PRO-KONTRA PILKADA LANGSUNG. Temuan Survei: 25 Oktober 3 November 2014

dokumen-dokumen yang mirip
KONTROVERSI PUBLIK TENTANG LGBT DI INDONESIA

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)

EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK

HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF Rabu, 9 April 2014

PELUANG DAN HARAPAN DPD RI: SEBUAH EVALUASI PUBLIK

KESENJANGAN PENDAPATAN: Harapan Publik terhadap Pemerintahan Jokowi-JK SURVEI NASIONAL

KEPERCAYAAN PUBLIK PADA PEMBERANTASAN KORUPSI

SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009

KUALITAS PERSONAL DAN ELEKTABILITAS CALON PRESIDEN DI MATA PEMILIH

LEMBAGA PEMBERANTASAN SURVEI OPINI PUBLIK NASIONAL

SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH TERHADAP POLITIK UANG

Konsolidasi Demokrasi. Lembaga Survei Indonesia (LSI)

Lampu Kuning Negara Hukum Indonesia

ISU KEBANGKITAN PKI SEBUAH PENILAIAN PUBLIK NASIONAL. Temuan Survei September 2017

Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia. Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014

PROSPEK KABINET DAN KOALISI PARPOL

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen Pemilih pada Partai Politik

LEGITIMASI DEMOKRATIK WAKIL RAKYAT: PARTAI, DPR DAN DPD

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

Kekuatan Elektoral Partai-Partai Islam Menjelang Pemilu 2009

DEBAT CAPRES-CAWAPRES DAN KECENDERUNGAN SIKAP PEMILIH

LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF

SURVEI NASIONAL PEMILIH MUDA: EVALUASI PEMERINTAHAN, CITRA DAN PILIHAN PARPOL DI KALANGAN PEMILIH MUDA JELANG PEMILU 2014

Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia. Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014

MEDIA MASSA DAN SENTIMEN TERHADAP PARTAI POLITIK MENJELANG PEMILU 2014

PEMILIH MENGAMBANG DAN PROSPEK PERUBAHAN KEKUATAN PARTAI POLITIK

PREDIKSI PEROLEHAN SUARA PEMILIH PADA PILKADA DKI JAKARTA 2007

KAMPANYE DAN PERILAKU PEMILIH DALAM PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA. Temuan Survei Juli 2007

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

EFEK KAMPANYE DAN EFEK JOKOWI: ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU LEGISLATIF 2014

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

RASIONALITAS PILKADA DAN CALON INDEPENDEN UNTUK PILKADA DKI JAKARTA

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

RASIONALITAS PEMILIH: KONTESTASI PARTAI MENJELANG PEMILU 2009

EVALUASI 13 TAHUN REFORMASI DAN 18 BULAN PEMERINTAHAN SBY - BOEDIONO

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

KOMUNALISME DAN POPULISME MASYARAKAT INDONESIA

EVALUASI PUBLIK TERHADAP KINERJA 6 BULAN PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

PROTES MASSA DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL SEBUAH EVALUASI PUBLIK

KASUS BANK CENTURY DI MATA PUBLIK

Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

Temuan Survei Nasional: Januari 2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

TREND ORIENTASI NILAI-NILAI POLITIK ISLAMIS VS NILAI-NILAI POLITIK SEKULER DAN KEKUATAN ISLAM POLITIK

Menurunnya Kinerja Pemerintah dan Disilusi terhadap Partai Politik

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

MEDIA SURVEI NASIONAL

EFEK POPULARITAS CALON LEGISLATIF TERHADAP ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU 2014

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

Profil Keaksaraan: Hasil Sensus Penduduk 2010

Legacy SBY Di Bidang Politik dan Demokrasi. LSI DENNY JA Oktober 2014

REFLEKSI 17 TAHUN REFORMASI EVALUASI PUBLIK KINERJA INSTITUSI DEMOKRASI

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

CEDERA. Website:

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

SPLIT-TICKET VOTING, KARAKTERISTIK PERSONAL, DAN ELEKTABILITAS BAKAL CALON PRESIDEN

STATUS GIZI. Website:

