BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

III. KELAINAN DENTOFASIAL

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi NATALIA NIM:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial.

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial emosional. Masa remaja dimulai dari kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

III. RENCANA PERAWATAN

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah

Perkembangan Sepanjang Hayat

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Istilah maloklusi pertama kali diperkenalkan oleh Guilford, dimana pengertian maloklusi adalah penyimpangan letak gigi atau malrelasi lengkung geligi (rahang) di luar batas kewajaran yang dapat diterima, yang ditandai dengan tidak tepatnya hubungan antar lengkung atau anomali abnormal di setiap regio. 3,20,21 Oklusi dikategorikan normal bila susunan gigi teratur dalam lengkung rahang atau hubungan gigi atas dan gigi bawah harmonis dan seimbang, tulang rahang, tulang tengkorak dan otot sekitarnya dapat membentuk keseimbangan fungsional sehingga menghasilkan estetis yang baik. 4 Maloklusi juga dapat merupakan variasi biologi, namun letak gigi yang mudah diamati dan menganggu estetis dapat menarik perhatian dan menimbulkan keinginan melakukan perawatan. 3 Sebagaimana diketahui, prevalensi maloklusi semakin meningkat. Hal ini diyakini merupakan suatu proses evolusi akibat meningkatnya variabilitas gen dalam populasi yang bercampur dalam kelompok ras. Maloklusi dapat disebabkan oleh adanya kelainan gigi dan malrelasi rahang. 3 Kelainan gigi berupa kelainan letak, ukuran, bentuk, dan jumlah gigi. Kelainan letak gigi yaitu mesioversi (letak gigi lebih ke mesial daripada letak normalnya), palatoversi (letak gigi lebih palatal daripada letak normalnya), infraversi/infraoklusi/infraposisi (gigi tidak bisa mencapai bidang oklusal), protrusi/proklinasi, retrusi/retroklinasi, mesioklinasi, distoklinasi, transversi/ transposisi (dua gigi yang bertukaran tempatnya), torsiversi/rotasi dan gigi yang ektopik, yaitu gigi yang tidak pada tempatnya. 3 Ukuran gigi yang normal, secara umum mempunyai ukuran tertentu, yaitu insisivus sentralis permanen atas 8-10 mm, insisivus lateralis atas 6-8 mm, premolar pertama dan kedua masing-masing ± 7 mm dan molar ± 10 mm. Untuk rahang bawah, insisivus permanen sentralis dan lateralis ukurannya ± 5 mm, kaninus dan

normal. 3 Kelainan bentuk gigi dapat berupa geminasi, fusi dan dilaserasi. Geminasi premolar ± 6 mm dan molar ± 10 mm. Ukuran gigi yang di atas rerata disebut makrodonti, sedangkan di bawah rerata disebut mikrodonti. Insisivus lateralis maksila mempunyai ukuran yang paling bervariasi, yaitu cenderung lebih kecil dari ukuran adalah satu benih gigi bertumbuh menjadi dua benih gigi secara utuh atau sebagian tetapi akarnya satu. Fusi adalah dua benih gigi bertumbuh menjadi satu gigi dengan mahkota besar tapi akarnya tetap dua. Bila terjadi geminasi atau fusi, berarti jumlah gigi tidak normal. Dilaserasi adalah akar gigi yang tidak normal bentuknya dan biasanya bengkok. 3 Kelainan jumlah gigi dapat berupa kelebihan gigi (hiperdontia) atau kekurangan gigi (hipodontia). Kelebihan gigi mesiodens paling sering ditemukan di maksila, yaitu di antara insisivus sentralis. Selain mesiodens, laterodens juga dapat terjadi, yaitu di sebelah insisivus lateralis. Ada juga premolar tambahan terutama di rahang bawah. 3 Malrelasi rahang dapat terjadi pada tiga bidang orientasi, yaitu sagital, transversal dan horizontal. Klasifikasi yang paling sering digunakan hingga saat ini ialah klasifikasi menurut Angle. Klasifikasi menurut Angle didasarkan atas relasi lengkung gigi atas dan bawah pada bidang sagital. Dasar klasifikasi ini adalah relasi molar pertama permanen yang pada keadaan normal tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada lekukan (groove) bukal. 3 Berikut ini etiologi maloklusi menurut Moyers, yaitu: 22 1. Herediter, seperti: sistem neuromuskular, tulang, gigi dan bagian lain di luar otot dan saraf 2. Gangguan pertumbuhan 3. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir, trauma saat dilahirkan dan trauma setelah dilahirkan 4. Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi gigi permanen 5. Kebiasan buruk, seperti menghisap jari, menjulurkan lidah, menggigit kuku, mengisap dan menggigit bibir, sikap badan, dan kebiasan lain

