BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya infeksi ataupun kelainan yang jelas di intrakranial. 2,3 Demam adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

BAB 1 PENDAHULUAN. (American Academy of Pediatrics, 2008). Penyebab demam pada pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam

BAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sama, tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Sudah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 60 bulan disertai suhu tubuh 38 C (100,4 F) atau lebih yang tidak. (SFSs) merupakan serangan kejang yang bersifat tonic-clonic di

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Kejang Demam (KD) Erny FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai. kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. Kebutuhan tersebut

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 9,1%, usia tahun sebesar 8,13%. pada anak dengan frekuensi kejadian 4-6 kasus/1.000 anak (Nelson, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

BAB I PENDAHULUAN. namun juga sehat rohani juga perlu, seperti halnya di negara sedang

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Tujuan pendidikan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB I PENDAHULUAN. Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak terutama balita

BAB 1 PENDAHULUAN. (lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian (0,64-0,74%). pertama sebelum umur 4 tahun, terbanyak diantara bulan.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR 2012

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua. setelah penyakit jantung, menyumbang 11,13% dari total

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kejang demam merupakan jenis kejang pada anak-anak yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik dan postur tubuh yang disebabkan oleh. gangguan perkembangan otak sejak dalam kandungan atau di masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB I KONSEP DASAR. ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995). Dari. tubuh yang disebabkan oleh karena proses ekstrakranial.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

Kejang Pada Neonatus

Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan klasifikasi kejang demam Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan yang jelas di intrakranial. 2,3 Demam adalah kenaikan suhu tubuh lebih dari 38 0 C rektal atau lebih 37,8 0 C aksila. 1 Anak yang didiagnosa kejang demam tidak mempunyai riwayat kejang saat neonatus, tidak ada faktor pencetus sebelumnya atau ditemukan kriteria dari gejala kejang akut. 20 Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. 9,10,11 Kejang demam sederhana yaitu kejang demam yang berlangsung singkat, biasanya kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. 21,26 Kejang demam kompleks mempunyai ciri yaitu kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam, atau terjadi lebih dari 15 menit. 22,26 Keterbelakangan mental dan usia muda berhubungan dengan lamanya kejadian kejang demam. 23 Sebagian kejang demam dapat diperpanjang jika awalan kejang demam juga lama. 15 7

8 Tabel 2.Karakteristik kejang demam sederhana dan kompleks 1,9,10 No Klinis KD sederhana KD kompleks 1 Durasi < 15 menit 15 menit 2 Tipe kejang Umum Umum/fokal 3 Berulang dalam satu episode (24 jam) 1 kali >1 kali 4 Defisit neurologis - ± 5 Riwayat keluarga kejang demam ± ± 6 Riwayat keluarga kejang tanpa demam ± ± 7 Abnormalitas neurologis sebelumnya ± ± Sebagian besar kejang demam berupa kejang demam sederhana sekitar 63% dan kejang demam kompleks sekitar 35%. 5 2.2. Epidemiologi kejang demam Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang demam tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai 5 tahun. 2 Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda bangkitan kejang demam 6 bulan. 27 Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Berkisar 2-5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. 8,28 Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun. 9 Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai 22 bulan. 11,29 Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. 11

9 Di berbagai negara insiden dan prevalensi kejang demam berbeda. Di Amerika Serikat prevalensi kejang demam berkisar 2-5%. Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam bekisar 8,3-9,9%. 29 Bahkan di kepulauan Mariana (Guam), telah dilaporkan insiden kejang demam yang lebih besar, mencapai 14%. 11 Pronosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64-0,75%. 30 Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. 9 Empat persen penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. 31 Data kejadian kejang demam di Indonesia masih terbatas. Insiden dan faktor predileksi kejang demam di Indonesia sama dengan negara lain. Kira-kira satu sampai tiga anak dengan kejang demam pernah mempunyai riwayat kejang demam sebelumnya, dengan sekitar 75% terjadi pada tahun yang sama dengan kejang demam pertama, dan sekitar 90% terjadi pada tahun berikutnya dari kejang demam pertama. 15,16 Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa prevalensi kejang demam pada anak di Indonesia cukup banyak, mengingat banyak faktor predileksi yang dapat menyebabkan kejang demam.

10 2.3. Patofisiologi kejang demam Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsipada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. 24,25,26 Sel saraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100Mv, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na +, K +, dan Ca ++. Bila sel saraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan mengakibatkan menurunya potensial membran. 5,28 Penurunan potensial membran ini akan menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Na + akan meningkat, sehingga Na + akan mengalami lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan kejang lemah, perubahan potensial membran masih dapat dikompresi oleh transport aktif ion + dan ion -, sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial yang demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan cukup kuat perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap (firing level), maka permeabilitas membran terhadap Na + akan meningkat secara besar-besaran pula, sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi.

11 Potensial aksi ini akan dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui sinap dengan perantara zat kimia yang dikenal denagn neurotransmitter. Bila perangsangan telah selesai, maka permeabilitas membran kembali ke keadaan istirahat, dengan cara Na + akan kembali ke luar sel dan K + masuk ke dalam sel melalui mekanisme pompa Na-K yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen. 5,24,25,26,28 Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori: 24,25,26 a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K misalnya pada hipoksemia, iskemia dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia. b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia. c. Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmitter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang. 5,28,32 Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat habis, terjadilah hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat. 5,28,32

12 Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan terjadi ganggaun pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemia neuron karena kegagalan metabolisme di otak. 33 Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut: a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/ immatur. b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi ganguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel. c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron. d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel. 33 2.4. Gejala dan tanda kejang demam Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Sering diperkirakan bahwa cepatnya peningkatan temperatur merupakan pencetus untuk terjadinya kejang. Meskipun belum ada data yang menunjangnya. 24,25,26

13 Umumnya serangan kejang tonik-klonik, awalnya dapat berupa menangis, kemudian tidak sadar dan timbul kekakuan otot. Selama fase tonik, mungkin disertai henti nafas dan inkontinensia. Kemudian diikuti fase klonik berulang, ritmik dan akhirnya anak setelah kejang latergi atau tidur. 24,25,26 Bentuk kejang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Serangan dalam bentuk absens atau mioklonik sangat jarang. 24,26 Pada umumnya kejang akan berhenti sendiri, kemudian anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan neurologis. Kejang demam kompleks dapat disertai hemiparesis, kemudian dapat pula berkembang menjadi status epileptikus. 24,25,26 Sebagian besar kejang demam berlangsung kurang dari 5 menit, dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit, dan 4% kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Jadi umumnya anak tidak kejang lagi pada waktu dibawa ke dokter. Bila anak kejang lagi perlu diidentifikasi apakah ada penyakit lain yang memerlukan pengobatan tersendiri. Perlu juga mengetahui pengobatan sebelumnya ada tidaknya trauma, perkembangan psikomotor, dan riwayat keluarga dengan epilepsi atau kejang demam. 26 Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didapat dari orang yang melihatnya. Dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran, ubun-ubun besar yang tegang atau membenjol, tanda Kernig atau Brudzinski, kekuatan dan tonus, harus diperiksa dengan teliti dan dinilai ulang secara periodik. Kira-kira

