BAB III SOLUSI BISNIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

TUGAS AKHIR PENENTUAN POLA DISTRIBUSI LAUT YANG TEPAT UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN PENDISTRIBUSIAN YANG OPTIMAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Evaluasi dan Optimasi Rute Distribusi BBM Moda Kapal Tanker di PT PERTAMINA (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana

BAB I PENDAHULUAN. (supply chain management). Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Anatan dan

Dinamika dan Tantangan Pelayaran Nasional

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB 4 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,32 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015 DEFLASI 0,50 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

EFISIENSI BIAYA PENANGANAN FEEDSTOCK DALAM DISTRIBUSI SOLAR-INDUSTRI DENGAN METODE DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING

BERITA RESMI STATISTIK

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2016 DEFLASI 0,28 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BERITA RESMI STATISTIK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sepanjang tahun 2016.

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Semen Padang yang terletak di Jl. Raya Indarung, Padang Sumatera

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

KOTA BANDAR LAMPUNG BULAN JANUARI 2016 INFLASI SEBESAR 0,26 PERSEN JANUARI 2016 INFLASI SEBESAR 0,26 PERSEN (IHK TAHUN DASAR 2012=100)

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2017 INFLASI SEBESAR 0,23 PERSEN

KOTA BANDAR LAMPUNG, OKTOBER 2017 INFLASI 0,11

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 5 Simpulan dan Saran. Gambar 5.1 Pola Operasional Kapal (proposed)

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR. Oleh : Windra Iswidodo ( )

Indeks Harga Konsumen di 66 Kota (2007=100),

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

Kode Cabang. Jam Operasional. Nama Kantor. No. Urut. Regional I/ Medan. Regional II/ Palembang

KOTA BANDAR LAMPUNG BULAN FEBRUARI 2016 DEFLASI SEBESAR 0,51 PERSEN FEBRUARI 2016 DEFLASI SEBESAR 0,51 PERSEN (IHK TAHUN DASAR 2012=100)

BPS PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017 INFLASI GABUNGAN SEBESAR 0,54 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BPS PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 DEFLASI GABUNGAN SEBESAR 0,38 PERSEN

BPS PROVINSI LAMPUNG MARET 2017 DEFLASI GABUNGAN SEBESAR 0,10 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2017 DEFLASI SEBESAR 0,10 PERSEN

BAB 4 Analisis dan Bahasan

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BATAM DESEMBER 2016 INFLASI 0,26 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI 2016 BULUKUMBA INFLASI SEBESAR 0,59 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) APRIL 2016, PROVINSI RIAU DEFLASI 1,10 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) APRIL 2015, PROVINSI RIAU INFLASI 0,73 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA BATAM JANUARI 2016 INFLASI 0,49 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BATAM JUNI 2016 INFLASI 1,46 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI AGUSTUS 2017 BULUKUMBA INFLASI SEBESAR 0,39 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan akan mengalami beberapa fase perkembangan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.06-PW TAHUN 1995 TENTANG TEMPAT PEMERIKSAAN IMIGRASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PANGKALPINANG

KOTA BANDAR LAMPUNG BULAN AGUSTUS 2017 DEFLASI SEBESAR 0,42 PERSEN AGUSTUS 2017 DEFLASI SEBESAR 0,42 PERSEN (IHK TAHUN DASAR 2012=100)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Transkripsi:

BAB III SOLUSI BISNIS 3.1. Analisis Solusi Bisnis Solusi bisnis dibuat berdasarkan akar permasalahan yang terjadi di lapangan. Akar permasalahan yang terjadi dibidang rantai pasok distribusi PT.PERTAMINA (Persero) adalah sebagai berikut: pertama tidak adanya kepastian sumber pasokan suatu depot dari suatu supply point sehingga sistem distribusi menjadi tidak efektif dan efisien, dan kedua tidak adanya singkronisasi antara demand dan kapasitas tanki timbun depot (inventory management). Solusi bisnis yang ingin dicapai dalam proyek akhir ini adalah kepastian rute kapal dan freight cost, kepastian sumber pasokan depot dari suatu supply point, perubahan atau penambahan kapasitas tanki timbun depot, dan lokasi barrier disetiap envelope. Diharapkan dengan pendekatan solusi tersebut di atas distribusi BBM yang dioperasikan oleh PT PERTAMINA (Persero) akan lebih efektif dan efisien, tanpa mengurangi service level yang sudah dicapai sebelumnya. Untuk memperjelas akar permasalahan, permasalahan dan solusi bisnis yang akan dibahas dapat dilihat pada Gambar 3.1. PERMASALAHAN AKAR PERMASALAHAN SOLUSI BISNIS Double Handling (ditangani lebih dari 1 supply) Meningkatnya freight cost BBM Terjadi depot kritis dan krisis Tangki Timbun tdk mencukupi thruput (DOT) / demand Rute distribusi tidak efisien dan efektif Rekomendasi perubahan TT di depot dan instalasi Rancangan jalur distribusi pola envelope Gambar 3.1 Diagram Permasalahan, Akar Masalah dan Solusi Bisnis 57

3.2. Metodologi Solusi Bisnis Sebuah perusahaan akan mencapai competitive advantage jika perusahaan tersebut lebih produktif, lebih efisien, dan dapat lebih memuaskan komsumen dibandingkan pesaingnya. Salah satu alasan pengurangan cycle time adalah agar produksi dapat berubah dari make-to-forecast menjadi make-to-order, namun syaratnya komsumen tidak boleh menunggu terlalu lama antara waktu pemesanan dan waktu penerimaan. Proyek akhir ini ditujukan untuk mengefisienkan serta mengefektifkan kinerja depot depot dan jalur rantai pasok di Indonesia. Pada hakekatnya tujuan dari proyek akhir ini adalah untuk: 1. Membandingkan ongkos distribusi eksisting dengan distribusi envelope. 2. Membuat alternatif solusi pola distribusi dengan berpedoman kepada konsep envelope yang sekarang telah dijadikan master program dan akan direalisasikan dalam waktu dekat. 3. Membuktikan bahwa dengan menggunakan distribusi pola envelope dapat menurunkan biaya operasional distribusi dan menghasilkan kepastian rute pada kapal-kapal yang dimiliki oleh PT PERTAMINA (Persero). 4. Memberikan kepastian volume produk premium, kerosene dan solar (PKS) yang diangkut oleh suatu kapal pada rute yang telah ditentukan. 5. Merekomendasikan perubahan atau penambahan volume tanki timbun depot. 6. Memberikan kepastian jumlah volume BBM yang harus diimpor dengan berpedoman pada supply kilang dalam negeri, sehingga diharapkan akan menghilangkan atau setidaknya mengurangi pembelian BBM impor diharga spot. 7. Memberikan alternatif solusi tempat penyimpanan atau penimbunan BBM yang berfungsi sebagai barrier envelope untuk mengatasi depot-depot yang mengalami kondisi kritis dengan menggunakan pendekatan landed cost di envelope masingmasing. 8. Menghindari terjadinya penumpukan antrian kapal akibat tidak tersedianya supply dari kilang dan penyimpanan BBM impor yang terpusat di satu tempat Metodologi proyek akhir dibuat dengan tujuan agar proyek akhir dapat berlangsung secara sistematis dan mampu menghasilkan solusi yang tepat dan bermanfaat bagi PT PERTAMINA (Persero). Gambar 3.2 menunjukan diagram alir tahapan metode pemecahan masalah yang akan dilakukan pada proyek akhir ini. 58

STUDI KONDISI PERUSAHAAN PENGENALAN SISTEM DITRIBUSI EKSISTING IDENTIFIKASI KONSEP ENVELOPE STUDI LITERATUR PENENTUAN METODE SOLUSI MASALAH PENGUMPULAN DATA DEMAND & SUPPLY KAPASITAS - TANGKI TIMBUN JARAK DENGAN SUPPLY POINT SEWA, DAYA ANGKUT &JENIS KAPAL KONDISI GEOGRAFIS TRHUPUT HARIAN USULAN RUTE PENGOLAHAN DATA & ANALISA COST / KL / LT RENCANA IMPLEMENTASI Gambar 3.2 Diagram Alir Pengerjaan Proyek Akhir Penjelasan tahapan proyek akhir pada Gambar 3.1 adalah sebagai berikut: 3.2.1 Studi Kondisi Perusahaan. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perusahaan dimulai dari sejarah perusahaan, lingkup usaha, uraian unit kerja, visi misi perusahaan, kebijakan umum, struktur organisasi, budaya perusahaan, dan terutama untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai sistem distribusi dan kondisi infrastruktur (depot, kilang dan kapal) sepanjang jalur rantai pasok yang dijalankan PT PERTAMINA (Persero). 59

