BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tahun 1988 tentang Pemberantasan Peredaran

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

BERITA NEGARA. No.1104, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pedoman. Prekursor Farmasi. Obat. Pengelolaan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Pelatihan Napza Prekursor - IAI Kota Surabaya Oleh BBPOM Surabaya, 09-April-17

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

16. Eksportir Terdaftar Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut ET

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, NOMOR: HK T E N T A N G

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

OVERVIEW DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN TAHUNAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH SPESIALITE OBAT DAN TERMINOLOGI KESEHATAN OBAT-OBAT PREKURSOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/Menkes/Per/II/2005 TENTANG PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P E R A T U R A N MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

5.1.1 Kesimpulan Tugas Khusus Pengawasan Mutu - Kualitas air dan menjaga air dari kontaminasi mikrobiologi merupakan bagian penting untuk memastikan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

Sistem Pelaporan Elektronik Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 2014

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

CONTOH FORMAT FORMULIR PENDAFTARAN SEBAGAI PEMOHON AHP

UNIVERSITAS INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental bersifat deskriptif.

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

SURAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA 381 BANDUNG. Anali. sis Rasionalisasi\

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA OBAT IKAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 417/MPP/Kep/6/2003 TANGGAL 17 JUNI 2003 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB V TUGAS KHUSUS Tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Bayer Indonesia Cimanggis plant yang dilakukan adalah pembuatan Laporan penggunaan prekursor kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 5.1. Latar belakang 5.1.1. Dasar Hukum Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang psikotropika pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan / atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Berdasarkan Permenkes No. 1799 tahun 2010 tentang industri farmasi pasal 23 menyatakan bahwa industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya yang disampaikan kepada direkutr jenderal dengan tembusan kepada Kepala badan. Berdasarkan Permenkes No. 10 tahun 2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi pasal 32 ayat 2 menyatakan bahwa Importir atau eksportir menyampaikan laporan realisasi impor/ ekspor psikotropika dan/ atau prekursor farmasi kepada direktur jenderal setiap kali impor atau ekspor. Berdasarkan cara Pembuatan obat yang baik tahun 2012 dokumentasi merupakan bagian esensial dari sistem informasi manajemen yang penting guna terciptanya pemastian mutu. Pelaporan merupakan salah 109

110 satu bagian dari dokumentasi yang dilakukakn oleh industri farmasi untuk menentukan, memantau, mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. 5.1.2. Prekursor Farmasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 3 tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi, Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine atau phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 2010 tentang prekursor, Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika, pasal 4 menyatakan bahwa penggolongan prekursor adalah sebagai berikut.

111 Tabel 5.1. Penggolongan Prekursor No Tabel 1 No Tabel 2 1 Acetic Anhydride 1 Acetone 2 N-Acetylanthranilic Acid 2 Anthranilic Acid 3 Ephedrine 3 Ethyl Ether 4 Ergometrine 4 Hydrochloric Acid 5 Ergotamine 5 Methyl Ethyl Keton 6 Isosafrole 6 Phenylacetic Acid 7 Lysergic Acid 7 Piperidine 8 Norephedrine 8 Sulphuric Acid 9 1-Phenyl-2-Propanone 9 Toluene 10 3,4Methylenedioxypheny l-2-propanon 11 Piperonal 12 Potassium Permanganat 13 Pseudoephedrine 14 Safrole Penggunaan prekursor farmasi membutuhkan pengawasan yang khusus sebagai mana tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 2010 pasal 3 tentang prekursor dan dijelaskan bahwa pengawasan tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor, mencegah dan memberantas peredarap gelap prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor, dan menjamin ketersediaan prekuror untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

112 Secara legalitas, Prekursor farmasi dapat digunakan oleh industri farmasi, industri non farmasi, dan instansi terkait pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. PT. Bayer Indonesia Cimanggis plant sebagai industri farmasi merupakan instansi yang dapat menggunakan prekursor untuk keperluan produksi. Penyimpanan Prekursor farmasi pada Industri farmasi memiliki persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebagai bagian dari aspek legalitas sebagaimana tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut. - Tempat penyimpanan prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku khusus dan tidak untuk menyimpan barang selain prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku. - Gudang atau tempat khusus memiliki dinding yang terbuat dari tembok dan memiliki 1 pintu, dilengkapi pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci berbeda. - Bila terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi. - Gudang atau tempat khusus tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penganggung jawab - Kunci gudang atau tempat khusus dikuasai oleh apoteker penanggung jawab dan pegawai lain yang diberi kuasa. - Penyimpanan prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku harus memiliki tempat penyimpanan prekursor farmasi berupa gudang khusus atau ruang khusus dan berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.

