KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING KURBAN DI DKI JAKARTA RIMADINAR AZWARINI

dokumen-dokumen yang mirip
HIGIENE DAN SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DI WILAYAH DKI JAKARTA THERESIA AURENSIA AURORA

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

Analisa Mikroorganisme

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

PEMOTONGAN HEWAN HARI RAYA IDUL ADHA (QURBAN)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintah, 2004). Sumber pangan yang berasal dari sumber nabati ataupun

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

ANALISIS DATA TENTANG ASPEK SANITASI PENYEMBELIHAN SAPI KURBAN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2015

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

b. Sapi/kerbau: Berumur di atas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. (Lihat Gambar 1b).

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

ANGKA LEMPENG TOTAL DAN CEMARAN Escherichia coli PADA PERALATAN PEMOTONGAN DI TINGKAT PEDAGANG AYAM TRADISIONAL KOTA PEKANBARU

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

Mutu karkas dan daging ayam

ABSTRAK KUALITAS DAN PROFIL MIKROBA DAGING SAPI LOKAL DAN IMPOR DI DILI-TIMOR LESTE

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

PENANGANAN DAGING KURBAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Limba U I Kec. Kota Selatan Kota Gorontalo. Pasar sental Kota Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

1. Pengertian Makanan

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk mengingatkan bahwa kita

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

I. PENDAHULUAN. pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

UJI MPN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA AIR SUMUR BERDASARKAN PERBEDAAN KONSTRUKSI SUMUR DI WILAYAH NAGRAK KABUPATEN CIAMIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang

BAB 1 PENDAHULUAN. selama hidupnya selalu memerlukan air. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air.

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

DETEKSI BAKTERI GRAM NEGATIF (Salmonella sp., Escherichia coli, dan Koliform) PADA SUSU BUBUK SKIM IMPOR DINY MALTA WIDYASTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

Transkripsi:

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING KURBAN DI DKI JAKARTA RIMADINAR AZWARINI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Rimadinar Azwarini NIM B04090136 Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK RIMADINAR AZWARINI. Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan HERWIN PISESTYANI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban, tingkat kontaminasi mikrob dalam daging kurban serta mengetahui hubungan antara praktik sanitasi peralatan dan tempat pemotongan terhadap kontaminasi mikrob dalam daging kurban. Responden berasal dari 46 tempat pemotongan hewan kurban di seluruh DKI Jakarta. Uji khi-kuadrat digunakan untuk mengetahui hubungan antara praktik sanitasi peralatan dan tempat pemotongan terhadap kontaminasi mikrob dalam daging kurban. Sebesar 65.2% (30/46) tempat pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta memiliki kondisi sanitasi peralatan yang baik, namun hanya 41.3% (19/46) memiliki sanitasi tempat pemotongan yang baik. Adapun jumlah sampel daging yang memiliki jumlah total mikroorganisme berada di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 94% (204/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 96.25% (231/240). Jumlah sampel daging yang memiliki E.coli berada di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 95.4% (207/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 97.92% (235/240). Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengerjaan karkas setelah dipotong terhadap keberadaan E. coli di dalam daging (P value < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pengerjaan karkas dengan cara digantung dapat menurunkan kontaminasi terhadap E. coli. Kata kunci: daging, Escherichia coli, jumlah total mikroorganisme, kurban, sanitasi ABSTRACT RIMADINAR AZWARINI. Sanitation Condition of Equipment and Slaughtering Location and Microbial Impurities Rates in Meat Sacrifice Animal at DKI Jakarta. Supervised by ETIH SUDARNIKA and HERWIN PISESTYANI. The research was conducted to observe the sanitation of the equipments and locations of the sacrificial animal s slaughter, microbial impurities rates in meat, and relation between sanitation practices of equipments and slaughtering location to microbial impurities rates in meat. Respondens were taken from 46 slaughtering locations in DKI Jakarta. Chi-square test was used to know the relation between sanitation practices of equipments and slaughtering location to microbial impurities rates in meat. They were 65.2% (30/46) location of sacrificial animal slaughter in Jakarta that had good equipment sanitation, but only 41.3% (19/46) locations with good location sanitation. The number of meat samples with total number of total microorganism below the SNI border in 2011 was 94% (204/217), meanwhile in 2012 the number was 96.25% (231/240). The number of meat samples with total E. coli below the SNI border in year 2011 was 95.4% (207/217), meanwhile in 2012 the number was 97.92% (235/240). The

result showed there was a significant correlation between handling animal after slaughtering with the presence of E. coli in meat (P value < 0.05). It was concluded that handling animal after slaughtering by hanging could decrease the contamination of E. coli. Keywords: Escherichia coli, meat, number of total microorganism, sacrifice animal, sanitation