6. Penyakit, yaitu penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal (gangguan saluran pernafasan, penyakit gusi, dan jaringan penyangga gigi, tumor, dan gigi berlubang) 7. Malnutrisi Kelainan maloklusi dapat disebabkan oleh faktor herediter atau lingkungan atau dapat disebabkan oleh keduanya. Salah satu dari beberapa penyebab umum maloklusi adalah tidak proporsionalnya ukuran antara rahang dan gigi atau rahang atas dan rahang bawah. Seorang anak yang mewarisi ukuran rahang yang kecil dari ibunya dan ukuran gigi yang besar dari ayahnya dapat memiliki ukuran gigi yang terlalu besar untuk rahangnya, sehingga menyebabkan gigi berjejal. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari, menggigit bibir dan bernafas dari mulut juga dapat menyebabkan maloklusi dengan memperburuk pertumbuhan oklusi normal. 20 Maloklusi yang terjadi dapat berupa banyak jenis. Beberapa ciri umum pada maloklusi, seperti gigi berjejal, celah (diastema) antargigi, gigitan yang tidak tepat antara rahang atas dan rahang bawah dan tidak proposionalnya ukuran dan kesejajaran antara rahang atas dan rahang bawah. Namun tidak semua maloklusi memerlukan perawatan, seperti kasus maloklusi yang tidak begitu menggangu estetis, kesehatan gigi dan jaringan periodontal. 20 2.1.1 Maloklusi Gigi Anterior 1. Gigi anterior berjejal (Crowded Teeth) Sejauh ini, gigi berjejal merupakan kasus yang paling umum dikeluhkan oleh para pasien yang mencari perawatan ortodonti, apalagi bila terletak di bagian anterior yang mempengaruhi penampilan wajah. 20 Gigi berjejal adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susunan yang normal karena lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung basal merupakan lengkung prosesus alveolaris dari apeks gigi yang tertanam, sedangkan lengkung koronal merupakan lengkung yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah mesiodistal yang paling besar dari mahkota gigi.

Gigi berjejal dapat terlihat di bagian anterior maupun posterior pada satu atau kedua lengkung rahang. Crowded yang terjadi dapat ringan atau parah, unilateral atau bilateral, lokal atau umum. Menurut beberapa teori dari para ortodontis, banyak penyebab gigi berjejal, di antaranya: evolusi, keturunan, maupun faktor lingkungan. 12,20,23,24 Kasus gigi berjejal dibedakan berdasarkan derajat keparahannya, yaitu (gambar 1): 12,23,24 a) Gigi berjejal ringan, yaitu hanya sedikit gigi yang berjejal, sering terjadi pada anterior mandibula, dianggap suatu variasi normal dan tidak memerlukan perawatan. Kebutuhan ruang yang diperlukan berada dalam kisaran 2 sampai 3 mm. b) Gigi berjejal sedang. Kebutuhan ruang yang diperlukan berada dalam kisaran 4 sampai 6 mm. c) Gigi berjejal berat, yaitu gigi-gigi sangat berjejal sehingga menimbulkan kebersihan mulut yang buruk. Kebutuhan ruang yang diperlukan berada dalam kisaran <6 mm. A B C Gambar 1. Derajat keparahan gigi berjejal. 20 (A) Gigi berjejal ringan (B) Gigi berjejal sedang (C) Gigi berjejal berat 2. Gigi anterior bercelah (diastema) Diastema anterior merupakan suatu keadaan dimana terdapat ruang di antara gigi geligi anterior yang seharusnya berkontak. Diastema dapat terlihat pada satu atau

