BAB VI PENUTUP. kualitas maupun kuantitas komponen wisata. Secara garis besar kegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
Bab VI. Penutup. Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa wisata MICE menjadi salah satu wisata yang menjanjikan

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENUTUP. Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi Melalui Konsep Sustainable. 2. Sarana dan fasilitas perlu ditingkatkan pengawasannya.

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian mengenai peran pemerintah daerah dalam

I. PENDAHULUAN. Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang kepariwisataan, pengembangan dan

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

LAMPIRAN. Pertanyaan wawancara untuk Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul. kelebihannya bila dibandingkan dengan pariwisata di daerah lain?

BAB III DESKRIPSI MENGENAI DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA. 1. Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta

PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN USAHA TANI ORGANIK DI DESA WISATA BERJO KABUPATEN KARANGANYAR

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

2 Pada tahun 2010, Provinsi Bangka Belitung menyelenggarakan Tahun Kunjungan Bangka Belitung yang disebut dengan Visit Babel Archipelago 2010 untuk me

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV PENUTUP. Bobung dikunjungi oleh wisatawan laki-laki maupun perempuan, sebagian besar

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB III PROFIL DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA. A. Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta

CHECKLIST PERMOHONAN SERTIFIKAT PENGGOLONGAN RESTORAN

GUBERNURLAMPUNG. KEPUTUSAlf GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ ;2o-b/m.08/HK/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

BAB V PENUTUP. pada masa ini namun juga bagaimana kemanfaatannya pada masa mendatang. ekonomi sebagai tujuan utama pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. daya bagi kesehjateraan manusia yakni pembangunan tersebut. Adapun tujuan nasional

BAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN POTENSI PARIWISATA DI DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KOTA AGUNG TIMUR KABUPATEN TANGGAMUS

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup. Pelaksanaan pembangunan nasional berkaitan. dalam memperlancar pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pengembangan Potensi Pariwisata di Kabupaten Kulon Progo dominan

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing

I. PENDAHULUAN. membuat masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengontrol setiap

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BAB VI Kesimpulan dan Saran. Desa Wisata Kalibuntung lebih memilih produk wisata yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

DATA POTENSI PARIWISATA GUNUNG BERUK DAYA TARIK WISATA ADA/ TIDAK ADA KETERANGAN

BAB V KESIMPULAN. pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia. Sport tourism merupakan perpaduan antara olahraga dan rekreasi (wisata)

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. Bertolak dari kajian dan hasil analisis pada Bab sebelumnya maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. jelas. Setiap kali mendengar nama Pulau Bali, yang langsung terlintas di kepala

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

RENCANA KERJA Tahun 2016

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tuntutan

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. daerah tersebut. Menurut Masyhudzulhak dalam Proceeding Book. Simposium Ilmu Administrasi Negara untuk Indonesia (2011) daerah

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PROMOSI PARIWISATA KABUPATEN BANYUWANGI

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan ananalisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini sektor pariwisata Indonesia diramaikan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Dengan semakin meningkatnya penyelenggaraan pariwisata yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : KM.18/HM.001/MKP/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : PM.26/UM.001/MKP/2010 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pengembangan desa wisata Karang Tengah dideskripsikan sebagai sebuah kronologi kegiatan pengelolaan yang bertujuan untuk semakin menyempurnakan kualitas maupun kuantitas komponen wisata. Secara garis besar kegiatan pengembangan ini terdiri dari 3 tahapan yaitu 1) tahap inisiasi desa wisata, 2) tahap pertumbuhan, dan 3) tahap perkembangan desa wisata. Masing-masing tahapan tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dari segi kegiatan maupun pihak-pihak yang berperan. Dilihat dari ciri-ciri pengembangannya yang melibatkan partisipasi masyarakat, memanfaatkan potensi lokal dalam penyediaan fasilitas wisata, kegiatannya yang mendukung pelestarian lingkungan dan budaya, maka dapat dikatakan bahwa pengembangan desa wisata Karang Tengah telah sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan desa wisata sebagai salah satu pengembangan pariwisata alternatif yang tidak hanya memberi manfaat secara ekonomi bagi investor dan masyarakat, tetapi juga memberi kemanfaatan bagi pelestarian budaya dan lingkungan alam. Namun demikian, masih terdapat beberapa masalah pada kualitas maupun kuantitas komponen desa wisata Karang Tengah yang perlu mendapatkan perhatian dari segenap pihak yang terlibat. Adapun stakeholder kunci dalam pengembangan desa wisata Karang Tengah ini terdiri dari sektor publik (Pemerintah dan pemerintah daerah), sektor swasta (Yayasan Royal Silk, Bank BNI, Garuda Indonesia), dan masyarakat lokal. Secara 147

