Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa

dokumen-dokumen yang mirip
Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

AGREEMENT ON AGRICULTURE DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION. Akbar Kurnia Putra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil DJBC Kanwil Jawa Barat

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA

SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N :

Materi Minggu 5. Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional Pengertian, Instrumen dan Tujuan Kebijakan Ekonomi Internasional

III KERANGKA PEMIKIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SEJARAH HKI DI INDONESIA Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN KEGIATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

IDENTITAS MATA KULIAH

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

BAB I PENDAHULUAN. bergabung dalam sebuah masyarakat dunia tunggal, yaitu global society serta

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

TINJAUAN TENTANG HAKI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga

I. PENDAHULUAN. yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

No dan Cukai. Penting untuk digarisbawahi bahwa mekanisme perekaman ini sama sekali tidak menggantikan mekanisme pendaftaran HKI kepada Direkt

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR

PERDAGANGAN INTERNASIONAL PASCA PUTARAN URUGUAY DAN DAMPAKNYA DI INDONESIA. Oleh: Irma H. Hanafi ABSTRACT

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 54/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DI BIDANG IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan isu yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

TIMBULNYA BISNIS INTERNASIONAL

BAB III OBJEK PENELITIAN. merupakan satu satunya badan internasional yang secara khusus mengatur

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013

MEKANISME PERLINDUNGAN KHUSUS UNTUK INDONESIA DAN K 33: SEBUAH GAGASAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNIVERSITAS INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG

Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini

LIBERALISASI PERDAGANGAN. Pengembangan SDM Kompeten Menghadapi Pasar Global. Urip Sedyowidodo

Transkripsi:

Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT) Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS) Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs) Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements) Pertanian Sanitary and Phytosanitary/ SPS Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing) Standar Produk Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs) Tindakan anti-dumping Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods) Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection) Ketentuan asal barang (Rules of Origin) Lisensi Impor (Imports Licencing) Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures) Tindakan Pengamanan (safeguards Pergerakan tenaga kerja (movement of natural persons) Transportasi udara (air transport) Jasa keuangan (financial services) Perkapalan (shipping) Telekomunikasi (telecommunication) Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment S&D) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi negaranegara tersebut 1

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasar produk pertanian yang transparan, prediktabel dan kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara pasar produk pertanian nasional dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada mekanisme pasar yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas, baik di sektor pertanian maupun perekonomian secara luas. Subsidi Domestik dalam sektor Pertanian: Amber Box, adalah semua subsidi domestik yang dianggap mendistorsi produksi dan perdagangan; Blue Box, adalah amber box dengan persyaratan tertentu yang ditujukan untuk mengurangi distorsi. Subsidi yang biasanya dikategorikan sebagai Amber Box akan dimasukkan ke dalam Blue Box jika subsidi tersebut juga menuntut dikuranginya produksi oleh para petani; dan Green Box, adalah subsidi yang tidak berpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap perdagangan. Subsidi tersebut harus dibiayai dari anggaran pemerintah (tidak dengan membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi) dan harus tidak melibatkan subsidi terhadap harga. Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur oleh ketentuan fleksibilitas hilir (downstream flexibility); (iii)subsidi ekspor yang sesuai dengan ketentuan S&D bagi negara-negara berkembang; dan (iv) Subsidi ekspor di luar skedul komitmen tetapi masih sesuai dengan ketentuan anti-circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di atas adalah dilarang. Persetujuan ini mengatur pelaksanaan tindakan di bidang sanitary dan phytosanitary seperti masalah pengaturan perlindungan tentang kesehatan makanan (food safety), hewan/binatang dan tumbuhtumbuhan Berdasarkan persetujuan ini setiap negara diakui dan berhak untuk mengambil tindakan yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan manusia,binatang dan tumbuhtumbuhan asalkan tindakan terebut tidak dilakukansecara sepihak dan menerapkannya secara diskriminasi antar anggota WTO Dalam membuat suatu standar suatu produk maka anggota tersebut diwajibkanuntuk membuat scientific justification yang didasarkan pada risk assessment.untuk mengakomodir hal tersebut, persetujuan ini juga mengatur prosedur dan kriteria untuk melakukan kajian tentang resiko (risk assessment) dan cara untuk menentukan tingkat perlindungan dari standar yang diterapkan Persetujuan Tekstil dan Pakaian jadi-wto ini merupakan pengganti dari persetujuan sebelumnya yang terkenal dengan nama "Multifibre Arrangement regarding International Trade in Textiles" yang sangat populer dengan singkatan "MFA" yang selama ini berada diluar sistem GATT Berlakunya Persetujuan Tektil dan Pakaian jadi-wto pada tanggal 1 Januari 1995 mengakibatkan MFA tidak berlaku lagi dan peretujuan baru ini merupakan persetujuan yang akan menghantarkan perdagangan tekstil dan pakaian jadi ke dalam perdagangan bebas Persetujuan ini hanya berlaku sampai dengan tahun 2005 (10 tahun) tanpa perpanjangan Inti pokok dari persetujuan ini adalah program integrasi Dalam rangka meningkatkan akses pasar, setiap anggota harus juga mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk itu seperti penurunan tarif. Untuk mengawasi pelaksanaan persetujuan ini telah dibentuk suatu badan khusus dibawah WTO yaitu Textiles Monitoring Body (TMB Technical barriers to trade adalah tindakan atau kebijakan suatu negara yang bersifat teknis yang dapat menghambat perdagangan internasional Yang dimaksud dengan hambatan teknis disini adalah standar produk dan prosedur penerapannya yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu proteksi 2

