BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. PHK dengan Alasan Efisiensi dalam Peraturan Perundang-undangan
|
|
- Verawati Darmadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. PHK dengan Alasan Efisiensi dalam Peraturan Perundang-undangan PHK dengan alasan efisiensi diatur secara rinci dan jelas dalam Undang- Undang No.13 Tahun 2003 dalam Pasal 164 ayat (3) yang menyatakan: Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Banyak pihak yang menafsirkan bahwa salah satu alasan yang dapat digunakan perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya adalah karena melakukan efisiensi. Padahal, sebenarnya Undang-Undang Ketenagakerjaan sendiri tidak pernah mengenal alasan PHK karena melakukan efisiensi. Kesalahan penafsiran tersebut mungkin terjadi karena banyak pihak yang kurang cermat membaca redaksional pada ketentuan yang ada (hanya sepenggal-sepenggal) diunduh pada tanggal 20 April 2011.
2 Dengan kondisi ini sering sekali dijadikan celah oleh pihak perusahaan untuk menghilangkan hak warga negara untuk bekerja sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (2) UUD Sebab, pekerja dapat setiap saat di-phk dengan dalih efisiensi meski tanpa kesalahan dan kondisi perusahaan dalam keadaan baik sekalipun. Karena itu, Pasal 164 ayat (3) inkonstitusional. 15 Tanggapan lain menyatakan bahwa tujuan perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi dilatarbelakangi oleh tujuan untung mengurangi beban perusahaan supaya dapat tetap beroperasi. Sehingga seperti dalam kondisi krisis global yang mengharuskan pengurangan pekerja, pengusaha tidak perlu khawatir melakukan PHK karena efisiensi sebab ada alasan hukum pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun Mengenai PHK itu sendiri secara khusus juga diatur dalam UU PPHI Dengan berlakukan UU PPHI tersebut, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Undangundang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P3) dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun, untuk peraturan pelaksanaan kedua undang-undang tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU PPHI inkonstitusional- 16 Ferianton dan Darmanto, Op.cit hal html, diunduh pada tanggal 20 april 2011.
3 Undang-Undang PPHI, istilah sengketa yang digunakan adalah perselisihan atau perselisihan hubungan industrial. UU PPHI Pasal 1 angka 1 menyatakan: Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Pasal 1 angka 4 UU PPHI menyatakan: Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Bahasa yang lebih sederhana atau mudah untuk menggambarkan ketentuan tersebut, baik pihak pengusaha/perusahaan maupun pekerja berbeda pendapat mengenai kapan suatu hubungan kerja berakhir. Pihak pengusaha kadangkadang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pihak pekerja, tetapi pihak pekerja merasa dirugikan atas keputusan tersebut karena merasa masih berhak untuk bekerja. Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, PHK merupakan atau dapat menjadi salah satu penyebab Perselisihan Hubungan Industrial. Pada pasal 150 sampai dengan pasal 172 Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat diketahui mengenai segala sesuatu terkait PHK, termasuk salah satunya mengenai alasan-alasan melakukan PHK. Namun sayangnya banyak pihak yang salah menafsirkan mengenai alasanalasan melakukan PHK tersebut, mungkin dikarenakan keterbatasan pemahaman atau juga karena redaksional / klausul pada Undang-undang
4 Ketenagakerjaan yang banyak disebut mengandung ambiguitas. Salah satu kesalahan penafsiran yang sering terjadi adalah pada ketentuan pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan, dimana disebutkan Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturutturut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi,. Hal ini dapat menjadi beban dan tanggung jawab yang berat bagi Divisi Sumber Daya Manusia/Personalia untuk dapat melakukan PHK karena efisiensi, tanpa menimbulkan perselisihan hubungan industrial dengan pekerja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan dan sosialisasi yang efektif dan insentif kepada pekerja supaya dapat memahami kondisi perusahaaan. Pendekatan orang tua (perusahaan) dan anak (pekerja) akan lebih mengena dibandingkan dengan pendekatan hukum. Namun demikian, pemahaman atas ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan syarat mutlak yang harus dipahami sehingga tidak menjadikan bom atom bagi perusahaan karena harus menghadapi gugatan pekerja di kemudian hari Ferianto dan Darmanto, Op.cit, hal.264.