Temuan Survei: Januari 2015

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

BERITA RESMI STATISTIK

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KRITERIA IDEAL MENTERI DAN EVALUASI ATAS KINERJA PEMERINTAHAN SBY MENJELANG TERBENTUKNYA KABINET BARU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Perolehan suara PN, PA, dan PC menurut nasional pada pemilu 2004 dan 2009

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

PENGANTAR WORKSHOP PEMUTAKHIRAN, VALIDASI DAN EVALUASI DATA SIMLUHKP TAHAP I TAHUN BPPP Banyuwangi, 4 Februari 2015

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL. Website:

INDONESIA Percentage below / above median

LAPORAN SURVEI NASIONAL MEMBACA PETA DUKUNGAN & ELEKTABILITAS CAPRES-CAWAPRES 2014

RISET KESEHATAN DASAR 2010 BLOK

SELAYANG PANDANG SIMLUH KP

ASOSIASI PEMERINTAH DAERAH

KEMUNGKINAN GOLPUT DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DKI JAKARTA

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

KESEHATAN ANAK. Website:

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

HASIL SURVEI NASIONAL PROGRAM PARTAI POLITIK DAN KOMPETENSI CALON PRESIDEN 2014 SURVEI DAN POLING INDONESIA

Transkripsi:

PRO-KONTRA PILKADA LANGSUNG Temuan Survei: 25 Oktober 3 November 2014

Isu Sentral Sikap elit partai terbelah dalam beberapa bulan terakhir ketika menyikapi dan memilih model pemilihan kepala daerah di Indonesia. Sebagian elit menginginkan pemilihan kepala daerah tidak langsung melalui DPRD kembali seperti cara pemilihan Orde Baru. Sementara sebagian yang lain ingin mempertahankan cara pemilihan yang sudah berlangsung sejak tahun 2005, yakni pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Sejauh manakah masing-masing pilihan sikap elit tersebut mencerminkan keinginan publik? Seberapa banyak publik yang menginginkan pemilihan secara tidak langsung, dan sebaliknya, seberapa banyak yang mendukung pemilihan secara langsung? Mengingat bahwa anggota DPR berhak mengklaim secara formal sebagai wakil rakyat, sangat penting untuk melihat data tentang pandangan dan sikap publik yang mereka wakili. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 2

Latar Belakang Undang-undang no. 22, 2014, tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, menetapkan sejak September 2014, bahwa pemilihan kepala daerah di Indonesia dilakukan oleh DPRD. Namun setelahnya, Peraturan Presiden Pengganti Undangundang (Perppu) no. 1, 2014, oleh Presiden SBY di penghujung pemerintahannya, salah satunya, menganulir pasal UU No.22 tersebut dan mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah ke aturan semula, yakni pemilihan secara langsung oleh rakyat. Saat ini belum ada kata sepakat dari fraksi-fraksi di DPR, apakah akan menerima Perppu atau menolaknya. Ada fraksi yang sejak awal mendukung, tapi ada pula yang baru beberapa lama mendukung, dan apa pula yang masih wait and see. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 3

Latar Belakang Penerbitan UU no. 22, 2014 yang mengatur pemilihan kepala daerah melalui DPRD disponsori oleh partai-partai pendukung Probowo Subianto-Hatta Rajasa. Seperti diketahui, pada tingkat DPRD kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP) lebih dominan ketimbang Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Maka wajar jika UU ini dipandang sebagai manuver politik KMP untuk menguasai posisi-posisi kepala daerah. Namun ada pula analisis yang menyebutkan tidak semua partai dalam KMP akan diuntungkan oleh UU ini, karena tidak semuanya memiliki kursi yang signifikan di tingkat DPRD. Golkarlah yang paling dominan, dan karena itu UU no. 22, 2014, dipandang cenderung hanya menguntungkan partai lambang beringin ini. Lepas dari kalkulasi politik jangka pendek, pendukung Pilkada melalui DPRD memiliki alasan tersendiri mengapa sistem yang mereka usung lebih baik. Semua argumen yang mereka kemukakan bertujuan mengatasi efek-efek negatif dari sistem Pilkada langsung yang selama ini diterapkan. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 4