Dalam persetujuan baru ini dijelaskan bahwa suatu negara dalam melakukan penerapan standar, prosedur sertifikasi dan pengujian mutu barang untuk tujuan perlindungan keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup atau tujuan lainnya yang berkaitan dengan hal tersebut tidak boleh menimbulkan hambatan perdagangan yang tidak perlu (unnecessary barries to trade). Dalam hal suatu negara mengambil tindakan yang bersifat teksnis untuk memberikan perlindungan kepada manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, maka negara tersebut haru memberikan penjelasan yang merupakan jaminan bahwa proteksi yang diberikan tersebut bukan untuk melakukan proteksi. Dengan demikian tindakan di bidang standar atau sertifikasi tidak dapat dimanfaatkan sebagai tindakan proteksi yang tersembunyi TRIMs adalah tindakan atau kebijakan yang diambil oleh pemerintah di bidang investasi berdasarkan prioritas pemerintah yang mempunyai akibat terhadap perdagangan Terdapat dua Artikel dalam GATT 1994 yang menjadi acuan dari Agreement on TRIMs yaitu Artikel III (national treatment) dan Artikel XI (general elimination of quantitative restrictions). Berdasarkan persetujuan ini maka setiap anggota WTO tidak diperkenankan mengambil tindakan di bidang investasi yang bertentangan dengan ke dua artikel tersebut Jenis TRIMs yang bertentangan dengan Artikel III GATT 1994 adalah seperti local content requirements yaitu persyaratan bagi investor atau perusahaan untuk membeli produk tertentu yang bersumber dari dalam negeri; trade balancing requirements yaitu bahwa suatu investor atau perusahaan dalam memenuhi kebutuhannya, perusahaan tersebut hanya diperkenankan untuk melakukan impor barang apabila perusahaan tersebut telah melakukan ekspor produk dalam negeri dalam jumlah dan volume tertentu. Dengan demikian persetujuan impor hanya dapat diberikan apabila perusahaan telah dapat menunjukkan datadata bahwa dia telah melakukan ekspor sebagaimana dimaksud jenis TRIMs yang bertentangan dengan Artikel XI GATT 1994 adalah seperti "trade balancing requirements constituting restriction on imports" yaitu suatu tindakan atau kebijakan pemerintah yang membatasi perusahaan atau investor untuk melakukan impor sesuai dengan volume dan nilai produk yang diekspornya; "exchange restrictions resulting in restriction on imports" yaitu membatasi suatu perusahaan atau investor untuk mendapatkan devisa dan akses untuk devisa untuk melakukan impor hanya diberikan sesuai dengan kebutuhan. Dengan cara ini pemerintah akan membatasi kegiatan impor dari perusahaan atau investor tersebut; "domestic sales requirements involving restrictions on exports" yaitu kebijakan yang mensyaratkan suatu perusahaan atau investor untuk menjual sejumlah tertentu produkya di pasar dalam negeri Berdasarkan Artikel VI GATT (1947/1994) setiap anggota berhak untuk mengenakan bea masuk anti-dumping atas produk impor yang dijual di dalam negeri lebih rendah dari harga normal Terdapat empat cara untuk menentukan harga dumping, pertama dengan membandingkan produk ekspor tersebut dengan harga dalam negeri yang diperuntukkan untuk konsumsi, kedua dengan membandingkan harga ekspor dengan ekspor barang yang sama di negara ke tiga, ketiga dengan membuat suatu konstruksi harga yaitu dengan membuat suatu perhitungan yang sangat mendekati haraga-harga barang dan semua harga yang dibebankan untuk barang tersebut, keempat dengan menggunakan rumus "the best information available". Cara yang keempat hanya akan ditempuh apabila cara-cara yang pertama, kedua dan ketiga tidak dapat ditempuh karena kesulitan untuk mendapatkan data dan informasi 3