5 B. Alasan-alasan Terjadinya PHK Ada sepuluh alasan bagi perusahaan untuk mem-phk Anda dengan mengacu kepada Undang-Undang No. 13 tahun Pekerja/buruh melakukan Kesalahan Berat Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut. 19 Pasal 158, ayat 1 berbunyi, "Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut: a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan; b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan; c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja; 19 Industrial Relation, Artikel Kasus PHK menjadi Kasus Terpopuler di akses dari situs di unduh tanggal 10 April 2011.
6 d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan; dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan; g. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja; h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau i. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih." Jenis kesalahan berat lainnya dapat diatur dalam PP/PKB, tetapi apabila terjadi PHK karena kesalahan berat (dalam PP/PKB) tersebut, harus mendapat izin dari lembaga yang berwenang. Demikian juga sebelum melakukan PHK, harus terlebih dahulu melalui mekanisme yang ditentukan, misalnya dengan memberi surat peringatan (baik berturutturut, atau surat peringatan pertama dan terakhir) untuk jenis kesalahan berat yang ditentukan PP/PKB. 20 Namun, perlu kita ketahui bahwa alasan PHK berupa kesalahan berat yang dimaksud pada Pasal 158, ayat 1 harus didukung dengan bukti misalnya: 1) pekerja/buruh tertangkap tangan; 2) ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau 20 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal.74
7 3) bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. 2. Pekerja/buruh Melakukan Diduga Tindak Pidana Istilah Tindak Pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal dalam Hukum Belanda yaitu Strafbaar Feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar Feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat. 21 Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial. Pasal 160, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, " 3. Pekerja/buruh Melakukan Pelanggaran Ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja Pasal 161, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, 21 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hal.67
8 peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut." Bila Anda tidak mengindahkan peraturan perusahaan dan Anda tidak mengindahkan surat peringatan yang diberikan oleh perusahaan kepada Anda- ini bisa menjadi alasan PHK untuk pekerja. 4. Pekerja/buruh Mengundurkan Diri Salah satu jenis PHK yang inisiatifnya dari pekerja/buruh adalah pengakhiran hubungan kerja karena pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan dilakukan tanpa penetapan (izin). Syarat yang harus dipenuhi apabila seorang pekerja/buruh mengundurkan diri agar mendapatkan hak-haknya dan mendapatkan surat keterangan kerja/eksperience letter adalah permohonan tertulis harus diajukan selambat-lambatnya 30 hari sebelum hari h tanggal pengunduran diri. Hal yang harus dilakukan pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah sebagai berikut : 1) Pekerja/buruh tidak terikat dalam ikatan dinas. 2) Selama menunggu hari h, pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal pengunduran diri dari yang ditentukan. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pengganti formasi untuk jabatan dimaskud atau dalam rangka transfer of knowledge. 5. PHK Karena terjadi Perubahan Status, Pengabungan, Peleburan, atau Perubahan Kepemilikan Perusahaan.
9 Apabila terjadi PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi) atau perubahan kepemilikan perusahaan (akuisisi), dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja maka terhadap pekerja/buruh berhak atas uang pesangon satu kali dan uang pengganti hak. Apabila PHK yang terjadi disebabkan oleh perubahan status, merger, atau konsolidasi, dan pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja/buruh berhak uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang pengganti hak. Pasal 163, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja." 6. PHK karena Likuidasi Pasal 164, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur)" Kerugian perusahaan yang dimaksud harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. 7. Perusahaan melakukan efisiensi
10 Ini merupakan alasan phk yang sering digunakan. Pasal 164, ayat 3 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi." 8. Perusahaan mengalami Pailit Pasal 165 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit,.." Kata pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti kemacetan pembayaran.kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya ngertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan
11 tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar. Orang sering menyamakan arti pailit ini sama dengan bankrupt atau bangkrut dalam bahasa Indonesia. Namun, menurut penulis pengertian pailit tidak sama dengan bangkrut, karena bangkrut berarti ada unsur keuangan yang tidak sehat dalam suatu perusahaan, tetapi pailit bisa terjadi pada perusahaan yang keadaan keuangannya sehat, perusahaan tersebut dipailitkan karena tidak membayar utang yang telah jatuh tempo dari salah satu atau lebih kreditornya. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini Pekerja/buruh Memasuki Usia Pensiun Pasal 167 ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun..." Ini merupakan alasan PHK yang normal. 10. Pekerja/buruh Mangkir Selama lima (5) hari berturut-turut Pasal 168, ayat 1 menyebutkan, "Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh 22 diunduh pada tanggal 20 April 2011.
12 pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri." C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya PHK 1. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Perusahaan Pada umumnya kelangsungan ikatan kerja bersama antara perusahaan dengan tenaga kerja terjalin apabila kedua belah pihak masih saling membutuhkan dan saling patuh dan taat akan perjanjian yang telah disepakatinya pada saat mereka mulai menjalin kerja bersama. Dengan adanya keterikatan bersama antara para tenaga kerja berarti masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban. Demikian pula sebaliknya, apablia terjadi PHK berarti manajer tenaga kerja dituntut untuk memenuhi hak dna kewajiban terhadap tenaga kerja sesuai dengan kondisi pada saat terjadi kontrak kerja. 23 Bagi setiap pekerja/buruh, pengakhiran atau PHK bisa sejauh mimpi buruk. Setiap pekerja/buruh sedapat mungin mengupayakan agar dirinya tidak sampai kehilangan pekerjaan. PHK dapat berarti awal dari sebuah penderitaan. Namun demikian, suka atau tidak suka, pengakhiran hubungan kerja sesungguhnya adalah sesuatu yang cukup dekat dan sangat mungkin serta wajar 23 B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga kerja Indonesia, Pendekatan Administratif dan Operasional, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2005 hal.1
13 terjadi dalam konteks hubungan kerja, hubungan antara majikan (pengusaha) dengan pekerja/buruh. 24 Seseorang pengusaha dalam mengembangkan usahanya selalu berkeinginan agar perusahaan yang dimlikinya dapat berjalan dengan baik dan sukses, hal ini bdapat terlaksana apabila produksi barang-barang yang dihasilkan dapat diminati dan laku terjual dipasaran dengan harga relatif murah dan kualitas baik. Salah satu keberhasilan yang didapat adalah adanya kerjasama yang baik antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Kondisi demikian tidak mudah terlaksana terus-menerus karena setiap pekerja/buruh ada yang patuh dan taat pada pemimpin dan ada juga yang tidak mematuhi perintah yang diberikan. 25 Setiap orang mempunyai tujuan dan motivasi yang berbeda dalam melakukan pekerjaan. Bagi mereka yang tidak patuh atau menentang perusahaan dapat diberikan teguran atau sanksi balikan yang lebih tegas diputuskn hubungan kerjanya. Secara yuridis dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, PHK oleh perusahaan disebabkan oleh : 1. Perusahaan mengalami kemunduran sehingga perlu rasionalisasi atau pengurangan jumlah pekerja/buruh. Dalam hal PHK dengan alasan rasionalisasi atau kesalahan ringan pekerja/buruh dalam Undang-undanhg Nomor 13 Tahun 2003 pasal 151 ayat (1) ditentukan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh dan pemerintah, berupaya mengusahakan agar tidak terjadi PHK. Dalam hal, upaya tersebut telah 24 Edi Sutrisno Sidabutar, Pedoman Penyelesaian PHK, Jakarta, Praninta Offset, 2007, hal.1 25 Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Panduan bagi Pegusaha, Pekerja, dan Calon Pekerja, Cetakan I, Jakarta, Pustaka Yustisia, 2008, hal.106
14 dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pegusaha dan SP/SB atau dengan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota SP/SB. 2. Pekerja/buruh telah melakukan kesalahan, baik kesalahan yang melanggar ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja atau PKB (kesalahan ringan), maupun kesalahan pidana (kesalahan berat). Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya karena alasan telah melakukan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak. Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan rasionalisasi atau kesakahan ringan pekerja/buruh dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam pasal 151 ayat 1 ditentukan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh dan pemerintah dengans egala upaya harus megusahakan agar jangan terjadi PHK. Apabila uapay tersebut telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Apabila perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga PPHI yang dalam UU PPHI. Permohonan penetapan PHK diajuakn secara tertulis kepada PHI disertai dengan alasan yang menjadi dasarnya. Permohonan tersebut akan diterima apabila rencana PHK tersebut dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