Latar Belakang Ada dua alasan pokok yang sering dikemukakan pendukung Pilkada melalui DPRD, di samping sejumlah alasan lain. Pertama, biaya Pilkada langsung sangat mahal, sehingga menyedot anggaran daerah begitu besar. Dengan Pilkada melalui DPRD, anggaran tersebut bisa dialokasikan ke program-program yang lebih penting. Alasan kedua, Pilkada langsung rawan politik uang. Para kandidat kepala daerah cenderung bersaing mengumpulkan suara dengan cara membeli para pemilih. Kalau diubah melalui DPRD, para kandidat terpaksa lebih mengutamakan unjuk kapasitas daripada unjuk uang di hadapan anggota dewan. Jika pun terjadi politik uang, KPK akan lebih mudah memantaunya. Sebaliknya, argumen yang mendukung pemilihan secara langsung mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD berarti menyingkirkan suara rakyat. Juga, pemilihan tidak langsung oleh DPRD tidak akan mengurangi praktik money politics dan korupsi. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 5

Data Survei Dari latar belakang di atas, survei LSI memberikan data menarik yang merangkum isu-isu berikut: Preferensi masyarakat atas cara pemilihan kepala daerah Faktor partisanship elit partai Persepsi publik atas isu pembiayaan pilkada Mana yang lebih penting: Biaya atau Hak Politik? Cara pemilihan dan praktik money politics Basis sikap publik: Persepsi terhadap kinerja lembaga? Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 6

Metodologi Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Sampel: Jumlah sampel 2000 responden. Berdasar jumlah sampel ini, diperkirakan margin of error sebesar +/-2.1% pada tingkat kepercayaan 95%. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Satu pewawancara bertugas untuk satu desa/kelurahan yang terdiri hanya dari 10 responden Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. Waktu wawancara lapangan 25 Oktober-3 November 2014. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 7

Flow chat penarikan sampel Populasi desa/kelurahan tingkat Nasional Prov 1 Ds 1 Ds n RT1 RT2 RT3. Prov k Ds 1 Ds m RT5 Desa/kelurahan di tingkat Provinsi dipilih secara random dengan jumlah proporsional Di setiap desa/kelurahan dipilih sebanyak 5 RT dengan cara random KK1 KK2 Di masing-masing RT/Lingkungan dipilih secara random dua KK Laki-laki Perempuan Di KK terpilih dipilih secara random Satu orang yang punya hak pilih laki-laki/perempuan Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 8

Validasi Sample

PROFIL DEMOGRAFI RESPONDEN KATEGORI SAMPEL POPULASI KATEGORI SAMPEL POPULASI GENDER AGAMA Laki-laki 50.0 50.1 Islam 88.6 87.3 Perempuan 50.0 49.9 Katolik/Protestan 8.5 9.8 DESA-KOTA Lainnya 2.9 3.0 Pedesaan 49.5 50.2 ETNIS Perkotaa 50.5 49.8 Jawa 41.0 40.2 Sunda 16.5 15.5 Madura 4.5 3.0 Bugis 3.5 2.7 Betawi 2.3 2.9 Batak 2.6 3.6 Minang 2.5 2.7 Lainnya 26.9 29.4 Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 10

PROFIL DEMOGRAFI RESPONDEN KATEGORI SAMPEL POPULASI KATEGORI SAMPEL POPULASI PROVINSI PROVINSI ACEH 2.0 1.9 NTB 2.0 1.9 SUMUT 5.5 5.5 NTT 2.0 2.0 SUMBAR 2.0 2.0 KALBAR 2.0 1.8 RIAU 2.5 2.3 KALTENG 1.0 0.9 JAMBI 1.5 1.3 KALSEL 1.5 1.5 SUMSEL 3.0 3.1 KALTIM 1.0 1.3 BENGKULU 0.5 0.7 KALTARA 0.5 0.2 LAMPUNG 3.0 3.2 SULUT 1.0 1.0 BABEL 0.5 0.5 SULTENG 1.0 1.1 KEPRI 0.5 0.7 SULSEL 3.5 3.4 DKI 4.0 4.0 SULTRA 1.0 0.9 JABAR 18.0 18.1 GORONTALO 0.5 0.4 JATENG 13.5 13.6 SULBAR 0.5 0.5 DIY 1.5 1.5 MALUKU 0.5 0.6 JATIM 16.0 15.8 MALUT 0.5 0.4 BANTEN 4.5 4.5 PAPUA BARAT 0.5 0.3 BALI 1.5 1.6 PAPUA 1.0 1.2 Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 11