14 6% anak akan mengalami rekurensi dalam 24 jam pertama, namun belum diketahui kasus yang mana akan cepat mengalami kejang kembali. 24,26 Faktor risiko utama kejang demam berulang adalah umur saat onset kejang demam pertama kali, umur makin awal makin berisiko kejang berulang. Tiga faktor risiko kejang demam berulang adalah serangan kejang berlangsung lama lebih dari 30 menit, dalam satu episode lebih dari satu kali, dan terdapat defisit neurologis pasca kejang. Selain itu, faktor lain yang berperan antara lain jenis kelamin laki-laki, riwayat kejang dalam keluarga, jenis kelamin wanita dengan usia kurang dari 18 bulan. 26 2.5. Prognosis kejang demam Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat timbul pada sebagian kecil kasus, yang biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan. 26 Anak yang menderita kejang demam berisiko lebih besar mengalami epilepsi, dibandingkan dengan yang tidak. Derajat risiko dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi yang terpenting adalah adanya kelainan status neurologis sebelum kejang, timbulnya kejang demam kompleks, dan riwayat kejang afebris pada keluarga. Seorang anak yang normal dan

15 mengalami kejang demam jinak memiliki peningkatan risiko dua kali lipat mengalami epilepsi. 34,35 Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan motorik, status epileptikus, dan kematian pernah dilaporkan sebagai sekuele kejang demam. Insidensi pasti sekuele-sekuele tersebut tidak diketahui, dan kejadiannya akan dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang itu sendiri. Insidensi penyulit-penyulit ini sangat rendah pada anak normal yang mengalami kejang demam jinak. Tidak terjadi peningkatan insidensi retardasi mental pada anak yang hanya mengalami kejang demam dan yang normal sebelum kejang pertama. 34,35 2.6. Penatalaksanaan dan terapi kejang demam Pengelolaan rutin bayi normal yang menderita kejang demam sederhana meliputi pencatatan yang teliti penyebab demam, cara-cara aktif untuk mengendalikan demam termasuk penggunaan atipiretik, dan menenangkan orangtua. Profilaksis antikonvulsan jangka pendek tidak terindikasi. Profilaksis antikonvulsan yang lama untuk mencegah kejang demam berulang adalah dalam perdebatan dan tidak lagi dianjurkan. Antiepilepsi seperti fenitoin dan karbamazepin tidak mempunyai pengaruh pada kejang demam. Fenobarbital tidak efektif dalam pencegahan kejang demam berulang dan dapat menurunkan fungsi kognitif pada anak yang diobati dibanding dengan anak yang tidak diobati. Natrium valproate efektif pada pengelolaan kejang demam, tetapi kemungkinan risiko obat tidak

16 membenarkan penggunaannya pada penyakit dengan prognosis yang sangat baik tanpa pengobatan. Diazepam oral dianjurkan sebagai metode yang efektif dan aman untuk mengurangi risiko kejang demam berulang. Diazepam diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg/hari peroral dibagi dalam 3 dosis, diberikan untuk selama demam (biasanya 2-3 hari). Efek samping biasanya ringan, tetapi gejala kelesuan, iritabilitas, dan ataksia dapat dikurangi dengan menyesuaikan dosis. 25,26 Edukasi pada orang tua merupakan bagian penting dari penetalaksanaan kejang demam. Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa yang menakutkan. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan edukasi antara lain meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara penganganan kejang, memberi informasi tentang risiko efek samping obat. Sehingga pengelolaan dan penatalaksanaan kejang demam dapat lebih baik. 26 2.7. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lainnya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata). 36

17 Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). 37 1) Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,yakni: a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. c) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 37 Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. 37 Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (longlasting). Sebaliknya apabila itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan

18 berlangsung lama. 37 2) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni: a) Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan. 36 b) Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan dengan benar tentang objekyang diketahui tersebut. 36 c) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 36 d) Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari

19 hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 36 e) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. 36 f) Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. 36 Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui dan diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-

20 tingkatan di atas. 37 Kedalaman pengetahuan yang ingin dicapai adalah tahap pengunjung mengetahui apa materi dari penyuluhan yang diberikan. Pengetahuan dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu: 38 1. Baik : Hasil presentase 76-100% 2. Cukup : Hasil presentase 56-75% 3. Kurang : Hasil presentase kurang dari 56% Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu: 1) Faktor Internal a. Pendidikan b. Pengalaman c. Usia d. Pekerjaan 2) Faktor Eksternal a. Sosial budaya dan ekonomi b. Lingkungan c. Sumber informasi d. Pelayanan Kesehatan. 39

