PERAN STEREOTIPE DALAM KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA: KASUS INDONESIA-JERMAN

dokumen-dokumen yang mirip
SUPLEMEN BAGI PEMBELAJARAN MENULIS

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 04 Menunggu Rerkan Kerja Baru

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005).

REFLEKSI TINGKAH LAKU BERBAHASA MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF BUDAYA 1. Oleh: Sulis Triyono 2

BAB I PENDAHULUAN. menguasai bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan. pandangan sebagian masyarakat yang tidak merasa perlu untuk

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 03 Perjalanan ke Berlin

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 17 Lingkaran di Ladang Gandum

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah komunikasi.

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 02 Radio D menelpon

BAB IV PENUTUP. remaja etnis Jawa di Pasar Kliwon Solo, sejauh ini telah berjalan baik,

Hubungan Komunikasi Antar Pribadi Antara Warga Amerika dan Warga Medan yang tergabung di Lembaga Language and Cultural Exchange Medan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

Philipp memberitakan dari Schwarzwald (Blackforest) dan dia menikmati suasana karnaval. Tetapi teman kerjanya, Paula, tidak menyukai tradisi ini.

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 12 Surat Pendengar

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING PADA MATA PELAJARAN BAHASA JERMAN UNTUK MENINGKATKAN SEMANGAT BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari baik

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sesuai dengan norma norma dan nilai nilai sosial dan saling

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 08 Penyamaran Orang Tak Dikenal Terkuak

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 19 Penipuan Terungkap

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi. Setelah dilakukannya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahasa asing termasuk bahasa Jerman saat ini telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat untuk dapat berinteraksi dengan manusia yang lain. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 05 Raja Ludwig Hidup Kembali

2015 ANALISIS FRASA PREPOSISI DENGAN MODIFIKATOR AUS SEBAGAI ERGÄNZUNGEN DAN ANGABEN DALAM ROMAN BESCHÜTZER DER DIEBE

Untuk Profesor juga sesuatu yang sulit. Profesor berkonsentrasi dengan akhiran Artikel maskulin dalam Akkusativ.

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 11 Burung Hantu Yang Bisa Berbicara

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 18 Pengintaian di Malam Hari

BAB I PENDAHULUAN. Iklan merupakan media yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan tata bahasa mutlak diperlukan ketika pembelajar bahasa akan

Lersianna Saragih *)

HAMBATAN PRESEPSI ANTARA TOKOH ANNA DENGAN PANGERAN CHULALNGKORN (SEBUAH STUDI KASUS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM FILM ANNA AND THE KING)

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 22 Peselancar Yang Hilang

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Jerman merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 26 Perpisahan Ayhan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB III METODE PENELITIAN. kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 20 Angket Pendengar

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini di dalam dunia kerja setiap pekerja dari berbagai

BAHAN AJAR / RPP. C. Metode Pembelajaran : Inquiri I. Kegiatan Pembelajaran :

SILABUS MATA PELAJARAN BAHASA JERMAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jerman adalah salah satu bahasa asing yang dipelajari di

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menyimak dalam bahasa asing merupakan salah satu. keterampilan bahasa yang reseptif di samping keterampilan membaca.

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 06 Bagaimana Raja Ludwig Meninggal?

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 24 Surat Kabar Hamburg

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

I. PENDAHULUAN. universal. Anderson dalam Tarigan (1972:35) juga mengemukakan bahwa salah

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah penerima informasi atau berita dari segala informasi

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat banyak orang Korea berdatangan di negara di mana mereka. satunya di Indonesia. Selain ingin melakukan perjalanan

BAB II LANDASAN TEORI

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

INTERKULTURELLER ANSATZ DES FREMDSPACHLICHEN DEUTSCHUNTERRICHTS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya.

