BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk menjalin komunikasi dan

dokumen-dokumen yang mirip
MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tradisi-tradisi yang memuja roh roh leluhur. Maka telah tercipta sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL, BAGAN, DAN GAMBAR... ABSTRACT...

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. ada suatu peristiwa, tetapi hanya peristiwa yang banyak mengubah kehidupan

BAB II MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB IV ANALISIS DAN REFLEKSI TRADISI PENGUBURAN MASYARAKAT TRUNYAN DAN CARA MEMPERLAKUKAN JENAZAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kematian merupakan suatu hal yang pasti dialami oleh semua orang, tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

Mengenai mayat Musa ini iblis sempat berdebat dengan malaikat Tuhan yang bernama Mikhael (Yudas 1 : 9).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari budaya karena

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera utamanya di Sumatera Utara, awalnya Gereja Pentakosta Indonesia dibawa orangorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

UPACARA MANGOKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK DI HUTA TORUAN, KECAMATAN BANUAREA, KOTA TARUTUNG SUMATERA UTARA

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

Revelation 11, Study No. 37 in Indonesian Langguage. Seri kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 37, oleh Chris McCann

BAB III TUGU DAN MAKAM MEWAH DI TANAH BATAK

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT JEPANG. Masyarakat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. proses dimana seseorang mulai lahir, menjadi dewasa, tua dan akhirnya. dikarenakan adanya unsur kebudayaan di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan bermasyarakat. Salah satu dari benda budaya itu adalah ulos. mengandung makna sosial dan makna ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian kata-kata untuk mempertegas ritual yang dilakukan.

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA.

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi/data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

RANGKAIAN UPACARA ADAT KESULTANAN DALAM RANGKA PESTA ADAT ERAU.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu. buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. yang baru di mulai dalam sebuah kehidupan. Dan seseorang yang telah meninggal

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga terpisah dari satu wilayah dengan wilayah lain. dengan perbedaan itulah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

Bab Duapuluh-Tiga (Chapter Twenty-Three) Sakramen (The Sacraments)

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB BANGUNLAH, BERILAH DIRIMU DIBAPTIS (2)

UPACARA SAUR MATUA : KONSEP KEMATIAN IDEAL PADA MASYARAKAT BATAK (Studi Etnoarkeologi)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada

Membangkitkan Anak Muda di Nain

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa peralihan (Rites of Passage) akan mengalami tiga proses, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di sektor industri pariwisata menjadi perhatian serius

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat Batak di Tapanuli utara, upacara-upacara Sigalegale

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia mengalami proses dimana seseorang mulai lahir, menjadi dewasa, tua dan akhirnya meninggal. Dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk menjalin komunikasi dan interaksi. Dalam kepercayaan masyarakat Jepang dan masyarakat Batak Toba, hubungan fungsional terjadi diantara orang yang masih hidup dan orang yang sudah meninggal. Orang yang masih hidup memiliki rasa hormat terhadap orang yang sudah meninggal. Roh orang yang sudah meninggal akan terus dihormati oleh para keturunannya, dengan harapan bahwa orang yang masih hidup akan mendapat berkah dari orang yang sudah meninggal. Pusat dari kepercayaan dalam masyarakat Jepang adalah keluarga ie( ). Keluarga menjadi wadah utama dalam pemujaan roh leluhur masyarakat Jepang (Danandjaja, 1997). Anggota keluarga ie bukan hanya terdiri dari orang-orang yang masih hidup, tetapi juga orang-orang yang sudah meninggal. Anggota keluarga yang sudah meninggal dilambangkan sebagai karakter yang dapat memberkati dan menjaga anggota keluarga yang masih hidup. Keluarga Jepang melakukan ritual-ritual yang menyangkut daur hidup setiap anggotanya sejak mulai lahir sampai meninggal. Ritual ataupun upacara yang

