Ummi Kalsum Supardi 1, Ida Leida M. Thaha 1, Rismayanti 1 1 Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

MKMI MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA The Indonesia Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

Keyword : pulmonary tuberculosis smear positive, characteristic of patient

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

ABSTRAK EVALUASI HASIL TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS FASE INTENSIF PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KOTAMADYA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

HUBUNGAN KINERJA PETUGAS DENGAN CASE DETECTION RATE (CDR) DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

HUBUNGAN DUKUNGAN PMO DAN KETERATURAN MINUM OBAT DENGAN KEGAGALAN KONVERSI TB PARU

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk percikan dahak (droplet nuclei) ( Lippincott, 2011). 39 per penduduk atau 250 orang per hari. Secara Global Report

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang

HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN, PMO, PELAYANAN KESEHATAN, DUKUNGAN KELUARGA DAN DISKRIMINASI DENGAN PERILAKU BEROBAT PASIEN TB PARU

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR SOSIAL DAN KETERATURAN BEROBAT TERHADAP PERUBAHAN KONVERSI PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT UMUM LABUANG BAJI DAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT KOTA MAKASSAR Analysis Of Social Factors and Treatment Regularity of Conversion Changes in Pulmonary Tuberculosis Patient at Labuang Baji Public Hospital and Center For Pulmonary Health Makassar Ummi Kalsum Supardi 1, Ida Leida M. Thaha 1, Rismayanti 1 1 Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (ummikalsumsupardi@rocketmail.com, idale_262@yahoo.com, risma_epy@yahoo.com/085242784470) Abstrak Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah sosial kesehatan masyarakat, khususnya di Indonesia. Tahun 2012 terdapat perubahan konversi (12%). Dan meningkat (15%) tahun 2013 pasien di RSU. Labuang Baji Makassar dan BBKPM Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan mengetahui besar faktor risiko perubahan konversi pasien TB paru berdasarkan pengetahuan, pendidikan, kondisi ekonomi, dan keteraturan berobat. Jenis penelitian desain case control study. Respondennya adalah penderita TB yang BTA (+) yang menjalani masa pengobatan 2 bulan, sebanyak 111 responden dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:2. Analisis bivariat menggunakan uji kemaknaan Odds Ratio 95% CI. Hasil penelitian ini berdasarkan analisis statistik, pengetahuan OR=1,723;95%CI 0,777-3,821, pendidikan OR=1,846;95%CI 0,818-4,168, dan sosial ekonomi OR=1,242;95%CI 0,563-2,739, adalah faktor risiko yang tidak bermakna terhadap perubahan konversi. Sedangkan keteraturan berobat OR=4,209;95%CI 1,341-13,214 adalah faktor risiko yang bermakna terhadap perubahan konversi. P en el i t i a n i n i d i s a r a n k a n u n t u k peningkatan penyuluhan pengetahuan mengenai Tuberkulosis paru oleh petugas kesehatan kepada penderita dan keluarganya, serta faktor lingkungan dan faktor status gizi terhadap perubahan konversi. Kata Kunci : Tuberkulosis Paru, perubahan konversi, keteraturan berobat. Abstract Pulmonary Tuberculosis is infectious disease which is still a public health social problem, especially in Indonesia. In 2012 there were (12%) and changes of the conversion by 15 % in 2013 increased of patients in Labuang Baji Public Hospital and BBKPM Makassar. This research aimed to determine the risk factors numbers of conversion changes in pulmonary tuberculosis patients based on knowledge, education, economic condition, and regularity of treatment. This research uses case control study design. There are 111 Respondents of this research, they are tuberculosis patients with BTA (+) who were treated 2 months with OAT, with 1:2 ratio of cases and controls. Bivariat analysis using a significance test 95% CI. The result which is based on statistical analysis indicates that knowledge OR=1,723;95%CI 0,777-3,821, education OR=1,846;95%CI 0,818-4,168, and socioeconomic OR=1,242;95%CI 0,563-2,739, are not significant risk factors to conversion changes. While regularity of treatments OR=4,209;95%CI 1,341-13,214 is significant risk factor to conversion changes. This research is recommended to increase the knowledge of pulmonary tuberculosis counseling by medical worker to patients and their families, as well as environmental factor and nutritional factor to conversion changes. Keywords : Pulmonary Tuberculosis, Conversion Changes, Regularity of Treatment 1

PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB dan dapat menular melalui udara (air-borne disease). Kuman TB (droplet) ketika, bersin, bicara atau tertawa. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Target global WHO yang sangat penting dalam rangka pemberantasan TB Paru adalah monitoring perkembangan program pemberantasan TB Paru untuk memastikan kegagalan pengobatan TB Paru sampai 85%. Berdasarkan data tahun 2009, secara global, insiden TB Paru mencapai 137 kasus per 100.000 populasi. Sedangkan persentase pencapaian sukses pengobatan tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu 86%. (Kemenkes RI, 2012). Data WHO tahun 2007 menyatakan bahwa Indonesia berada pada posisi ketiga sebagai negara dengan jumlah penderita TB Paru terbesar sekitar 528 ribu, sedangkan laporan WHO pada tahun 2010 mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima pada tahun 2009 di bawah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria (WHO,2010). Prevalensi TB Paru BTA positif di Indonesia pada tahun 2011 adalah 289 per 100.000 penduduk, angka insiden semua tipe TB Paru sebesar 189 per 100.000 penduduk, sedangkan angka mortalitas pada tahun 2011 yaitu 27 per100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2012). Untuk menurunkan prevalensi kejadian TB maka digunakan petunjuk (indicator) untuk memantau dan menilai pengobatan (evaluasi terapi) adalah dengan menentukan angka pengubahan (konversi) sputum (dahak). Conversion Rate (Angka Konversi) adalah persentase pasien baru TB paru BTA (Basil Tahan Asam) positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif (dua bulan). Keberhasilan angka konversi yang tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula. Target program pemberantasan TB paru salah satunya ialah pencapaian angka konversi nasional minimal 80% pada fase awal (intensif), khususnya pada penderita paru BTA positif. Laporan subdit TB Depkes RI menunjukkan bahwa rata-rata angka konversi dari tahun 2000 hingga tahun 2009 diatas 80% dan telah mencapai target nasional. Angka konversi terendah yaitu di tahun 2003 sebesar 80,7% dan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 88%. Sedangkan untuk tahun 2009 angka koversi sebesar 88,5%. Hasil konversi kasus TB Paru BTA Positif tahun 2009 per provinsi menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi kasus baru TB Paru BTA Positif telah mencapai target. Terdapat 7 provinsi yang mempunyai anka konversi <80% yaitu Provinsi DI Yogyakarta, Bali, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua (Depkes RI, 2010). 2

Data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar pada tahun 2012 mengenai angka konversi atau Rumah Sakit yang tertinggi kejadian konversinya, ditemukan bahwa jumlah pasien yang terdaftar dan diobati di RSU. Labuang Baji Makassar adalah sebanyak 72% pasien yang mengalami konversi dan yang mengalami perubahan konversi (12,0%) dan jumlah pasien yang terdaftar dan diobati di RSU. Labuang Baji Makassar pada tahun 2013 adalah sebanyak 85% pasien yang mengalami konversi sebanyak dan yang mengalami perubahan konversi 15% pasien sedangkan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar pada tahun 2012 adalah sebanyak 72% pasien yang mengalami konversi dan yang mengalami perubahan konversi 12,0% pasien dan jumlah pasien yang terdaftar dan diobati di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar pada tahun 2013 adalah sebanyak 85% pasien yang mengalami konversi dan yang mengalami perubahan konversi 15% pasien. (Dinkes Prov. Sul-sel, 2012). Angka target konversi dalam program TB Sulsel sebanyak 85% indikator ketercapaian target, di mana di tempat pelayanan kesehatan diatas pada tahun 2012 angka konversi di RSU. Labuang Baji Makassar dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar tahun 2012 angka konversi 72% dan 85% pada tahun 2013. Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat bahwa tingkat ketercapaian target di RSU. Labuang Baji dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar tidak sesuai dengan target pencapaian dalam program TB Sulsel. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan retrospektif (case control) penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2014 di Rumah Sakit Umum Labuang Baji dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar. Populasi penelitian adalah semua penderita TB yang BTA positif baru yang menjalani masa pengobatan jangka pendek dalam strategi DOTS sebanyak 111 responden. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini untuk penarikan sampel kasus dilakukan dengan teknik exhaustive sampling sedangkan penarikan sampel pada kontrol dilakukan dengan teknik accidental sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pengolahan data dilakukan secara elektrik dengan menggunakan komputerisasi program SPSS 18.0 for windows. Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan narasi untuk membahas hasil penelitian. 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki jumlah responden baik kasus dan kontrol sebanyak 84 responden atau 75,7% dibandingkan perempuan yaitu 27 responden atau 24,3% dan bekerja sebagai wiraswasta/pedagang sebanyak 34 responden atau 30,6% dimana kasus sebanyak 9 responden atau 24,3% dan kontrol 25 responden atau 33,8%. Sedangkan yang paling sedikit bekerja sebagai pegawai swasta yaitu 3 responden atau 4,1% dimana hanya pada kategori kontrol, adapun umur dari responden yang diwawancarai baik pada kasus dan kontrol sebagian diantaranya berada pada rentang umur 25-32 tahun dan 33-40 tahun terdapat masing-masing 26 responden atau 23,4% dan paling sedikit pada rentang umur 73-80 tahun sebanyak 3 responden atau 2,7%. Berdasarkan tempat pelayanan kesehatan kebanyakan di BBKPM sebanyak 60 responden atau 54,1% dan di RS.Umum Labuang Baji sebanyak 51 responden atau 45,9%. (Tabel 1). Hasil analis menunjukkan bahwa kelompok kasus yang paling banyak menunjukkan berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 25 responden (67,6%) dibandingkan dengan berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 12 responden (32,4%). Begitu pula pada kelompok kontrol yang menunjukkan lebih banyak berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 47 responden (63,5%) dibandingkan dengan berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 27 responden (36,5%). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,723 dengan nilai Lower Limit dan Upper Limit mencakup angka 1 yaitu 0,777-3,821. Hal ini berarti bahwa pengetahuan merupakan faktor risiko terhadap perubahan konversi, namun tidak bermakna secara statistik terhadap perubahan konversi. (Tabel 2). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kelompok kasus lebih banyak menunjukkan berpendidikan rendah yaitu sebanyak 24 responden (64,9%) dibandingkan dengan berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 13 responden (35,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan lebih banyak risiko tinggi dan risiko rendah yaitu masing-masing sebanyak 37 responden (50%). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR=1,846 dengan nilai Lower Limit dan Upper Limit mencakup angka 1 yaitu 0,818-4,168. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor risiko terhadap perubahan konversi, namun tidak bermakna secara statistik terhadap perubahan konversi. (Tabel 2). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kelompok kasus lebih banyak menunjukkan pada responden berpendapatan rendah yaitu sebanyak 20 responden (54,1%) dibandingkan dengan yang berpendapatan tinggi yaitu sebanyak 17 responden (45,9%). Sedangkan pada kelompok kontrol 4

menunjukkan lebih banyak berpendapatan tinggi yaitu sebanyak 38 responden (51,4%) dibandingkan dengan berpendapatan rendah yaitu sebanyak 36 responden (48,6%). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR=1,242 dengan nilai Lower Limit dan Upper Limit mencakup angka 1 yaitu 0,563-2,739. Hal ini berarti bahwa kondisi ekonomi merupakan faktor risiko terhadap perubahan konversi, namun tidak bermakna secara statistik terhadap perubahan konversi. (Tabel 2). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kelompok kasus lebih banyak menunjukkan responden tidak teratur berobat yaitu sebanyak 33 responden (89,2%) dibandingkan dengan responden yang teratur berobat yaitu sebanyak 4 responden (10,8%). Demikian pula pada kelompok kontrol menunjukkan lebih banyak yang tidak teratur berobat yaitu sebanyak 49 responden (66,2%) dibandingkan dengan yang teratur berobat yaitu sebanyak 25 orang (33,8%). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR=4,209 dengan nilai Lower Limit dan Upper Limit tidak mencakup angka 1 yaitu 1,341-13,214. Hal ini berarti bahwa keteraturan berobat merupakan faktor risiko terhadap perubahan konversi, dan bermakna secara statistik terhadap perubahan konversi. (Tabel 2). Pembahasan Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuan rendah berisiko lebih besar tidak mengalami perubahan konversi dibandingkan responden yang berpengetahuan tinggi, tetapi dari hasil uji statistik diperoleh hubungan tidak bermakna antara pengetahuan terhadap perubahan konversi. Hal tersebut dilihat dari Pendidikan sebagian masyarakat di lokasi penelitian masih tergolong relatif rendah. Dengan kondisi pendidikan yang relatif rendah, maka pengetahuan masyarakat terhadap penyakit TB Paru juga terbatas. Hal ini tampak dari persepsi masyarakat terhadap penyakit TB Paru, dimana sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa penyakit TB Paru adalah penyakit keturunan, memalukan dan dianggap tabu oleh masyarakat. Kondisi adanya stigma di masyarakat seperti inilah yang menyebabkan sebagian masyarakat malu untuk memeriksakan kesehatan atau penyakitnya ke pelayanan kesehatan, dan cenderung memilih pengobatan tradisional. Hal ini sejalan dengan penelitian Fahruda (2002) yang mengatakan bahwa tingkat pengetahuan penderita yang rendah akan berisiko lebih dari dua kali terjadi kegagalan pengobatan dibandingkan dengan penderita yang memiliki pengetahuan tinggi. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan rendah berisiko lebih besar tidak mengalami perubahan konversi dibandingkan responden yang berpendidikan tinggi, tetapi dari hasil uji statistik diperoleh hubungan tidak bermakna antara 5