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

SILABUS. Alokasi Waktu. Sumber Belajar Kompetensi. Standar Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Indikator Kegiatan Pembelajaran Penilaian

DAFTAR ISI v. KATA PENGANTAR.. i ABSTRAK iii ABSTRACT iv. DAFTAR TABEL viii DAFTAR BAGAN... ix DAFTAR LAMPIRAN. x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh pembelajar bahasa asing di Indonesia. Hal itu dibuktikan

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB III METODE PENELITIAN. mengadakan akumulasi data dasar. Metode penelitian deskriptif kualitatif

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 1. Memahami wacana tulis berbentuk paparan atau dialog sederhana tentang Kehidupan Keluarga

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil analisis pada bab IV diperoleh temuan-temuan berupa pola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada dua teori etika yang dikenal sebagai etika deontologi dan teleologi.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS BAHASA DAN SENI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JERMAN

Radio D Teil 1. Deutsch lernen und unterrichten Arbeitsmaterialien. Pelajaran 10 Wawancara dengan Raja Ludwig

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA VIENNA AUSTRIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para

SIKAP BAHASA MAHASISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI JURUSAN SASTRA JERMAN UNIVERSITAS NEGERI MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan

BAB I PENDAHULUAN. memahami teks Bahasa Sumber (BSu), melainkan juga kemampuan untuk menulis

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana seseorang bertindak dan berprilaku. moral. Etika pergaulan perlu di terapkan misalnya (1) Berpakaian rapi di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

Transkripsi:

PERAN STEREOTIPE DALAM KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA: KASUS INDONESIA-JERMAN Setiawati Darmojuwono Universitas Indonesia Abstract The ability to communicate interculturally refers to someone's ability to exchange information efficiently and effectively with other people who have different cultural backgrounds. In pragmatic studies, nonlinguistic elements and culture have so often been taken for granted that they have not received a proper analysis. The present paper focuses more on the speakers' and their interlocultors' culture that forms a stereotype and influences the communication scheme. It will be argued that being sensitive to one's own culture and one's interlocutor's culture is an important factor in determining whether or not communication is successful. This is illustrated by two different groups of native speakers, namely, Indonesian and German, who experienced communication barriers because of different cultural backgrounds. PENDAHULUAN Awal abad XXI ditandai dengan kemajuan pesat di bidang teknologi komunikasi yang ikut mempercepat proses globalisasi di banyak negara. Jaringan komunikasi yang semakin luas memungkinkan keterlibatan penutur yang berlatar belakang budaya berbeda. Di bidang linguistik dan komunikasi keadaan ini memunculkan gagasan-gagasan baru sebagai hasil kajian komunikasi antarbudaya. Istilah intercultural communication dalam bahasa Indonesia dipadankan dengan komunikasi antarbudaya atau komunikasi lintas budaya. Saya menggunakan istilah komunikasi antarbudaya, sebab saya berpendapat istilah ini lebih tepat, karena dalam komunikasi antar penutur yang berbeda latar belakang budayanya pola komunikasi yang terbentuk merupakan satu pola baru sebagai sinergi pola komunikasi penutur dan mitra tutur. Menurut Rogers dan Steinfatt (1999), kemampuan berkomunikasi antarbudaya merupakan kemampuan seseorang untuk bertukar informasi secara efektif dan tepat dengan orang yang berlatar belakang budaya berbeda. Berlatar belakang budaya berbeda berarti memiliki lingkup kehidupan yang tidak sama. Lingkup kehidupan mencakup pandangan hidup, agama, etika, norma hukum, teknologi, sistem pendidikan dan hasil kebudayaan yang bersifat materi maupun non materi (Bolten 2001). Proses sosialisasi seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkup kehidupannya. Kemampuan berkomunikasi antarbudaya merupakan salah satu tujuan pengajaran bahasa asing, namun dalam pengajaran bahasa asing perhatian lebih dipusatkan pada pengungkapan verbal