Pengenalan kondisi perusahaan ini dilakukan selama masa internship, dengan waktu tiga bulan dari bulan Februari 2008 sampai Mei 2008. 3.2.2 Pengenalan Sistem Distribusi Eksisting Setelah mengenal kondisi perusahaan, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi jalur distribusi. Tahap identifikasi ini dilakukan terbatas pada isu bisnis dalam pendistribusian BBM eksisting untuk produk premium, kerosene dan solar saja, hal ini dilakukan untuk menjaga fokus penyelesaian masalah sehingga proyek akhir dapat berlangsung efektif. Pembuatan proyek akhir ini melanjutkan tesis yang telah diteliti sebelumnya oleh Nova Triantoso (MBA Reguler 35) dengan judul Optimasi Rantai Pasok Terpadu di PT PERTAMINA (Persero), tentang konsep envelope. Untuk mempermudah pengenalan masalah, maka pada proyek akhir ini dilakukan wawancara dengan para stakeholders dan peneliti sebelumnya. Wawancara dilakukan sebatas pada kekurangan-kekurangan sistem distribusi dan evaluasi yang sedang dan akan diperbaiki oleh perusahaan. Isu utama yang diangkat dalam proyek akhir ini adalah identifikasi kondisi eksisting depot dan jalur rantai pasok PT PERTAMINA (Persero) untuk produk premium, solar dan kerosen di Indonesia. Diharapkan dengan melakukan identifikasi ini akan diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang karakteristik demand BBM, kondisi geografis daerah, kondisi infrastruktur setiap elemen rantai pasok dan sistem distribusi BBM. 3.2.3 Identifikasi Konsep Envelope Tahapan berikutnya adalah mengidentifikasikan konsep envelope yang telah dibuat sebelumnya. Apa dasar justifikasi envelope, bagaimana sistem distribusi envelope, bagaimana jalur perhitungannya, berapa tingkat visibilitas konsep envelope dan kekurangan serta kelebihan konsep envelope, dilakukan dalam tahap ini. Dengan melakukan identifikasi konsep envelope, diharapkan peneliti akan mendapatkan kesamaan konsep, sistematika dan tujuan pembuatan konsep envelope, sehingga rute yang dibuat menjadi lebih sempurna. 3.2.4 Studi Literatur Tujuan dalam rantai pasok ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir. Bagian-bagian (parts) yang bergerak di dalam rantai pasok haruslah berjalan secepat mungkin. Dengan tujuan mencegah terjadinya penumpukan inventori, 60

maka arus material diatur sedemikian rupa agar bagian-bagian dari satu lokal dapat bergerak dalam koordinasi yang teratur. Istilah yang sering digunakan ialah synchronous. (Knill, 1992). Ditinjau dari sisi inventory cost, pengurangan inventory cost akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja keuangan dan operasional perusahaan, namun hal ini dapat dilakukan selama tidak terjadi kondisi stock-out. Kesimpulannya pengurangan cycle time dan inventory cost hanya dapat dilakukan jika tidak terjadi pengurangan kepuasan pelanggan. Distribusi adalah ibarat urat nadi suatu perusahaan, kecepatan dan standar service level yang baik sangat diperlukan dalam situasi bisnis yang kompetitif. PT PERTAMINA (Persero) sebagai pemain sumber energi yang paling lama di dalam negeri sudah tentu memilki jaringan distribusi yang luas, dan infrastruktur yang handal, tetapi apakah kedua hal tersebut akan terus menjamin PT PERTAMINA (Persero) sebagai market leader di Indonesia. Sistem distribusi yang baik adalah sistem distribusi yang fleksibel dan dinamis sesuai dengan strategi perusahaan serta keinginan konsumen (consumer centris). Sistem distribusi yang efektif dan efisien mencerminkan citra dan keunggulan perusahaan dalam pengelolaan manajemen operasi perusahaan yang profesional, handal dan berorientasi pada profit. Studi literatur yang dilakukan pada proyek akhir ini terkait dengan optimasi dan evaluasi eksisting yang sedang dan telah dilakukan. Studi literatur ini dilakukan untuk mengetahui tentang kondisi ideal supply dan distribusi yang berlandaskan pada teori. Kesenjangan antara teori dan kondisi realisasi di lapangan akan dijadikan titik tolak dalam merumuskan kebijakan perbaikan sistem distribusi yang akan diterapkan dan langkah implementasi apa yang harus dilakukan oleh perusahaan. 3.2.5 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam proyek akhir ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Observasi dilakukan sepenuhnya di kantor pusat PT PERTAMINA (Persero), Divisi Supply dan Distribusi. Hal ini dilakukan karena seluruh kegiatan kontrol dalam pendistrbusian BBM dilakukan dari kantor pusat. Wawancara dilakukan karena tidak tersedianya waktu dan kondisi yang memungkinkan untuk melakukan survey lapangan secara langsung ke fasilitas-fasilitas PT PERTAMINA (Persero) yang tersebar di seluruh 61

wilayah Indonesia. Diharapkan dengan mewawancarai para stakeholders yang berpengalaman, solusi masalah yang dihasilkan akan mendekati kondisi sebenarnya. Wawancara dilakukan dengan beberapa key person yang terkait dengan manajemen supply and distribution, antara lain: 1. Manajer Evaluasi dan Pendukung (Manager Support and Evaluation) 2. Manajer Perencanaan dan Operasional (Manager Planning and Operation) 3. Asisten Manajer Evaluasi dan Pendukung (Asisten Manager Support and Evaluation) 4. Asisten Manajer Perencanaan dan Operasional (Asisten Manager Planning and Operation) Data sekunder diperoleh dari data-data pendukung peneliti sebelumnya ditambah dengan data-data terbaru dalam penentuan kebijakan distribusi BBM. Selain itu untuk mendapatkan gambaran lingkungan eksternal kondisi perusahaan yang berlandaskan opini publik, maka ditambah dengan data-data dari internet. 3.2.6 Pengolahan dan Analisis Selain melihat dari sisi profitabilitas perusahaan, pengolahan dan analisis dilakukan dengan menggunakan dasar justifikasi kebutuhan produk yang bersifat continue dan urgent (terus menerus dan harus ada). Hal ini diambil karena keputusan yang dibuat akan sangat berpengaruh pada kehidupan hajat hidup orang banyak. Pengolahan dan analisis pada proyek akhir ini menggunakan software yang diperoleh dari PT PERTAMINA (Persero) maupun dari hasil pencarian peneliti sendiri. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada sub bab berikutnya yang menjelaskan diagram alir proses pengolahan data. 3.2.7 Rencana Implementasi Pada intinya konsep envelope ditujukan untuk mengatasi depot krisis dan kritis yang sering terjadi pada saat sekarang ini. Konsep envelope merupakan salah satu alternatif master program yang akan diterapkan oleh PT PERTAMINA (Persero) dalam waktu dekat, maka dari itu dibutuhkan kerjakeras, ketegasan dan keberanian dari pihak perusahaan untuk menetapkan suatu konsep distribusi yang efektif dan efisien. Perubahan sistem distribusi baru akan mempunyai dampak sosial yang cukup besar dalam tubuh perusahaan, terkait dengan elite politik, dominasi kekuasaan dan budaya 62