pendidikan terhadap terhadap perubahan konversi. Hal tersebut Berkaitan dengan pendidikan dan pengetahuan masyarakat tersebut, maka akan dapat digambarkan perilaku seseorang dalam bidang kesehatan. Semakin rendah tingkat pendidikannya maka asumsinya adalah pengetahuan di bidang kesehatan kurang, baik yang menyangkut pengaturan asupan makan, penanganan keluarga yang menderita sakit dan usaha-usaha pencegahan atau preventif lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtatiningsih (2010) dan Bambang dkk (2003) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perubahan konversi atau kegagalan konversi. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang memiliki kondisi ekonomi/pendapatan rendah (diproksikan kedalam bentuk pengeluaran/bulan) berisiko lebih besar tidak mengalami perubahan konversi dibandingkan responden yang sosial ekonomi yang memiliki pendapatan tinggi, tetapi dari hasil uji statistik diperoleh hubungan tidak bermakna antara kondisi ekonomi terhadap terhadap perubahan konversi. Hal tersebut berkaitan dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar masyarakat yang mengalami penyakit TB paru adalah berasal dari golongan ekonomi yang kurang mampu. Dengan kondisi keterbatasan ekonomi, walaupun biaya pengobatan di rumah sakit gratis, namun biaya transportasi apalagi pengobatan penyakit TB paru dilakukan selama lebih kurang 6 (enam) bulan menjadi hambatan dan pertimbangan masyarakat dalam mencari upaya pengobatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Amaliah, Rita (2012) yang menunjukkan bahwa tingkat pendapatan bukan merupakan faktor risiko bagi kegagalan konversi. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang tidak teratur berobat berisiko lebih besar tidak mengalami perubahan konversi dibandingkan responden yang teratur berobat, dan dari hasil uji statistik diperoleh hubungan bermakna antara keteraturan berobat terhadap perubahan konversi. Hal tersebut dilihat bahwa keteraturan berobat dalam penelitian ini sangat erat kaitannya dengan keteraturan minum obat pasien pada fase intensif. Konversi dan adanya perubahan konversi ditentukan oleh masa pengobatan pasien dan keinginannya untuk sembuh, sedangkan pengobatan yang berhasil ditentukan oleh kepatuhan minum obat. Namun kepatuhan dipengaruhi oleh sakit dan penyakit lain yang diderita, sistem pelayanan kesehatan dan pengobatannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Ramadhani, Artika (2012) mengatakan bahwa kepatuhan minum obat secara analisis bivariat berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan konversi. 6

