BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database

dokumen-dokumen yang mirip
OLEH : GALIH WICAKSONO, SH NPM.A

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI

BAB V KESIMPULAN. Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini. Kesimpulan yang penulis sampaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

BUPATI BENGKALIS ASSALAMU ALAIKUM WR. WB SELAMAT PAGI, SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEMUA,

Ratifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara

Pengantar Presiden RI pada Ratas Penanggulangan Asap, di Kanpres, tgl. 24 Juni 2014 Senin, 24 Juni 2013

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Policy Brief. Anggaran Karhutla FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. FITRA Provinsi Riau

1 TAHUN PELAKSANAAN INPRES 10/2011: Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA [WALHI] KALIMANTAN TENGAH

Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

DAMPAK BENCANA ASAP TERHADAP KEBERLANJUTAN INDUSTRI KEHUTANAN

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Informasi Geografis pemetaan titik api (hotspot) pemicu

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

Topik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Indeks polutan Provinsi Riau sudah mencapai 900,29 u gram/m3 (Sumber: Pusat Data dan Informasi BNPB)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

Lembar Fakta. Tata kelola buruk: Masyarakat Adat Terdampak Bencana Asap

KORUPSI MASIH SUBUR HUTAN SUMATERA SEMAKIN HANCUR OLEH: KOALISI MASYARAKAT SIPIL SUMATERA

PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BAB I PENDAHULUAN. fungsi hidrologis untuk menjaga daerah resapan air, menjaga persediaan dan

PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan PT Bertuah Aneka Yasa Oktober 2015

Kabut Riau. Khasanah Alam dan Budaya Tropis Riau Penetapan Kawasan Rawan Bencana. Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau : Penyebab, Dampak dan Solusi bagi

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP LPPM Universitas Riau

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan PT Runggu Prima Jaya Oktober 2015

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Kebakaran di Konsesi APP/Sinar Mas Memperparah Kabut Asap Regional dan Mengancam Cagar Biosfir PBB yang Baru

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

Box 1 : Pernyataan Ketua Pusdalkarhutla terhadap kebakaran hutan dan lahan di riau Sebuah Pernyataan yang kontroversial.

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

RechtsVinding Online. negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Laporan Investigatif Eyes on the Forest Desember 2015

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

PERAN KELOMPOKTANI DAN MASYARAKAT PEDULI API (MPA) DALAM MENGELOLA DAN MENCEGAH KEBAKARAN LAHAN DI KECAMATAN BUKIT BATU KABUPATEN BENGKALIS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGANAN KEBAKARAN LAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

KONTESTASI TENURE, KAWASAN GAMBUT & KEBAKARAN HUTAN- LAHAN

TEMUAN DAN ANALISIS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROPINSI RIAU. ICCC Coffee Morning o Climate Change Jakarta, 15 April 2014

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Pemberian Izin RKT HTI oleh Mentri Kehutanan di Provinsi Riau Merupakan Pelanggaran Terhadap Konstitusi. Oleh : Raflis 1 Yayasan Kabut Riau

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi

Lembar Info KEBAKARAN HUTAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Rasionalisasi. Anggaran Prioritas Untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan di Provinsi Riau Tahun Anggaran 2016

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi

BAB III KELEMBAGAAN PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan?

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

24 Oktober 2015, desa Sei Ahass, Kapuas, Kalimantan Tengah: Anak sekolah dalam kabut asap. Rante/Greenpeace

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU

TINJAUAN AWAL. SRAP dan Peluang Pendekatan Jurisdiksi. Outline. Latar dan Tujuan Satgas REDD+ Sekilas 11 SRAP Peluang Jurisdiksi: Kasus Kaltim

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN

LAPORAN VERIFIKASI DUGAAN PELANGGARAN MORATORIUM APP DI PT. MUTIARA SABUK KHATULISTIWA TIM VERIFIKASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan merupakan bukan hal baru terjadi disejumlah daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database yang seharusnya menjadi acuan guna dijadikan pola dalam menganalisa upaya pencegahan yang dilakukan pada masa mendatang (Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, 2013). Hal tersebut dimaknai sebagai salah satu kapabilitas yang dijalankan oleh pemerintah, pola menganalisa merupakan metode untuk mengukur pekerjaan mereka serta beragam pencegahan yang efektif dibantu track record tersebut. Database dijadikan pola analisa sekaligus menjadi catatan terhadap kapabilitas atau kemampuan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah di pusat maupun di daerah melaksanakan tugasnya, didukung dengan pembagian tugas yang semakin jelas dan baik Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau selama ini tidak luput dari perhatian nasional maupun negara tetangga, terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi yang menimbulkan dampak kabut asap, yang asapnya dirasakan hingga wilayah negara tetangga (Singapura dan Malaysia) menimbulkan isu keamanan lingkungan bersifat lintas batas, serta dampak asap sampai pada provinsi tetangga (Kepulauan Riau, Sumatera Barat serta Jambi), hal ini disebabkan oleh faktor dari letak geografis Riau. 1

Frekuensi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau hampir setiap tahun, jelas meresahkan masyarakat karena beragam kerugian dampak dari kabut asap, dari sisi pemerintahan pada tingkat daerah sudah dalam dua tahun terakhir menyatakan ketidak mampuan dalam menanggulangi kebakaran, dengan menetapkan status darurat kabut asap dan memintah bantuan dari Pemerintah Pusat. Kerugian ekonomi, ekologis serta sosial pun terjadi begitu besar akibat kebakaran karena menciptakan kabut asap. Pengembangan usaha perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit merupakan faktor penting dalam konversi hutan yang berpengaruh pada kebakaran. 1 Keresahan dari masyarakat, dampak dari kabut asap juga tidak luput dari perhatian NGO yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup, memberi masukan dan kritik kepada Pemerintah untuk mampu lebih serius dalam menyelesaikan masalah kebakaran hutan dan lahan di Riau, karena beragam dampak negatif yang akan muncul saat ini dan kedepan jika pengendalian kebakaran hutan dan lahan tidak dijalankan dengan serius. GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) melayangkan protes kepada pemerintah pusat khususnya untuk merevisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup Pasal 69, ini dianggap sebagai salah satu solusi mengatasi kasus pembakaran di sejumlah wilayah. Protes yang dilayangkan oleh GAPKI terhadap pemerintah daerah, yang memiliki otonomi sendiri untuk wilayah daerah sendiri, Pemerintah Provinsi Riau tidak bisa hanya melihat dan melakukan pemadaman ketika kebakaran terjadi 1 Kebakaran lahan dan kebun, baik yang merupakan milik masyarakat maupun milik perusahaan perkebunan selalu terjadi pada setiap tahunnya sehingga menimbulkan banyak kerugian dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu 2

dalam frekuensi intensif setiap tahun, untuk tahun 2015 saja lahan yang terbakar sudah dari bulan Januari 2015 (data terlampir), namun musim kemarau panjang yang memuncak sejak bulan Agustus hingga bulan Oktober 2015 yang menyebabkan dampak kabut asap menyelimuti seluruh wilayah Riau. Pemerintah daerah Riau tidak mampu menangani status darurat asap, sehingga memerlukan bantuan dari pemerintah pusat. Semua pertanyaan baik media maupun masyarakat awam juga beragam protes keras dilayangkan oleh aktfis lingkungan hidup, pengamat lingkungan hidup serta NGO yang bergerak dibidang lingkungan hidup menuntut ketegasan serta keseriusan dari kapabilitas pemerintah provinsi Riau untuk menindak lanjuti kebakaran hutan dan lahan di Riau. Beragam penelitian akademik telah mengkaji kebakaran hutan dan lahan di Riau, serta konstitusi hukum yang mengungkap unsur kesengajaan dalam kebakaran yang terjadi areal konsesi. Namun hal-hal tersebut tidak menjadi sentilan untuk memperbaiki dan mengevaluasi dengan pengendalian selama ini dilakukan, seolang praktik kepentingan menjadi bagian yang jelas tampak namun tidak bisa dibuktikan karena kompleksitas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau. Tesis ini berbicara mengenai kapabilitas Pemerintah Provinsi Riau dalam melakukan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, kapabilitas merupakan perwujudan dari sistem dan proses. Keselarasan sebuah sistem yang diciptakan dan proses yang dilalui dalam menghasilkan sebuah kapabilitas yang baik. Penelitian akademik oleh Suyastri (2009) membahas mengenai Transboundary Enviromental Issue antara Indonesia, Malaysia dan Singapura (studi kasus kabut asap di Riau), yang menjadi mata rantai dalam kebakaran hutan yaitu instansi pemerintah, masyarakat termasuk petani, perusahaan-perusahaan 3

perkebunan dan HTI (hutan tanaman industri). Identifikasi penyebab kebakaran hutan dan lahan di Riau secara garis besar berupa land clearing untuk perkebunan dan hutan tanaman industri. Sengaja dibakar untuk perluasan area dengan alasan penghematan biaya, lahan yang dikuasai oleh masyarakat yang disebabkan oleh lahan tinggal yang tidak terpakai dan tidak diketahui pemiliknya atau izin habis dan dibuka untuk penanaman baru dengan membakar, lalu perembetan api liar yang terjadi. Kapabilitas merupakan bentuk dari kemampuan yang harus dimiliki oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam menghadapi tantangan dan masalah yang terjadi dalam dinamika serta perubahan yang terjadi. pemerintah daerah Provinsi Riau tidak mampu mengendalikan dampak berupa kabut asap, diperlukan sebuah kapabilitas yang baik dari Pemerintah Provinsi Riau dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang mereka lakukan, karena kembakaran sudah terjadi setiap tahun yang diikuti dengan kabut asap, termasuk semua stakeholder pendukung untuk mewujudkan pengendalian kebakaran hutan dan lahan seutuhnya, untuk mengupayakan agar kebakaran hutan dan lahan dapat terkontrol. Sebaran kebaakaran selama ini terjadi di Provinsi Riau, dipertegas dengan data yang ditemukan peneliti, yang sudah ditetapkan oleh Polda Riau sebagai data kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Berikut kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau, pada tahun 2014 hingga pertengahan 2015: 4

Tabel. I.1 Data Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau (diolah penulis) Data Karhutla Polda Riau dan Jajaran Tahun 2014 Hingga Pertengah Tahun 2015 No. Tahun Jumlah TP/MO dan Pasar Kasus 1. 2014 76 Kasus Pasal 108 dan atau Pasal 98 ayat (1) UU RI No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Januari- Juli 2015 23 Kasus Pasal 108 dan atau Pasal 98 ayat (1) UU RI No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Data yang dikeluarkan oleh Polda Riau (terlampir) menunjukan jumlah kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2014 dan tahun 2015, dalam data yang dikeluarkan oleh polda Riau dimana areal yang terbakar merupakan lahan masyarakat, perusahaan dan areal konsesi milik perusahaan swasta, keseluruhan dari kasus tersebut terkena Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi jauh sebelum kabut asap pada bulan Agustus, September dan Oktober 2015 dalam status darurat asap terjadi. Mengerucut pada tahun 2015, kasus kebakaran hutan dan lahan yang sudah tercatat pada Reskrimsus Polda Riau terhitung 17 Januari 2015, hingga ditetapkannya Darurat kabut Asap pada bulan Agustus 2015, sebagai dampak dari kebakaran hutan dan lahan. Hal ini mengundang pemahaman mendalam untuk mengetahui kapabilitas dari pemerintah Provinsi Riau dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap di Riau, kasus yang sudah terjadi dan ditangani sejak januari terulang hingga memasuki bulan Agustus didukung dengan kemarau panjang yang menyebabkan dampak kabut asap yang pekat menyelimuti kota-kota di 12 Kabupaten yang terdapat di Riau. 5

Kapabilitas pemerintah daerah sangat diperlukan dalam mengevaluasi setiap gerakan yang telah dilakukan sebagai bentuk upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sehingga sasaran utama berupa mengendalikan kebakaran yang terjadi hingga tuntas dapat terwujud. Faktor pertumbuhan ekonomi dari sektor perkebunan yang berkembang pesat di Riau, data kebakaran hutan dan lahan yang terjadi juga menunjukan angka dari lahan perkebunan swasta maupun pribadi milik masyarakat. Pemerintah pun mengetahui hal ini dengan baik, dengan data kasus kebakaran hutan dan lahan yang telah terindetifikasi. Sejauh ini kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau selama 17 tahun lamanya, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada periode Februari- April 2014 telah menimbulkan kerugian sekitar Rp. 20.000.000.000.000.-. dengan luas cagar biosfer yang terbakar 2.398 Ha, dan 21.914 Ha lahan lainnya yang terbakar. Titik api (hotspot) yang dideteksi berada diwilayah konsesi perusahaan dikawasan hutan dan lahan gambut, di tahun 2014, BP REDD+ dan UKP4 telah melakukan audit kepatutan perusahaan dan hasilnya menunjukkan beberapa perusahaan tidak memenuhi kepatutan dalam pengelolaan izin di kawasan hutan dan gambut, termasuk perusahaan yang sebelumnya telah ditetapkan menjadi tersangka. Penentapan dua tahun terakhir 2014 dan 2015 bahwa Riau dalam status darurat asap, dan meminta bantuan pusat untuk turun dalam memadamkan titik api dan menghilangkan kabut asap, menunjukan bahwa ada masalah dalam kapabilitas yang dimiliki pemerintah daerah provinsi Riau, dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan penyebab kabut asap. Ketidak mampuan pemerintah 6