dilakukan setelah kematian merupakan pemujaan atau penyembahan terhadap leluhur. Ritual-ritual tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghapus kekotoran menuju kesucian. Hal ini terdapat dalam konsep kepercayaan Shinto bahwa yang dipandang sebagai kekotoran itu adalah darah dan mayat (Situmorang, 2000). Masyarakat Jepang mengenal dua sistem penguburan mayat, yaitu dengan cara kashou( ) dan doshou ( ). Doshou adalah penguburan jenazah di dalam tanah sedangkan kashou adalah penguburan dengan cara kremasi. Apabila penguburan dilakukan dengan cara kremasi, maka tulang-belulang sisa pembakaran akan dikumpulkan dan ditempatkan dalam guci, yang disebut dengan kotsutsubo( 骨壷 ). Kotsutsubo kemudian dimasukkan ke dalam kotak kayu dan dibungkus dengan kain putih untuk dibawa pulang, dan diletakkan di samping butsudan kira-kira selama 49 hari. Setelah 49 hari tulang-belulang itu lalu dibawa ke pemakaman keluarga. Acara penguburan tulang ini disebut dengan maikotsu. Setelah dimakamkan, keluarga membuat ihai untuk orang yang sudah meninggal tersebut. Ihai diletakkan di butsudan ( 仏壇 )atau kamidana ke ihailah diarahkan persembahan keluarga (Situmorang, 2005). Dalam Situmorang 2006, Bagi orang Jepang, kematian adalah keadaan yang tercemar atau sesuatu yang dianggap kotor. Serangkaian upacara-upacara ditujukan bagi orang yang sudah meninggal hingga menjadi Hotoke ( 仏 ). Untuk meningkatkan status roh seseorang supaya jangan menjadi gaki ) atau dunia kesusahan, maka

diperlukan pemberian kuyou (persembahan) dari keluarga yang masih hidup. Setelah roh tersebut dianggap suci dan stabil, kelompok keluarga tersebut menganggap bahwa roh itu sebagai pelindung keluarga. Masyarakat Batak Toba mempercayai roh (tondi) ada dalam diri seseorang sejak Ia berada dalam rahim Ibunya. Apabila seseorang telah meninggal, maka tondinya telah meninggalkan raganya. Pada saat seseorang mengalami kematian, maka rohnya dipercayai sedang mengalami masa transisi. Tondi seseorang akan berubah menjadi Begu atau hantu. Supaya Begu seseorang tidak mengganggu kesejahteraan manusia yang masih hidup, maka diperlukan persembahanpersembahan dari keluarganya yang masih hidup. Penyembahan-penyembahan ini juga bertujuan untuk meningkatkan status roh seseorang yang sudah meninggal dari Begu menjadi Sumangot, kemudian menjadi Sombaon. Pada masyarakat Batak Toba dikenal 8 tingkat kematian. Dari yang terendah: Pertama, Mate Tarposo (Mati dalam kandungan atau saat masih bayi). Kedua, Mate Poso (Mati kanak-kanak dan sebelum kawin). Ketiga, Mate Pupur (Mati tua tanpa pernah menikah). Keempat, Mate Punu (Mati sesudah menikah dan tidak punya anak). Kelima, Mate Mangkar (Mati setelah ada anak yang menikah, tetapi belum punya cucu). Keenam, Mate Sarimatua (Mati sudah punya cucu, tetapi masih ada anaknya yang belum menikah). Ketujuh, Mate Saurmatua (Mati setelah semua anak menikah dan mempunyai cucu). Kedelapan, Mate Mauli Bulung (Mati setelah cucunya sudah punya cucu lagi dan status sosialnya baik serta tak ada seorang pun dari keturunannya meninggal mendahuluinya). Mulai dari Mate Tarposo hingga Mate Punu dapat dikatakan tidak dilakukan acara adat yang berarti, karena hal itu dianggap