perusahaan yang sudah mengakar berpuluh-puluh tahun. Rencana Implementasi secara detail akan dijelaskan pada Bab IV. 3.3 Metoda Penelitian Proyek akhir ini menggunakan metoda yang bersifat kuantitatif dan kualitatif seputar distribusi dan rantai pasok BBM di PT.PERTAMINA (Persero). Adapun metoda yang dipakai diantaranya: 3.3.1 Saving matrix Method Saving matrix method adalah suatu metode untuk menentukan rantai pasok terpadu dengan batasan waktu. Tahapan yang digunakan dalam analisis ini adalah: 1. Identifikasi jarak antara matrix asal dan tujuan 2. Identifikasi savings matrix, yaitu mencari jalur yang paling optimal dari matrix asal tujuan. 3. Menentukan jenis kapal tanker yang dipakai dan rute angkutan Tahapan pertama sampai ketiga digunakan untuk menetapkan jenis kapal tanker dan mencari rute yang optimal untuk meminimasi jarak tempuh pengiriman BBM. 3.3.2 Identifikasi Matrix Jarak Identifikasi matrix jarak setiap depot dan kilang yang akan dikunjungi. Jarak digunakan sebagai pengganti dari ongkos transportasi dan distribusi antar lokasi (Chopra and Meindl, 2004:437). Bila ongkos transportasi antara lokasi diketahui, maka dapat digunakan sebagai pengganti variabel jarak. Jarak distribusi di notasikan dengan Dist (A, B) di dalam grid antara lokasi A dengan titik koordinat (Xa, Ya) dan lokasi B dengan koordinat (Xb, Yb) dapat diformulasikan sebagai berikut: Dist (A,B) = [(Xa-Xb) 2 + (Ya-Yb) 2 ] -1/2 Jarak antar lokasi adalah tahapan selanjutnya untuk mengevaluasi saving matix. 3.3.3 Identifikasi Saving Matrix Saving matrix mewakili penghematan dalam penggunaan moda transportasi untuk mendistribusikan produk kedua tempat dengan menggunakan satu moda angkutan. Penghematan dapat dievaluasi pada variabel jarak, waktu, dan ongkos (cost). 63

Rute pengiriman dapat diidentifikasi dari urutan tiap lokasi yang dikunjungi oleh moda angkutan, sebagai contoh: rute dari DC (Depot Utama) depot penyalur x DC (Depot Utama). Berawal dari depot utama ke depot penyalur x. Penghematan dapat diidentifikasi dari koordinat S(x,y) jarak dapat dihemat bila rute perjalanan dari depot utama depot penyalur x depot penyalur y depot utama yang dihasilkan dan dikombinasikan dari satu rute perjalanan. Penghematan ini dapat diformulasikan sebagai berikut: S(x,y) = Dist(DC,x) + Dist (DC,y) Dist (x,y) 3.3.4 Menentukan Jenis dan Rute Perjalanan Kapal Tanker Pemilihan jenis dan rute kapal tanker pada umumnya disesuaikan dengan limitasi kapasitas daya angkut kapal dan sistem kompartemen yang dimiliki masingmasing kapal. Keputusan yang diambil pada pemilihan jenis dan rute perjalanan, memiliki kecenderungan untuk memaksimalkan penghematan ongkos distribusi dan pengurangan jumlah kapal tanker yang beroperasi. Pertimbangan jalur distribusi merupakan salah satu objek dari penghematan. Bila keadaan jalur distribusi/rantai pasok harus memenuhi dua atau lebih titik yang terpisah, maka untuk melakukan penghematan kedua rute tersebut dapat dikombinasikan dengan batasan sistem pengiriman. Sistem pengiriman yang dimaksud adalah pola distribusi berurut atau lebih dikenal dengan nama multy-port yang pada dasarnya bertujuan untuk meminimasi jarak tempuh pengiriman dan pengurangan moda angkutan. Berikut adalah cara penentuan sistem distribusi multy-port (Chopra and Meindl, 2004:442). Farthest insert (sisipan terjauh) Penentuan jalur distribusi (termasuk penentuan distribusi langsung dari DC/ Depot Utama) kepada setiap konsumen/depot penyalur. Sisipan terjauh bertujuan untuk meminimalisasi peningkatan jarak pengiriman, cara meminimalisasi hal tersebut adalah dengan menyisipkan demand yang potensial pada jalur distribusi dengan pertimbangan menyisipkan demand yang terjauh untuk menghindari pembuatan rute baru. Proses tersebut dilanjutkan sampai dengan semua demand terlayani dan masuk ke dalam jalur distribusi. 64

Nearest Insert (sisipan terdekat) Penentuan jalur distribusi (termasuk penentuan distribusi langsung dari DC/depot utama) kepada setiap depot penyalur. Sisipan terdekat bertujuan untuk meminimalisasi peningkatan jarak pengiriman, cara meminimalisasi hal tersebut adalah dengan menyisipkan demand yang potensial pada jalur distribusi, dengan pertimbangan menyisipkan demand yang terdekat untuk menghindari pembuatan rute baru dan tidak terlayaninya demand. Proses tersebut dilanjutkan sampai dengan semua demand terlayani dan masuk ke dalam jalur distribusi. Nearest Neighbor (sisipan dari tetangga terdekat) Pada tahap ini jalur distribusi berawal dari sumber, prosedur ini mengikutsertakan demand terdekat ke dalam jalur distribusi yang terdekat dengan demand terakhir yang dikunjungi oleh moda angkutan sampai dengan semua demand telah terkunjungi. Sweep (menjalar) Pada prosedur sweep, demand yang ada pada grid terpilih (biasanya sumber itu sendiri) dan menjalar. Jalur distribusi dibangun oleh demand beruntun dalam proses order (Chopra and Meindl, 2004:443). Pola multy-port yang dipakai dalam proyek akhir ini merupakan penggabungan beberapa teori di atas. 3.4 Pola Sistem Distribusi Sistem distribusi yang dipakai dalam proyek akhir ini menggunakan pola campuran antara point-to-point dan multy-port. Pola point-to-point biasanya dilakukan pada depot yang memiliki demand yang besar, sehingga jenis kapal yang digunakannya pun berkapasitas besar. Pola point-to-point ini banyak dilakukan di zona envelope dua yang memiliki karakteristik demand BBM yang besar disetiap titik timbunnya. Pola multy-port dipakai jika depot-depot di sekitar daerah sumber memiliki komposisi yang seimbang antara kapasitas tanki timbun dengan demand yang dimilikinya, jika karakternya sama maka dimungkinkan untuk melakukan pola multy-port, selain itu ada pertimbangan jarak, tingkat service level, kondisi geografis atau medan yang akan dilalui dan batasan efisiensi dalam daya angkut kapal. Hasil ini harus diuji lagi dengan 65

asumsi jika pemenuhan demand depot dilakukan dengan pola point-to-point, hal ini dilakukan untuk menguji kelayakan pola multy-port yang dibuat. Informasi yang akurat tentang kondisi dan kapabilitas depot di lapangan sangat multak diperlukan dalam pembuatan pola multy-port, karena jika terjadi kesalahan dalam penjadwalan di salah satu depot saja, maka akan mengakibatkan keterlambatan di depot tujuan berikutnya. Pola yang dipakai dalam multy-port menggunakan sistem berantai seri (bukan pararel), sehingga dengan mempertimbangkan tingkat keakuratan dan kedetailan informasi di lapangan, diharapkan pola multy-port yang dibuat benarbenar optimal. 3. 5 Tahapan Perancangan Rute, Demand Rata-rata vs Supply Rata-rata Perancangan rute distribusi BBM pada proyek akhir ini diawali dengan melakukan identifikasi titik-titik observasi yang berupa sea depot, inland depot, instalasi, jobber dan kilang di seluruh wilayah Indonesia secara menyeluruh. Penentuan titik-titik observasi diambil berdasarkan kelengkapan data yang diperoleh dari PT.PERTAMINA (Persero) seperti data demand, supply, kapasitas timbun, jadwal pemberangkatan kapal eksisting, jenis kapal tanker yang dapat melakukan loading dan loading di suatu depot, waktu yang dibutuhkan ketika melakukan bongkar muat dan data kordinat depot. Dari hasil verifikasi keseluruhan data diperoleh 118 titik observasi yang terbagi dalam 6 buah kilang utama, 4 buah instalasi, 6 buah depot utama, 7 terminal transit, 2 buah ship to ship, 2 buah tanki timbun, 78 buah sea depot, 11 buah inland depot, dan 2 jobber. Untuk kelengkapan nama titik observasi tersebut dapat dilihat pada BAB II tentang kondisi eksisting sistem distribusi dimasing-masing envelope. Tahap identifikasi titik-titik observasi dilakukan bersamaan dengan perhitungan kebutuhan volume BBM impor baik secara nasional maupun per-envelope. Untuk menghitung agregat volume impor yang dibutuhkan, maka data yang digunakan adalah data rata-rata demand dan supply BBM dari bulan Oktober sampai Desember 2007. Dengan menggunakan data rata-rata selama tiga bulan tersebut, diharapkan hasil perhitungan kebutuhan volume BBM dan pembuatan rute di setiap depot akan mendekati kondisi realiasasi di lapangan, selain itu solusi yang dihasilkan pun akan memiliki jangka waktu ketahanan model yang lebih lama. 66