kedua lengkung rahang. Dapat terjadi secara lokal maupun umum dan unilateral atau bilateral dalam lengkung gigi. Diastema di antara dua gigi insisivus maksila di midline disebut sebagai diastema midline. Diastema dapat terjadi karena kebiasaan buruk seperti menghisap jempol atau menggigit lidah. Penyebab lainnya adalah lidah yang besar, mikrodonsia dan makrognathia. 20,23,24 Diastema ada dua jenis (gambar 2): 23,24 a. Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi. Penyebabnya adalah frenulum labialis yang abnormal, kehilangan gigi, kebiasaan jelek dan persistensi. b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi dan dapat disebabkan oleh faktor keturunan, makroglosia dan oklusi yang traumatis. A B Gambar 2. Kasus-kasus diastema anterior. 25 (A) Diastema midline akibat tingginya perlekatan frenulum (B) Diastema anterior akibat hilangnya gigi insisivus lateralis dengan kebiasaan mendorong lidah 3. Protrusi anterior Protrusi adalah gigi anterior yang posisinya lebih maju ke depan lebih dari 4 mm. Overjet normal adalah 2-4 mm. Overjet berlebihan terutama gigi insisivus maksila yang terlalu ke anterior menyebabkan insisivus maksila tidak mengenai insisivus mandibula dan terjadi kontak prematur antara insisivus atas dan bawah. Protrusi dapat disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan jelek seperti menghisap jari dan menghisap bibir bawah, mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang salah, serta bernafas melalui mulut (gambar 3). 23,24,26

Gambar 3. Protrusi anterior maksila akibat menghisap jempol dan bibir 20 2.1.2 Protrusi Bimaksiler Protrusi bimaksiler dento-alveolar adalah suatu kelainan dimana rahang atas dan rahang bawah terlalu maju ke depan disertai majunya seluruh gigi pada kedua rahang, tetapi hubungan oklusi giginya kelas I. Pada protrusi bimaksiler dentoalveolar ditemui kelainan dento-alveolar pada sistim neuromuskular dimana terdapat relasi bibir yang terbuka (lip incompetence) karena ketidakseimbangan hubungan antara otot lidah dan bibir. Akibat otot-otot lidah yang relatif hiperaktif, maka terjadi inklinasi gigi anterior ke labial sehingga membuat penampilan keseluruhan wajah menjadi tidak menarik. 5,20 Protrusi bimaksiler sering terlihat pada populasi orang Asia. Ciri klinis protrusi bimaksiler adalah menurunnya sudut nasolabial akibat proklinasi anterior dari maksila, semakin dangkalnya sulkus mentolabial akibat proklinasi anterior mandibula, bibir menjadi inkompeten dan profil wajah konveks (gambar 4). 20 b Gambar 4. Gambaran ekstra oral protusi bimaksiler. 20 (A) Berkurangnya sudut nasolabial akibat majunya anterior maksila (B) Dangkalnya sulkus mentolabial akibat majunya anterior mandibula (C) Bibir inkompeten (D) Profil wajah konveks

2.2 Psikososial Remaja Remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh untuk mencapai kematangan. Remaja sudah tidak tergolong anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima sebagai orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering kali dikenal dengan fase mencari jati diri karena belum mampu menguasai dan mengfungsikan perannya secara maksimal. Fase remaja juga merupakan fase perkembangan yang sedang berada dalam masa sangat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik. Secara psikologis, remaja adalah suatu masa di mana individu terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, anak merasa tidak berada di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. 27 Periode remaja menurut para ilmuwan sosial dapat dikelompokkan menjadi tiga, berdasarkan jenjang pendidikan, yaitu periode remaja awal (usia 11-14 tahun), periode remaja pertengahan (usia 15-18 tahun) dan periode remaja akhir (usia 18-21 tahun). Menurut analisis perkembangan remaja di Indonesia, masa perkembangan remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun, yang dibagi menjadi masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun). 12 Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), batasan usia remaja yaitu 10-14 tahun adalah remaja awal dan 15-24 tahun adalah remaja akhir. Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologis maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. Masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa. 28 Psikososial merupakan keterkaitan antara 2 aspek yaitu aspek psikologis dan sosial. Aspek psikologis berkaitan dengan perkembangan emosi dan kognitif yang berhubungan dengan kemampuan belajar, merasakan dan mengingat. Sedangkan, aspek sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan dalam mengikuti norma-norma sosial dan budaya. 12

