Hak-Hak Adat, Perencanaan Partisipatif dan Pemetaan Wilayah Adat: Pengalaman Dari Aceh 1. Sanusi M. Syarif 2

dokumen-dokumen yang mirip
PELUANG PENGELOLAAN HUTAN OLEH MUKIM DAN PENYIAPAN MASYARAKAT ADAT UNTUK MENGANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INTEGRASI PENGELOLAAN PESISIR TERPADU DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (Sintesis Paska MCRMP dari Pengalaman Kep.Seribu)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON

Shared Resources Joint Solutions

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelibatan Masyrakat Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut. Oleh: YUDI WAHYUDIN Divisi Kebijakan Pembangunan dan Ekonomi PKSPL-IPB

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KOTA SABANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG,

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Eksistensi Hutan Adat Dalam Pembangunan Kehutanan di Indonesia. Paska Putusan MK No. 35/PUU-X/2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Alang-alang dan Manusia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Forest Tenure. Jaminan Hukum Umum Prinsip Kriteria Indikator Elemen Kualitas PJaminan Hukum Umum yang mengakomodasi Tata Kelola Pemerintah yang Baik.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

i

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KOALISI PENYELAMATAN PULAU-PULAU KECIL INDONESIA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

Disampaikan pada: SOSIALISASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 2014 TENTANG DESA dan TRANSISI PNPM MANDIRI Jakarta, 30 April 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

5. Merekomendasikan tindakan perlindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM dan mencegah terjadinya lagi pelanggaran HAM di masa mendatang; 6.

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG

Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG SUMBER KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

STUDI LAND TENURE (LTS)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

KESIMPULAN DAN SARAN

Peluang & Tantangan RPP Hutan Adat

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

METODE KAJIAN. Proses dan Metode Kajian

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

KEADILAN IKLIM: PERBAIKAN TATA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tahapan Pemetaan Partisipatif Wilayah Kelola Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. tangan terhadap hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSAALAM NOMOR : 21TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Hak-Hak Adat, Perencanaan Partisipatif dan Pemetaan Wilayah Adat: Pengalaman Dari Aceh 1 Customary rights, Participatory Planning and Comunity Mapping, experiences from Aceh Sanusi M. Syarif 2 Pendahuluan Merujuk kepada sumber-sumber sejarah dan juga fakta yang hidup berkembang di dalam masyarakat Aceh, dapat disimpulkan bahwa adat Aceh telah meletakkan dasar-dasar yang sangat kuat dalam mengatur tatanan hidup masyarakatnya, baik dalam bidang sosial maupun dalam praktek pengelolaan kawasan/lingkungan. Hak-Hak Adat Dalam Masyarakat in Aceh Secara umum dan singkat, hak-hak masyarakat adat di Aceh meliputi:hak untuk menguasai dan memiliki kawasan komunalnya, Hak untuk membentuk/netapkan aturan pengelolaan kawasan (adat-resam), Hak untuk memutuskan hukum, hak untuk turut serta dalam memutuskan dan menetapkan suatu keputusan yang berkaitan pengelolaan SDA, serta Hak untuk menyelenggarakan sejenis peradilan (Djuned 2002: 3). a. Hak Menguasai dan memiliki Sumber Daya Alam. Baik di daratan maupun di lautan, seperti kawasan tepi pantai, padang penggembalaan, hutan, laut, danau, sungai, paya dan kawasan pasang surut b. Hak Menetapkan aturan pengelolaan kawasan. Meliputi: Tatacara pemanfaatan, Penetapan kawasan lindung dan penggunaan terbatas, Penetapan waktu/musim penggunaan, Penetapan cara, teknik pemanfaatan, Penetapan pihak-pihak yang berhak mengakses dan yang tidak berhak, Pembatasan hak pemanfaatan (gugurnya hak) dan Hak Melindungi hak akses (hak jalan, hak jurong). c. Hak memutuskan hukum. Yaitu dalam hal menetapkan siapa yang berhak atas sumber daya alam tertentu, dan siapa pula yang tidak berhak, sesuai dengan adat setempat. 1 Disampaikan pada acara Seminar Side on3rd Governors Climate and Forest and Stake Holder Meeting. Hermes Hotel, 18 Mei 2010. Banda Aceh. 2 Ketua Badan Pelaksana Yayasan Rumpun Bambu Indonesia, Staf Majelis Adat Aceh dan Alumni International Fellowship Program The Ford Foundation. 1