Setiawati Darmojuwono 1 UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Menurut Buhlmann, Fearns, dan Gaspardo (2003), komunikasi antarbudaya dipengaruhi oleh unsur-unsur sebagai berikut (istilah dalam bahasa Jerman diterjemahkan oleh penyusun makalah): agama sejarah hirarki kekuasaan yang sesuai dengan pola komunikasi bahasa asing yang dipelajari, bukan proses interaksi yang terjadi. Dalam kajian linguistik, khususnya kajian pragmatik diteliti unsurunsur bahasa yang dianggap memiliki konsep universal kemudian dibandingkan pengungkapan verbal konsep-konsep tersebut, seperti bentuk bentuk bahasa yang mengungkapkan kesantunan (mohon maaf, penolakan, bentukbentuk perintah, dan sebagainya). Hasil penelitian biasanya dikaitkan dengan latar belakang penuturnya untuk melihat kaitan antara bahasa dan budaya. Penelitian pragmatis yang telah dilakukan dapat dikembangkan ke arah pragmatik antarbudaya, seperti pendapat Ehrhardt (2003) yang menyatakan bahwa permasalahan kajian komunikasi antarbudaya bukan melihat hubungan antara ungkapan verbal dengan latar belakang budaya, namun lebih menitikberatkan pada interaksi yang terjadi, dan bagaimana persepsi penutur terhadap mitra tutur dan sebaliknya, hal-hal ini kemudian dikaitkan dengan strategi berkomunikasi. individualismekolektivisme- waktu Maskulin - feminin ruang Unsur antarbudaya Kepastian hukum paraverbal pesan nonverbsl verbal KOMUNIKASI hubungan antar penutur 98

Linguistik Indonesia, Tahun ke 25, No. 1, Februari 2007 Komunikasi merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat dua arah dan melibatkan penutur dan mitra tutur. Selain bahasa unsur paraverbal (seperti intonasi, kecepatan berbicara dsb), unsur non verbal (gestik dan mimik), pesan yang akan disampaikan dan hubungan antar penutur merupakan faktor-faktor penting dalam mengkaji komunikasi antarbudaya, namun karena keterbatasan ruang, dalam kesempatan ini tidak dibahas. Pembahasan dalam makalah ini memfokuskan perhatian pada perbedaan lingkup kehidupan, stereotipe dan skema yang mempengaruhi strategi komunikasi antarbudaya. Menurut Hofstede (1993), yang dikutip oleh Buhlmann, Fearns, dan Gaspardo (2003), perbedaan dan persamaan lingkup budaya dapat diukur berdasarkan kriteria tempat, waktu, agama dan sejarah, hirarki kekuasaan, keterikatan antar individu, dominasi maskulin atau feminin dalam masyarakat dan kepastian hukum. Agama dan sejarah atau lebih tepat disebut ingatan kolektif suatu masyarakat menentukan nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Misalnya, penganut agama Kristen aliran Kalvinisme beranggapan bahwa sifat rajin, hati-hati, tanggung jawab, ulet, dapat dipercaya, efisiensi dalam bekerja dan sederhana merupakan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan. Konsep ruang mengatur jarak kedekatan antar individu. Di kota-kota besar pada umumnya hubungan antar individu tidak seerat di pedesaan, demikian juga di Jerman pada umumnya orang lebih individualis dibandingkan dengan Indonesia. Sebagai hasil penelitian Hofstede (1993) dilihat dari segi individualitas, masyarakat Jerman menduduki peringkat 15 dari 53 negara yang diteliti, sedangkan Indonesia terletak pada urutan ke 47, berarti masyarakat Jerman lebih individualis dibandingkan masjarakat Indonesia karena keterikatan antar individu lebih erat (kolektif) dan harmoni merupakan unsur penting dalam kehidupan. Konsep waktu yang bersifat monokronis seperti masyarakat Jerman berciri menggunakan waktu secara efisien dan perencanaan waktu merupakan hal yang penting, sedangkan masyarakat Indonesia memiliki konsep waktu polikronis ciri-cirinya dalam waktu yang bersamaan dapat mengerjakan beberapa hal sekaligus, ketepatan waktu tidak begitu penting dan lebih fleksibel. Hirarki kekuasaan dalam masyarakat Indonesia berada pada urutan ke 8 sedangkan Jerman pada urutan ke 42 dari 53 negara yang diteliti. Dalam masyarakat yang mementingkan hirarki kekuasaan hubungan antara atasan dan bawahan sangat formil dan tanggung jawab berada pada atasan, akibatnya sikap kritis tidak dapat berkembang. Dalam masyarakat yang maskulin terdapat pembagian peran yang jelas antara laki-laki dan perempuan, sedangkan dalam masyarakat yang bersifat feminin pembagian peran tidak ketat dan perasaan serta kualitas hidup diutamakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masyarakat Jerman menduduki peringkat ke 9 sebagai masyarakat yang bersifat maskulin, sedangkan Indonesia pada peringkat ke 30 dari 53 negara. Kepastian hukum mempengaruhi tindakan spontan atau keragu-raguan seseorang jika terjadi sesesuatu yang dianggap mengancam muka, atau meng- 99

