) konsep peralihan dan kepemilikan lahan (vii) pola kehidupan ekonomi masyarakat. (viii) pola pemerintahan lokal, peranan lembaga sosial dan lembaga adat, dan (ix) sistem pengendalian sosial. Konsep-konsep lokal tersebut juga membangun nilai ruang di kawasan Gunung Jati sebagai wadah bermukim suku Muna, yaitu (i) nilai historis, memberikan nilai ruang dalam aspek kesejarahan dan proses terbentuknya kawasan pemukiman (ii) nilai ekonomi, adanya potensi-potensi ekonomi kawasan yang menjadi tujuan dan harapan masyarakat dalam memilih ruang 189
bermukimnya (iii) nilai sosial, adanya interaksi sosial dalam rasa persaudaraan dan kepedulian sosial yang kuat antar warga, dan (iv) nilai budaya dimaknai dari lahirnya budaya-budaya baru yang berbeda dari kehidupan di daerah asalnya. Hirearki nilai ruang kawasan tersusun dari nilai ekonomi, nilai sosial, nilai sejarah dan terakhir nilai budaya. Nilai historis dan budaya mempunyai peranan sebagai motivasi dari latar belakang sejarah dan budaya yang sama dalam membangun solidaritas, rasa persaudaraan dan rasa kepedulian sosial, sedangkan nilai sosial adalah ruang yang menjadi media interaksi dalam polapola kehidupan masyarakat yang akan mendukung tujuan dan harapan dalam kehidupan ekonomi yang lebih baik. Nilai-nilai tersebut saling berkaitan dalam satu sistem nilai kawasan secara menyeluruh. Suku Muna dengan tempat bermukimnya di kawasan Gunung Jati merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan, terdapat hubungan yang erat antara tempat bermukim dan manusianya (suku Muna) dan saling memberi nilai dan makna. Makna ruang bermukim suku Muna di kawasan Gunung Jati sebagai (i) ruang sosial untuk menunjukkan eksistensi dan identitas teritorial kesukuan. (ii) ruang sebagai sumber kehidupan yang dapat memperbaiki kehidupan ekonomi. Makna tersebut dibangun dari aspek sejarah kawasan, konsep sistem kekerabatan, hubungan sosial, peranan lembaga sosial dan lembaga adat, peranan kepala kampung dan didasari adanya kepedulian sosial yang kuat dalam memberi kemudahan bagi masyarakat untuk memiliki lahan dan tempat tinggal, potensi ekonomi kawasan, sikap solidaritas yang kuat, perasaan senasib dan didukung oleh rasa kesamaan baik dari aspek sejarah, daerah asal dan latar belakang ekonomi serta tujuan dan harapan yang sama. Dengan demikian, nilai dan makna kawasan tersebut bagi suku Muna merupakan hal yang penting, yang 190
tingkatan selanjutnya ruang bermukim di Gunung Jati merupakan media yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat karena dianggap sebagai sumber kehidupan. Perbedaan budaya dari daerah asal dengan daerah yang baru termasuk konsep-konsep dalam pola kehidupan masyarakat, adalah merupakan suatu fakta bahwa manusia akan selalu beradaptasi dengan lingkungan dengan segala tantangan dan permasalahannya, konsep lokal yang lahir dari proses interaksi dalam kurun waktu yang panjang adalah konsep-konsep yang diyakini yang dianggap mampu untuk tetap menjaga homogenisitas komunitas masyarakat Muna. Konsep-konsep lokal, nilai ruang dan makna ruang yang dibangun dalam penelitian ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan. Masyarakat Muna tetap teguh memilih bermukim di Gunung Jati, karena kawasan Gunung Jati merupakan ruang sosial dan ruang sumber kehidupan bagi masyarakat suku Muna. 6.2 Saran Saran yang akan dikemukakan dalam sub bab ini lebih mengarah ke sumbangan pemikiran yang ditujukan kepada : 1. Penelitian lebih lanjut Secara garis besar pemukiman suku Muna di Kota Kendari terbagi dalam 5 (lima) kelurahan, yaitu : Kelurahan Gunung Jati, Jati Mekar, Sanua, Labibia dan kelurahan Mangga Dua. Dengan demikian temuan dalam penelitian ini dapat diuji dilokasi yang berbeda dengan pendekatan yang berbeda guna membangun khasanah ilmu 191