belum lengkap kehidupan seseorang (Gultom, 1992). Setiap anggota kerabat yang meninggal sangat dihormati apalagi setelah berada di posisi Sarimatua, Saumatua dan Mauli Bulung. Pada tahap ini melepas mayat dilakukan dengan pesta besar, berhari- hari, lantunan musik dan lagu-lagu gembira, karena hidupnya telah dianggap sempurna. Bagi masyarakat Batak Toba, salah satu adat yang paling terhormat untuk orang yang sudah meninggal adalah manuan ompu-ompu di kuburan yang memiliki makna almarhum sudah bercucu sewaktu meninggal. Kemudian setelah beberapa tahun, dilakukan satu upacara yang disebut dengan mangongkal holi (penggalian tulang-belulang orang yang sudah mati) dan akan dipindahkan ke tempat yang lebih terhormat yang disebut dengan Tugu. Untuk lebih memahami bagaimana pandangan dan konsep pemikiran kedua masyarakat ini (masyarakat Jepang dan Batak Toba) dalam hal ritual penguburan tulang, maka penulis merasa tertarik untuk membahasnya dengan mengangkat judul penelitian Perbandingan Konsep Pemikiran Masyarakat Jepang dan Batak Toba Dalam Ritual Penguburan Tulang. 1.2 Perumusan Masalah Menurut kepercayaan masyarakat Jepang, kematian adalah sesuatu yang dianggap kotor (tercemar). Sesuatu yang kotor dan tercemar tidak disukai oleh Tuhan (Danandjaja, 1997). Sederetan acara yang ditujukan bagi mereka yang sudah meninggal disebut dengan sougi ( ). Pada zaman sekarang, masyarakat Jepang

lebih sering melakukan sisem kasou( ) atau kremasi bagi anggota keluarga mereka yang sudah meninggal. Setelah dikremasi, maka tulang-belulang ditempatkan dalam makam keluarga. Kemudian keluarga membuat ihai bagi keluarga yang sudah meninggal tersebut. Ihai adalah papan tempat menulis nama dan tanggal meninggal bagi orang yang dimakamkan. Setelah itu, di rumah dibuat butsudan ( 仏壇 )dan kamidana ( ) sebagai tempat menyembah roh-roh keluarga yang sudah meninggal. Ihai diletakkan di butsudan atau kami dan ke ihailah diarahkan persembahan keluarga (Situmorang, 2005). Keluarga (ie) menjadi wadah utama dalam pemujaan roh dalam masyarakat Jepang. Dalam keluarga ie, yang menjadi penanggung jawab dalam hal pemujaan leluhur adalah anak pertama yang ddisebut dengan Chounan( ) atau Kachou yang disebut dengan kepala keluarga. Di dalam kuburan ie dimakamkan tulang belulang beberapa generasi anggota keluarga. Masyarakat Batak Toba percaya bahwa roh sudah berada dalam diri seseorang semenjak berada dalam rahim Ibunya. Roh dalam masyarakat Batak Toba dikenal dengan tondi. Tondi akan meninggalkan raganya apabila seseorang mengalami kematian. Kebahagian orang mati didapat jika rohnya dapat memasuki persekutuan dengan roh-roh leluhurnya dengan selamat. Kebahagiaan roh itu juga akan ditentukan dengan penghormatan yang akan

diterimanya di dunia orang mati. Penghormatan ini sangat ditentukan oleh pelaksanaan penguburan secara upacara adat (agama leluhur) yang dilakukan oleh keturunannya yang hidup di dunia. Menurut kepercayaan masyarakat Batak Toba, status kehormatan yang dimiliki oleh suatu roh tidaklah bersifat statis. Status dan kehormatan dapat ditingkatkan lagi lebih keatas. Peningkatan kemuliaan akan didapatkan oleh roh itu apabila dia memiliki status sumangot. Status sumangot akan dimilikinya apabila keturunannya telah membuatkan sebuah makam permanen yang dipahat dari batu atau dibuat dari semen yang kemudian dihiasi dengan keramik dengan segala tambahannya. Pada tempat yang baru itu kemudian dimasukkan tulang belulang (saring-saring) dari orang yang telah mati tadi. Tulang-belulang itu digali dari kuburannya di dalam tanah melalui upacara yang dinamakan mangongkal holi. Penaikan tulang-belulang dari dalam tanah kepada tempat yang tersedia di makam batu itu merupakan lambang pemberian penghormatan yang lebih tinggi kepada roh orang tua. Dengan melihat adanya unsur persamaan dan perbedaan konsep pemikiran akan ritual penguburan tulang pada masyarakat Jepang dan Batak Toba, maka penulis ingin membahas dan menguraikan beberapa rumusn masalah, antara lain : 1. Bagaimanakah konsep pemikiran masyarakat Jepang dalam hal ritual penggalian tulang anggota keluarga yang telah meninggal 2. Bagaimanakah konsep pemikiran masyarakat Batak Toba dalam hal ritual penggalian tulang anggota keluarga yang telah meninggal 3. Bagaimanakah perbandingan kedua konsep pemikiran masyarakat Jepang dan Batak Toba dalam hal ritual penggalian tulang