Setiawati Darmojuwono hadapi suatu situasi baru. Masyarakat Jerman dalam hal ini terletak pada urutan ke 29 sedangkan Indonesia ke 41. Unsur-unsur antar budaya yang telah disebutkan dapat mempengaruhi komunikasi dalam bentuk stereotipe. Stereotipe merupakan generalisasi tentang sekelompok orang dengan mengabaikan realitas yang ada. Stereotipe dapat positif maupun negatif. Misalnya, stereotipe tentang orang Jerman di banyak negara disebutkan sebagai orang yang disiplin, tepat waktu, teliti, efisien, kaku (tidak fleksibel), sadar lingkungan, mengutamakan nalar daripada perasaan (Buhlman, Fearns, dan Gaspardo 2003). Stereotipe dapat dibedakan antara heterostereotipe (stereotipe tentang kelompok lain di luar kelompok sendiri) dan otostereotipe (stereotipe tentang kelompok sendiri). Otostereotipe orang Indonesia antara lain ramah-tamah, sopan, tenggang rasa, fleksibel. Setelah terjadinya bom Bali dan berbagai ledakan bom serta kerusuhan-kerusuhan di berbagai daerah Indonesia, berita-berita melalui media massa mengubah stereotipe tentang Indonesia di mata internasional. Stereotipe tentang Indonesia di Jerman lebih bersifat negatif, seperti teroris, fundamentalis, disertai heterostereotipe yang telah melekat pada Indonesia sebelum bom Bali, seperti korupsi, birokrasi, tidak tepat waktu, sopan, tidak berterus terang, kedudukan pria lebih tinggi daripada wanita. Sereotipe tentang mitra tutur merupakan persepsi awal penutur terhadap mitra tuturnya, dengan demikian stereotipe mempengaruhi strategi berkomunikasi. Dilihat dari segi linguistik kognitif, strategi komunikasi meng-ikuti pola-pola komunikasi yang tersimpan dalam otak manusia dalam bentuk jarringan mental dan berisi pola-pola komunikasi dalam berbagai situasi yang disebut skema (Schwarze dan Chur 1993). Proses komunikasi menurut Melenk (1979) dapat digambarkan sebagai berikut (istilah dalam bahasa Jerman diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penyusun makalah dan diadakan perubahan pada bagan persepsi penutur): Tujuan Komunikas Strategi Ungkapan verbal Pemahaman Reaksi Mitra tutur Persepsi Persepsi Interpretasi Interpretasi Situasi komunikasi 100