Preferensi Sistem Pilkada

Preferensi Sistem Pilkada (%) Menurut pendapat Ibu/Bapak, sistem pemilihan umum mana yang cocok untuk memilih Gubernur, Bupati atau Walikota di Indonesia? (%) 90 80 84.1 70 60 50 40 30 20 10 5.8 6.8 3.3 0 Pemilihan dilakukan oleh DPRD Pemilihan oleh rakyat secara langsung Tidak masalah dengan kedua sistem tersebut TT/TJ Mayoritas rakyat Indonesia (84.1%) menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Hanya 5.8% yang ingin pilkada lewat DPRD, dan 6.8% tidak masalah dengan kedua sistem pemilihan tersebut. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 13

Temuan Survei Sebelumnya, Februari 2012: Gubernur/Bupati/Walikota sebaiknya dipilih langsung oleh rakyat atau oleh DPRD? (%) Menurut Ibu/Bapak, apakah sebaiknya Gubernur/Bupati/Walikota dipilih langsung oleh rakyat seperti selama ini, atau dipilih oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)? 100 90 86.7 87.8 80 70 60 50 40 30 20 10 8.8 8.1 4.4 4.1 0 Dipilih langsung oleh rakyat seperti selama ini Dipilih oleg DPRD Tidak tahu/jawab Gubernur Walikota Survei pada Februari 2012 yang lalu dengan format pertanyaan yang sedikit berbeda menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan survei Oktober-November 2014. Lebih dari 80% rakyat Indonesia menyatakan bahwa kepala daerah sebaiknya dipilih secara langsung. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 14

Preferensi Sistem Pilkada Menurut Pemilih Capres (%) Base Pemilihan dilakukan oleh DPRD Pemilihan oleh rakyat secara langsung Tidak masalah dengan kedua sistem tersebut TT/TJ MASSA PEMILIH CAPRES JOKOWI-JK 53.2 4 89 4 3 PRABOWO-HATTA 46.9 10 78 10 2 MASSA PEMILIH PARTAI KOALISI INDONESIA HEBAT 40.9 4 91 3 2 KOALISI MERAH PUTIH 42.4 8 81 9 3 DEMOKRAT+PPP 16.7 8 83 7 3 Mayoritas pemilih Jokowi-JK (89%) maupun Prabowo-Hatta (78%), sama-sama menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Mayoritas pemilih partai, baik partai-partai dalam Koalisi Indonesia Hebat (91%), Koalisi Merah Putih (81%), maupun Demokrat dan PPP (83%), sama-sama lebih menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 15

Temuan Mayoritas publik, 84,1%, memandang sistem pemilihan oleh rakyat secara langsung sebagai sistem yang paling cocok untuk memilih gubernur, bupati dan walikota di Indonesia. Angka yang besar ini menunjukkan bahwa dukungan masyarakat terhadap Pilkada langsung sangat kuat. Hanya 5,6% masyarakat yang beranggapan bahwa pemilihan dilakukan oleh DPRD sebagai sistem yang paling cocok, dan hanya 6,8% yang tidak mempermasalahnya dua sistem pemilihan umum yang berbeda ini. Sikap masyarakat di atas tidak hanya muncul di saat perdebatan Pilkada langsung dan tidak langsung menghangat. Jauh sebelum kemunculan UU no. 22, 2014, publik sudah mengambil sikap yang sama terkait tata cara pemilihan pemimpin daerah. Survei LSI pada Februari 2012 menemukan sebesar 86,7% masyarakat menginginkan pemilihan gubernur secara langsung, dan 87,8% yang menginginkan pemilihan walikota secara langsung. Praktis angka ini tidak berbeda dari temuan survei yang dilakukan akhir September 2014 lalu. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 16