Salah satu ahli psiko-analisis, Erickson pada tahun 1950 memperkenalkan teori perkembangan psikososial manusia. Perkembangan psikososial manusia menurut beliau terjadi sepanjang hidup seiring dengan peningkatan usia, yang dikelompokkan menjadi delapan tahap perkembangan karakter, yaitu: 12 1. Tahap percaya lawan tidak percaya (trust vs mistrust) 2. Tahap otonomi lawan perasaan malu dan ragu-ragu (autonomy vs shame, doubt) 3. Tahap inisiatif lawan rasa bersalah (initiative vs guilt) 4. Tahap industri lawan perasaan rendah diri (industry vs inferiority) 5. Tahap identitas lawan kebingungan identitas (identity vs identity confusion) 6. Tahap kedekatan lawan kesendirian (intimacy vs isolation) 7. Tahap generatifitas lawan stagnasi (generativity vs stagnation) 8. Tahap identitas ego lawan keputusasaan (ego identity vs despair) Tahap identitas lawan kebingungan identitas (identity vs identity confusion) terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun. Pada tahap inilah remaja mengekplorasi kemandirian dan membangun kepekaan dirinya. Remaja dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya dan menuju kemana mereka dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan). Mereka dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa, misalnya pekerjaan dan romantisme. 12,13 Disamping itu, mulai muncul kepedulian akan tanggapan orang lain tentang penampilan dan identitas diri. Pandangan dari orang lain ini akan berpengaruh dalam pembentukan konsep diri. Konsep diri yaitu suatu pandangan individu tentang seluruh keadaan dirinya, yang mencakup dimensi fisik, karakter, motivasi, kelemahan, kegagalan, kepandaian, dan lain sebagainya. Konsep diri terdiri dari berbagai komponen, yaitu subject self (kita melihat diri sendiri seperti apa), body image (kesadaran tentang penampilan diri), ideal self (gambaran diri yang ideal), real self (diri kita yang sebenarnya) dan social self (bagaimana masyarakat luas melihat diri

kita). Jika remaja menjajaki peran-peran yang ada dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai. Bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan kontrol dirinya akan muncul dalam tahap ini. Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya. 12,13 2.3 Pengukuran Status Psikososial dengan Indeks PIDAQ Psychosocial Impact of Dental Aesthetics Quistionnaire (PIDAQ) merupakan suatu instrumen atau alat untuk mengukur dampak psikososial dari estetika gigi dan kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan mulut pada dewasa muda. 18,29 Butir pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner PIDAQ ini telah teruji validitas dan reliabilitasnya oleh Ulrich, dkk. 13,24,29 Kuesioner PIDAQ ini terdiri atas 6 butir pertanyaan tentang aspek kepercayaan diri terhadap gigi geligi, 8 butir pertanyaan mengenai aspek sosial, 6 butir pertanyaan mengenai dampak psikologis dari estetika gigi-geligi, dan 3 butir pertanyaan mengenai estetika wajah. 29 Faktor pertama dari kuesioner PIDAQ ini yaitu rasa percaya diri terhadap gigigeligi (dental self-confidence) yang menunjukkan dampak dari estetika gigi geligi terhadap keadaan emosional seseorang. Rasa percaya diri (self-confidence) merupakan suatu keyakinan akan diri sendiri yang ditandai dengan sikap menerima dan menghargai diri, optimis akan kemampuan yang dimiliki, menerima kekurangan yang dimiliki dan merasa tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri yang positif akan memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan positif dalam menjalani hidup. Hal-hal yang dapat mengakibatkan kurangnya rasa percaya diri salah satunya karena faktor internal, yang berasal dari dalam individu sendiri, seperti harga diri dan minat yang kurang. Kemudian faktor lain yaitu faktor eksternal, yang berasal dari lingkungan di sekitar anak, misalnya lingkungan keluarga yang protektif, maka anak akan memiliki rasa kurang percaya diri. 12,29