Linguistik Indonesia, Tahun ke 25, No. 1, Februari 2007 Peran penutur dan mitra tutur dalam bagan dapat berubah-ubah tergantung siapa yang berbicara, karena komunikasi merupakan interaksi yang bersifat dua arah.dalam komunikasi antarbudaya persepsi penutur tentang mitra tutur sangat dipengaruhi oleh stereotipe, dan hal ini akan menentukan strategi berkomunikasi yang berdampak pada keberhasilan atau kegagalan penyampaian pesan dalam suatu komunikasi. Kemampuan berkomunikasi antarbudaya tentunya juga mensyaratkan keterampilan-keterampilan umum dalam berkomunikasi seperti kemampuan sosial (antara lain empati, toleransi), kemampuan individual (seperti kemampuan berbahasa, peran, pengalaman berinteraksi antarbudaya dan sebagainya), kompetensi di bidang tertentu (penguasaan pengetahuan dalam pembicaraan antar pakar), ketrampilan dalam strategi berkomunikasi (Bolten 2001). Disamping keterampilan umum kepekaan terhadap budaya sendiri dan budaya mitra tutur merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu komunikasi.dalam hal ini hambatan dalam berkomunikasi dapat terjadi karena persepsi yang keliru tentang mitra tutur (stereotipe tidak berlaku), atau karena penutur menerapkan pola-pola komunikasi yang lazim dalam budayanya tapi tidak lazim dalam budaya mitra tutur. Menurut von Baalen (2004), hambatan dalam komunikasi dapat dikoreksi melalui Wiederherstellungsstrategien (repair), misalnya, dengan pernyataan minta maaf, sehingga komunikasi tidak terputus. 2 KOMUNIKASI ANTARBUDAYA INDONESIA JERMAN Berdasarkan kriteria yang digunakan untuk mengklasifikasikan unsur-unsur budaya yang mempengaruhi komunikasi seperti telah disinggung dalam bagian Pendahuluan, dapat disimpulkan perbedaan ciri-ciri masyarakat Indonesia dan Jerman sebagai berikut. Jarak ruang antar individu dalam masyarakat Indonesia lebih dekat dibandingkan Jerman, hal ini sesuai dengan sifat kolektif masyarakat Indonesia, sedangkan masyarakat Jerman lebih bersifat individualis. Konsep waktu yang mempengaruhi masyarakat Indonesia konsep poli-kronis, sedangkan masyarakat Jerman dipengaruhi konsep waktu yang mono-kronis. Agama Islam berpengaruh dalam etika dan norma-norma kehidupan masyarakat Indonesia, sedangkan di Jerman pengaruh agama kristen lebih berbentuk ingatan kolektif masyarakatnya, yang dalam adat istiadat dan pandangan hidup secara sadar atau tidak sadar menjadi landasan. Hirarki kekuasaan dalam masyarakat Indonesia masih lebih ketat dibandingkan masyarakat Jerman. Masyarakat Jerman lebih bersifat maskulin dibandingkan dengan masyarakat Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa dominasi laki-laki dalam masyarakat Jerman lebih kuat dibandingkan dengan Indonesia. Kepastian hukum dapat dilihat dari banyaknya peraturan dan perundangan yang menjamin hak-hak asasi manusia dalam satu negara, sehingga masyarakatnya telah terbiasa untuk menyampaikan suatu pemikiran secara terbuka tanpa rasa takut dan ragu. Masyarakat Jerrman dalam kesigapan 101

Setiawati Darmojuwono berkomunikasi berada pada posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan Indonesia, karena jaminan hukum yang lebih baik. Berdasarkan beberapa penggalan percakapan sebagai hasil pengamatan dalam pengumpulan data untuk suatu penelitian, di bawah ini dipaparkan beberapa contoh komunikasi antarbudaya dan permasalahan yang dihadapi. Percakapan I: Situasi percakapan (A) seorang peneliti dari Indonesia berjenis kelamin perempuan akan meneliti di Jerman dan berbincang-bincang dengan guru besar (B) yang menjadi mitra di Jerman. Percakapan berlangsung pada awal kedatangan (A). B : Haben Sie einen schoenen Flug gehabt? 'Apakah perjalanan Anda menyenangkan?' A : Ja,danke. Ich wuerde gern ueber meinen Plan mit Ihnen sprechen. 'Terima kasih. Saya ingin berbicara dengan Anda tentang rencana penelitian saya.' B : Ja natuerlich..haben Sie eine Familie? 'Ya, tentu saja. Apakah Anda memiliki keluarga?' A : Ja, wir haben einen Sohn, 12 Jahre alt.haben Sie viele Mitarbeiter in Ihrem Institut? 'Kami mempunyai seorang anak, usianya 12 tahun. Berapa jumlah pengajar di Institut Anda?' B : Ist Ihr Sohn alleine zu Hause? 'Apakah anak Anda sendiri di rumah?' A : Nein, mein Mann ist ja da. 'Tidak sendiri, dengan suami saya.' B : Arbeitet er nicht? 'Dia tidak bekerja?' A : Doch. Bis nachmittags ist unser Sohn in der Schule. Am Abend ist mein Mann zu hause.. 'Dia bekerja. Anak kami biasanya sampai siang hari di sekolah dan pada petang hari suami saya di rumah.' Penggalan percakapan di atas menunjukkan pengaruh stereotipe dalam pola percakapan. Skema percakapan A didasarkan pada stereotipe orang Jerman efisiensi waktu (percakapan langsung berkaitan dengan pekerjaan bukan halhal yang bersifat pribadi), karena ranah keluarga dan pekerjaan pada umumnya tidak dicampuradukkan, hal ini merupakan strategi berkomunikasi A yang memanfaatkan pengetahuan tentang stereotipe orang Jerman. Sebaliknya B juga mendasarkan komunikasinya pada stereotipe tentang orang Indonesia, seperti jarak antar individu yang dekat termasuk dalam keluarga. Stereotipe lain yang mempengaruhi skema B adalah sifat masyarakat yang maskulin dan feminin.nampaknya stereotipe yang dimiliki B dikaitkan dengan tradisi yang berlaku umum di Indonesia, yaitu, pembagian peran secara tegas antara lakilaki dan perempuan. Ranah keluarga adalah ranah perempuan dan ranah pekerjaan adalah ranah laki-laki. 102