15 pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh, apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Selama putusan PHI belum ditetapkan, baik penugsaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya, atau pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hakhak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh. 2. Pemutusan Hubungan Kerja karena Pekerja/Buruh Pekerja/buruh sebagai manusia merdeka berhak memutuskan hubungan kerja dengan cara mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Kehendak untuk mengundurkan diri ini dilakukan tana penetapan oleh Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Hak untuk mengundurkan diri melekat pada setiap pekerja/buruh karena pekerja/buruh tidak boleh dipaksa untuk bekerja bila tiba ia sendiri tidak menghendakinya. 26 Pekerja/buruh berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan pihak pengusaha, karena pada prinsipnya pekerja/buruh tidak boleh dipaksa untuk terus-menerus bekerjasama apabila ia sendiri tidak menghendakinya. Dengan demikian PHK oleh pkerja /buruh ini,yang aktif untuk meminta diputuskan hubungan kerjanya adalah pekerja/buruh tersebut. Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga PPHI,dalam hal pengusaha melakukan perbuatan: 1. Menganiaya,menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh; Maimun, Hukum Ketengakerjaan Suatu Pengantar Pradnya Paramita,Jakarta,2007,hal Lalu Husni, Op.cit, hal.186
16 2. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertemtangan dengan peraturan perundang-undangan; 3. Tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih; 4. Tidak melakukan kewajiban yang telah di janjikan kepada pekerja/buruh; 5. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang diperjanjikan; atau 6. Memberikan pekerjaan yang membahayakna jiwa, keselamatan, kesehatan atau kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu meminta penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat 4. Selain uang penggantian hak, pekerja/buruh diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan atau PKB. Pekerja atau buruh yang mengundurkan diri tersebut harus memenuhi syarat: Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; 2. Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan 3. Tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal mulai pengunduran diri. 28 Ibid,hal.187
17 Pekerja/buruh yang mengundurkan diri tersebut berhak atas uang pengganti hak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung,selain menerima uang pengganti hak diberikan pula uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum Selain PHK oleh pengusaha, pekerja/buruh, hubungan kerja juga dapat putus atau berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya. Pekerja /buruh tidak perlu mendapatkan penetapan PHK dari lembaga yang berwenang. PHK demi hukum adalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi dengan sendirinya sehubungan dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian yang dibuat oleh majikan dan buruh. PHK demi hukum terjadi apabila karena satu alasan dan lain hal hubungan kerja oleh hukum dianggap sudah tidak ada dan oleh karena itu tidak ada alas hak yang cukup dan layak bagi salah satu pihak untuk menuntut pihak lainya guna tetap mengadakan hubungan kerja. Karena itulah pemutusan hubungan kerja terjadinya bukan karena sebabsebab tertentu bak yang datangnya dari pihak buruh maupun majikan, pasal 1603e Perdata menyebutkan : 29 Maimun Op.cit, hal.101
18 Perhubungan kerja berakhir demi hukum, dengan lewatnya waktu yang ditetapkan dalam persetujuan maupun reglement atau dalam ketentuan undangundang atau lagi maijkan itu tidka ada oleh kebiasaan. Demikian juga dalam pasa 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1986 tentang kesepakatan kerja untuk waktu tertentu dikatakan : Kesepakatan kerja untuk waktu tertentu berakhir demi hukum dengan berakhirnya waktu yang ditentukan dalam kesepakatan kerja atau dengan selesainya pekerjaan yang disepakatinya Meskipun pemutusan hubungan kerja itu terjadi dengan sendirinya namun para pihak dapat memperjanjikan untuk mengadakan pemberitahuan apabila perjanjian kerja itu berakhir. Pemberitahuan ini nantinya dapat diikuti dan ketentuan apakah perjanjian kerja/hubungan kerja itu akan diakhiri atau tidak. 30 Selain dapat terjadi karena berakhirnya jangka waktu perjanjian, pemutusan hubungan kerja/perjanjian kerja demi hukum ini juga dapat terjadi karena meninggalnya pekerja (pasal 160 3e KUHPerdata jo. Pasal 13 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/PEN/1986). Ketentuan pasal ini dapat dimengerti karena sesuai dengan asas hukum perjanjian yang oleh Soebekti disebut sebagai asas kepribadian. Seperti yang disimpulkan dari ketentuan pasal 1331 KUHPerdata yang menentukan bahwa ssorang hanya dapat mengikatkan diirnya sendiri. Akan tetai jika yang meninggal dunia itu adalah majikan/pengusaha, maka hubungan kerjanya tidak putus atau berakhir (pasal H. Zainal Asikin, H. Agusfian Wahab,Lalu Husni, Zaeni Asyhadie, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada,1993,hal.175