113 - Penyimpanan prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi harus disimpan dengan aman berdasarkan analisis risiko. 5.1.3. Prekursor Pada Produk jadi PT Bayer Indonesia Cimanggis plant sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia yang menggunakan prekursor pada produk obat jadi, harus memiliki izin edar yang dikeluarkan oleh Menteri. Untuk mendapatkan izin edar produk obat jadi yang mengandung prekursor, PT Bayer Indonesia Cimanggis plant harus terdaftar pada Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) sebagai indutstri farmasi yang menggunakan prekursor pada produk obat jadi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 pasal 5. Penggunaan prekursor sebagai bahan baku produk obat jadi pada PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant menggunakan prinsip make to order. PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant akan menentukan jumlah prekursor farmasi yang dibutuhkan sesuai dengan dengan permintaan produk obat jadi dari pasar atau konsumen. Produk obat jadi PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant yang mengandung prekursor adalah Refagan tablet dan Saridon White and Black tablet. Pengadaan prekursor farmasi sebagai bahan baku produk obat jadi tersebut diawali dengan surat peryataan kebutuhan Prekursor farmasi kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan kemudian membuat surat permohonan impor prekursor farmasi kepada BPOM. Apabila persyaratan dan ketentuan yang ada dapat dipenuhi, BPOM akan memberikan surat ijin impor kepada PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant untuk dapat mengimpor prekursor farmasi.

114 Gambar 5.1. Skema Alur Penyediaan Prekursor Sebagai Bahan Baku Produk Obat Jadi PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant. a. Surat Pernyataan Kebutuhan Prekursor Farmasi Surat Pernyataan Kebutuhan Prekursor Farmasi pada PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant dibuat oleh Apoteker penanggung jawab produksi kepada BPOM. Surat tersebut bertujuan untuk menyesuaikan rencana kebutuhan tahunan negara Republik Indonesia akan prekursor yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 2010 pasal 5. Didalam surat tersebut dijelaskan produk obat jadi yang menggunakan prekursor dan jumlah prekursor farmasi yang dibutuhkan dalam satu tahun. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2014 pasal 2 tentang kebutuhan tahunan narkotika, psikotropika dan prekursor, perencanaan dilakukan untuk dalam rangka menjamin ketersediaan

115 narkotika dan psikotropika maupun prekursor untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rencana kebutuhan Produk obat jadi yang menggunakan prekursor pada PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant adalah Refagan Tablet dan Saridon White and black tablet. Sedangkan prekursor yang digunakan sebagai bahan baku produk obat jadi tersebut adalah Pseudoephedrin HCl. b. Surat Permohonan Impor Prekursor Farmasi Surat Pernyataan Kebutuhan Prekursor Farmasi pada PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant dibuat oleh Apoteker penanggung jawab produksi kepada BPOM dengan persetujuan dari plant manager PT. Bayer Indonesia. Surat tersebut bertujuan untuk menyesuaikan rencana kebutuhan tahunan negara Republik Indonesia akan prekursor yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 2010 pasal 10 tentang Prekursor. Halhal yang terdapat dalam surat permohonan impor prekursor farmasi adalah sebagai berikut. - Nama Perusahaan - Bidang Usaha - Alamat Perusahaan - Nop Telp/ Fax Perusahaan - Nomor Izin Usaha Industri Farmasi/ PBBBF - Nomor Penunjukan Importir Produsen/ Terdaftar* Prekursor (IP- P/IT-P) - Nomor Angka Pengenal Importir Produsen (API-P)/ Terdaftar (API/I)/ Umum (API-U) - Nomor Tanda Daftar Perusahaan (RDP) - Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

116 - Tujuan Penggunaan - Nama sediaan - Untuk Industri pengguna - Nama eksportir - Alamat eksporti - Negara asal bahan - Pelabuhan masuk 5.2. Pelaporan PT Bayer Indonesia Cimanggis plant sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia yang menggunakan prekursor pada produk obat jadi, harus memiliki izin edar yang dikeluarkan oleh Menteri. Untuk mendapatkan izin edar produk obat jadi yang mengandung prekursor, PT Bayer Indonesia Cimanggis plant harus terdaftar pada Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) sebagai indutstri farmasi yang menggunakan prekursor pada produk obat jadi sebagai mana tercantum dalam Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 pasal 5. PT. Bayer Indonesia Cimanggis plant membuat laporan penggunaan prekursor farmasi kepada BPOM. Pelaporan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan dari Peraturan Pemerintah RI no 44 tahun 2010 tentang prekursor. Didalam laporan tersebut harus berisikan jumlah prekursor yang masih ada dalam persediaan, jumlah dan banyaknya prekursor yang diserahkan, dan keperluan atau kegunaan prekursor oleh pemesan. Laporan penggunaan prekursor farmasi PT. Bayer Indonesia dilakukan secara online melalui menggunakan sistem e-napza yang