daerah provinsi Riau dalam melaksanakan tugasnya pengendalian, hingga sampai pada dampak kebakaran yaitu darurat asap. Meski upaya pembentukan Posko Gabungan sebagai bentuk tindak lanjut Pemerintah Provinsi Riau dalam melakukan pengendalian terhadap kebakaran hutan dan lahan, upaya dilakukan dilengkapi dengan pembentukan strutur organisasi dengan aktor-aktor yang bertugas dan bertanggung jawab dalam setiap posisinya, terdapat satgas pencegahan dan mitigasi, satgas pemadaman, satgas gakkum dan satgas watyankes. Struktur organisasi ini pun dilengkapi tim penerangan dan analisis termasuk didalamnya intelijen, operasional serta logistik, struktur organisasi yang diisi dengan cukup gemuk ini pun tidak bisa menjawab mengapa jika sudah dilakukan upaya maksimal namun kebakaran masih terulang kembali. WALHI salah satu NGO yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup di Indonesia memaparkan bahwa berbagai langkah telah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan institusi-institusi lain, namun bencana kabut asap yang disebabkan dari kebakaran hutan dan lahan, tetap terjadi dari tahun ke tahun. Pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini tidak efektif karena tidak mengatasi akar masalah kebakaran hutan dengan langkah prefentif dan hanya melakukan penanggulangan setelah kebakaran terjadi. Pemerintah Riau dianggap tidak mampu mengatasi permasalahan kebakaran hutan dan lahan sampai kebawahnya, dan keseluruhan baik dari aspek hukum maupun perbaikan lingkungan termasuk didalamnya peraturan daerah yamg kuat dalam mengatur. Pelaksanaan pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Riau selama ini hanya pada level kebakaran hutan dan lahan yang terjadi 7

bagaimana pemadaman dan menyelidiki pelaku pembakaran saat itu, sementara itu WALHI menganggap perlu dilakukannya langkah prefentif Pemerintah Provinsi Riau untuk mengatasi masalah kebakaran, penegakan hukum yang tegas, keras dan kuat terhadap perusahaan pembakar hutan dan lahan gambut, mengkaji ulang mengenai perizinan pelaku usaha perkebunan yang ada di Riau, perlindungan total lahan gambut, perpanjangan moratorium hutan, dan percepatan one map policy yang menjelaskan tata batas wilayah-wilayah hutan serta kepemilikan peruntukannya. Kapabilitas yang baik dalam menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi, dengan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi, terlebih untuk pemerintah daerah dengan berlakunya sistem otonomi daerah yang memperluas keleluasaan untuk mengatur rumah tangga sendiri, namun tetap memerlukan kontrol dukungan dari pemerintah pusat pada proses berjalannya memiliki hubungan timbal balik yang mendukung dengan arah kebijakan yang searah.kementrian Lingkungan Hidup RI dan Kementrian Kehutanan RI, dimana PP RI No. 4 Tahun 2001 tentang Pengelolaan dan Pencemaran Lingkungan Hidup Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan menjadi keluaran atau produk dari Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Kabut asap pada status darurat asap dalam kurun waktu terakhir sulit dikendalikan oleh Pemerintah Provinsi Riau, pada tahun 2015 status darurat asap dengan jangka waktu paling lama dibandingkan tahun sebelumnya, maka memunculkan pertanyaan bagaimana kapabilitas yang dimiliki oleh pemerintah provinsi Riau, dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi selama 8

