BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1. (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

dokumen-dokumen yang mirip
KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

REFORMASI TATA KELOLA PERADILAN. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

SKRIPSI KEDUDUKAN HUKUM REKOMENDASI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA PELAYANAN PUBLIK. Oleh

KEMUNGKINAN PERUBAHAN KELIMA UUD Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 2.

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Keterangan Ahli Fitra Arsil, S.H. M.H. Staf Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra

PROGRAM JIMLY SCHOOL OF LAW AND GOVERNMENT SEPTEMBER - NOVEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu agenda checks and balances

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tuntutan dari gerakan reformasi tahun 1998 adalah melakukan

Komisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

BAB III POLITIK HUKUM PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN

SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

Kebijakan. Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Jakarta, 25 Juni 2015

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

PERAN KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SARAN DAN PEMIKIRAN PENYEMPURNAAN

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

Pusdiklat Spimnas 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Assalamu alaikum warahmatullah wabarakatuh, selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

KETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

Komisi Informasi Pusat 2015

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

ACUAN KONSTITUSIONAL SISTEM PERTAHANAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 1

Policy Brief Launching Arsitektur Kabinet : Meretas Jalan Pemerintahan Baru

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

It s me. Contact : : :

LIPI PANDANGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TENTANG RUU PEMERINTAHAN ACEH DISAMPAIKAN DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANSUS RUU PA DPR RI

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PERADILAN ETIKA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

Pengarahan Presiden RI pada Sidang Kabinet Terbatas, Jakarta, 10 Januari 2013 Kamis, 10 Januari 2013

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

EKSISTENSI KOMISI PENYIARAN INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY BODIES) DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II. Tinjauan Pustaka

Pada dasarnya, Lembaga Non Struktural menjalankan fungsi yang spesifik. Oleh karenanya apabila kewenangan yang diberikan didasarkan pada

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN KEWENANGAN MAHKAMAH KOSNTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

KONSTITUSI KEBUDAYAAN DAN KEBUDAYAAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia

ASAS HUKUM TATA NEGARA. Riana Susmayanti, SH.MH

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

Transkripsi:

BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1 (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.) 2 KEBERADAAN LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS Lembaga-lembaga khusus atau special agencies merupakan gejala yang dapat dikatakan baru dalam dinamika penyelenggaraan kekuasaan negara modern. Menurut doktrin Montesquieu yang sebenarnya tidak pernah diterapkan dalam praktik yang nyata, lembaga-lembaga negara diidealkan hanya terdiri atas tiga lembaga utama penyelenggaraan kekuasaan negara, yaitu parlemen, pemerintah, dan pengadilan yang mencerminkan fungsi-fungsi legislative, executive, dan judicial. Namun, sejak akhir abad ke 19, dengan munculnya tuntutan agar negara mengambil peran lebih besar dalam dinamika kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka jumlah lembaga-lembaga negara menjadi bertambah banyak pula sesuai dengan tuntutan kebutuhan menurut doktrin negara kesejahteraan (welfare state). Namun, sampai pertengahan abad ke-20, peran negara berkembang ekstrim sehingga pada akhir abad ke-20 berkembang pula kesadaran baru untuk mengurangi peran negara melalui pelbagai kebijakan liberalisasi, baik di bidang politik maupun ekonomi. Gelombang liberalisasi politik membawa akibat munculnya gelombang (i) demokratisasi dan (ii) desentralisasi, sedangkan liberalisasi ekonomi melahirkan kebijakan-kebijkan (i) efisiensi, (ii) deregulasi, (iii) debirokratisasi, dan (iii) privatisasi. Mulai tahun 1970-an, gerakan-gerakan ini berkembang luas sehingga menyebabkan terjadinya restrukturisasi bangunan organisasi negara dan pemerintahan secara besar-besaran. Sebagian fungsi yang sebelumnya ditangani oleh negara diserahkan kepada masyarakat atau dunia usaha untuk mengelolanya. Fungsifungsi yang sebelumnya ditangani oleh pemerintahan pusat diserahkan pengelolaannya kepada pemerintahan daerah. Bersamaan dengan itu, bentuk-bentuk organisasi yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan negara juga berubah pesat. Fungsi-fungsi yang sebelumnya bersifat eksklusif legislative, eksekutif, atau judikatif, mulai dirasakan tidak lagi mencukupi, sehingga doktrin pemisahan kekuasaan tidak lagi dianggap ideal. Yang dianggap lebih ideal justru adalah prinsip checks and balances atau prinsip pembagian kekuasaan atau sharing of power. Bahkan (i) untuk kepentingan efisiensi, muncul kebutuhan untuk melembagakan kebutuhan untuk mengintegrasikan pelbagai fungsi menjadi satu 1 Bahan diskusi Seminar Nasional Lembaga-Lembaga Non-Struktural oleh Kantor Menpan Republik Indonesia, 1 Maret 2011. 2 Pendiri dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2003-2008), Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (WANTIMPRES) Bidang Hukum dan Ketatanegaraan (2009-2010), sekarang Penasihat KOMNASHAM, Penasihat Senior Mennegristek, terlibat sebagai Ketua Dewan Kehormatan dalam pelnbagai kasus pelanggaran kode etik KPU dan aktif mengajar serta membimbing mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan pelbagai universitas di daerah. Selain itu, juga aktif membina Jimly Asshiddiqie School of Law and Government, Ketua Dewan Pembina Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) dan Ketua Dewan Penasihat Ikatan Pengajar Hukum Tatanegara dan Hukum Adiministrasi Negara.