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING KURBAN DI DKI JAKARTA RIMADINAR AZWARINI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul Skripsi Nama NIM Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta Rimadinar Azwarini B04090136 Disetujui oleh c ~~~ Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Pembimbing I f. Diketahui oleh Tanggal Lulus: 22 l et LO \.i

Judul Skripsi Nama NIM : Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta : Rimadinar Azwarini : B04090136 Disetujui oleh Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Pembimbing I drh Herwin Pisestyani, MSi Pembimbing II Diketahui oleh drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia- Nya, sehingga skripsi dengan judul Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta dapat diselesaikan. Terima kasih Penulis sampaikan kepada ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi selaku dosen pembimbing I dan drh Herwin Pisestyani, MSi selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Tidak lupa juga Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada drh Agus Wijaya, MSc, PhD, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada Penulis. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang telah membantu dalam penelitian ini. Terima kasih kepada papa, mama, adik serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada Alva Dhira dan Ridwan Fatur atas doa dan semangat yang telah diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis ucapkan kepada keluarga besar Reptilizer Community Bandung atas doa dan dukungannya serta Geochelone angkatan 46 atas kerjasama dan kebersamaannya selama menempuh pendidikan hingga selesainya skripsi ini. Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu Penulis sangat berterimakasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2013 Rimadinar Azwarini

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Hari Raya Kurban... 2 Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan Hewan Kurban... 3 Bakteri dalam Daging... 4 METODE PENELITIAN... 5 Sumber Data... 5 Besaran dan Jenis Sampel... 5 Variabel yang Diamati dan Pengodean... 6 Analisis Data... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN... 10 Kondisi Sanitasi Peralatan terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban... 10 Kondisi Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban 15 SIMPULAN DAN SARAN... 19 Simpulan... 19 Saran... 19 DAFTAR PUSTAKA... 19 LAMPIRAN... 22 RIWAYAT HIDUP... 27

DAFTAR TABEL 1 Besaran dan jenis sampel untuk setiap wilayah di DKI Jakarta pada tahun 2011 dan 2012 6 2 Definisi operasional 6 3 Kategori pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban 9 4 Persentase jumlah total mikroorganisme dan E. coli dalam daging kurban dibandingkan SNI 01-7388-2009 10 5 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban 11 6 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurban 13 7 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban 15 8 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurban 17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner pemeriksaan tata laksana pemotongan hewan kurban Idul Adha 1434 H/ 2013 M 22

PENDAHULUAN Latar Belakang Hari raya kurban atau Idul Adha merupakan salah satu hari raya umat Islam yang disertai dengan memotong hewan sebagai wujud ketaatan seorang muslim. Syarat hewan kurban adalah binatang ternak yang berkaki empat yaitu unta, sapi, dan kambing serta usia hewan harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Unta genap berusia lima tahun, sapi genap berusia dua tahun sedangkan kambing genap berusia setahun. Hewan kurban yang digunakan berjenis kelamin jantan. Hewan kurban dalam kondisi sehat dan tidak cacat seperti salah satu matanya buta, pincang, dan kekurusan (Al-Utsaimin 2003). Pemotongan hewan kurban biasanya tidak dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH), tetapi dilakukan di masjid, musala, lapangan perkantoran, dan di tengah pemukiman penduduk (Purwanti 2006). Hal ini sesuai dengan peraturan Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menyatakan bahwa semua hewan berkaki empat harus dipotong di RPH kecuali untuk upacara adat, hari besar keagamaan, dan pemotongan darurat dengan catatan masih di bawah pengawasan pemerintah daerah (Pemda). Seluruh kegiatan tersebut seharusnya di bawah pengawasan dokter hewan atau petugas kesehatan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. Pemotongan hewan kurban harus sesuai dengan syariat Islam serta penanganan daging harus dilakukan sesuai dengan kaidah kesehatan masyarakat sehingga diperoleh daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Daging kurban harus aman dan layak untuk dikonsumsi. Daging harus aman berarti tidak mengandung bahan berbahaya (biologis, kimia, dan fisik) yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Daging yang layak berarti dapat diterima oleh manusia misalnya tidak berbau, penampilan tidak menyimpang, etis, dan halal. Pemotongan hewan kurban yang dilakukan dengan cara masal dan tidak bertempat di RPH menjadikan penanganan daging menjadi kurang higienis. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai penanganan daging kurban yang higienis, dapat menimbulkan kekhawatiran dalam penanganan dan pendistribusian daging kurban. Terbatasnya sarana prasarana, serta pengetahuan mengenai sanitasi dan higiene dari panitia kurban memungkinkan terjadi kontaminasi mikrob daging melebihi batas maksimum cemaran mikrob. Kontaminasi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-7388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikrob telah ditetapkan maksimum jumlah total mikroorganisme dalam daging adalah 1 10 6 cfu/g dan maksimum jumlah E. coli dalam daging adalah 1 10 1 cfu/g (BSN 2009). Proses penanganan daging kurban yang kurang higienis menjadikan daging mudah terkontaminasi oleh mikrob patogen. Belum adanya informasi ilmiah terkait hubungan antara kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban dengan jumlah mikroorganisme dalam daging kurban melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini.