keseluruhan, masing-masing stakeholder ini telah menjalankan peran yang diharapkan pada tiap tahap pengembangan desa wisata Karang Tengah sebagaimana yang telah dijelaskan dalam teori peran stakeholder (lihat bab II). Sektor publik absen berperan dalam tahap inisiasi dan mulai melakukan perannya yang terkait pengembangan desa wisata pada tahap pertumbuhan yaitu sebagai fasilitator masyarakat pelaku desa wisata termasuk dalam pelaksanaan PNPM Pariwisata, dan regulator kebijakan pariwisata. Sektor swasta yaitu Royal Silk berperan sejak tahap inisiasi desa wisata disusul sektor swasta lainnya pada tahap pertumbuhan yang berperan sebagai fasilitator masyarakat dan penyedia modal bagi usaha masyarakat di bidang pariwisata. Sedangkan masyarakat lokal telah berperan sejak tahap inisiasi sebagai perencana dan pelaksana kegiatan pengembangan desa wisata. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa walaupun peran sebagai fasilitator masyarakat sudah terpenuhi oleh sektor publik dan swasta, namun peran pendampingan masyarakat belum maksimal dilaksanakan. Hal tersebut dapat tercermin dari beberapa fasilitas wisata yang sudah dibangun namun tidak mendapat pemeliharaan yang memadai hingga kondisinya rusak parah. Artinya, kegiatan fasilitasi ini belum disertai dengan pendampingan kepada masyarakat agar memiliki kapasitas yang memadai untuk dapat mengembangkan fasilitas tersebut secara mandiri. Pokdarwis juga dinilai belum secara maksimal menjalankan tugas dan fungsinya terutama dalam membantu pemecahan masalah yang dihadapi kelompok masyarakat sebagai penyedia sajian atraksi wisata. 148

Interaksi stakeholder dalam kasus pengembangan desa wisata Karang Tengah ini berpola sederhana. Pihak swasta ataupun sektor publik yang memiliki kepentingan terhadap pengembangan desa wisata melakukan interaksi langsung dengan masyarakat sebagai penerima manfaat kegiatan. Selain terkait masalah perizinan dalam mengembangkan program, tidak ditemukan adanya interaksi antara sektor swasta dengan pemerintah daerah yang bekerjasama dalam suatu program tertentu. Dengan kata lain, belum terjadi hubungan kerjasama yang sinergis antara ketiga stakeholder tersebut dalam melakukan kegiatan pengembangan desa wisata. Kekuatan interaksi stakeholder ini beragam tergantung pada frekuensi interaksi baik primer dan sekunder, variasi kegiatan kerjasama, serta tingkat saling ketergantungan antar stakeholder. Sedangkan kualitas interaksi belum sepenuhnya dikatakan koperatif karena masih terdapat kendala transparansi yang salah satunya disebabkan karena hubungan lebih intens berlangsung melaui interaksi sekunder. Sementara karena belum terciptanya transparansi hubungan ini menghambat efektivitas partisipasi stakeholder kearah terciptanya hubungan yang kooperatif untuk mewujudkan tujuan pengembangan desa wisata yang berkesinambungan dan meningkatkan perekonomian warga. 6.2. SARAN Berdasarkan berbagai permasalahan dari awal pembahasan yang masih menjadi kendala dalam pengembangan desa wisata Karang Tengah, peneliti memberikan beberapa saran demi perbaikan Karang Tengah kedepannya yaitu: 149