pengetahuan tentang ruang-ruang bermukim suku Muna. Namun demikian, tentunya temuan dalam penelitian ini tidak dapat digeneralisir di tempat-tempat lain karena faktor latar belakang sejarah, budaya, sosial, keyakinan dan pola kehidupan masyarakatnya yang berbeda dan pendekatan penelitian yang berbeda, akan menghasilkan temuan makna dan nilai yang berbeda pula. 2. Pemerintah daerah Penelitian ini menemukan keterkaitan yang sangat erat antara kawasan Gunung Jati dan suku Muna yang bermukim diatasnya, sehingga temuan tersebut menjadi sumbangan pemikiran ke pemerintah daerah kota Kendari dalam mengambil kebijakan-kebijakan dalam menjaga hutan konservasi di kawasan Gunung Jati, berupa : Sejarah resettlement yang dilakukan pada tahun 1965 telah memberikan trauma yang mendalam bagi warga Muna di Gunung Jati. Sehingga lahan-lahan negara yang termasuk dalam kawasan hutan konservasi yang dijadikan sebagai pemukiman suku Muna agar dilakukan pendekatan yang lebih bijaksana dan manusiawi, dapat dilakukan pembinaan dan pengawasan agar tidak terjadi perluasan pemukiman yang merusak hutan yang akhirnya akan berakibat lebih buruk bagi masyarakat kota Kendari. Pemindahan penduduk secara paksa bukan merupakan satu-satunya cara yang dapat memberikan solusi, tetapi akan menimbulkan permasalahan baru karena masyarakat Muna akan tetap menempati kembali bekas lahan-lahan pemukimannya karena ada hubungan emosional 192
yang erat antara suku Muna dengan kawasan Gunung Jati sebagai tempat bermukimnya. Masyarakat suku Muna di Kawasan Gunung Jati berasal dari rumpung kekerabatan yang sama, sehingga patut disadari oleh pemerintah kota Kendari yang melakukan pemekaran kelurahan Gunung Jati menjadi 2 (dua) kelurahan yaitu kelurahan Gunung Jati dan kelurahan Jati mekar adalah tindakan yang memicu adanya perkelahiran pemuda yang marak terjadi di tahun 2011, 2012, 2013. Hal tersebut disebabkan adanya persaingan antar kedua kelurahan baik dalam acara lomba-lomba tertentu maupun dalam aspek pembangunan infrastuktur kampung, hal tersebut menimbulkan dugaan bahwa pemekaran tersebut adalah cara yang dilakukan oleh pemerintah daerah agar hubungan solidaritas dan kepedulian sosial dalam ikatan kekerabatan menjadi rapuh sehingga dapat dengan mudah dilakukan resettlement seperti issu-issue yang pernah berkembang di tahun 2003 dan tahun 2007. Dengan demikian, pemekaran kedua kelurahan tersebut agar dapat ditinjau kembali. 3. Masyarakat suku Muna di kawasan Gunung Jati Kawasan Gunung Jati menjadi media yang sangat vital bagi masyarakat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Sehingga, sepatutnya kawasan Gunung Jati dijaga kelestarian hutannya karena apabila terjadi bencana alam akibat penggundulan hutan, maka akan berakibat buruk bagi pemukiman suku Muna secara keseluruhan. Norma-norma sosial yang telah tumbuh dalam kehidupan masyarakat 193
agar tetap dipelihara dan dilestarikan. Penemuan dalam penelitian ini adalah suatu kearifan lokal yang dibangun oleh nenek moyang suku Muna di Gunung Jati. 194