2 Tujuan Penelitian Penelitian ini untuk mengetahui gambaran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban, mengetahui tingkat kontaminasi mikrob dalam daging kurban serta melihat hubungan antara sanitasi terhadap kontaminasi mikrob. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah mampu memberikan informasi mengenai kondisi sanitasi dalam proses pemotongan hewan dan penanganan daging pada saat hari raya kurban. TINJAUAN PUSTAKA Hari Raya Kurban Hari raya kurban adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijah tahun Hijriyah. Pelaksanaan hari raya kurban berawal ketika Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yaitu Ismail dan seketika Allah SWT menggantikan Ismail dengan hewan ternak. Keduanya menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak melainkan kedua belah pihak. Hakikat kehambaan benar-benar nampak bahwa tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada-nya. Hewan kurban adalah hewan ternak yang disembelih dalam wujud dari ketaatan dan peribadatan seseorang, ketundukan total terhadap perintah-nya dan sikap menghindar dari hal yang dilarang-nya (Al-Utsaimin 2003). Pemotongan hewan kurban biasa dilakukan sesudah shalat Idul Adha sampai terbenamnya matahari dan dilaksanakan di masjid, musala, lapangan perkantoran, dan di tengah pemukiman penduduk (Purwanti 2006). Menurut Rasyidi dan Kurdi (2007) orang yang akan berkurban harus beragama Islam, dalam keadaan merdeka, cukup umur, berakal sehat, dan mempunyai kemampuan ekonomi. Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat, infak atau sedekah. Syarat hewan kurban adalah hewan merupakan binatang ternak yaitu unta, sapi, dan kambing serta usia hewan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan. Unta genap berusia lima tahun, sapi genap berusia dua tahun sedangkan kambing genap berusia setahun. Hewan kurban dalam kondisi sehat dan tidak cacat seperti salah satu matanya buta, pincang, dan kekurusan. Syarat untuk menyembelih hewan kurban adalah hewan dihadapkan ke kiblat sewaktu menyembelih, menyembelih dengan menggunakan pisau yang tajam dan dilewatkan dengan memutus esofagus dan trakhea disamping memutus arteri carotis dan vena jugularis dengan cepat dan kuat, bertakbir setelah membaca bismillah kemudian menyebutkan nama orang yang menjadi tujuan kurban dan berdoa kepada Allah semoga menerima ibadah tersebut (Al-Utsaimin 2003).

3 Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan Hewan Kurban Sanitasi merupakan metode yang diperlukan untuk mendukung upaya peningkatan derajat kesehatan dan pencegahan pencemaran lingkungan (Aryana 2011). Sumber kontaminasi dalam penanganan daging salah satunya berasal dari penggunaan alat dan wadah yang kotor. Perlakuan sanitasi harus efektif sehingga bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen. Tujuan dari proses sanitasi adalah untuk membunuh semua mikroorganisme yang terdapat pada peralatan dan wadah yang digunakan. Oleh karena itu, sebaiknya memilih peralatan yang mudah dibersihkan, mudah digunakan serta terbuat dari bahan yang anti karat (Kusumawati 2005). Sanitasi yang dilakukan terhadap peralatan dan wadah meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan diikuti dengan perlakuan desinfeksi. Desinfeksi adalah usaha atau tindakan membunuh atau mengurangi mikroorganisme dari permukaan peralatan dengan menggunakan disinfektan atau sanitaiser (Hotimah 2007). Menurut Aryana (2011) disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme. Peralatan yang digunakan untuk menangani daging biasanya menggunakan pisau dan talenan yang terbuat dari kayu. Gagang pisau dan talenan sebaiknya tidak terbuat dari kayu karena peralatan yang terbuat dari kayu mempunyai lekukan dan pori-pori yang banyak sehingga tidak dapat dibersihkan dengan baik, dan mikroorganisme dapat berkembang serta mengontaminasi bahan pangan (Utama 2001). Bahan yang baik digunakan untuk peralatan adalah stainless steel karena antikarat dan mudah dibersihkan (Rahayu 2006). Air sangat diperlukan dalam berbagai keperluan seperti pencucian dan sanitasi lantai. Air yang digunakan dalam penanganan daging harus memenuhi persyaratan mutu air yang digunakan untuk air minum. Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 Tahun 2002, air bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Syarat air minum, yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, dan limbah berbahaya. Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan adalah uji kualitas mikrobiologik, seperti bakteri E. coli dan total koliform (Susiwi 2009). Sumber kontaminasi selain berasal dari peralatan dan sumber air dapat berasal dari tempat pemotongan hewan. Sumber kontaminasi dari lingkungan berasal dari air buangan, tanah, udara, dinding, lantai, dan langit-langit. Penanganan daging dilakukan di tempat yang tidak berkontak langsung dengan tanah jika harus menyentuh tanah secara langsung sebaiknya dialasi terlebih dahulu. Lantai dan alas pada tempat pemotongan hewan kurban sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan lama, dan kedap air. Lantai dibuat kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan (Kusumawati 2005). Udara di dalam ruangan mengandung berbagai mikroorganisme yang menempel pada debu misalnya spora bakteri. Mikroorganisme tersebut tahan terhadap keadaan kering sehingga dapat hidup lebih lama di udara (Hotimah 2007).