Faktor kedua yaitu dampak sosial, yang menunjukkan masalah potensial dalam lingkungan sosial seseorang yang dapat timbul karena persepsi subjektif tentang penampilan gigi-geligi yang kurang baik baik dari diri sendiri maupun orang lain. Maloklusi sering dihubungkan dengan kepribadian yang kurang menyenangkan oleh orang lain. Hal ini yang kemudian akan mempengaruhi pembentukan konsep diri dalam diri individu. 29 Persepsi akan penampilan gigi geligi dan wajah dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi dan usia. Perempuan lebih memperhatikan gigi-geligi mereka dibandingkan laki-laki. Orang dengan sosial ekonomi tinggi akan lebih memperhatikan kondisi gigi-geliginya dan lebih kritis dalam menilai penampilan dentofasial mereka. Anak-anak dengan usia lebih muda (±13 tahun) lebih kurang memperhatikan penampilan gigi-geligi mereka dibandingkan usia remaja pertengahan (±17 tahun). 14 Faktor ketiga yaitu dampak psikologis. Butir-butir pernyataan ini berkaitan dengan perasaan rendah diri dan tidak bahagia pada saat individu membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang lebih baik estetika giginya. 29 Faktor keempat yaitu dampak estetika, yang berisi pernyataan yang menunjukkan perasaan tidak puas dengan keadaan gigi-geligi saat melihat gigi geligi sendiri dengan cermin, foto ataupun video. 29 Setiap butir pertanyaan pada keempat faktor di atas diukur dengan skala Guttman yang diberi skor 1 atau 0. Pemilihan skala Guttman karena bentuk jawaban yang diberikan tegas, berupa jawaban ya atau tidak. 30 2.4 Deskripsi Sekolah 2.4.1 Global Prima Nasional Plus Global Prima Nasional Plus merupakan sekolah bergengsi dengan reputasi tinggi dan berkualitas dengan taraf nasional plus. Sekolah ini telah berdiri sejak tahun 2009 dan telah berkembang pesat menjadi salah satu sekolah terbaik di kota Medan yang telah melahirkan banyak siswa-siswi berprestasi. Global Prima Nasional Plus mengutamakan pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman baik

dalam hal gender, etnik, ras dan budaya sehingga semua memiliki kesempatan yang sama untuk menerima pembelajaran terbaik. Kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum nasional dipadu dengan kurikulum internasional. Sekolah ini menggunakan bahasa Indonesia, Inggris dan Mandarin sebagai bahasa pengantar. Untuk itu maka staff pendidik, pembimbing dan pelatih yang ada di sekolah ini dipilih yang berpengalaman, professional dan penuh dedikasi dengan kualifikasi S1/S2, baik dari dalam maupun luar negeri. Jumlah murid tiap kelas tidak terlalu banyak sehingga proses belajar lebih efektif dan ditunjang oleh fasilitas yang unggul, seperti ruang full AC, kolam renang, tempat bermain, laboratorium sains, laboratorium komputer, klinik, perpustakaan, wi-fi, ruang tari, lapangan olahraga dan auditorium. Sekolah ini mempersiapkan siswanya menjadi pribadi yang kompetitif dan dapat mengembangkan keahliannya sehingga mereka dapat mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan di universitas dalam maupun luar negeri. Maka tidak heran bahwa murid di sekolah ini kebanyakan dari golongan status sosial-ekonomi yang relatif menengah ke atas dan berasal daerah kota Medan dan sekitarnya. Total biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadi siswa di sekolah ini adalah sebesar ± 4 juta rupiah, termasuk uang sekolah 350.000 perbulan. 2.4.2 SMA Pangeran Antasari Pangeran Antasari merupakan sekolah bertaraf nasional biasa yang ini telah berdiri sejak tahun 1987. Kurikulum yang dipraktikkan 100% kurikulum nasional yang berlaku. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Untuk staff pendidik yang ada di sekolah ini dipilih yang berpengalaman dan professional dengan kualifikasi S1 dan sederajat. Jumlah murid tiap kelas lebih banyak sehingga proses belajar-mengajar kurang efektif. Sekolah ini didukung oleh beberapa fasilitas penunjang, seperti lapangan olahraga, ruang komputer, perpustakaan dan tempat bermain. Uang sekolahnya relatif lebih murah sehingga kebanyakan murid sekolah ini berasal dari golongan status sosial-ekonomi menengah ke bawah dan berasal dari kabupaten Deli

Serdang dan sekitarnya. Total biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadi siswa di sekolah ini adalah sebesar ± Rp.500.000, termasuk uang sekolah 155.000 perbulan.