19 1603 KUHPerdata jo. Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/PEN/1986 ). 31 PHK demi hukum dapat terjadi dalam hal: 1. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri berhak memperoleh uang penggantian hak dan juga diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB; 2. PHK dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial; 3. Perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja; 4. Perusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa harus ditutup atau keadaan memaksa (force majeur), pengusaha dapat melakukan PHK; 5. Pengusaha juga dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena perusahaan bermaksud hendak melakukan efisiensi. Dalam hal 31 Ibid,hal.176
20 rasionalisasi ini, pekerja/buruh yang akan diputuskan hubungan kerjanya, harus diperhatikan: a.masa kerja; b.loyalitas; dan c.jumlah tanggungan keluarga. 6. Pengusaha dapat melakukan PHK tehadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit; 7. Dalam hal hubungan kerja berakhir, karena pekerja/buruh meninggal dunia; 8. Pengusaha dapat melakukan PHK tehadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun; 9. Pekerja/buruh mangkir(tidak masuk kerja) selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikaikan mengundurkan diri. Keterangan tertulis dengan bukti yang sah tersebut harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh tidak masuk kerja; 10. PHK oleh pekerja/buruh, meskipun dalam praktik, PHK oleh pekerja/buruh sangat jarang atau bahkan tidak mungkin ada, namun yuridis Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, PHK oleh pekerja/buruh ini dimungkinkan. 4. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan
21 Pengusaha harus berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari terjadinya PHK. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pengusaha untuk menghindari PHK dapat berupaa pengaturan waktu kerja, penghematan (efisiensi), pembenaran metode kerja, dan pembinaan kepada pekerja/buruh. Pembinaan dapat dilakukan kepada pekerja/buruh yang melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanian kerja bersama dengan cara memberi surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Masing-masing surat peringatan tersebut berlaku selama 6 (enam) bulan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Apabila segala upaya telah dilakukan tetapi PHK tetap tidak dapat dihindarkan, maksudnya PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dengan serikat pekrja/bruhatau apabila pekerja/buruh bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh, perundingan dapat dilakukan dengan pekerja/buruh secara langsung. Apabila perundingan yang dilakukan tidak menghasilkan kesepakatan maka pengusaha mengajuakn permohonan penetapan PHK secara tertulis kepada lembaga penyelesaian hubungan industrial (PPHI) disertai alasan yang menjadi dasarnya. 32 Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial setelah menerima permohonan PHK akan memanggil para pihak untuk dimintai keterangan di muka persidangan. Berdasarkan pembuktian yang dilakukan dalam persidangan, lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menetapkan keputusan yang berisi menolak dan mengabulkan PHK yang diajukan. Apabila lembaga 32 Maimun, Op.cit hal.99
BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/pemutusan dapat
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Ryan A. Turangan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah alasan-alasan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha
Lebih terperinciPemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016
ANALISA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DITINJAU DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Garry Henry Adam 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah alasan-alasan
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja
HAK TENAGA KERJA ATAS JAMSOSTEK YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Marlina T. Sangkoy 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah Hak Tenaga Kerja atas Jamsostek yang mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR
BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,
Lebih terperinciSUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO
SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN) PASAL 159 PASAL 162 2 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN PEMBERHENTIAN
Lebih terperinciPEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14
PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciPHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Maya Jannah, S.H., M.H Dosen tetap STIH LABUHANBATU ABSTRAK Hukum ketenagakerjaan bukan