4 Limbah yang terdapat pada tempat pemotongan hewan kurban seperti darah, isi perut dan usus harus diberi perlakuan secara khusus. Perlakuan dapat berupa penggalian lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali, dan apabila tidak diberi perlakuan maka akan mencemari lingkungan karena bau busuk yang dikandungnya dan juga kondisi biologis alamiah pada sungai, danau atau laut kemana air buangan tersebut dialirkan (Kusumawati 2005). Bakteri dalam Daging Daging merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan nilai gizi tinggi bagi manusia. Disamping itu, merupakan substrat yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikrob. Mikrob yang kontak dengan makanan maka dapat tumbuh dan berkembang biak (Harsojo dan Irawati 2011). Oleh karena itu, usaha penyediaan daging memerlukan perhatian khusus karena daging merupakan bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) dan pangan berpotensi berbahaya (potentially hazardous food). Kerusakan terjadi karena adanya perubahan pada bahan itu sendiri maupun adanya kontaminasi dari luar. Langkah-langkah untuk menghindari hal tersebut diperlukan pengamanan terhadap bahan makanan sehingga dihasilkan bahan makanan yang sehat dan layak konsumsi (Pitona 2004). Daging harus memiliki kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Aman berarti daging tidak tercemar bahaya biologi (mikroorganisme, serangga, dan tikus), kimiawi (pestisida dan gas beracun), dan fisik (pecahan kaca, serpihan kayu, dan tanah/kerikil) serta tidak tercemar benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Sehat berarti memiliki zatzat yang dibutuhkan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Utuh berarti daging tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Halal berarti disembelih dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam (Afiati 2009). Mikrob yang dapat merusak daging berasal dari hewan yang terinfeksi pada saat masih hidup serta kontaminasi daging pasca penyembelihan. Kontaminasi permukaan daging dapat terjadi sejak saat penyembelihan hewan hingga daging dikonsumsi (Soeparno 1998). Dalam dunia pangan dikenal adanya istilah bakteri indikator, salah satunya adalah indikator sanitasi. Kehadiran bakteri tersebut menunjukkan bahwa dalam tahap pengolahan air atau makanan pernah dicemari dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan atau hewan sehingga kemungkinan dapat juga ditemukan bakteri patogen. Sampai saat ini ada tiga jenis bakteri indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi, yaitu E. coli, kelompok Streptococcus (Enterococcus) fecal, dan Clostridium perfringens (Dewanti 2003). Pengujian pada daging yang umum dilakukan adalah pengujian jumlah total mikroorganisme atau Total Plate Count (TPC). Menurut BSN (2009), prinsip pengujian TPC adalah menunjukkan jumlah mikrob yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Media yang biasa digunakan adalah plate count agar (PCA). Jumlah mikroorganisme pada contoh daging merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat pada contoh tersebut. Jumlah koloni yang