DATA LOKASI & KOORDINAT Identifikasi Depot, Ins, Kilang dan Jobber yg masuk dlm observasi Saving Matrix Identifikasi Jarak DATA DEMAND & SUPPLY VOLUME IMPORT Metoda dan Rute Kapal 1. Farthest insert (Sisipan terjauh) 2. Nearest Insert (Sisipan terdekat) 3. Nearest Neighbor (tetangga terdekat) 4. Sweep (Menjalar) Flow of material BBM base on source of supply point RUTE DISTRIBUSI BBM DGN POLA POINT-TO-POINT & MULTIPORT JENIS KAPAL TANKER Faktor pertimbangan 1. Kondisi Geografis 2. Tanki Timbun Eksisting 3. Kesesuaian demand dgn TT KOMPOSISI PRODUK & VOLUME BBM COST 1. Round Trip Days (RTD) 2. Jumlah Kapal IN OUT à Inventory Mngt Rekomendasi perubahan TT di Depot dan Instalasi Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data Perhitungan volume impor akan digabungkan dengan hasil pengolahan dari perhitungan saving matrix, identifikasi jarak antar depot dan pola rute pra-klarifikasi. Hasil dari penggabungan ini adalah berupa flow of material yang terdiri dari produk premium, kerosene dan solar di masing-masing envelope. Penggabungan ini dilakukan agar kegiatan supply menjadi lebih efektif dan efisien. Sebagai tahap awal perancangan flow of material dibuat berdasarkan kedekatan lokasi depot dengan lokasi sumber supply, tanpa melihat besaran kapasitas tanki timbun yang dimiliki oleh masing-masing depot. Tahap selanjutnya adalah menentukan rute 67

distribusi dan jenis kapal tanker yang akan digunakan dengan mempertimbangkan besaran kapasitas tanki timbun di masing-masing depot. Tahapan penentuan rute distribusi dan jenis kapal tanker menghasilkan komposisi produk BBM yang akan dibawa dan banyaknya frekuensi pemberangkatan kapal dalam satu bulan atau satu periode. Pola rute yang buat menggunakan asumsi bahwa satu rute alur distribusi dari lokasi sumber supply ke lokasi depot penyalur hanya ditangani oleh kapal tanker yang sama dan tidak berubah-ubah, atau dengan kata lain setiap kapal hanya memiliki satu rute perjalan, kecuali jika sisa utilitas atau waktu luang kapal pada suatu rute masih cukup besar, sehingga dimungkinkan untuk melayani rute lainnya yang berdekatan. Faktor pertimbangan yang digunakan dalam penentuan jenis kapal adalah medan yang akan dilalui, kapasitas tanki timbun eksisting dan kesesuaian karakteristik demand dengan tanki timbun di masing-masing depot. Faktor pertimbangan terakhir dipakai ketika akan menentukan pola multy-port, pertimbangan terkahir ini diambil karena tingkat efektivitas dan efisiensi pola multy-port dalam suatu rantai distribusi belum tentu selalu lebih unggul, hal ini terjadi ketika tanki timbun yang dimiliki oleh suatu depot sangat minim, jika dibandingkan dengan demand yang dimilikinya. Untuk memperjelas cara perhitungan dan contoh kasus dapat dilihat pada penjelasan solusi rute di envelope yang menggunakan pola campuran multy-port dan point-to-point. Hasil akhir yang ingin dicapai dalam proyek akhir ini adalah penghematan ongkos distribusi dan rekomendasi perubahan atau penambahan komposisi tanki timbun, serta penentuan titik lokasi cadangan yang berfungsi sebagai buffer di masingmasing envelope. Ongkos distribusi yang dimaksud adalah berupa freight cost atau ongkos total per-kilo liter atau per-liter dari satu lokasi sumber supply ke lokasi depot penyalur. Sedangkan rekomendasi penambahan tanki timbun di buat jika waktu buffer yang miliki suatu depot kurang dari waktu tempuh yang dapat dicapai dari supply point terdekatnya, sehingga depot tersebut rentan terhadap kondisi kritis. Walaupun demikian jalur rute yang dibuat pada proyek tugas akhir ini sudah dapat dijalankan tanpa adanya penambahan kapasitas tanki timbun di depot. Penentuan titik lokasi cadangan buffer envelope dibuat untuk menangani kekurangan supply yang disebabkan oleh kilang shutdown, ataupun masalah lain seperti kerusakan pompa dan cuaca. Besarnya kapasitas timbun produk yang harus dimiliki oleh masing-masing depot dapat dilihat pada bagian Lampiran A E. 68

3.6 Ongkos per KL (Freight cost) Pemerintah bersama jajarannya meminta PT PERTAMINA (Persero) untuk membuat kepastian ongkos di masing-masing rute, tetapi sampai sekarang freight cost yang diinginkan tersebut sulit untuk diketahui secara pasti karena pola distribusi yang berjalan masih bersifat acak, sehingga ongkos yang diketahui hanya berupa agregat secara keseluruhan. PT PERTAMINA (Persero) menggunakan firing sytem dalam mendistribusikan BBM, atau sistem dadakan ketikan terjadi indikasi depot kekurangan supply atau kilang bermasalah. Walaupun flow of material produk sudah dibuat, pengambilan supply BBM untuk depot kritis seringkali dilakukan dengan mengambil persediaan dari depot lain yang masih memiliki cadangan cukup besar, padahal kegiatan tersebut dapat menyebabkan berubahnya arus distribusi dan sistem inventory depot yang bersangkutan, serta berimbas pada perubahan jadwal rute kapal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pergerakan kapal tanker dari barat ke timur Indonesia yang dirasakan kurang efektif dan efisien. Freight cost adalah Round Trip Days (RTD) dikali dengan sewa kapal ditambah biaya operasional dan biaya pelabuhan. Ongkos dan formula perhitungan distribusi point-to-point dan multy-port memiliki perbedaan dalam hal cakupan depot yang akan dilalui oleh suatu kapal tanker. Formula yang dipakai dalam perhitungan pola point-topoint adalah sebagai berikut: Freight Cost per-kl = (2(sea days + loading + unloading) x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea + bungker consumption loading + bungker consumption discharging + portcharge Formula yang dipakai dalam perhitungan pola multy-port adalah sebagai berikut: Freight Cost per-kl = ((sea days + loading + unloading) x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea + bungker consumption loading + bungker consumption discharging + portcharge) + ((sea days + unloading) x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea + bungker consumption discharging + portcharge) +... + ((sea days x sewa kapal per-hari) + bungker consumption sea) 69