Temuan Meski angka dukungan terhadap Pilkada langsung sangat tinggi, polarisasi pendukung Prabowo-Hatta dan Jokowi- JKdalam pemilu lalu layak dipertimbangkan. Dengan kata lain, apakah dukungan yang besar tersebut hanya datang dari pendukung Jokowi-JK, sedangkan pendukung Prabowo-Hatta cenderung sebaliknya? Di satu sisi, survei ini menemukan perbedaan jumlah dukungan antara pendukung Jokowi-Jk dan Prabowo-Hatta. Sebanyak 89% pendukung Jokowi-JK menginginkan Pilkada langsung, sedangkan pendukung Prabowo-Hatta hanya 78%. Di sisi lain, meskipun berbeda, bukan berarti dukungan terhadap Pilkada langsung oleh pendukung Prabowo-Hatta lemah. Angka 78% tetap saja mayoritas besar. Atas dasar itu bisa diartikan bahwa dukungan yang besar terhadap Pilkada langsung datang dari semua kalangan. Kecendrungan yang sama juga tampak ketika dilihat dari sisi partai koalisi. Dukungan dari kalangan KIH 91%, KMP 81%, dan PPP + Demokrat 83%. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 17

Pilkada Langsung: Mahal

Setuju atau tidak: Pilkada langsung memakan biaya yang sangat mahal (%) Apakah Ibu/Bapak Setuju atau Tidak Setuju bahwa Pemilihan langsung Gubernur dan Bupati/ Walikota memakan biaya yang sangat mahal (%) 50 45 44.5 40 35 36.3 30 25 20 19.1 15 10 5 0 Setuju Tidak Setuju TT/TJ Sekitar 44.5% rakyat Indonesia setuju dengan pendapat bahwa pilkada langsung memakan biaya yang sangat mahal. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 19

Setuju atau tidak: Pilkada langsung memakan biaya yang sangat mahal Menurut Pemilih Capres dan Partai (%) Base SETUJU TIDAK SETUJU TT/TJ MASSA PEMILIH CAPRES JOKOWI-JK 53.2 40 40 20 PRABOWO-HATTA 46.9 52 32 17 MASSA PEMILIH PARTAI KOALISI INDONESIA HEBAT 40.9 45 40 15 KOALISI MERAH PUTIH 42.4 46 37 17 DEMOKRAT+PPP 16.7 48 35 17 Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 20

Opini Tentang Biaya dan Sistem Pilkada (%) Tolong tunjukkan pernyataan mana yang paling sesuai dengan pendapat Ibu/Bapak sendiri? (%) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 9.0 PEMILU sangat mahal sehingga lebih baik apabila DPRD yang memilih kepala daerah untuk menghindari besarnya biaya penyelenggaraan pilkada 66.8 Berapapun biaya yang akan di keluarkan, sangat penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin secara langsung melalui pemilihan umum tanpa diwakilkan pada orang lain 10.2 14.1 Tidak terlalu penting untuk orang seperti saya apakah kepala daerah itu dipilih secara langsung atau melalui DPRD TT/TJ Pilkada langsung lebih diinginkan rakyat, berapapun biayanya. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 21

Opini tentang Biaya dan Sistem Pilkada Menurut Pemilih Capres dan Partai (%) Base PEMILU sangat mahal sehingga lebih baik apabila DPRD yang memilih kepala daerah untuk menghindari besarnya biaya penyelenggaraan pilkada Berapapun biaya yang akan di keluarkan, sangat penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin secara langsung melalui pemilihan umum tanpa diwakilkan pada orang lain Tidak terlalu penting untuk orang seperti saya apakah kepala daerah itu dipilih secara langsung atau melalui DPRD TT/TJ MASSA PEMILIH CAPRES JOKOWI-JK 53.2 7 71 8 15 PRABOWO-HATTA 46.9 15 59 14 12 MASSA PEMILIH PARTAI KOALISI INDONESIA HEBAT 40.9 6 73 9 11 KOALISI MERAH PUTIH 42.4 12 65 10 12 DEMOKRAT+PPP 16.7 14 63 12 11 Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 22