21 2.8. Pengetahuan masyarakat tentang kejang demam Kejang demam masih banyak terjadi di beberapa Negara, termasuk Indonesia. Prevalensi kejang demam di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi cukup tinggi, kira-kira satu sampai tiga anak dengan kejang demam pernah mempunyai riwayat kejang demam sebelumnya, dengan sekitar 75% terjadi pada tahun yang sama dengan kejang demam pertama, dan sekitar 90% terjadi pada tahun berikutnya dengan kejang demam pertama. 15,16 Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi kejang demam pada anak di Indonesia cukup banyak, mengingat banyak faktor predileksi yang dapat menyebabkan kejang demam. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dr M. Hanlon dan Dr E. Wassemer didapatkan bahwa pengetahuan orang tua tentang kejang demam dan manajemen penatalaksanan kejang demam masih rendah. Rendahnya pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor lingkungan serta kurangnya pemberian informasi pada buku catatan medis anak. 17 Rendahnya pengetahuan dari orang tua mengakibatkan anak dengan risiko kejang demam tidak dilakukan pencegahan sebelumnya dan kejadian kejang tidak dapat segera diatasi oleh orang tua sendiri. Edukasi kepada orang tua tentang kejang demam merupakan salah satu cara untuk pengelolaan terjadinya kejang demam. Masyarakat pada umumnya dan orang tua pada khususnya merupakan orang-orang

22 yang memegang peranan besar terhadap perkembangan seorang anak. Karena itulah, dengan adanya orang tua yang memiliki edukasi tentang kejang demam diharapkan seorang anak yang dicurigai memiliki manifestasi ke arah kejang demam dan ditangani sejak dini sebelum timbul komplikasi lebih lanjut dan biaya yang dikeluarkan pun tidak akan terlalu besar apabila penyakit ini berhasil diatasi sejakawal. 17,18 2.9. Komunikasi kesehatan Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat,dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi interpersonal, maupun komunikasi massa. 37 Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20 tahun terakhir. Komunikasi kesehatan didefinisikan secara luas oleh Everret Rogers sebagai segala jenis komunikasi manusia yang berhubungan dengan kesehatan. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan. Model proses komunikasi kesehatan melibatkan tujuh fase, yaitu: 1) Definisi dan deskripsi masalah 2) Masukan audiens

23 3) Pemilihan strategi 4) Strategi komunikasi kesehatan a) Strategi kebijakan atau penegakan b) Strategi mobilisasi komunitas c) Strategi layanan kesehatan d) Strategi teknologi 5) Penyusunan pesan untuk audiens 6) Penetapan lingkungan penyampaian pesan anda 7) Penetapan saluran penyampaian pesan dalam lingkungan pilihan 8) Penetapan metode dan materi komunikasi kesehatan 41 Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi langsung, tatap muka antara satu orang dengan orang lain baik perorangan maupun kelompok. Komunikasi ini tidak melibatkan kamera, artis, penyiar, atau penulis skenario. Komunikator langsung bertatap muka dengan komunikan, baik secara individual, maupun kelompok. Komunikasi antarpribadi dapat efektif apabila memenuhi tiga hal dibawah ini: 1) Emphaty, yakni menempatkan diri pada kedudukaan orang lain (orang yang diajak berkomunikasi). 2) Respect terhadap perasaan dan sikap oranglain. 3) Jujur dalam menanggapi pertanyaan orang lain yang diajak berkomunikasi. 37 Dalam penelitian kali ini, peneliti memilih penyuluhan sebagai metode komunikasi kesehatan. Dengan cara ini kontak antara klien dengan