Juga dalam hal menetapkan sanksi bagi pihak yang melakukan pelanggaran adat dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam d. Hak Turut serta dalam memutuskan suatu keputusan yang berkaitan pengelolaan SDA. Biasanya terkait dengan pelaksanaan pembangunan di dalam wilayah masyarakat adat, Hak untuk menerima atau menolak satu kegiatan pembangunan tertentu di dalam kawasan masyarakat adat, Hak untuk mempertahankan pola pemanfaatan sumber alam sesuai dengan adat setempat, Hak untuk menolak pihak lain yang akan melakukan aktifitas ekonomi tertentu tanpa mendapatkan persetujuan masyarakat. e. Hak membentuk peradilan adat. Yaitu, pada tingkat gampong dan mukim. Dengan demikian, aturan adat yang pada tiap mukim, pada dasarnya berhubungan dengan perlindungan sumber-sumber kehidupan bagi warga dan masyarakat sekitarnya. Baik perlindungan terhadap sumber ekonomi maupun sumber ekologi. Selanjutnya? Bagaimanakah menjamin agar Hak-hak adat masyarakat pada tingkat mukim dapat berkesinambungan dan terpelihara? Ada dua pilihan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, membiarkan segala sesuatu terjadi secara alamiah. Sehingga apa yang terjadi, terjadilah. Kedua, melakukan langkah-langkah yang sistematis dan terpadu. Jika pilihan pertama yang diambil, maka resikonya sangat besar bagi masyarakat adat di Aceh. Salah satu resiko tersebut, adalah seperti yang kita saksikan sekarang. Banyak harta ulayat mukim yang kemudian diklaim secara sepihak menjadi hak satu warga gampong saja. Dan tidak sedikit pula harta ulayat mukim beralih menjadi hak perseorangan warga gampong dalam skala luas. Lalu kemudian, dengan mudahnya dijual ke pihak luar sebagai milik pribadi. Keadaan ini dimungkinkan oleh carut-marutnya adminsitrasi pertanahan, tanpa memperhatikan hukum adat yang berlaku. Selain itu, juga banyaknya, tanah-tanah ulayat yang secara sepihak telah diklaim menjadi hak pemegang konsesi HPH, HGU dan HTI. Oleh sebab itu, untuk menjamin agar hak-hak masyarakat adat pada tingkat mukim tetap terjamin dan terpelihara, maka kita perlu mengembangkan instrumen yang lebih baik dan berwawasan masa depan. Salah satu instrumen tersebut adalah penggunaan Pendekatan perencanaan partisipatif dan pemetaan wilayah adat berbasis Mukim. Melalui kedua 2

instrumen ini, masyarakat dapat mempersiapkan diri untuk mendorong lahirnya pengkuhan kembali (deklarasi) adat dan lembaga adat di wilayahnya masing-masing, khususnya pada tingkat mukim. Perencanaan Partisipatif (Participatory Planning) Dalam mengembangkan perencanaan partisipatif, YRBI telah menggunakan dua pendekatan yang berbeda. Yaitu pedekatan berbasis gampong dan kemudian perencanaan berbasis mukim. Pada awalnya, upaya yang dilakukan lebih tertuju kepada pembangunan pemahaman dasar warga ke atas kawasan dan tatanan adatnya pada tingkat mukim, dengan menggunakan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal). Walaupun demikian, dalam perkembangan selanjutnya, proses perencanaan justru dilakukan pada tingkat gampong, dengan pengecualian di Mukim Lampanah Leungah Aceh Besar. Karena pada saat yang bersamaan, kegiatan pemetaan wilayah yang dilakukan masih berbasis wilayah gampong. Akibatnya, hingga tahun 2008, YRBI masih menggunakan perencanaan partisipatif berbasis gampong. Kemudian, sejak tahun 2009 YRBI mengembangkan perencanaan partisipatif berbasis mukim, khususnya dalam bidang pengelolaan kawasan dan penguatan adat. Hal ini sejalan dengan penerapan pendekatan pemetaan wilayah adat berbasis mukim secara penuh. Proses penggunaan pendekatan ini, sebenarnya telah dilakukan untuk Mukim Lampanah Leungah, yang diawali pada akhir tahun 2002 hingga 2004, namun pada masa itu, analisis dan kajian kawasan dilakukan dengan menggunakan peta topografi dan peta tiga dimensi. Karena pada saat itu, penelusuran lapangan mustahil dilakukan, apalagi di masa darurat militer. Pengalaman Penerapan Pemetaan Wilayah Adat (Gampong dan Mukim) YRBI merupakan lembaga lokal yang pertama sekali mengembangkan pemetaan gampong partisipatif di Aceh. Walaupun demikian, menjadi pemetaan gampong dan mungkin menjadi sebuah gerakan bagi perlindungan lingkungan dan juga penataan ruang, tetap saja tidak mudah. Hal itu dibuktikan oleh perkembangan pasca pemetaan, hingga tahun 2009 yang lalu. 3

Oleh sebab itu, saat ini YRBI sedang merancang satu pendekatan baru, agar proses pemetaan dapat lebih berdaya guna, dan dapat dijadikan sebagai alat untuk melindungi hak-hak masyarakat, serta menjadi dasar bagi pengelolaan kawasan dengan cara-cara yang lestari. Perkembangan kegiatan pemetaan tersebut antara lain: a. Di mulai pada tahun 2000 b. 2002 dikembangkan di 5 kampung di pesisir Aceh Besar c. 2003 dipetakan dua kampung di Aceh tenggara d. 2005-2006 pemetaan 15 kampung di Aceh Besar e. 2007-2008 pemetaan 10 kampung di Aceh Jaya f. 2007 mengintergrasikan peta-peta gampong menjadi peta mukim di Aceh Jaya g. 2008 penyiapan sosial di Mukim Lamteuba h. 2009 pemetaan wilayah Mukim Lamteuba i. 2010 melanjutkan pemetaan Mukim Lampanah (konsolidasi mukim telah dilakukan sejak 2002-2005) j. Isu utama dalam pemetaan Gampong dan Mukim 1. Terdistorsinya pemahaman masyarakat tentang hak-hak tradisional mereka ke atas kawasan hutan 2. Sengketa batas antar gampong dalam satu wilayah adat (mukim) atau berbeda mukim 3. Terdistorsinya pemahaman masyarakat tentang ruang kelola yang menjadi wewenang mukim 4. Adanya kebutuhan untuk penetapan kawasan lindung berbasis masyarakat 5. Adanya kebutuhan untuk konsolidasi penataan kawasan kelola berbasis mukim Pemetaan Wilayah VS Konflik Batas Antar Mukim a. Konflik batas antar mukim terjadi di banyak tempat di Aceh, hampir merata di semua kabupaten b. Selain itu ada pula konflik batas antara kawasan kelola masyarakat dengan pihak Pemegang konsesi HPH, HGU dan HTI. c. Serta konflik di kawasan perbatasan antara kawasan kelola masyarakat dengan kawasan yang diklaim berada di bawah otoritas departemen kehutanan/dinas kehutanan. 4

Perbandingan Pendekataan Pemetaan berbasis Gampong dan Mukim Berikut ini adalah perbandingan proses pemetaan berbasis gampong dan mukim Pemetaan Berbasis Gampong No Kelebihannya Kelemahannya 1 Proses koordinasi lapangan Dapat mendorong desanisasi harta komunal mukim dan penggunakan waktu yang berada dalam sesebuah gampong yang lebih singkat 2 Mudah untuk Menghasilkan Hanya Menggambarkan resources pada tingkat peta yang detil/rinci gampong secara individu 3 Biaya lebih murah Kotra produktif dengan upaya penguatan masyarakat mukim Tidak dapat menghasilkan pola pengelolaan kawasan/lingkungan yang terpadu dalam satu bentang alam tertentu Pemetaan Berbasis Wilayah Adat Mukim (Persekutuan Gampong) No Kelebihannya Kelemahannya Menjadi dasar untuk memelihara harta komunal Proses koordinasi lapangan dan mukim dan pemanfaatannya untuk semua warga penggunakan waktu yang lebih gampong se mukim panjang Menggambarkan resources pada tingkat mukim secara terintegrasi Memerlukan biaya dan energi yang besar Dapat mengahasilkan pola pengelolaan kawasan/lingkungan yang terpadu pada tingkat mukim Menghasilkan kesepakatan yang kuat dan mendapatkan dukungan lebih luas Pilihan tindakan 5

a. Untuk keperluan konsolidasi sumber daya dan upaya pelestarian lingkungan, pemetaan wilayah adat berbasis mukim lebih tepat digunakan b. Namun demikian, harus menggunakan pendekatan yang mengalir seperti air, dan menghindari pendekatan proyek c. Pemetaan berbasis mukim harus didahului dengan upaya membangun pemahaman dasar tentang tatanan adat. d. kemudian barulah disertai dengan upaya konsolidasi dan membangun kesepakatan. e. Terakhir barulah aksi pemetaan lapangan f. Dengan cara itu, tujuan pemetaan sesungguhnya barulah dapat dicapai, yaitu: sebagai media pencerahan, pembelajaran, perencanaan dan perlindungan hak/jaminan masa depan. Dengan cara itu itu semua, tujuan pemetaan sesungguhnya barulah dapat dicapai, yaitu: sebagai media pencerahan, pembelajaran, perencanaan, perlindungan hak dan jaminan masa depan. Referensi: Djuned, T.M. 2002. Hukum adat Aceh, Gayo dan Alas. Banda Aceh: Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh. Sanusi M. Syarif.2008. Pengalaman Bersama di Mukim Lampanah Leungah: Belajar Dari Lembah Seulawah, Pustaka Rumpun Bambu. Banda Aceh. Sanusi M. Syarif. 2008. Menuju Pengelolaan Kawasan Berbasis Mukim dan Gampong di Aceh Rayeuk. JKPP Bogor dan Rumpun Bambu. Banda Aceh. Sanusi M. Syarif.2005. Gampong dan Mukim di Aceh: Menuju Rekonstruksi Pasca Tsunami Pustaka Latin. Bogor. Sanusi M. Syarif.2001. Menuju Kedaulatan Mukim dan Gampong; RIWANG U SEUNEUBOK. Yappika Jakarta. 6