kesatuan ke dalam fungsi yang bersifat campuran. Pertimbangan (ii) lain adalah munculnya kebutuhan untuk mencegah agar fungsi-fungsi kekuasaan tertentu terbebas dari intervensi politik dan konflik kepentingan. Karena kedua alas an inilah maka sejak akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, banyak bermunculan lembaga-lembaga baru di luar struktur organisasi pemerintahan yang lazim. Lembaga-lembaga baru ini ada yang disebut sebagai dewan, badan, atau lembaga, ada pula yang disebut komisi-komisi negara. Ada pula yang bersifat adhoc yang disebut dengan istilah satuan tugas atau komite. Di Indonesia sendiri selama ini dikenal adanya istilah Lembaga Pemerintahan Non- Departemen (LPND) yang setelah ditetapkannya UU tentang Kementerian Negara yang mengubah istilah departemen menjadi kementerian, maka istilah LPND itu harus diubah menjadi LPNK atau Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian. Namun, atas inisiatif beberapa kementerian, ada pula istilah lain yang diperkenalkan, yaitu Lembaga Non-Struktural (LNS). Dalam banyak literatur, ada juga yang menggunakan istilah independnet bodies, auxiliary agencie, self regulatory bodies, dan sebagainya. Semua istilah-istilah itu tidak dapat dipakai untuk pengertian yang bersifat umum sebab masing-masing lembaga dimaksud mempunyai cirri khasnya sendiri-sendiri. Ada bersifat independen, ada yang tidak, dan ada pula yang terkait langsung dengan fungsi-fungsi eksekutif, legislatif, judikatif, dan ada pula yang bersifat campuran. Agar bersifat umum, semua lembaga-lembaga itu, karena sifatnya yang khusus di luar struktur kementerian yang lazim dapat saja kita sebut dengan istilah lembaga-lembaga khusus (special agencies). Namun, untuk mengetahui secara lebih mudah pelbagai lembaga khusus dalam struktur organisasi negara dan pemerintahan kita, ada baiknya kita melihatnya dari keseluruhan konfigurasi kelembagaan negara dan pemerintahan kita saat ini. Karena setelah reformasi 12 tahun terakhir, format dan bangunan organisasi kelembagaan Negara dan pemerintahan kita secara keseluruhan memang perlu dievaluasi dan dikonsolidasikan kembali. Selama era reformasi ini, ada kecenderungan setiap kali kita membuat UU, selalu diiringi oleh keinginan dan kebutuhan rasional untuk membentuk lembaga baru. Demikian pula dalam 4 naskah Perubahan UUD 1945, telah lahir begitu banyak subjek hokum kelembagaan baru, yang kesemuanya dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga Negara baru. Masing-masing lembaga baru itu, apabila diteliti satu per satu, niscaya mengandung ide yang sangat baik dalam dirinya masing-masing. Namun, sesudah 12 tahun reformasi, apabila keseluruhan konfigurasi kelembagaan yang ada itu dilihat secara sistematis dan seksama, maka niscaya kita akan mengetahui adanya inefisiensi dan bahkan kekacauan dalam sistem fungsi kelembagaan Negara kita. Oleh karena itu, Kantor Menpan harus mengambil peran strategis untuk mengaudit keseluruhan sistem dan fungsi kelembagaan negara dan pemerintahan kita dewasa ini. Audit fungsi oleh Menpan dapat dilengkapi dengan audit kinerja oleh BPK dan audit hokum oleh Sekneg secara menyeluruh dan sebaikbaiknya. Untuk itu kita perlu mengadakan telaah, antara lain, mengenai hal-hal sebagai berikut: PENGELOMPOKAN DAN KLASIFIKASI 1. Berdasarkan Dasar Hukumnya

1.1. UUD 1.2. UU 1.3. PP 1.4. Perpres 1.5. Peraturan Menteri 1.6. Peraturan Daerah 1.7. Peraturan Kepala Daerah 2. Berdasarkan Struktur dan Fungsi Politiknya 2.1. Fungsi Legislatif-Regulatif: a. Dependent, terkait dengan lembaga legislative; b. Independent Self-Regulatory Bodies; c. Campuran, terkait dengan lembaga legislative dan executive dan/atau judisial. 2.2. Fungsi Eksekutif-Administratif: a. Dependent, terkait dengan lembaga executive; b. Independent, meski terkait dengan lembaga executive; c. Campuran, terkait dengan fungsi lembaga eksekutif dan lembaga lainnya. 2.3. Fungsi Judisial dan Penegakan Hukum: a. Dependent, terkait dengan lembaga judicial; b. Independent, meski terkait dengan lembaga judicial, seperti independent judicial commission; c. Campuran, terkait dengan fungsi lembaga judicial, dan fungsi lainnya. 2.4. Fungsi Campur-Sari: a. Dependent, terkait dengan pelbagai fungsi lembaga eksekutif, legislative, dan judicial; b. Independent, mesti terkait dengan lembaga eksekutif, legislative dan judicial. TUJUAN DAN MANFAAT 1. Efisiensi pelayanan; 2. Pemusatan (konsentrasi/integrasi) fungsioonal; 3. Independensi dari intervensi politik dan mencegah konflik kepentingan; 4. Pronsip pembagian habis fungsi-fungsi kekuasaan negara dan pemerintahan sehingga tidak ada yang tumpang tindih. POLA KONSOLIDASI DAN INTEGRASI Setelah dievaluasi secara seksama, akan ditemuka adanya lembaga-lembaga negara dan pemerintahan yang bersifat tumpang tindih dalam norma dan praktik kerjanya di lapangan. Untuk itu, ada baiknya keberadaan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan yang saling bertumpang tindih itu ditangani dengan pelbagai pilihan kebijakan sebagai berikut:

1. Pembubaran lembaga yang bersangkutan secara tegas; 2. Penetapan bidang-bidang koordinasi lembaga-lembaga dimaksud dengan kementerian Negara yang sudah ada berdasarkan prnsip bahwa tugas-tugas pemerintahan harus dipandang telah terbagi habis dalam pembidangan kabinet pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden, baik sebagai Kepala Pemerintahan ataupun Kepala Negara; 3. Penggabungan fungsi ke unit kerja kementerian Negara yang ada sesuai dengan prinsip pembagian habis tugas-tugas pemerintahan sebagaimana dimaksud di atas; 4. Penggabungan dengan lembaga lain yang sejenis; 5. Penggabungan dengan lembaga lain dengan peningkatan fungsinya sesuai dengan kebutuhan; 6. Penguatan dan peningkatan fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga yang dipandang kurang berguna, atau tidak sebanding dengan energy social, ekonomi, dan politik yang diserapnya dengan produk pelayanan yang dapat dihasilkan untuk kepentingan Negara dan rakyat; 7. Jika ada ide-ide kelembagaan baru, tambahkan saja fungsinya ke dalam struktur dan fungsi kementerian negara atau lembaga lain yang sudah ada. MODEL INTEGRASI 1. Sekretariatnya digabungkan; 2. Satuan kerja anggarannya disatukan 3. Lembaganya dibangun dengan sub-sub, seperti komisi dengan sub-komisi; 4. Digabung dengan tupoksi baru; 5. Digabung ke dalam tupoksi lembaga lain; 6. Akhiri tugas dan fungsinya sama sekali atau dibubarkan. AGENDA AKSI Penting disadari bahwa pengkajian mengenai problem tumpang tindih, malfungsi, dan bahkan disfungsi kelembagaan negara dan pemerintahan ini sudah banyak dilakukan. Seminar juga sudah sering diadakan. Bukupun sudah banyak diterbitkan. Saya sendiri pun sudah menulis dan menerbitkan buku khusus untuk ini, pertama kali pada tahun 2004, dengan judul Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Karena itu, yang penting dilakukan sekarang ini adalah bertindak dengan menetapkan keputusan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditata kembali dengan kreatif dan luwes serta terlalu terjebak dalam sikap rule-driven yang dogmatis dan kaku. Beberapa langkah konkrit yang dapat diusulkan sehubungan dengan hal itu antara lain adalah sebagai berikut: 1. Presiden menetapkan dan mengumumkan kebijakan moratorium penghentian pembentukan LNS atau lembaga khusus baru;

2. Adakan performance audit oleh BPK atau audit kinerja dan audit fungsional (tupoksi) oleh Menpan, serta audit hokum (legal audit) oleh Sekneg. 3. Susun desain kebijakan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek tentang efektifitas dan efisiensi fungsi LNS (lembaga khusus). 4. Aksi percontohan dimulai dengan pembubaran LNS atau lembaga khusus yang mudah dan tidak berisiko terhadap keseluruhan sistem administrasi negara atau pemerintahan, yang berada dalam lingkup kewenangan Presiden, seperti misalnya Komisi Hukum Nasional.