24 petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku). 37 Adapun dasar hukum mengenai penyuluhan dituliskan pada: Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bagian Kesepuluh Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Pasal 38 1) Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, aktif berperan serta dalam upaya kesehatan. 2) Ketentuan mengenai penyuluhan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan 1) Penyuluhan kesehatan masyarakat kegiatan yang melekat pada setiap upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk mengubah perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi.40 Metode penyuluhan yang digunakan adalah pendekatan perorangan dengan alat bantu leaflet. Leaflet merupakan bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran

25 yang dapat dilipat. Isi informasi dalam leaflet dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi.. 37 Selain itu untuk pretest dan posttest dilaksanakan dengan metode wawancara. Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, di mana peneliti mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang sasaran (responden), atau bercakapcakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face). 38 Kelebihan dari metode wawancara: 1. Metode ini tidak akan menemui kesulitan meskipun respondenya buta huruf sekalipun, atau pada lapisan masyarakat yang mana pun, karena alat utamanya adalah bahasa verbal 2. Luwes dan fleksibel sehingga metode wawancara dapat dipakai sebagai verifikasi data terhadap data yang diperoleh dengan cara observasi atau angket. 3. Dapat dipakai untuk mengadakan observasi terhadap perilaku pribadi. 4. Merupakan teknik yang efektif untuk menggali gejala-gejala psychics, terutama yang berada di bawah sadar. 5. Dari pengalaman para peneliti, metode ini sangat cocok untuk dipergunakan dalam pengumpulan data-data sosial. Kekurangan: 1. Kurang efisien. 2. Diperlukan adanya keahlian/penguasaan bahasa dari interviewer.

26 3. Memberi kemungkinan interviewer dengan sengaja memutarbalikan jawaban. 4. Apabila interviewer dan interviewee mempunyai perbedaan yang sangat mencolok, sulit untuk mengadakan rapport sehingga data yang diperoleh kurang akurat. 5. Jalannya interview sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sekitar, sehingga akan menghambat dan mempengaruhi jawaban dan data yang diperoleh. 38 Wawancara telepon digunakan karena adanya kesulitan dalam menemui responden saat posttest dilaksanakan. Meningkatnya popularitas wawancara telepon sebagai metode penelitian mungkin merupakan refleksi dari perubahan sosial yang lebih luas dan kemajuan teknologi, dengan peningkatan penggunaan dan penerimaan telekomunikasi untuk mendukung industri kesehatan dan pelayanan pada umumnya. Studi yang secara langsung membandingkan telepon dan tatap muka wawancara cenderung untuk menyimpulkan bahwa telepon wawancara menghasilkan data yang setidaknya sebanding dengan kualitas yang dicapai dengan metode tatap muka. 41 Pada penelitian yang dilakukan oleh Mackman diperoleh bahwa wawancara telepon lebih baik daripada wawancara tatap muka karena tidak bersifat intimidasi. 41 Wawancara telepon bisa menggali beberapa masalah pribadi yang sangat sensitif sehingga responden mungkin enggan untuk mendiskusikannya secara tatap muka dengan pewawancara. 42

27 Wawancara telepon juga lebih murah dibandingkan dengan wawancara tatap muka. Penelitian yang dilakukan oleh Raymond Opnedakker menyatakan bahwa jangkauan akses dengan wawancara telepon lebih luas daripada wawancara tatap muka. Wawancara telepon memungkinkan peneliti untuk menghubungi populasi yang mungkin sulit untuk bekerja dengan secara tatap muka untuk ibu misalnya di rumah dengan anak kecil, pekerja shift, pecandu komputer dan penyandang cacat. 41 Kelemahan dari wawancara telepon antara lain peneliti tidak melihat secara langsung responden sehingga peneliti tidak bisa menilai bahasa tubuh. Selain itu, pewawancara tidak memiliki pandangan pada situasi di mana orang yang diwawancara berada karena itu pewawancara memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menciptakan suasana wawancara yang baik. Responden pun bisa dengan tiba-tiba menghentikan wawancara jika ada keperluan yang lebih mendesak. 42