Komposisi produk BBM yang dibawa oleh setiap kapal tanker disesuaikan dengan tanki timbun eksisting yang dimiliki masing-masing depot. Karena berbagai keterbatasan data yang diperoleh dari perusahaan, maka perhitungan freight cost masih menggunakan beberapa asumsi dalam perhitungannya. Asumsi-asumsi tersebut adalah: 1. Biaya sewa dan kecepatan kapal tanker untuk masing-masing jenis diwakili oleh satu buah kapal yang dianggap dapat mengambarkan populasi jenis kapal tersebut. Kecepatan kapal (knot) menggunakan kecepatan rata-rata kapal tersebut. 2. Berat jenis produk premium, kerosene dan solar diwakili oleh produk solar yang mempunyai berat jenis tertinggi. 3. Jarak dihitung dengan satuan mil laut. 4. Konversi mata uang rupiah memakai indeks Rp 9300,00 per 1 $ US. 5. Kekosongan data waktu loading dan unloading kapal di depot-depot atau lokasi lainnya diasumsikan dengan menggunakan standar waktu yang telah ditetapkan oleh PT PERTAMINA (Persero). 6. Hanya ada satu nilai freight cost untuk setiap rute baik untuk rute yang menggunakan point-to-point maupun multy-port. 3. 7 Faktor faktor yang Dipertimbangkan Dalam Perancangan Rute Rute dalam distribusi merupakan hasil integrasi antara kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam suatu proses rantai pasok. Pembuatan suatu rute kapal memerlukan pertimbangan dan perhitungan yang baik dan matang. Berdasarkan data distribusi tahun 2007, PT PERTAMINA (Persero) memiliki 111 depot dan 6 kilang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan ditangani oleh 118 kapal tanker dengan berbagai tipe. Dengan evaluasi dan pembuatan pola rute baru diharapakan sistem distribusi akan menjadi lebih efektif dan efisien. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan jalur atau routing adalah: 1. Volume demand di masing-masing depot 2. Volume ketersediaan BBM di lokasi sumber supply 3. Kapasitas tanki timbun di depot dan di sumber supply. 4. Jarak lokasi depot dengan lokasi sumber supply terdekat. 5. Jenis dan ongkos sewa kapal. 6. Kondisi geografis atau medan yang akan dilalui. 7. Volume objective thruput per-hari dari masing-masing depot. 70

8. Karakteristik inventory dan demand di masing-masing depot (diperlukan dalam menentukan pola multy-port). 3.8 Kebutuhan Impor vs Kilang Data volume material balance pada bulan Oktober sampai Desember merupakan masa peak season konsumsi BBM di dalam negeri, kondisi ini dijelaskan pada BAB II tentang karakteristik demand BBM nasional. Berdasarkan alasan tersebut maka dapat diprediksi kebutuhan BBM diawal tahun akan berada di bawah atau bergerak di sekitar angka rata-rata demand Oktober sampai Desember. BBM impor diasumsikan seluruhnya berasal dari Singapore. Berdasarkan hasil perbandingan rata-rata demand dan supply data material balance Oktober sampai Desember diperoleh bahwa volume impor BBM yang dibutuhkan setiap bulan adalah 1.018.797 KL BBM yang terdiri dari 418.567 KL premium, 52.496 KL kerosene, dan 547.735 KL solar. Walaupun demikian jumlah realisasi BBM yang diimpor dari Singapore melebihi jumlah BBM impor tersebut di atas. Menurut data Oktober sampai Desember BBM impor dari Singapore berjumlah 1.799.326 KL, terdiri dari 490.869 KL premium, 96.219 KL kerosene, dan 1.212.238 KL solar, jadi terdapat kelebihan BBM sekitar 780,529 KL atau sekitar 77% yang mayoritas merupakan produk solar. Kelebihan impor ini mungkin diperuntukan bagi sektor industri yang tidak tercantum dalam penelitian proyek akhir. Tabel 3.1 Demand, Produksi Kilang dan Kebutuhan Impor BBM (dalam KL) REGION Demand BBM / bln Jml kebutuhan BBM Import Premium Kerosine Solar SUM Premium Kerosine Solar SUM ENVELOPE 1 329,773 156,099 555,674 1,041,546 128,637 12,369 310,885 451,890 ENVELOPE 2 721,804 364,415 478,943 1,565,161 59,412 0 0 59,412 ENVELOPE 3 276,908 165,986 276,371 719,265 226,720 56,409 232,318 515,447 ENVELOPE 4 176,620 91,132 307,888 575,640 0 0 0 0 ENVELOPE 5 26,927 18,122 72,785 117,834 0 0 0 0 SUM 1,532,033 795,754 1,691,660 4,019,446 414,769 68,778 543,202 1,026,749 KILANG Produksi BBM / bln Premium Kerosine Solar SUM Dumai 99,799 94,849 181,234 375,882 ENVELOPE 1 Plaju 104,993 74,818 75,260 255,071 ENVELOPE 1 Cilacap 404,814 295,825 319,961 1,020,600 ENVELOPE 2 Balongan 253,923 61,745 149,142 464,810 ENVELOPE 2 Balikpapan 244,224 212,742 409,425 866,391 ENVELOPE 4 Kasim-Sorong 5,713 3,278 8,904 17,895 ENVELOPE 5 SUM 1,113,466 743,258 1,143,926 3,000,649 71

Jika menganalogikan pemenuhan kebutuhan BBM depot berdasarkan pada kecukupan dan kedekatan supply point disuatu daerah maka untuk daerah Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Kupang, tidak memerlukan tambahan BBM dari impor, karena produksi Kilang Balikpapan cukup besar untuk memenuhi demand keempat daerah di atas. Untuk daerah envelope 2 dan 3 yang mendapat tambahan impor adalah daerah pesisir utara Pulau Jawa, hal ini dilakukan karena pertimbangan jarak tempuh dan ongkos yang lebih dekat dan murah jika pengiriman dilakukan dari Singapore. Untuk wilayah Sumatera atau envelope 1, supply impor dilakukan pada beberapa daerah di bagian pesisir barat Sumatera yang terbentang dari Daerah Istimewa Aceh sampai Provinsi Lampung. Berdasarkan perimbangan perhitungan demand dan produksi kilang, maka BBM impor untuk produk premium di transfer ke daerah envelope 1, 2 dan 3, sedangkan untuk produk kerosene dan solar di transfer ke daerah envelope 1 dan 3. Produk solar merupakan produk impor terbesar. Untuk memperjelas gambaran di atas dapat dilihat pada Gambar 3.4. 310.885 Import KRUENG RAYA LHOK SEUMAWE 128.637 12.369 Lokal Import Premium Import Kerosine MEULABOH UP. I - PKL. BRANDAN LAB. DELI SIBOLGA P. NATUNA ENVEPOPE 1 TARAKAN TAHUNA Import Solar G. SITOLI UP. II - DUMAI SIAK TT. TLK. KABUNG JAMBI BENGKULU ENVEPOPE 2 59.412 SINGAPORE TJ.UBAN P. SAMBU UP. III - PLAJU PANJANG T. SEMANGKA PLUMPANG TT. TG. GEREM/MERAK BITUNG P. BATAM TOBELO TOLI - TOLI BONTANG SINTANG MOUTONG PONTIANAK SAMARINDA DONGGALA BALIKPAPAN PARIGI CILIK RIWUT SAMPIT KOLONDALE PALOPO PKL.BUN P. PISANG ENVEPOPE 4 BANJARMASIN PARE - PARE STS KOTA BARU KOTA BARU UJ. PANDANG SEMARANG CAMPLONG SURABAYA STS KALBUT MENENG UP. IV BADUNG MAUMERE CILACAP REO AMPENAN L. TUKA TT. TLK BIMA ENDE MANGGIS ENVEPOPE 3 WAINGAPU GORONTALO Solar SUBUNG POSO LUWUK SANANA BANGGAI NAMLEA KENDARI KOLEKA RAHA BAU -BAU TERNATE PABUHA BIAK SORONG MANOKWARI TT. SERUI WAY AME BULA NABIRE MASOHI FAK - FAK KAIMANA TUAL KALABAHI SAUMLAKI DILI ATAPUPU KUPANG DOBO ENVEPOPE 5 JAYAPURA MERAUKE 226.720 232.318 56.409 Gambar 3.4 Perbandingan Volume BBM Lokal & Impor 72