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Untuk menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas, maka penulis membatasi masalah pada perbedaan konsep pemikiran dua masyarakat (Jepang dan batak Toba) yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, dalam hal ritual penguburan tulang. Sebelum membandingkannya, maka penulis terlebih dahulu akan menguraikan bagaimana proses upacara kematian pada kedua masyarakat ini, sampai pada tahap pemakaman yang kedua atau proses pengburan tulang. Dengan demikian, maka penulis dapat menjawab pokok permasalahan dalam penelitiannya. 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka Bagi masyarakat Jepang, roh berada dalam diri seseorang sejak lahir ke dunia dan akan meninggalkan tubuh manusia itu pada saat meninggal (Tsuboi Yasumi dalam Situmorang, 2005). Pada zaman dahulu di Jepang tidak jelas batas antara mati dan masih hidup. Dalam manusia dipercayai tinggal satu roh. Apabila roh itu pergi, maka manusia itu dalam keadaan mati suri, namun apabila roh tersebut kembali, maka manusia itu akan kembali sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Inoguchi dqalam situmorang, 2005. Gultom, 1992 mengatakan bahwa dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba roh atau tondi seseorang berada di dalam dirinya sejak Ia masih ada di dalam rahim Ibunya. Apabila tondi pergi, maka seseorang dianggap telah meninggal (Iawanda, 2004).

Pemujaan leluhur merupakan suatu bentuk pengabdian seseorang terhadap leluhurnya. Pemujaan leluhur menjadi suatu wujud terimakasih dan ucapan syukur atas semua berkat yang telah diterima. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi masyarakat Jepang terjaminnya kelanjutan kesinambungan pemujaan leluhur antara generasi ke generasi selanjutnya (Situmorang, 2006). Gultom, 1992 mengatakan bahwa proses pemakaman yang kedua (mangongkal holi) yang ditujukan bagi orang yang meninggal saurmatua merupakan wujud dari rasa cinta dan sayang dari para keturunannya kepada Orangtua mereka yang telah meninggal. 2. Kerangka Teori Dalam menyusun sebuah penelitian, dibutuhkan kerangka teori yang memuat pokok-pokok persoalan, namun tidak menyimpang dan melebar. Hal ini untuk memberi arah dan acuan sementara terhadp jalannya suatu penelitian (Bungin, 2001). Dengan melihat judul yang diangkat penulis, maka teori yang digunakan adalah analisis komparatif. Dalam Ilmu sosial, penelitian komparatif adalah cara penelitian dengan membandingkan masyarakat satu dengan masyarakat yang lain, untuk mengetahui perbedaan dan persamaan, juga untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kondisi masyarakat terebut (Malo Manase, 1985). Selain menggunakan teori analisis komparatif, penulis juga menggunakan konsep religi dalam menjawab poko permasalahan penelitian. Menurut Koentjaraningrat dalam Bungin 2001, konsep religi adalah sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bertujuan untuk mencari hubungan

antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan dewa-dewa atau makhluk halus yang mendiami alam gaib. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dibuat dengan tujuan 1) Mendeskripsikan bagaimana ritual kematian dalam dua masyarakat yang berbeda (Jepang dan Batak toba) 2) Mendeskripsikan konsep pemikiran kedua masyarakat (Jepang dan Batak Toba) dalam hal ritual penguburan tulang 3) Membandingkan pandangan masyarakat Jepang dan Batak Toba akan ritual penguburan tulang 2. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca, agar pembaca dapat memahami konsep pemikiran kedua masyarakat Jepang dan Batak Toba dalam hal ritual penguburan tulang. 1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan Penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan suatu gejala sosial tertentu (Bungin, 2001). Dalam hal ini Penulis mencoba menggambarkan perbedaan ritual kematian

sampai pada tahap penguburan tulang pada masyarakat Jepang dan Batak Toba. Selain itu, Penulis juga menggunakan analisis komparatif, dengan membandingkan kedua konsep pemikiran masyarakat Jepang dan Batak Toba. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam hal ini, Penulis menggunakan studi kepustakaan. Penulis mengumpulkan data dari berbagai referensi dan literatur yang ada, yang isinya berhubungan dengan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dari berbagai referensi atau literatur akan dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan.