HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN. Pemutusan Hubungan Kerja

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

Pemutusan Hubungan Kerja

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1964 TENTANG. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN SWASTA (Lembaran Negara No. 93 Tahun 1964)

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SURAT PERJANJIAN KERJA

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU (PERJANJIAN KERJA KONTRAK) PERLU DITERTIBKAN

NIKODEMUS MARINGAN / D

DAFTAR ISI ii. KATA PENGANTAR.i

STANDARISASI PEMUTUSAN

P T G l o b a l T i k e t N e t w o r k Jl. Kawi No. 45, Setiabudi Jakarta Selatan 12980, Indonesia

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MARWAN ARHAS. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR,

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1964 TENTANG PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

CONTOH SURAT PERJANJIAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

(KepMen ini pada 25 Maret 2003 telah dinyatakan tidak berlaku per UU No. 13/2003. Pencantumn dalam pustronik ini untuk maksud studi)

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :...

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk bermasyarakat serta berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan. otonomi untuk menentukan nasibnya sendiri.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Tata Tertib setiap pekerja ISH yang berada di layanan mengacu kepada Standard Operationg Procedure (SOP) yang dibuat oleh Div. Operation & ER ISH.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Oleh : SURADI. Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UNSA ABSTRAK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8

BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA,

ANALISA KASUS PERSELISIHAN PERBURUHAN Diah Lestari Pitaloka S.H.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

PSIKOLOGI SUMBER DAYA MANUSIA SESI: X HR SEPARATION. Pengertian Alasan Proses Undang-undang

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. PHK dengan Alasan Efisiensi dalam Peraturan Perundang-undangan

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK

SURAT PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. HOKLOKSIU SANJOYO (AJBS GROUP) DENGAN PT. SUKSESINDO Nomer: 638 / I / HRD.DX /L SS / IX / 2009

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

SERI 4 PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

PERATURAN PEMERINTAH NO. 08 TH 1981

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) OLEH PERUSAHAAN KARENA KESALAHAN BERAT YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat

PEDOMAN ETIKA KARYAWAN ( CODE OF CONDUCT )

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

Transkripsi:

HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. 1. Pemutusan Kerja Demi Hukum Pemutusan kerja demi hukum adalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi dengan sendirinya sehubungan dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian yang dibuat oleh majikan atau buruh. Pasal 1603e KUH.Perdata menyebutkan: Perhubungan kerja berakhir demi hukum, dengan lewatnya waktu yang ditetapkan dalam perssetujuan maupun reglement atau dalam ketentuan undang-undang atau lagi majikan itu tidak ada oleh kebiasaan. Demikian juga dalam pasal 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER- 05/MEN/1986 tentang kesepakatan kerja untuk waktu tertentu dikatakan: Kesepakatan kerja untuk waktu tertentu berakhir demi hukum dengan berakhirnya waktu yang ditentukan dalam kesepakatan kerja atau dengan selesainya pekerjaan yang disepakatinya. Meskipun pemutusan hubungan kerja itu terjadi dengan sendirinya namun para pihak dapat memperjanjikan untuk mengadakan pemberitahuan apabila perjanjian kerja itu akan berakhir. Pemberitahuan ini nantinya dapat diikuti dan ketetntuan apakah perjanjian kerja/hubungan kerja itu akan diakhiri atau tidak. 1. Hal itu dalam perjanjian tertulis atau dalam suatu peraturan 2. Pembertihuan tentang perbuatan penghentian itu diharuskan, karena berdasarkan undang-undang atau menurut adat kebiasaan, begitu juga jika lamanya pekerjaan ditetapkan dari awalnya, sedangkan kedua belah pihak dalam hal-hal yang

diperbolehkan tidak menyimpang dari sesuatu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja yang tertulis. Selain dapat terjadi karena berakhirnya jangka waktu perjanjian, pemutusan hubungan kerja/perjanjian kerja demi hukum ini juga dapat terjadi karena meninggalkannya pekerja (pasal 1603e KUH Perdata jo pasal 13 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/PEN/1986). Ketentuan pasal ini dapat dimengerti karena sesuai dengan asas hukum perjanjian yang oleh Soebakti disebut sebagai asa kepribadian. Seperti yang disimpulkan dari ketentuan pasal 1331 KUH Perdata yang menentukan bahwa seseorang hanya dapat mengikatkan diri hanya untuk dirinya sendiri. Akan tetapi jika meninggal dunia itu adalah majikan/pengusaha, KUH Perdata jo pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/PEN/1986). Sehubungan dengan meninggalnya majikan atau pengusaha maka pada ahli waris yang bermaksud melakukan pemutusan hubungan kerja yang diadakan untuk waktu tertantu terlebih dahulu harus mengajukan permohonan ijin kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER- 05/PEN/1986). 2. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Buruh Pihak buruh dapat saja memutuskan hubungan kerjanya dengan persetujuan pihak majikan pada setiap saat yang dikehendakinya bahkan buruh juga berhak meutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa persetujuan majikan. Sehubungan dengan hak buruh untuk memutuskan hubungan kerja, pasal 1603i KUH Perdata memnentukan apabila dalam perjanjian kerja diperjanjikan adanya masa percobaan, maka selama waktu itu berlangsung buruh berwenang seketik mengakhiri hubungan kerja dengan permyataan pengakhiran. Selanjutnya ditetapkan pula bahwa masa percobaan tersebut tidak boleh lebih dari 3 bulan. Sejalan dengan ketentuan undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 menyatakan bahwa adanya masa percobaan itu harus diberitahukan kepada calon buruh yang bersangkutan. Dan untuk pemutusan hubungan kerja dalam masa percobaan tidak diperlukan izin dari pejabat yang berwenang. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN1986, ditentukan bahwa bilamana pemutusan hubungan kerja yang diadakan untuk waktu tertentu atau pekerjaan-pekerjaan tertentu yang ditentukan dalam perjanjian kerja, kepada buruh

diwajibkan membayar kepada majikan ganti kerugian sebesar upah pekerja sampai waktu tertentu atau sampai pekerjaan selesai, kecuali bila pemutusan hubungan kerja itu karena kesalahan keras atau karena alasan medesak (pasal 16 ayat 2). Pemutusan hubungan kerja oleh buruh karena alasan mendesak adalah suatu keadaan yang sedemikian rupa yang berakibat bagi buruh, bahwa ia tidak selayaknya mengharapkan untuk memutuskan hubungan kerja. Kesalahan besar yang dilakukan oleh majikan yang merupakan alasan mendesak bagi buruh untuk mengakhiri hubungan kerjanya dengan majikan dijumpai dalam pasal 1603e jo pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor PER-05/MEN/1986 yang menentukan sebagai berikut: a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pengusaha, keluarga atau anggota tumah tangga pekerja atau membiarkan hal itu dilakukan oleh keluarga, anggota rumah tangga atau bawahan pengusahan. b. Membujuk Pekerja, keluarga atau teman serumah pekerja, melkukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum atau dengan kesusilaan, atau hal itu dilakukan berulang kali bahwa pengusaha; c. Berulang kali tidak membayar upah pekerja pada waktunya; d. Tidak memenuhi syarat, atau tidak melakukan kewajiban yang ditetapkan dalam kesepakatan kerja; e. Tidak memberikan pekerjaan yang cukup kepada pekerja yang pengahsilanya didasarkan atas hasil pekerjaan yang dilakukanya; f. Tidak atau tidak cukup menyediakan fasilitas kerja yang disyaratkan kepada pekerja yang penghasilanya didasarkan atas hasil pekerjaan yang dilakukan; g. Memerintahkan pekerja walaupun ditolak oelh pekerja untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang pada perusahaan lain yang tidak sesuai dengan kesepakatan kerja; h. Apabila dilanjutkan hubungan kerja dengan menimbulkan bahaya bagi keselamatan jiwa, atau keselamatan pekerja hal mana tidak diketahui oleh pekerja sewaktu kesepakatan kerja diadakan. i. Memerintahkan pekerja untuk mengerjakan pekerjaan yang layak dan tidak ada hubunganya dengan kesepakatan kerja sebagaimana dimaksud ayat (1). Pemutusan hubungan kerja oleh buruh berdasarkan kesalahan di atas harus mendapat izin Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (pasal 19 ayat (2) dan pasal 20 Peraturan menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1986.

3. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Majikan Pemutusan hubungan kerja oleh majikan ini adalah yang paling sering terjadi, baik akrena kesalahan-kesalahan pihak buruh maupun karena kondisi perusahaan. Pemutusan hubungan kerja oleh majikan ini sering membawa dampak negatif khususnya terhadap buruh dan keluarganya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Untuk itulah pemerintah telah mengundangkan undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di perusahaan swasta serta peraturan-peraturan pelaksanaanya. Undang-undang ini dimaksudkan untuk lebih menjamin ketentraman dan kepastian bagi buruh dengan jalan mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja bahkan dalam beberapa hal dilarang, hal ini ditegaskan dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 sebagai berikut: 1. Pokok pangkal yang harus dipegang teguh dalam menghadapi masalah Pemutusan Hubungan kerja ialah sedapat mungkin Pemutusan Hubungan Kerja dicegah dengan segala daya dan upaya, bahkan dalam beberapa hal dilarang; 2. Majikan harus merundingkan dengan buruh yang bersangkutan dengan organisasi buruh bila buruh itu menjadi anggota organisasi, pemberhentian yang dihasilkan oleh perundingan antara pihak-pihak yang bersangkutan seringkali lebih dapat diterima oleh mereka daripada penyelesaian yang dipaksakan oleh pihak lain; 3. Jika jalan perundingan tidak berhasil mendekatkan kedua belah pihak, pemerintah tampil ke muka dan campur tangan dalam Pemutusan Hubungan Kerja yang hendak dilakukan oleh majikan. Campur tangan ini berupa pemberian izin. Menurut ketentuan pasal 17 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER- 04/MEN/1986 pengusaha dapat mengakhiri kesepakatan kerja untuk waktu tertentu dengan minta izin Pemutusan Hubungan Kerja kepada Panitia Perselisihan Perburuhan karena kesalahan berat akibat perbuatan kerja sebagai berikut: a. Pada saat kesepakatan kerja diadakan memberikan keterangan palsu atau dipalsukan; b. Mabuk, madat memakai obat bius atau narkotik ditempat kerja; c. Mencuri, menggelapkan, menipu atau melakukan kejahatan lainya; d. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pengusaha keluarga pengusaha atau teman sekerja;

e. Membujuk pengusaha dan atau teman sekerjanya untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan atau kesusilaan; f. Dengan sengaja atau kecerobohanya yang merusak atau mebiarkan dalam keadaan berbahaya milik perusahan; g. Dengan sengaja walaupun sudah diperingatkan membiarkan dirinya atau teman sekerjanya dalam keadaan bahaya; h. Membongkar rahasia perusahaan yang seharunya dirahasiakan. Sebaliknya dalam beberapa hal pengusaha diperbolehkan memutuskan hubungan kerja dengan tanpa memerlukan izin dari Panitia Penyelesaian Perburuhan antara lain: a. Pemutusan Hubungan Kerja dengan persetujuan organisasi buruh; b. Pemutusan Hubungan kerja yang dilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan (pasal 4 Undnag-undang Nomor 12 Tahun 1964); c. Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan untuk waktu tertentu, karena hubungan kerja itu putus dari hukum; d. Pemutusan Hubungan Kerja karena peraturan pensiun, yakni buruh sesudah masa kerja atau usia tertentu dapat dipensiunkan; e. Pemutusan Hubungan Kerja oelh pengadilan karena alasan penting. 4.Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengadilan Masing-masing pihak dalam perjanjian kerja dapat meminta Pengadilan Negeri agar hubungan kerja diputus berdasarkan alasan penting. Selanjutnya menurut pasal 1603v KUH Perdata tapi pihak setiap waktu, juga sebelum pekerjaan dimulai, berwenang berdasarkan alasan penting mengajukan permintaan tertulis kepada pengadilan tempat kediamanya yang sebenarnya untuk menyatakan, Perjanjian Kerja Putus. Alasan penting bagi pihak buruh untuk mengajukan tuntutanya ke Pengadilan Negri dapat dilihat pada uraian Pemutusan Hubungan Kerja oleh buruh (pasal 1603 KUH Perdata jo pasal 19 (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1986), demikian juga alasan penting bagi pihak majikan/pengusaha dapat dilihat pada pasal 1603 KUH perdata yang inti isinya sama dengan ketentuan pasal 17 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1986 dan dapat dilihat pada uraian pemutusan Hubungan Kerja oleh majikan.

Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 Dan Peraturan Pelaksanaanya Undang-undang ini diadakan untuk membebaskan buruh indonesia dari ketakutan, kehilangan pekerjaan secara semena-mena atau berusahan sedapat mungkin meniadakan/mengurangi pemutusan hubungan kerja khususnya di perusahaan swasta. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 12, yaitu : Undang-undang ini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di perusahaan swasta terhadap seluruh buruh yang tidak menghiraukan status kerja mereka, khususnya yang mempunyai masa kerja dari 3 (tiga) bulan berturut turut. Sedangkan untuk perusahaan negara diatur secara ringkas dalam peraturan tersendiri yaitu instruksi Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 1967 tentang larangan pemberhentian tenaga kerja secara masal oleh perusahaan-perusahaan negara tanpa konsultasi dengan Departement Tenaga Kerja, dan Surat edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor EN-1/DP/1978 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan/pemutusan hubungan kerja buruh di PT (Persero) pemerintah. Undang-undang Nomor 12 tahun 1964 ini mempunyai peraturan pelaksanaan yang cukup banyak, maka penguraian selanjutnya akan dirinci sebagai berikut: 1.Ketentuan Umum Bagi buruh putusnya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketentraman hidup kaum buruh seharusnya pemutusan hubungan kerja ini tidak perlu terjadi. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 yang dalam pasal 1 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa: Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja jika setelah segala usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat terhindarkan, majikan harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak menjadi salah satu organisasi buruh (pasal 2).

Surat edaran Menteri Tenaga Kerja tanggal 8 Februari 1967 Nomor 362 menegaskan bahwa pemutusan hubungan kerja yang telah mendapat persetujuan dari buruh tetap memerlukan izin meskipun majikan berwenang untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja dengan buruh namun dalam dua hal majikan dilarang memutuskan hubungan yakni: 1. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaan karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui dua belas bulan secara terus menerus. 2. Selama buruh berhalangan menajalankan pekerjaanya karena memenuhi kewajiban terhadap negara yang ditetapkan dengan undang-undang atau pemerintah atau karena menjalankan ibadah yang diperintahkanagamanya dan yang disetujui pemerintah (pasal 1 ayat 2). Surat edaran Menteri Tenaga Kerja tanggal 8 Februari 1967, Nomor 362 menambahkan bahwa tidak diberi izin atau dilarang bila pemutusan hubungan kerja didasarkan atas; a. Hal yang berhubungan dengan keanggotaan serikat buruh atau kegiatan dalam gerakan buruh diluar jam kerja atau dengan izin majikan sewaktu jam kerja; b. Pengaduan buruh terhadap pihak yang berwajib mengenai tingkah laku majikan karena terbukti melanggar peraturan negara; c. Paham agama, aliran, suku, daerah, gabungan atau kelamin, ketentuan-ketentuan tersebut diatas tentunya tidak dapat dibenarkan kalau pihak buruh. 1. Atas keinginanya sendir untuk meminta berhenti dari pekerjaanya itu sehubungan dengan kepentinganya sendiri; 2. Atas keinginanya sendiri dikarenakan akan pindah ke lapangan kerja lain, yang diperkirakan cocok dengan keahlianya atau karena akan memasuki dinas ABRI dan lain-lain. Untuk permintaan-permintaan di seperti atas, pengusaha harus mengijinkanya dan disertai dengan surat-surat pemberhentian yang mungkin dapat diperlukan oleh buruh yang bersangkutan sehubungan dengan pekerja-pekerjaanya yang baru. 2.2 Alasan Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja

Peraturan perundang-undangan mengenai perburuhan di negara kita telah diakui adanya suatu asas buruh berhak untuk tetap memperoleh pekerjaanya kecuali ada alasanalasan tertentu yang dapat menghentikanya. Dengan demikian jelaslah bahwa setiap pemutusan hubungan kerja haruslah dilaksanakan atas dasar alasan-alasan tertentu. Alasanalasan tersebut menurut Imam Soepomo dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yakni: 1. Alasan-alsan yang berkenaan dengan pribadi buruh atau melihat dari pribadi buruh, misalnya tidak cakap atau tidak mampu; 2. Alasan-alasan yang berhubungan dengan kelakuan buruh; misalnya tidak memenuhi kewajiban, melanggar disiplin. 3. Alasan-alasan yang berkenaan dengan jalanya perusahaan. Pada alasan-alasan tersebut diatas, alasan-alasan pertama dan kedua telah dicontohkan. Sedangkan terhadap alasan yang ketiga yakni berkenaan dengan jalanya perusahaan. A. Ridwan Halim mencontohkan sebagai berikut ; 1. Adanya keadaan perang; 2. Adanya bencana alam yang menghancurkan tempat kerja atau tidak mungkin diselenggarakanya lagi hubungan kerja; 3. Adanya keadaan tidak mempunyai perusahaan untuk terus bertahan dalam mengadakan hubungan kerja yang kerja, dengan jumlah buruh/pegawai yang demikian besar, sehingga untuk mengatasinya perusahaan terpaksa melakukan rasionalisasi. Perlu ditambahkan bahwa pemutusan hubungan kerja juga dapat dikatakan tidak layak apabila sebagai berikut: 1. Jika antara lain tidak menyebutkan alasanya; 2. Jika alasanya dicari-cari atau alasan palsu; 3. Jika akibat pemberhentian itu bagi buruh lebih berat daripada keuntungan pemberhentian bagi majikan;

4. Jika buruh diberhentikan bertentangan dengan ketentuan undang-undang atau kebiasaan mengenai susunan staf atau aturan rangijst ( Seniority rules ), dan tidak ada alasan-alasan penting untuk tidak memenuhi ketentuan-ketentuan itu. 2.3 Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja Pekerja harus diberi kesempatan untuk membela diri sebelum hubungan kerjanya diputus. Pengusaha harus melakukan segala upaya untuk menghindari memutuskan hubungan kerja. Pengusaha dan pekerja beserta serikat pekerja menegosiasikan pemutusan hubungan kerja tersebut dan mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. Jika perundingan benar-benar tidak menghasilkan kesepakatan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penetapan ini tidak diperlukan jika pekerja yang sedang dalam masa percobaan bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja meminta untuk mengundurkan diri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja dengan waktu tertentu yang pertama, pekerja mencapai usia pensiun, dan jika pekerja meninggal dunia. Pengusaha harus mempekerjakan kembali atau memberi kompensasi kepada pekerja yang alasan pemutusan hubungan kerjanya ternyata ditemukan tidak adil. Jika pengusaha ingin mengurangi jumlah pekerja oleh karena perubahan dalam operasi, pengusaha pertama harus berusaha merundingkannya dengan pekerja atau serikat pekerja. Jika perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka baik pengusaha maupun serikat pekerja dapat mengajukan perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

2.4 Kewajiban Pengusaha/Majikan Sehubungan Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Undang-undang mengahruskan atau mewajibkan pengusaha untuk memberikan uang pesangon, uang jasa dan uang ganti rugi bagi buruh yang diphk sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 yakmi: Dalam beberapa hal panitia daerah atau pusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada buruh yang bersangkutan untuk pesangon jasa dan ganti rugi. Adapun besarnya uang pesangon dan uang jasa ini menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1986 adalah: Uang pesangon. Masa Kerja kurang dari satu tahun = 1 (satu) bulan upah; Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tapi kurag dari 2 (dua) = 2 bulan upah; Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tapi kurang dari 3 (tiga) tahun sama dengan 3 (tiga) bulan upah Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih = 4 (empat) bulan upah (pasal 14 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1986). Uang Jasa. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tapi kurang dari 10 tahun = 1 (satu) bulan upah; Masa kerja 10 tahun atau lebih tapi kurang dari 15 tahun = 2 bulan upah; Masa kerja 15 tahun atau lebih tapi kurang dari 20 tahun = 3 (tiga) bulan upah; Masa kerja 20 tahun atau lebih tapi kurang dari 25 tahun = 4 (empat) bulan upah; Masa kerja 25 tahun atau lebih = 5 bulan (lima) upah. (pasal 15 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1986).

DAFTAR PUSTAKA Wiwoho Soedjono, Hukum Pengantar Perdjanjian Kerdja, Cet.1, Bina Akasara, 1983. Soebekti, Hukum Perdjanjian, Cet VIII, PT.Inter Masa, 1984. Halim A.Ridwan, SH; Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, Cet. I, Ghalia Indonesia, 1984. Ningsih, Kurnia. 2010. Bab IX Pemutusan Hubungan Kerja. Purwadi. 2009. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Disusun oleh : KELOMPOK 4 Abigail C.I.B ( 125030201111010 ) Okky Sandy Pranata ( 125030207111021 ) Irna Handayaningrum ( 125030200111064 )