3.9 Rantai Pasok Supply dan Distribusi Envelope Satu 3.9.1 Demand dan Supply Envelope Satu Demand BBM envelope satu berada diperingkat ke-dua dari 5 envelope yang ada di Indonesia, demand BBM envelope ini memiliki prosentase sebesar 26% dari demand BBM nasional. Jumlah total demand envelope satu adalah 1.041.546 KL per-bulan yang terdiri dari 329.773 Kl premium (32%), kerosene 156.099 KL (15%) dan solar 555.674 KL (53%). Sebagian besar demand envelope satu dipenuhi oleh 2 buah kilang di Sumatera, yaitu Kilang Dumai dan Kilang Plaju, sedangkan Kilang Brandan sudah ditutup, karena dianggap sudah tidak produktif. Kedua kilang ini memproduksi BBM sebesar 630.953 KL yang terdiri dari premium 204.792 Kl, kerosene 169.667 KL dan solar 256.494 KL. Jumlah produksi kedua kilang yang masih produktif di atas hanya mampu menutupi 61% kebutuhan BBM di envelope satu. Kekurangan BBM berada pada produk premium sebesar 124.981 KL (38%) dan produk solar sebesar 299.180 KL (54%), sedangkan produk kerosene mengalami kelebihan produksi sebesar 13,568 KL. Langkah pertama untuk mempermudah penempatan produk BBM lokal dan impor di envelope satu adalah dengan melakukan pembagian wilayah envelope satu dalam beberapa sub area yang berdasarkan pada kedekatan lokasi depot dan kedekatan supply point. Dari hasil pengolahan dihasilkan 3 buah sub area di envelope satu yaitu di bagian utara Pulau Sumatera, tengah Pulau Sumatera dan selatan Pulau Sumatera. Pembagian ketiga sub area tersebut menghasilkan pola distribusi supply utama untuk depot utama, instalasi atau terminal transit yang berfungsi mentransfer BBM ke depot-depot penyalur. Sub area satu terdiri dari 13 titik observasi yang terdiri dari 8 buah sea depot, 3 buah inland depot dan 2 buah instalasi. Tiga belas titik observasi tersebut tersebar dalam 3 wilayah kecil yaitu: 1. Wilayah Kabung/Bungus terdiri dari: Depot Meulaboh, Depot Sibolga, Depot G.Sitoli dan Terminal Transit Kabung/Bungus. 2. Wilayah Dumai terdiri dari: Depot Dumai dan Depot Siak. 3. Wilayah Medan terdiri dari: Depot Lhokseumawe, Depot Sabang, Depot Kruengraya, Instalasi Medan, Depot Pematangsiantar dan Depot Kisaran. 73

Tabel 3.2 Pembagian Sub Daerah Envelope Satu SUB AREA 1 SUB AREA 2 SUB AREA 3 1 Depot Lhok Seumawe 1 Depot Kertapati 1 Depot BATAM 2 Depot Krueng Raya 2 Depot Pangkal Balam 2 Depot Natuna Group 3 Depot Meulaboh 3 Depot Baturaja 3 TT T. Uban 4 Depot Sabang 4 Depot Lahat 4 TT P. Sambu 5 Inst. Medan Group 5 Depot Lubuk Linggau 5 Depot Tembilahan 6 Depot Dumai 6 Tg. Pandan P (JOBER) 7 Depot Sibolga 7 Depot Jambi 8 Depot P. Siantar 8 Depot Pontianak 9 Depot Kisaran 9 Depot Sintang 10 Depot P. Brandan 11 Depot G. Sitoli 12 TT Teluk Kabung 13 Depot Siak sea depot Instalasi / term transit inland depot jobber Sub area dua meliputi 9 depot yang terbagi dari 4 inland depot dan 5 sea depot yang salah satunya merupakan jobber. Sub area tiga terdiri dari 3 depot dan 2 terminal transit. Terminal Transit Tanjung Uban dan Pulau Sambu pada sub area tiga merupakan terminal transit utama yang mensupply kebutuhan BBM impor ke envelope-envelope lain, selain itu ke dua terminal transit ini berfungsi sebagai tanki timbun BBM impor yang dipasok dari Singapore. 3.9.2 Flow of material BBM Envelope Satu Dengan mengutamakan kecukupan supply lokal di masing-masing envelope dan tingkat efesiensi yang berdasarkan kedekatan jarak, maka Terminal Transit Teluk Kabung memperoleh supply premium, kerosene dan solar dari Kilang Dumai, sedangkan untuk Instalasi Medan memperoleh kerosene dan solar dari Kilang Dumai di tambah supply premium, kerosene dan solar dari Singapore. Demand BBM Depot Dumai di transfer dari Kilang Dumai langsung dengan menggunakan moda pipa. Depot Siak memperoleh premium, kerosene dan solar dari Kilang Dumai, walaupun demikian jumlah pasokan premium dari Kilang Dumai ke Depot Siak hanya menutupi 83% demand premium, maka dari itu diperlukan tambahan supply premium dari Terminal Transit Tanjung Uban sebesar 9.546 KL. Terminal Transit Teluk Kabung selain melayani kebutuhan lokal, melayani juga kebutuhan depot-depot sekitarnya seperti Depot Sibolga, Depot G.Sitoli dan Depot Meulaboh. Jumlah BBM yang dibutuhkan oleh Terminal Transit Teluk Kabung 74

ditambah dengan demand depot penyalur di sekitarnya adalah 135.694 KL BBM yang terdiri dari 53.601 KL premium, 22.681 KL kerosene dan 59.411 KL solar. Sabang Kruengraya Lhokseumawe Premium Solar Kerosine PKS Meulaboh MEDAN SNG Natuna P. Siantar Kisaran Sibolga Uban & Sambu G Sitoli DUMAI Siak Batam Pontianak Tembilahan Sintang TT, BUNGUS Jambi Pkl Balam Lubuk Linggau PLAJU Tj Pandan Lahat Baturaja Gambar 3.5 Flow of Material BBM untuk Depot Utama dan Instalasi Instalasi Medan menangani inland Depot Kisaran dan Depot Pematangsiantar dengan moda RTW (Rail Tank Wagon). Selain melayani kedua inland depot di selatan Kota Medan, Instalasi Medan melayani kebutuhan BBM sea depot di Daerah Istimewa Aceh yaitu Depot Sabang, Depot Kruengraya dan Depot Lhokseumawe. Total demand Instalasi Medan ditambah dengan demand depot-depot penyalur di sekitarnya berjumlah 264.657 KL BBM, terbagi dari 99.494 KL premium, 57.131 Kl kerosene dan 108.031 KL solar. Produksi Kilang Dumai hanya mampu memasok 56.835 KL kerosene dan 15.444 KL solar untuk menutupi kebutuhan Instalasi Medan, sisa kebutuhan premium, kerosene dan solar didatangkan dari Terminal Transit Tanjung Uban yang berasal dari sumber impor. 75

Sabang Kruengraya Lhokseumawe Premium Solar Kerosine PKS Meulaboh MEDAN Natuna P. Siantar Kisaran Sibolga Uban & Sambu G Sitoli DUMAI Siak Batam Pontianak Tembilahan Sintang TT, BUNGUS Jambi Pkl Balam Lubuk Linggau PLAJU Tj Pandan Lahat Baturaja TJ PRIOK Baturaja Gambar 3.6 Flow of Material BBM untuk Depot-Depot Penyalur Sub area tiga yaitu Terminal Transit Pulau Sambu, Depot Tembilahan, Depot Batam dan Depot Natuna memperoleh pasokan BBM dari Terminal Transit Tanjung Uban berupa premium, kerosene dan solar. Jumlah demand sub area tiga adalah 138.817 KL yang terdiri dari 19.596 KL premium, 12.073 KL kerosene dan 107.148 KL solar. Seluruh produk BBM di TT Tanjung Uban berasal dari Singapore. Sub area dua meliputi Depot Kertapati, Depot Pangkalan Balam, Depot Baturaja, Depot Lahat, Depot Lubuklinggau, Depot Jambi, Depot Pontianak, Depot Sintang dan Jobber Tanjung Pandan. Demand total BBM yang dibutuhkan sub area dua adalah 324.924 KL yang terdiri dari: 101.338 KL premium, 48.882 KL kerosene dan 174.705 KL solar. Depot Kertapati merupakan tanki timbun Kilang Plaju yang dikelola oleh Unit Pengolahan III. Produksi Kilang Plaju sebesar 255.071 KL BBM yang terbagi dari 104.993 KL premium, 74.818 KL kerosene dan 174.705 KL solar. Jika melihat perbandingan antar demand sub area dua dan produksi yang dihasilkan Kilang Plaju, maka terlihat terjadinya kelebihan stock untuk produk premium dan kerosene, sedangkan untuk produk solar mengalami kekurangan yang cukup besar yaitu 99.445 KL. Kekurangan produk solar ini di penuhi dengan tambahan supply dari Terminal 76