Linguistik Indonesia, Tahun ke 25, No. 1, Februari 2007 Stereotipe yang terjalin dalam skema menyebabkan pelanggaran maksim relasi menurut Grice (1975), yaitu keinginan (A) untuk membahas rencana penelitian belum mendapat tanggapan dari (B), bahkan topik pembicaraan berubah ke ranah keluarga. A tidak berhasil mengubah topik pembicaraan ke ranah pekerjaan. Pada awal percakapan komunikasi tidak berjalan lancar, karena A mengikuti skema komunikasi yang dibentuk oleh stereotipe tentang orang Jerman, sedangkan B menggunakan skema komunikasi yang dipengaruhi stereotipe tentang orang Indonesia. Setelah A dan B berhasil melepaskan stereotipe dari skema komunikasi maka interaksi berlangsung dengan lebih lancar. Percakapan II : Situasi percakapan antara dosen Jerman (C) dengan mahasiswa Indonesia (D) pada waktu bimbingan penulisan skripsi : C : Analysieren Sie bitte die Daten Ihrer Untersuchung. Ich moechte die Ergebnisse Ihrer Analyse naechste Woche haben. 'Analisislah data penelitian Anda. Minggu depan saya ingin melihat hasilnya.' D : Insya Allah C : Insya Allah? Die Ergebnisse moechte ich am Donnerstag haben.. 'Insya Allah? Hari Kamis saya ingin memperoleh hasilnya.' D : Oh, Entschuldigung natuerlich am Donnerstag 'Maaf, tentu saja hari Kamis.' Hambatan pada awal percakapan terjadi karena perbedaan interpretasi yang berkaitan dengan agama. Bagi C Insya Allah berarti jika Allah berkenan saya akan menyerahkan pada hari Kamis. Ungkapan ini menunjukkan pengaruh agama dalam lingkup kehidupan seseorang, yaitu kepercayaan bahwa semua akan terlaksana jika Allah mengijinkan, sedangkan bagi D ungkapan Insya Allah lebih menunjukkan sikap menyerah pada nasib dan dianggap kurang berusaha. Bagi orang Jerman nalar lebih berperan dan menyerahkan tugas tepat waktu tergantung dari usaha seseorang. D menyadari bahwa C tidak memiliki kepekaan terhadap budaya D yang berkaitan dengan ranah agama, sehingga hambatan dalam komunikasi disingkirkan dengan permohonan maaf, hal ini sesuai dengan pendapat van Baalen (2004). Kesalahpahaman serupa juga ditemukan dalam penelitian Kniffka (2002) di kawasan Saudi Arabia, seperti terlihat dalam contoh percakapan berikut. Percakapan III : Situasi percakapan III terjadi dalam percakapan bisnis antara E (seorang pengusaha dari Indonesia) dengan F (mitra usaha di Jerman). F mengundang rombongan pengusaha dari Indonesia yang akan mengunjungi pabrik F yang mengekspor hasil produksinya ke Indonesia. 103