ini, apakah tidak mampu? Jika sudah dilakukan pengendalian yang tepat mengapa masih ada kabut asap?. Kebakaran hutan dan lahan di Riau, yang sudah terjadi pada beberapa bulan sebelum status darurat asap ditetapkan. Kelengahan merupakan bentuk pandangan umum yang menunjukan lemahnya kapabilitas yang dimiliki pemerintah daerah provinsi Riau dalam fokus serta menyermati dinamika yang terjadi dalam kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. BMKG sudah memberikan peringatan dini kepada Pemerintah pada November 2014 bahwa pada 2015 El Nino panjang akan menghampiri Indonesia, namun hal ini tidak di follow up oleh Pemerintah Provinsi Riau, hingga konsesi tidak ikut bertanggung jawab pada akhirnya kondisi masif yang terjadi dan 5 Provinsi dengan struktur tanah gambut terbakar. 2 Hal ini juga didukung dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah Kabupaten kota, dimana kehutanan dan lingkungan menjadi hal yang diatur pelimpahan kewenangannya dalam peraturan tersebut. Pemerintah Provinsi merupakan penanggung jawab sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, dan dapat melimpahkan dalam bentuk asas tugas pembantuan. Didukung dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai perizinan dan non perizinan yang diatur dalam satu pintu, yang disesuaikan dengan pembagian urusan pemerintahan. Penelitian Zaili (2014) menjelaskan perizinan merupakan gerbang dalam masalah kebakaran hutan dan lahan di Riau, karena tata kelola sumber daya alam yang berantakan dimulai dari perizinan usaha perkebunan. 2 Wawancara dengan Riko Kurniawan, Walhi Riau 9

Tesis ini meneliti lebih dalam dari urgensi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau, untuk menjawab kapabilitas seperti apa yang dimiliki oleh pemerintah daerah provinsi Riau dalam pengendalian kebakaran hutan, yang menyebabkan kebakaran yang terjadi di Riau tidak bisa dikontrol dengan baik oleh pemerintah daerah provinsi Riau, tantangan dan hambatan yang berjalan berdampingan dengan tugas pengendalian sejauh mana memberi pengaruh dalam kapabilitas dari pemerintah provinsi Riau. Kapabilitas yang akan menjadi sebuah tolak ukur dalam pemahaman yang dimiliki pemerintah daerah provinsi Riau dalam pengendalian yang telah dilaksanakan selama ini, sesuai dengan keadaan dan tantangan yang selalu berkembang di Riau. Maka dari itu dalam hal kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi selama ini di Riau, urgensi dalam penelitian ini terhadap kapabilitas Pemerintah Provinsi Riau dalam pengendalian kebakaran yang terjadi selama ini dalam ranah pemerintahan daerah Riau. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan masalah dari penelitian ini, yang mendasari asumsi peneliti bahwa Pemerintah Provinsi Riau yang menyatakan bahwa telah melakukan pengendalian terhadap kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap semakin menebal dan mengganggu mobilitas masyarakat, namun kebakaran dan kabut asap tetap muncul kembali. Terdapat gap dalam kapabilitas Pemerintah Provinsi Riau dalam usaha pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Maka atas dasar tersebut peneliti memiliki dua pertanyaan dalam penelitian ini: 10

1. Bagaimana kapabilitas dari pemerintah daerah dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau yang menyebabkan bencana kabut asap? 2. Sejauh mana hambatan dan tantangan memberi pengaruh dalam kapabilitas Pemerintah Provinsi Riau dalam pengendalian Kebakaran hutan dan Lahan? I.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah peneltiain yang dirumuskan diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.Untuk mengetahui dimana letak ketidakmampuan kapabilitas yang dimiliki pemerintah daerah Riau dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. 2. Untuk mengetahui sejauh mana hambatan dan tantangan mempengaruhi kapabilitas dari pemerintah daerah provinsi Riau dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. I.4 Manfaat Penelitian 1. Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk menghasilkan kapabilitas kebakaran hutan dan lahan agar lebih terkontrol serta bahan masukan dalam melakukan evaluasi dan penyusunan kebijakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan bencana kabut asap. 2. Secara akademis hasil penelitian ini akan menambah referensi bagi penelitian penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan topik kebakaran hutan dan bencana kabut asap di Riau maupun daerah lain dengan topik yang serupa maupun disiplin ilmu lainnya. 11