Transit Tanjung Uban ke beberapa sea depot yang berada pada sub area dua, sedangkan kelebihan produk premium dan kerosene di transfer ke Depot Plumpang yang masuk dalam wilayah envelope dua. UP II T.T Kabung Sibolga G.Sitoli KILANG DUMAI Dumai Sie Siak IMPORT Ins Medan L.Seumawe Kruengraya Sabang Meulaboh Siantar Kisaran Tembilahan PREMIUM KEROSINE STS SEA DEPOT T.T Tj Uban Natuna SOLAR PKS RTW PIPA T.T P Sambu Batam/Kijang KILANG JOBBER TERM TRANSIT, DEP UTAMA, INSTALASI Jambi Pkl. Balam UP III Pontianak Sintang KILANG PLAJU Tjg. Pandan Baturaja Kertapati Lahat Lubuklinggau Gambar 3.7 Flow of Material BBM Envelope Satu Depot Kertapati memasok kebutuhan BBM inland depot yang berada di selatan Pulau Sumatera yaitu Depot Baturaja, Depot Lahat dan Depot Lubuklinggau. Jumlah demand inland depot yang ada di sub area dua berjumlah 124.939 KL yang terdiri dari 45.525 KL premium, 21.469 KL kerosene dan 57.945 KL solar. Walaupun produk solar di Depot Utama Kertapati merupakan produk utama, produk premium di tiga inland depot penyalur sekitarnya mempunyai jumlah demand terbesar. Kebutuhan BBM keempat inland depot ini dipenuhi seluruhnya oleh produksi Kilang Plaju. Sea depot yang berada di sub area dua adalah Depot Pangkalan Balam, Depot Jambi, Depot Pontianak, Depot Sintang dan Jobber Tanjung Pandan. Jumlah kebutuhan 77

BBM sea depot yang berda pada sub area dua berjumlah 199,985 KL yang terdiri dari 55.813 KL premium, 27,413 KL kerosene dan 116.759 KL solar. Hampir 60% demand BBM pada sea depot sub area dua merupakan produk solar. Produk premium dan kerosene untuk Depot Jambi, Depot Pangkalan Balam, Depot Pontianak dan Depot Sintang diperoleh dari Kilang Plaju, sedangkan produk solar sepenuhnya di supply dari TT Tanjung Uban. Demand BBM Jobber Tanjung Pandan di supply seluruhnya dari Kilang Plaju. Depot Pontianak merupakan depot utama yang mensupply kebutuhan BBM untuk Depot Sintang. 3.9.3 Rute Distribusi Envelope Satu Rute kapal tanker dibuat berdasarkan flow of material BBM envelope satu yang telah dibuat sebelumnya. Pembuatan rute ini dibatasi oleh kapasitas tanki timbun di masing-masing depot, jenis kapal tanker dan kondisi geografis yang akan dilalui. Berdasarkan hasil pegolahan data envelope satu dihasilkan 22 buah rute yang sebagian besar merupakan pola distribusi point-to-point, sedangkan rute yang menggunakan pola multy-port hanya berjumlah 2 buah. Pola distribusi multy-port digunakan untuk mensupply Depot Sibolga dan Depot G Sitoli yang dipasok dari Terminal Transit Teluk Kabung dengan RTD 6.25 hari. Depot Lhokseumawe dan Depot Kruengraya dipasok dari Instalasi Medan dengan RTD 8.66 hari. Kedua pola multy-port ini menggunakan jenis kapal tipe SMALL 2 dengan besar freight cost masing-masing $ 5,67 dan $ 7,35 per-kilo liter atau Rp 43,- dan Rp 56,- per-liter Kapal tipe besar seperti GP dan MR digunakan untuk mentransfer produk BBM dari Kilang atau refenery sampai Depot Utama atau Instalasi. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan karena besarnya kapasitas demand dan tanki timbun di tempat tujuan. Kapal besar ini digunakan untuk mentransfer BBM ke Terminal Transit Teluk Kabung dan Instalasi Medan. Berdasarkan data eksisiting tanki timbun Terminal Transit Kabung maka suppy BBM menggunakan 2 buah kapal yang terdiri dari 1 buah kapal jenis MR dan 1 buah kapal jenis GP, dengan frekuensi 2 kali untuk masing-masing kapal. Round Trip Days (RTD) dari Kilang Dumai menuju TT Kabung sebesar 10,44 hari. Kapal jenis Medium Range (MR) membawa 40.454 KL BBM yang terdiri dari 16.322 KL premium, 7.095 KL kerosene, dan 17.037 Kl solar, sedangkan kapal GP membawa 20.227 KL BBM yang terdiri dari 8.161 KL premium, 3,547 KL kerosene, 8.519 Kl solar. Freight cost 78

kapal jenis MR adalah $ 4,58 per-kilo liter dan $ 6,02 per-kilo liter untuk kapal jenis GP atau Rp 43,- dan Rp 56,- per-liter. Kapal tanker tipe kecil seperti SMALL 2, SMALL 1 dan LIGHTER digunakan untuk mendistribusikan prodok BBM ke depot-depot penyalur. Untuk mendistribusikan BBM ke Depot Jambi, Depot Tembilahan dan Depot Sintang harus melalui medan sungai, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan tipe kapal tanker yang besar dan sistem distribusi yang digunakan adalah sistem point-to-point. Rute nomor 8 yaitu Depot Meulaboh Depot Sabang Depot Meulaboh merupakan rute termahal yang ada di envelope satu, dengan ongkos $15,86 per KL atau Rp 120,- per liter. Instalasi Medan mendapat pasokan kerosene sebesar 18.945 KL dan solar sebesar 5.148 KL dari Kilang Dumai dengan menggunakan kapal jenis GP. Sisa demand Instalasi Medan ditutupi oleh TT Tanjung Uban menggunakan 1 kapal jenis SMALL 2 dengan frekuensi 4 kali dan 1 kapal jenis GP dengan frekuensi 3 kali dari Singapore. Kapal GP mengangkut 3 jenis BBM dengan jumlah 44.694 KL yang terdiri dari 21.500 KL premium, 1.694 KL kerosene dan 21.500 KL solar, sedangkan kapal jenis SMALL 2 mengangkut premium 3.626 KL dan solar 2.977 KL. Sabang Kruengraya Lhokseumawe Meulaboh MEDAN 6 SNG Natuna MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER 2 P. Siantar Kisaran 1 Sibolga 4 G Sitoli DUMAI Siak Batam Uban & Sambu Pontianak Tembilahan 5 Sintang TT, BUNGUS Jambi Pkl Balam Lubuk Linggau PLAJU Tj Pandan Lahat Baturaja SBY + KALBUT TJ GEREM TJ PRIOK TSEMARANG Gambar 3.8 Rute Supply dan Distribusi BBM Depot Utama Envelope Satu 79