Setiawati Darmojuwono F : Wir haben fuer Sie meine Damen und Herren ein gemuetliches Hotel auf dem Lande reserviert, damit Sie das Land, die Leute und die deutsche Kultur kennenlernen. 'Kami menyediakan sebuah hotel yang nyaman di alam pedesaan agar Ibu dan Bapak dapat mengenal negara, penduduk dan budaya Jerman.' E : Ich dachte, dass wir in einem 5 Sternen Hotel in der Stadt bleiben. 'Saya kira kita tinggal di hotel berbintang 5 di kota.' F : Oh tut mir leid, moechten Sie lieber ein Zimmer in der Stadt haben? 'Maaf, Bapak lebih suka tinggal di kota?' Hambatan dalam komunikasi terjadi karena E dan F memiliki konsep yang berbeda tentang hotel yang nyaman. Bagi F lingkungan yang asri merupakan tempat yang nyaman, sedangkan bagi E kenyamanan identik dengan kemewahan. Kesalahpahaman ini dapat dihindari jika penutur dan mitra tutur memiliki pengetahuan dan kepekaan terhadap lingkup keehidupan dua budaya. Masyarakat Jerman pada umumnya menghargai lingkungan yang asri dan alamiah, sedangkan di Indonesia kesadaran lingkungan belum begitu me-masyarakat. Ketiga contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa dalam komunikasi antarbudaya hambatan dapat terjadi bukan karena masalah bahasa, tetapi penyebabnya karena pengaruh stereotipe dalam penyusunan skema komunikasi dan perbedaan lingkup kehidupan antar penutur. Kemampuan berkomunikasi antarbudaya tidak hanya melibatkan kemampuan berbahasa, kemampuan sosial, kemampuan individual, wawasan dan pengetahuan tentang topik percakapan namun juga harus memiliki kepekaan tentang budaya sendiri dan budaya mitra tutur, sehingga peka terhadap perasaan dan pemikiran mitra tutur yang berbeda lingkup kehidupannya. Di bidang linguistik penelitian tentang komunikasi antarbudaya merupakan perluasan bidang kajian pragmatik ke arah pragmatik antarbudaya. 104

Linguistik Indonesia, Tahun ke 25, No. 1, Februari 2007 DAFTAR PUSTAKA Bolten, J. 2001. Interkulturelle Kommunikation. Erfurt: LZT. Buhlmann, R., A. Fearns, dan N. Gaspardo. 2003. Praesentieren und Verhandeln. Warschau: Poltext. Ehrhardt, C. 2003. Diplomatie und Alltag.Anmerkungen zur Linguistik der interkulturellen Kommunikation. Dalam J. Bolten dan C. Ehrhardt (peny.) Interkulturelle Kommunikation. Sternfels: Wissenschaft und Praxis. Grice, H.P. 1975. Logic and Conversation. Dalam P. Cole dan J.L. Morgan (peny.), Syntax and Semantics, 41-58. New York: Seminar Press. Hofstede, G. 1993. Interkulturelle Zusammenarbeit. Wiesbaden: Gabler. Kniffa, H. 2002. Sprach und Kulturkontakt: Linguistischen Perspektiven. Dalam E. Apeltauer (peny.), Interkulturelle Kommunikation. Tuebingen: Narr. Melenk, H. 1979. Alltagssprache. Dalam R. Everett dan T.M. Steinfatt (peny.), Intercultural Communication. Illinois: Waveland Press. Schwarz, M. dan J. Chur. 1993. Semantik. Tuebingen: Narr van Baalen. Christine. 2004. Fremdverstehen, Interkulturelle Kompetenz semantischpragmatisch betrachtet. Dalam H. van Uffelen, C. van Baalen, dan J. Sommer (peny.), Sprachenpolitik und Integration. Wien: Wirtschaftsabteilung der Universitaet Wien. 105