Temuan Kritik pertama terhadap Pilkada langsung adalah biaya penyelenggaraannya yang terlalu mahal. Faktor ini menjadi salah satu landasan mengapa KMP menggulirkan ide untuk mengubahnya. Untuk itu survei ini menanyakan kepada masyarakat apakah mereka juga memiliki pandangan yang sama. Ternyata, 45,5% publik juga memiliki pandangan bahwa pemilihan gubernur, bupati dan walikota secara langsung memakan biaya yang sangat mahal. Meskipun tidak mayoritas angka ini cukup besar, khususnya jika dibandingkan dengan mereka yang berpandangan sebaliknya (36.3%). Hal ini berarti bahwa masyarakat banyak yang sadar bahwa Pilkada secara langsung memakan biaya yang tidak sedikit. Ada perbedaan antarpendukung dua Capres-cawapres. Para pendukung Prabowo-Hatta lebih banyak yang memandang biaya Pilkada langsung sangat mahal dibandingkan pendukung Jokowi-JK (52% : 40%). Namun jika dilihat dari sisi koalisi, jumlah mereka yang berpandangan seperti ini relatif sama (KIH 45%, KMP 46%, PPP+PD 48%). Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 23

Temuan Selain soal biaya, survei ini juga menelusuri sikap publik terhadap Pilkada langsung yang memakan banyak biaya tersebut. Ternyata 66,8% masyarakat tetap menginginkan Pilkada langsung walaupun biayanya mahal. Hanya 9% yang berpandangan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat cenderung memandang bahwa memilih pemimpin secara langsung lebih penting dibandingkan konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan. Lagi-lagi, ada perbedaan antara pendukung kedua Caprescawapres. Pendukung Jokowi-Jk yang tetap menginginkan Pilkada langsung, terlepas dari soal biaya, lebih banyak dibandingkan pendukung Prabowo-Hatta (71% : 59%). Begitu juga dengan pendukung antarkoalisi (KIH 73%, KMP 65%, PPP + PD 63%). Tampaknya, meskipun angkanya tidak besar, pendukung Jokowi-JK memiliki sikap yang sedikit berbeda dari pendukung Prabowo-Hatta dalam soal biaya Pilkada. Maka wajar jika mereka juga sedikit berbeda dalam memandang sistem Pilkada secara umum. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 24

Pilkada Langsung: Politik Uang

Setuju atau tidak: Mengganti pilkada langsung menjadi tidak langsung akan mengurangi politik uang (%) Apakah Ibu/Bapak Setuju atau Tidak Setuju bahwa penggantian cara pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD akan mengurangi praktek politik uang (transaksi politik dan korupsi) (%) 60 50 52.3 40 30 28.9 20 18.8 10 0 Setuju Tidak Setuju TT/TJ Mayoritas rakyat Indonesia (52.3%) tidak setuju dengan pendapat bahwa pilkada lewat DPRD akan mengurangi praktek politik uang. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 26

Setuju atau tidak: Mengganti pilkada langsung menjadi tidak langsung akan mengurangi politik uang Menurut Pemilih Capres dan Partai (%) Base SETUJU TIDAK SETUJU TT/TJ MASSA PEMILIH CAPRES JOKOWI-JK 53.2 28 52 20 PRABOWO-HATTA 46.9 33 52 15 MASSA PEMILIH PARTAI KOALISI INDONESIA HEBAT 40.9 28 57 16 KOALISI MERAH PUTIH 42.4 32 50 17 DEMOKRAT+PPP 16.7 35 49 16 Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 27

Temuan Masalah pokok lain yang mengemuka dalam sistem Pilkada langsung adalah politik uang. Karena para kandidat harus bersaing langsung, mereka cenderung mencari cara yang dianggap paling strategis dan cepat, yaitu membeli suara. Sikap ini cukup mendapat sambutan, karena masyarakat banyak juga yang bersikap permisif dalam soal politik uang. Namun apakah mengubah Pilkada menjadi tidak langsung akan mengurangi praktik politik uang? Ternyata 52,3% masyarakat tidak percaya bahwa sistem Pilkada melalui DPRD akan dapat mengurangi praktik politik uang. Jumlah ini cukup besar bila dibandingkan dengan mereka yang percaya bahwa Pilkada tidak langsung dapat mengatasi politik uang (28,9%). Menariknya, pendukung Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta yang meragukan argumen Pilkada langsung dapat mengatasi politik uang berjumlah sama, yaitu 52%, meskipun yang percaya jumlahnya cukup berbeda (28% : 33%). Atas dasar itu, di mata publik argumen politik uang sebagai landasan perlunya sistem Pilkada tidak langsung ini kurang meyakinkan. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 28

Keyakinan terhadap Kinerja Institusi Politik

Kausalitas: sebuah hipotesis Secara hipotetik, pandangan dan sikap masyarakat sebagian dibentuk oleh penilaian mereka atas kinerja lembaga-lembaga tinggi negara: DPR, DPD, presiden, dan DPRD. Dalamperbandingan, jika mereka menilai bahwa DPR dan DPRD sebagai wakil rakyat kurang mampu dibanding presiden dan wakil presiden, maka secara hipotetik bisa dikatakan bahwa penolakan mereka atas cara pemilihan tidak langsung yang diajukan oleh para wakil rakyat tersebut berasal dari penilaian tersebut. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 30

Seberapa yakin tokoh/lembaga berikut dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam lima tahun ke depan? Seberapa yakin Ibu/Bapak dengan individu dan lembaga yang ada di bawah ini untuk menjalankan tugasnya dengan baik dalam lima tahun kedepan; Sangat Yakin, Cukup Yakin, Kurang Yakin, Tidak Yakin Sama Sekali? (% Sangat yakin + Cukup yakin) Presiden Joko Widodo Wapres M. Jusuf Kalla 82.5 78.9 DPRD Kabupaten/Kota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DPRD Provinsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) 53.8 53.5 52.7 51.7 Partai politik 41.3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Masyarakat memiliki keyakinan yang tinggi terhadap presiden dan wakil presiden dibanding lembaga legislatif yang baru terpilih. Sedangkan partai politik harus lebih bekerja keras lagi untuk membuktikan kinerjanya dimasa mendatang.. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 31

Temuan Sebagai bagian dari evaluasi publik, survei ini juga menanyakan sejauhmana masyarakat yakin terhadap kemampuan beberapa tokoh dan lembaga penting dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Keyakinan paling tinggi diperoleh Presiden Joko Widodo (82,5%) dan disusul oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (78,9%). Dukungan ini merupakan modal yang baik untuk dapat menjalankan pemerintahan secara efektif. Menyusul setelahnya DPRD Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DPRD Provinsi, dan DPR-RI. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ini berkisar antara 51 54%. Tingkat keyakinan terendah diperoleh partai politik yang hanya 41,3%. Tampaknya lembaga legislatif dan partai politik masih harus bekerja keras untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 32

Kesimpulan Jika Indonesia dibagi menjadi dua, lapis elit dan lapis masyarakat, ternyata kedua kelompok ini memiliki sikap berbeda dalam penyikapan mereka terhadap isu cara pemilihan kepala daerah. Jika elit partai terbelah, tidak demikian halnya dengan publik. Meskipun ada anggota masyarakat yang menyetujui pemilihan kepala daerah melalui DPRD, mayoritas dari mereka mendukung pemilihan pemilihan kepala daerah secara langsung. Data survei menunjukkan bahwa muncul jarak antara wakil rakyat di Senayan dengan keinginan masyarakat di luar Senayan. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 33

Kesimpulan Ketika pilihan disodorkan ke masyarakat untuk menimbang dan memilih antara biaya pilkada dan pemenuhan hak politik, hampir 2/3 (mayoritas) dari mereka mengutamakan hak politik dengan memilih kepala daerah secara langsung. Jika ditambahkan penilaian masyarakat atas kinerja lembaga, terlihat bahwa penilaian masyarakat atas kemampuan DPR dan partai politik menjalankan tugasnya dengan baik jumlahnya lebih rendah dibandingkan atas lembaga-lembaga lainnya termasuk presiden. Secara hipotetik bisa dikatakan, faktor kinerja ini bisa jadi adalah salah satu sumber yang membentuk sikap masyarakat. Rilis LSI_Pro-Kontra Pilkada Langsung 34