117 dimiliki oleh BPOM. Laporan penggunaan prekursor farmasi yang dibuat PT. Bayer Indonesia Cimanggis plant ada 4, yaitu: 1. Laporan Saldo Awal dan Saldo Akhir 2. Laporan Penggunaan Bahan Baku Produksi 3. Laporan Penggunaan Bahan Baku Non Produksi 4. Laporan Penggunaan Baku Pembanding (Pro Analisis) Gambar 5.2. Alur Pelaporan melalui sistem e-napza. Laporan yang dibuat oleh PT. Bayer Indonesia Cimanggis plant tersebut dilaporkan tiap bulan kepada BPOM dengan batas waktu pengumpulan adalah tanggal 5 pada bulan tersebut. Contoh laporan-laporan tersebut dapat dilihat pada lampiran A, B, dan C. PT Bayer Indonesia Cimanggis plant sebagai industri farmasi yang menggunakan prekursor pada produk jadi memiliki kewajiban untuk

118 melaporkan realisasi produksi yang akan dilaporkan kepada BPOM. Laporan realisasi produksi. tersebut dilakukan tiap tahun. Contoh laporan realisasi produksi dapat dilihat pada lampiran D. 5.3. Kesimpulan PT Bayer Indonesia Cimanggis Plant merupakan industri farmasi yang telah melakukan pelaporan terhadap penggunaan prekursor farmasi (pseudoephedrine HCl) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

119 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dimulai pada tanggal 31 Agustus 2015 sampai dengan 30 Oktober 2015 bertempat di PT. Bayer Indonesia adalah: 1. PT. Bayer Indonesia telah mengimplementasikan CPOB (kaitannya dengan standar mutu produk) dalam tiap aspek dan rangkaian proses produksinya yang meliputi aspek bangunan, personalia, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, pemastian mutu yang diwujudkan dalam validasi, kualifikasi, kalibrasi pada setiap metode dan fasilitasnya, inspeksi diri, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian, serta dokumentasi.dengan sangat baik. 2. Apoteker memiliki peranan penting dalam industri farmasi, yaitu sebagai tenaga profesional di bagian produksi, validasi, Quality arcompliance & Documentation. Oleh karena itu seorang Apoteker dituntut untuk memiliki pengetahuan, kemampuan secara teori atau praktek (soft skill), kemampuan dalam mengelola manajemen, cara berkomunikasi, serta kerja sama yang baik sehingga mampu menciptakan suasana kerja yang baik dengan rekan kerja lainnya. 3. PKPA industri sangat membantu mahasiswa profesi Apoteker untuk mengetahui lebih rinci sistem produksi di industri yang merupakan gabungan dari berbagai komponen yang saling mendukung.

120 6.2. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dimulai pada tanggal 31 Agustus 2015 sampai dengan 30 Oktober 2015 bertempat di PT. Bayer Indonesia adalah: 1. PT Bayer Indonesia hendaknya terus mempertahankan kualitas produk dengan senantiasa melakukan pengembangan yang berkelanjutan termasuk penerapan CPOB. 2. PT Bayer Indonesia hendaknya terus meningkatkan kesadaran para karyawan akan pentingnya penerapan CPOB dalam segala aspek yang berkaitan dengan proses produksi. 3. PT. Bayer Indonesia hendaknya terus mempertahankan dan meningkatkan kerja sama dengan perguruan tinggi farmasi dalam pengembangan dunia pendidikan untuk membantu membangun dunia kefarmasian Indonesia serta menciptakan Farmasis yang berkualitas dan kompeten.

121 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Menteri Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2014 tentang Rencana Kebutuhan Tahunan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor, Menteri Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Menteri Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2012, Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta. Anonim, 2012, Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta. Anonim, 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor, Presiden Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Menteri Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2013, Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta. Anonim, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

122 Anonim, 1997. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Anonim, 1990. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 254/Men.Kes/SK/V/1990 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. Priyambodo B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama. Yogyakarta.