Preshipment inspection adalah praktek praktek yang dilakukan oleh negara yang memakai jasa perusahaan swasta untuk memeriksa barangbarang secara teliti dan rinci sebelum dikapalkan. Hal-hal yang diteliti/diperiksa sebelum dikapalkan adalah seperti harga, jumlah dan kualitas dari barang impor Pada dasarnya tujuan dari preshipment inspection ini adalah untuk mengamankan kepentingan negara di bidang keuangan seperti pelarian modal, penipuan (commercial fraud, over and under invoicing) dan penghindaran bea masuk dan untuk membantu mengatasi permasalahan kepabeanan karena kekurang mampuan aparat bea cukai untuk melakukannya Persetujuan ROO bertujuan untuk mengatur tata cara dan langkahlangkah yang diperlukan dalam rangka menyeragamkan (harmonisasi) ketentuan asal barang (rules of origin) dan untuk memberikan jaminan bahwa ketentuan asal barang ini tidak menimbulkan hambatan perdagangan yang tidak perlu Di dalam persetujuan ini secara tegas diatur dua jenis lisensi impor yaitu izin impor yang bersifat otomatis dan bukan otomatis. Dasar pengaturan mengenai ketentuan perizinan impor ini adalah untuk memberikan jaminan bahwa proses pemberian izin impor di negara anggota tidak menimbulkan gangguan terhadap perdagangan internasional disebabkan karena adanya keterlambatan dan tidak transparan Code ini adalah penjabaran dari Artikel VI dan XVI GATT 1947. Karena Code ini hanya mengatur disiplin dan prosedur subsidi secara sempit, dan sifatnya voluntary, maka dalam rangka Uruguay Round Code ini diperluas sehingga dapat menjangkau berbagai aspek subsidi terutama yang menyangkut prosedur investigasi, kriteria dalam menentukan kerugian dan industri dalam negeri serta pengklassifikasian jenis subsidi. Agreement on Safeguard adalah penjabaran dari Artikel XIX GATT 1994 (Emergency action on Import of Particular products). Berdasarkan persetujuan ini suatu negara diperkenankan untuk mengambil tindakan sementara (emergency) untuk menghambat impor produk tertentu yang terbukti merusak industri dalam negeri. Syarat utama yang harus dibuktikan dalam investigasi adalah bahwa produk impor tersebut secara absolut atau relatif meningkar dan menimbulkan kerugian atau mengancam kelangsungan hidup industri dalam negeri. Tindakan yang diperkenankan untuk diambil dalam rangka menghambat impor tersebut adalah dengan menaikkan tingkat tarif dan mengenakan non tariff barrier. Persetujuan ini memuat dua hal pokok yaitu ketentuan tentang kerangkan kerja (framework of rules) dan komitmen liberalisasi atas sektor dan sub-sektor jasa yang ada dalam daftar skedul tiap anggota. Seperti halnya prinsip dasar dalam GATT maka GATS juga mensyaratkan setiap anggota untuk memberlakukan secara MFN (non diskriminasi) antara jasa produk dan penyedia jasa (service providers). Disamping itu mengenai prinsip "national treatment, bahwa negara-negara anggota harus memberikan perlakuan yang sama antara jasa-jasa dan penyedia jasa asing dengan jasa atau penyedia jasa setempat 4

Berdasarkan penelitian WTO, jasa-jasa memiliki cakupan kegiatan perekonomian yang sangat luas yang terdiri dari jasa bisnis (termasuk profesi dan komuter); jasa komunikasi; jasa konstruksi dan rancang bangun; jasa distribusi; jasa pendidikan; jasa lingkungan; jasa kesehatan; jasa keuangan (termasuk perbankan dan asuransi); jasa turis dan perjalanan; jasa rekreasi, budaya dan olah raga; jasa perhubungan dan lain-lain Tujuan : Meningkatkan perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dari produkproduk yang diperdagangkan ; Menjamin prosedur pelaksanaan Hak atas Kekayaan Intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan ;Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual ;Mengembangkan prinsip, aturan, dan mekanisme kerjasama internasional untuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajakan atas Hak atas Kekayaan Intelektual. Kesemuanya tetap memperhatikan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh World Intellectual Property Organizatin (WIPO) Adapun standar mengenai keberadaan, lingkup dan penggunaan HaKI berdasarkan ketentuan dalam TRIPS tersebut meliputi : Hak cipta dan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak pelaku, produser rekaman suara dan lembaga-lembaga penyiaran Merek Indikasi geografis Desain industri Paten Desain tata letak sirkuit terpadu Informasi rahasia termasuk rahasia dagang dan data test Varietas tanaman baru DSU adalah prosedur penyelesaian sengketa dalam sistem WTO. Prosedur ini merupakan penjabaran dari Artikel XXII (Consultation) dan Artikel XXIII (Nullification or Impairment) GATT 1994. Prosedur ini dipakai untuk seluruh sengketa antar anggota WTO yang timbul karena tidak ditaatinya kewajiban sebagaimana diatur dalam persetujuanpersetujuan WTO 5