KESIMPULAN Penelitian ini menyimpulkan berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa pengetahuan (OR=1,723;95%CI 0,777-3,821), pendidikan (OR=1,846;95%CI 0,818-4,168), sosial ekonomi (OR=1,242;95%CI 0,563-2,739) adalah faktor risiko yang tidak bermakna terhadap perubahan konversi. Sedangkan keteraturan berobat (OR=4,209;95%CI 1,341-13,214) adalah faktor risiko yang bermakna terhadap perubahan konversi. Disarankan u nt u k peningkatan penyuluhan pengetahuan mengenai Tuberkulosis paru oleh petugas kesehatan kepada penderita dan keluarganya, dan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kemungkinan adanya resistensi obat anti tuberkulosis (OAT), serta faktor lingkungan dan faktor status gizi terhadap perubahan konversi. DAFTAR PUSTAKA Bambang S., Heryanto, Supraptini, 2003, Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Penderita TB Paru Di Kabupaten Tangerang. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol 2, hal 282-289. Departemen Kesehatan RI 2010, Lembar fakta tubekulosis. [Online] www//http:tbcindonesia.or.id. [Diakses: 20 September 2013]. Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan 2012. Rekapitulasi Laporan Hasil P2- TB Paru Melalui Laporan Tribulan TB.07 : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar. Fahruda, A, Supardi, S, & Buiningsih, N, 2002, Pemberian makanan tambahan sebagai upaya peningkatan keberhasilan pengobatan penderta TB Paru di Kotamadia Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. XVIII, No.3, hal. 123-129. Kemenkes RI 2012, Tentang Laporan situasi terkini tuberculosis di Indonesia tahun 2011. [Online] www.tbindonesia. or. Id /pdf /2011 /Indonesia Report 2011. Pdf. [Diakses : 22 September 2013]. Ramadhani, Artika 2012, Pengaruh Pelaksanaan Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap Konversi BTA (+) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di RSDK 2009/2010 Tesis, Universitas Diponegoro. Semarang. Rifqatussa adah. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Minum Obat Secara Teratur pada Penderita TB Paru Dewasa. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED Purwokerto, 31Maret 2012. Amaliah, Rita. 2012, Faktor-faktor yang berhubungan dengan kegagalan konversi penderita TB paru BTA positif pengobatan fase intensif di kabupaten bekasi Tesis, Universitas Indonesia. Depok. [Online] www.digilid.ui. ac id. [Diakses :10 Oktober 2013] 7

Murtatiningsih, Bambang, W, 2010, Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan penderita TB Paru (studi kasus di puskesmas purwodadi I Kabupaten Grobogan). KEMAS Vol 6 No.1. WHO, 2010. Global tuberculosis control:a short up date to the 2010 report.[online] http://www.who.int. [Diakses: 19 Oktober 2013]. 8

Lampiran: Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Umum Labuang Baji dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar. Perubahan Konversi Karakteristik Responden Kasus Kontrol Total n % N % n % Jenis kelamin Laki-laki 29 78,4 55 74,3 84 75,7 Perempuan 8 21,8 19 25,7 27 24,3 Pekerjaan Tidak bekerja 5 13,5 17 23,0 22 19,8 Sekolah/Mahasiswa 0 0 6 8,1 6 5,4 Ibu rumah tangga 4 10,8 8 10,8 12 10,8 PNS/TNI/POLRI 3 8,1 1 1,4 4 3,6 Pegawai swasta 0 0 3 4,1 3 2,7 Wiraswasta/Pedagang 9 24,3 25 33,8 34 30,6 Petani/Nelayan/Buruh/Becak/ Sopir 16 43,2 14 18,9 30 27,0 Tidak bekerja 5 13,5 17 23,0 22 19,8 Kategori Umur (Tahun) 17-24 2 5,4 17 23 19 17,1 25-32 6 16,2 20 27,0 26 23,4 33-40 12 32,4 14 18,9 26 23,4 41-48 6 16,2 4 5,4 10 9,0 49-56 3 8,1 9 12,2 12 10,8 57-64 4 10,8 3 4,1 7 6,3 65-72 3 8,1 5 6,8 8 7,2 73-80 1 2,7 2 2,7 3 2,7 Tempat Pelayanan Kesehatan BBKPM 20 54,1 40 54,1 60 54,1 Rumah Sakit Umum Labuang Baji 17 45,9 34 45,9 51 45,9 Total 37 100 74 100 111 100 Sumber : Data Primer, 2014 9

Tabel 2. Distribusi Besar Risiko Variabel Independen Terhadap Perubahan Konversi di Rumah Sakit Umum Labuang Baji dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar Variabel Independen Perubahan Konversi Kasus Kontrol Total OR CI 95% (LL-UL) n % n % n % Pengetahuan Pengetahuan Rendah 25 67,6 47 63,5 72 64,9 Pengetahuan Tinggi 12 32,4 27 36,5 39 35,1 Tingkat Pendidikan Pendidikan Rendah 24 64,9 37 50 61 55,0 Pendidikan Tinggi 13 35,1 37 50 50 45 Kondisi Ekonomi Pendapatan Rendah 20 54,1 36 48,6 56 50,5 Pendapatan Tinggi 17 45,9 38 51,4 55 49,5 Keteraturan Berobat Tidak Teratur 33 89,2 49 66,2 82 73,9 Teratur 4 10,8 25 33,8 29 26,1 Total 37 100 74 100 111 100 Sumber : Data Primer, 2014 1,723 0,777-3,821 1,846 0,818-4,168 1,242 0,563-2,739 4,209 1,341-13,214 10