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) OLEH PERUSAHAAN KARENA KESALAHAN BERAT YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) OLEH PERUSAHAAN KARENA KESALAHAN BERAT YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.012/PUU-I/2003 SKRIPSI OLEH : DIAN ANDRIYONO NPM : 10120042 PROGRAM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan
Lebih terperinciPada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA
Bab I MAKNA PHK BAGI PEKERJA Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah untuk melindungi pekerja dari segala macam eksploitasi. Hal ini didasarkan pada tinjauan filosofis, bahwa dalam sistem
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan Batasan pengertian Hukum Ketenagakerjaan, yang dulu disebut Hukum Perburuan atau arbeidrechts juga sama dengan pengertian
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT SIKLUS MSDM Planning Siklus pengelolaan SDM pada umumnya merupakan tahapan dari: Attaining Developing Maintaining You can take
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Tujuan Mahasiswa mampu mendefinisikan PHK Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenisjenis PHK Mahasiswa mampu menganalisis hak-hak pekerja yang di PHK Pengertian PHK adalah pengakhiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan ekonomi yang sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi yang berhasil
Lebih terperinciPERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :...
PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :... Yang bertanda tangan dibawah ini : N a m a :... J a b a t a n :... A l a m a t :............ Dalam Perjanjian kerja ini bertindak untuk dan atas nama perusahaan...,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi. Proses manajemen terdiri
Lebih terperinciHUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN. Pemutusan Hubungan Kerja
HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
Lebih terperinciBAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG JASA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN SWASTA Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER-03/MEN/1996
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,
Lebih terperinciMOGOK KERJA DAN LOCK-OUT
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT copyright by Elok Hikmawati 1 Definisi Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015
Lebih terperinciImplementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit
Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit Dr. Sri Rahayu, SH, MM Widyaiswara Madya Badan Diklat Kementerian Tenaga Kerja Abstrak: (Diterima 13 November
Lebih terperincic. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN
Lebih terperinciMAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI
MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI DISUSUN OLEH : 1) Anna Irmina Nahak (135030401111034) 2) Deni Rekawati (145030400111008) 3) Angelina Linda Liber (145030400111040) PROGRAM STUDI
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 78/MEN/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS BEBERAPA PASAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang
Lebih terperinciPerselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4
BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi
Lebih terperinciTata Tertib setiap pekerja ISH yang berada di layanan mengacu kepada Standard Operationg Procedure (SOP) yang dibuat oleh Div. Operation & ER ISH.
A. Rujukan 1. Klausul 4.2.3 ISO 9001:2008 Pengendalian Dokumen 2. Klausul 4.2.4 ISO 9001:2008 Pengendalian Rekaman 3. Klausul 6.1 ISO 9001:2008 Pengelolaan Sumber Daya 4. Klausul 6.2 ISO 9001:2008 Sumber
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
Lebih terperinciKISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN
KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
Lebih terperinciPasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
* * Pasal 150 UUK *Mencakup pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik swasta, pemerintah,
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciNIKODEMUS MARINGAN / D
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SECARA SEPIHAK OLEH PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN NIKODEMUS MARINGAN / D101 09 161 ABSTRAK Permasalahan
Lebih terperinciPERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003
1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR,
BUPATI GIANYAR PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI GIANYAR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PENGANGKATAN, PENEMPATAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI GIANYAR
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja.
BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI A. Latar Belakang Pemilihan Kasus Pada dasarnya pekerja dan perusahaan merupakan dua faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu mejadi hal yang sulit baik bagi pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali menimbulkan ketidakpuasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat sering dihadapi oleh negara-negara seperti halnya Indonesia. Persoalan yang paling mendasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan
Lebih terperinciSURAT PERJANJIAN KERJA
SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang
11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga
Lebih terperinciOTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,
Lebih terperinciUU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MERGER BANK DAN TENAGA KERJA 2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG MERGER BANK Pengertian dan Dasar Hukum Merger Bank
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MERGER BANK DAN TENAGA KERJA 2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG MERGER BANK 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Merger Bank Merger berasal dari kata kerja merge dalam bahasa Inggris yang
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Lebih terperinciBAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai
BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI 2.1. Hak dan Kewajiban Buruh dan Majikan Dalam dunia ketenagakerjaan hubungan antara buruh dan majikan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut
Lebih terperinciRINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.
1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk
Lebih terperinciHUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat
Lebih terperinciPROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000
UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciMEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit
BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR A. Akibat Kepailitan Secara Umum 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik
Lebih terperinciUndang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciTata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK
Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Oleh: Nuardi A. Dito Profil Nuardi A. Dito [nuardi.atidaksa@gmail.com] Pendidikan 1. Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2. Program Pascasarjana Universitas
Lebih terperinciSTIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis
Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 4 Hubungan Bisnis Dengan Tenaga Kerja Setiap usaha/bisnis membutuhkan tenaga kerja sebagai mesin penggerak produksi. Tenaga kerja memegang peran vital
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Di dalam hukum perburuhan dan ketenagakerjaan terdapat beberapa istilah yang beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.
Lebih terperinciBAB III EKSEKUSI HAK JAMINAN DAN HAK-HAK TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PAILIT
BAB III EKSEKUSI HAK JAMINAN DAN HAK-HAK TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PAILIT A. Pengertian Eksekusi Hak Jaminan Berasal dari kata executie, yang artinya melaksanakan putusan hakim (tenuitvoer legging van
Lebih terperincifile://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm
Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, persaingan ekonomi di dunia sangatlah ketat. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembang pesatnya makro dan mikro seiring dengan pertumbuhan unit-unit
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014
PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh : Moh. Iswanto Sumaga 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimanakah bentukbentuk sengketa setelah
Lebih terperinci-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA
31 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: ---------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi
Lebih terperinciBAB II. Serikat pekerja atau serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
BAB II PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PENGURUS SERIKAT PEKERJA YANG DILAKUKAN PERUSAHAAN TERHADAP PENGURUS SERIKAT PEKERJA YANG DIATUR UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 A. Serikat Pekerja dalam Suatu Perusahaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPerpajakan 2 Pengadilan Pajak
Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelindungan Hukum Terhadap Pekerja Yang Mengalami Pemutusan. Undang Dasar Alinea pertama yaitu:
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pelindungan Hukum Terhadap Pekerja Yang Mengalami Pemutusan Hubungan Pada Perusahaan Di Wilayah Kabupaten Paser Kalimantan Timur Sesuai alinea pertama dan alinea
Lebih terperinciBUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I NOMOR 146 TAHUN 2012
BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 146 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN HARI TUA BAGI PEGAWAI PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD.BPR) GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama
Lebih terperinciMANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI KELOMPOK 8 1. Mia Diana Putri S. 135030400111077 2. Faryda Khansa 135030401111012 3. Adlina Hajarani 135030401111104 4. Intan Rahmawati 135030407111012
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Industrial Relation in Indonesia UU No. 13, Tahun 2003 HRM - IM TELKOM 1 DEFINISI KETENAGAKERJAAN. Segala yang berhubungan dengan tenaga kerja pada saat sebelum, selama, dan
Lebih terperinci1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat bertahan hidup secara utuh tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam hubungan kerja adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam hubungan kerja adalah permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Berakhirnya hubungan kerja bagi pekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemutusan hubungana kerja (PHK) diatur dalam Pasal 150 sampai dengan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja berdasarkan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, manusia dituntut untuk memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang dibuat sendiri
Lebih terperinci