Tabel 3.3 Rute Supply dan Distribusi Envelope Satu NO ROUTE P K S TOTAL OC Type RTD frek TOTAL $/KL Rp/Lt UTILITAS 1 DUMAI Teluk Kabung DUMAI 16,322 7,095 17,037 40,454 90% MR 10.44 2 20.88 4.58 35 20.88 2 DUMAI Teluk Kabung DUMAI 8,161 3,547 8,519 20,227 81% GP 10.44 2 20.88 6.02 46 20.88 3 Teluk Kabung G. Sitoli Sibolga Teluk Kabung 2,098 1,446 2,795 6,340 98% SMALL 2 6.25 5 31.26 5.67 43 31.26 4 DUMAI Inst. Medan DUMAI 18,945 5,148 24,093 96% GP 5.72 3 17.15 2.53 19 17.15 5 T. Uban Inst. Medan T. Uban 21,500 1,694 21,500 44,694 99% MR 7.14 4 28.56 2.76 21 28.56 6 T. Uban Inst. Medan T. Uban 3,626 2,977 5,587 86% SMALL 2 5.54 5 27.69 5.61 42 27.69 7 Inst. Medan Lhokseumawe Kruengraya Inst. Medan 2,444 1,174 2,485 6,103 94% (2) SMALL 2 7.44 8 59.52 7.35 56 29.76 8 Sabang Meulaboh Sabang 662 200 1,186 2,047 58% SMALL 1 5.00 6 30.00 15.86 120 30.00 9 T. Uban Siak T. Uban 3,182 3,182 91% SMALL 1 4.07 3 12.20 5.26 40 12.20 10 DUMAI Siak DUMAI 823 542 1,869 3,234 92% (3) SMALL 1 3.53 17 60.07 4.48 34 18.73 11 T. Uban Natuna Group T. Uban 393 376 1,238 2,007 57% SMALL 1 4.18 1 4.18 8.69 66 12 T. Uban BATAM T. Uban 1,387 416 1,433 3,236 92% SMALL 1 2.41 8 19.27 4.54 34 19.27 13 T. Uban Tembilahan T. Uban 336 1,140 1,421 2,896 83% SMALL 1 3.49 4 13.97 5.03 38 18.00 14 PLAJU Jambi PLAJU 2,600 970 3,570 102% SMALL 1 4.11 7 28.76 4.86 37 28.76 15 T. Uban Jambi T. Uban 2,370 2,370 68% (2) SMALL 1 4.09 12 49.10 7.37 56 24.55 16 PLAJU Pangkal Balam PLAJU 1,889 419 2,308 66% SMALL 1 3.82 6 22.90 6.81 51 22.90 17 T. Uban Pangkal Balam T. Uban 6,083 6,083 94% SMALL 2 4.33 4 17.30 3.92 30 17.30 18 PLAJU Tg. Pandan PLAJU 868 294 1,870 3,032 87% SMALL 1 4.53 3 13.60 8.27 62 13.60 19 PLAJU Pontianak PLAJU 3,945 2,871 6,816 105% SMALL 2 5.02 6 30.09 4.96 38 30.09 20 T. Uban Pontianak T. Uban 5,837 5,837 90% (2) SMALL 2 4.98 10 49.77 4.83 36 24.89 21 Pontianak Sintang Pontianak 318 234 641 1,193 95% (2) LIGTER 4.67 12 56.00 1.38 10 28.00 22 Inst. Medan Sabang Inst. Medan 817 253 1,498 2,568 73% SMALL 1 4.31 6 25.85 7.01 53 25.85 TOTAL RATA-RATA 71,372 41,615 85,909 197,879 115 134 639 128 966 86% 5 6 29 6 44 77% P Premium RTD Round Trip Days K Kerosene OC Occupacy Kapal = daya angkut standar / volume BBM yang diangkut S Solar UTILITAS Utilitas = RTD X frekuensi per-kapal Menggunakan kapal yg sama 80

Envelope satu menggunakan 27 buah kapal untuk melayani 22 buah rute. Dua puluh tujuh kapal tersebut terdiri dari 2 buah kapal tipe MR, 2 buah kapal tipe GP, 8 buah kapal tipe SMALL 2, 13 buah kapal tipe SMALL 1 dan 2 buah kapal tipe LIGHTER. Dari data di atas terlihat bahwa sebagian besar rute envelope satu menggunakan jenis kapal kecil seperti SMALL 1 dan SMALL 2. Kapal yang dapat digunakan pada jalur Depot Pontianak Depot Sintang hanya tipe LIGHTER, karena terbatas pada kondisi geografis yang harus melalui sungai. Kapal tipe kecil biasanya digunakan dengan 3 alasan, alasan pertama digunakan untuk depot-depot dengan demand yang tidak terlalu besar, alasan kedua karena diakibatkan kondisi geografis yang tidak memungkinkan dan yang ketiga terbatas pada kapasitas tanki timbun depot tujuan. 11 rute dari 22 buah rute yang berada pada envelope satu menggunakan kapal jenis SMALL 1. 22 Sabang Kruengraya Lhokseumawe 8 Meulaboh MEDAN 7 Natuna MR GP SMALL 2 SMALL 1 LIGHTER P. Siantar Kisaran 11 10 9 Sibolga G Sitoli 3 DUMAI Batam Siak 12 13 Tembilahan 15 Uban & Sambu 17 20 Pontianak 21 Sintang TT, BUNGUS Jambi 14 16 Pkl Balam 19 Lubuk Linggau PLAJU Lahat Baturaja 18 Tj Pandan Gambar 3.9 Rute Distribusi BBM Envelope Satu Pola distribusi baru menggunakan kapal tanker lebih sedikit dibandingkan dengan pola distribusi lama atau eksisting yang menggunakan 49 buah kapal dengan komposisi 3 buah kapal jenis MR, 6 buah kapal jenis GP, 8 buah kapal jenis SMALL2, 24 buah kapal jenis SMALL I dan 8 buah kapal jenis LIGHTER. Penghematan kapal 81

berjumlah 22 buah kapal yang terdiri dari 1 buah kapal jenis MR, 4 buah kapal jenis GP, 11 buah kapal jenis SMALL I dan 6 buah kapal jenis LIGHTER. Penghematan jumlah kapal akan berdampak pada pengurangan ongkos sewa kapal. Berkurangnya ongkos sewa kapal mengurangi biaya distribusi. Biaya total sewa kapal pola distribusi lama dalam envelope satu sekitar $ 8.140.768 sedangkan pola distribusi baru $ 4.625.642, jadi didapat penghematan sebesar $ 3.515.126 atau Rp 32.690.667.389.00 per-bulan atau sebesar 43%. Depot Meulaboh berdasarkan flow of material mendapat pasokan dari Terminal Transit Teluk Kabung, tetapi karena tanki timbun yang dimiliki depot ini sangat kecil, maka pendistribusian BBM di Depot Meulaboh dialihkan ke Depot Sabang. Jika membandingkan demand BBM Depot Meulaboh yang berjumlah 14.331 KL dan kapasitas tanki timbun yang berjumlah 3.423 KL, maka Depot Meulaboh hanya mampu menampung 24% demand, sedangkan kapasitas tanki timbun Depot Sabang jauh lebih besar daripada demand yang dimilikinya atau sebesar 360%, sehingga bisa dikatakan tanki timbun Depot Sabang mampu menampung demand lokal hanya dengan 1 kali pengiriman saja. Sisa kapasitas tanki timbun Depot Sabang bisa digunakan sebagai tanki timbun bayangan untuk menampung demand Depot Meulaboh, keputusan ini cukup tepat dilakukan karena jarak atara kedua depot tidak terlalu jauh, dibandingkan jika menggunakan Terminal Transit Teluk Kabung atau depot-depot lain di sekitarnya. Round Trip Days pola distribusi baru di envelope satu berjumlah 649 hari dengan utilitas kapal tanker sebesar 78%. Prosentase ini menggambarkan bahwa ratarata kapal di wilayah ini mempunyai waktu instirahat selama 7 hari. Sisa waktu tersebut bisa dipakai untuk distribusi produk avtur, distribusi minyak industri, atau barrier jika terjadi perubahan jalur akibat terganggunya arus distribusi produk di supply point. Tingkat occupacy kapal di envelope satu mencapai 86%, prosentase ini cukup baik mengingat masih berada di atas batasan yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 45%. 3.9.4 Perubahan Tanki Timbun Envelope Satu Berdasarkan hasil analisis terdapat 6 lokasi penambahan tanki timbun dan 3 lokasi perubahan tanki timbun. Keenam lokasi penambahan tanki timbun tersebut adalah: Depot Meulaboh, Depot Sabang, Ins Medan, Depot Siak, Depot Jambi dan Jobber Tanjung Pandan. Sedangkan ketiga lokasi yang mengalami perubahan komposisi tanki timbun adalah: Depot Sibolga, T.T Kabung, dan TT Tanjung Uban. 82