1. Untuk pemerintah daerah Dinas Pariwisata harus lebih aktif melakukan pendampingan terutama untuk meningkatkan partisipasi dan kapasitas masyarakat dalam usaha kepariwisataan secara mandiri. Dinas Pariwisata Bantul dapat melakukan pendampingan dan fasilitasi dalam menggali atau menyempurnakan potensi wisata Karang Tengah yang dapat dijadikan pemasukan tambahan bagi desa wisata. Seperti fasilitasi Pokdarwis dalam menyusun paket wisata dalam bentuk brosur, memperbaiki fasilitas desa wisata, membuat atraksi baru, pelatihan bahasa asing, dan mencarikan mitra pelaku usaha pariwisata untuk mendukung promosi desa wisata Karang Tengah seperti kerjasama dengan Asita (Asosiasi travelagent), PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia), dan HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia). Pemerintah desa dapat mengajukan bantuan kepada Disperindagkop untuk melakukan pendampingan kelompok batik pewarna alam yang sedang mengalami kendala pemasaran. Hal ini dilakukan untuk mengatasi fenomena mati suri desa wisata yang marak terjadi seiring semakin meningkatnya jumlah desadesa wisata baru. Masyarakat harus lebih diberdayakan untuk dapat mengembangkan desa wisata secara mandiri, kreatif, dan inovatif. 2. Untuk pihak swasta Pihak swasta dalam memberikan fasilitasi kepada masyarakat desa harus disertai dengan pendampingan langsung yang dilakukan secara berkala selain untuk mengevaluasi apakah fasilitasi yang diberikan telah tepat guna dan tepat sasaran dalam mendukung usaha masyarakat, juga untuk membantu berbagai kendala yang dialami. Royal Silk sebagai Pihak yang berkomitmen terhadap 150

pemberdayaan masyarakat desa harus mendampingi warga agar memiliki kapasitas dalam manajemen pariwisata yang lebih baik. Serta terhadap fasilitas wisata yang telah dibangun dilakukan evaluasi terhadap kondisinya terkini. Misalnya melakukan penataan kawasan agrowisata yang belum terurus dengan baik, memfasilitasi penambahan jumlah personil kebersihan di agrowisata karena jumlah petugas kebersihan saat ini tidak sebanding dengan luas area. Tidak ketinggalan Royal Silk juga harus melakukan perbaikan dan pendayagunaan fasilitas toilet, kandang satwa, dan laboratorium sutra yang sudah dibangun untuk menunjang atraksi wisata. Pihak BNI dalam menyalurkan kredit lunak kepada warga juga harus lebih selektif dan melakukan evaluasi secara berkala untuk mengontrol efektivitas dari bantuan dana yang diberikan tersebut. 3. Untuk masyarakat lokal Masyarakat harus lebih kreatif mengembangkan atraksi wisata di desanya berdasarkan kearifan lokal masyarakat untuk lebih menarik minat wisatawan. Pokdarwis juga dapat mulai memungut retribusi kepada wisatawan yang berkunjung ke kawasan agrowisata yang digunakan untuk mendanai perawatan dan perbaikan fasilitas wisata yang sudah ada, serta agar Pokdarwis tidak selalu bergantung pada bantuan dana dari pihak luar. Selain itu, Pokdarwis harus lebih memaksimalkan perannya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing bagian organisasinya. Terutama dalam merespon dan membantu penyelesaian masalah kelompok masyarakat binaannya dengan memanfaatkan kerjasama dengan dinas daerah ataupun sektor swasta. Hal ini dilakukan untuk tetap memelihara partisipasi warga dalam usaha pengembangan desa wisata selanjutnya. 151