diperoleh dinyatakan dengan colony forming unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu dari contoh (cm²) (Lukman 2009). Dalam SNI No. 01-7388-2009 telah ditetapkan maksimum jumlah TPC dalam daging adalah 1 10 6 cfu/g (BSN 2009). E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang banyak menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia (Doyle et al. 2001). Menurut Manning (2010), bakteri ini dibagi ke dalam 5 jenis berdasarkan sifat virulensi dan mekanisme kerjanya, yaitu E. coli Enteropathogenic (EPEC), E. coli Enterotoxigenic (ETEC), E. coli Enterohemorrhagic (EHEC), E. coli Enteroinvasive (EIEC), dan E. coli Enteroadherent (EAEC). Penyakit yang sering terjadi akibat infeksi oleh E. coli adalah diare, infeksi saluran kemih, meningitis, dan sepsis (Kusuma 2010). Bakteri E. coli merupakan bakteri patogen yang sering dijadikan indikator sanitasi (BPOM 2008). Dalam SNI No.01-7388- 2009 telah ditetapkan maksimum jumlah E. coli dalam daging adalah 1 10 1 cfu/g (BSN 2009). E. coli O157:H7 merupakan salah satu serotipe dari E. coli yang menghasilkan Shiga toxin yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan usus, diare berdarah, haemolytic uremic syndrome yang ditandai dengan anemia haemolytic, dan gagal ginjal (Johnson 2002). Sumber utama infeksi yang terjadi pada manusia adalah makanan, seperti daging giling, susu yang tidak dipasteurisasi, dan bahan lainnya yang telah mengalami kontaminasi silang oleh Shiga Toxin E. coli (STEC) (Karmali 2003). 5 METODE PENELITIAN Sumber Data Sumber data adalah data sekunder yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan hewan kurban yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Data terdiri atas data kualitas mikrobiologik dan data sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban. Data kualitas mikrobiologik diperoleh dari hasil uji Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta (Lab. Kesmavet DKI Jakarta), adapun data sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang dirancang oleh FKH-IPB. Responden adalah pengurus masjid maupun ketua pelaksana kurban. Besaran dan Jenis Sampel Pemeriksaan hewan kurban dilakukan di seluruh DKI Jakarta yang terdiri dari Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Sampel daging yang digunakan merupakan daging sapi dan kambing. Besaran dan jenis sampel untuk setiap wilayah di DKI Jakarta pada tahun 2011 dan 2012 tersedia pada Tabel 1.

6 Tabel 1 Besaran dan jenis sampel untuk setiap wilayah di DKI Jakarta pada tahun 2011 dan 2012 Tahun Wilayah Jumlah responden Jumlah daging sapi Jumlah daging kambing 2011 Jakarta Pusat 6 13 13 Jakarta Utara 2 12 3 Jakarta Barat 5 31 36 Jakarta Selatan 2 14 16 Jakarta Timur 9 43 37 Jumlah 24 112 105 2012 Jakarta Pusat 2 10 8 Jakarta Utara 4 30 20 Jakarta Barat 7 36 27 Jakarta Selatan 6 43 36 Jakarta Timur 3 14 16 Jumlah 22 133 107 Total 46 245 212 Variabel yang Diamati dan Pengodean Variabel yang diamati meliputi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban serta kualitas mikrobiologik dalam daging kurban. Variabel yang termasuk sanitasi peralatan meliputi fasilitas air, sumber air, ketersediaan air, ketajaman pisau, pengerjaan karkas setelah dipotong, pengetahuan, dan ketajaman pisau saat pemotongan daging atau karkas. Variabel yang termasuk dalam sanitasi tempat pemotongan hewan kurban meliputi lantai atau alas tempat penyembelihan, tempat pembuangan darah, tempat pembuangan isi perut dan usus, pelaksanaan pemotongan daging, penanganan jeroan serta pengemasan daging dan jeroan. Variabel yang termasuk dalam kualitas mikrobiologik meliputi jumlah total mikroorganisme dan E. coli. Definisi operasional untuk setiap variabel tersedia pada Tabel 2. Tabel 2 Definisi operasional No Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara mengukur Skala ukur A. Sanitasi Peralatan 1 FFasilitas air Ketersediaan air di tempat penampungan (1= buruk, 3= baik) Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat penampungan Ordinal 1=Tidak tersedia 3=Tersedia 2 Sumber air Sumber air di tempat penampungan (1= buruk, 2= sedang, 3= baik) 3 Kecukupan air Kecukupan air selama penampungan dan proses penyembelihan (1= buruk, 3= baik) Kuesioner Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat penampungan Dengan melakukan observasi di tempat penampungan Ordinal 1= Sungai 2= Sumur 3= PAM Ordinal 1=Tidak cukup 3= Cukup

7 No Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara mengukur Skala ukur 4 Ketajaman Kuesioner pisau 5 Pengerjaan karkas Pisau yang selalu dijaga ketajamannya oleh petugas penyembelih (1= buruk, 3= baik) Pengerjaan karkas setelah dipotong (1= buruk, 2= sedang, 3= baik) 6 Pengetahuan Pengetahuan petugas tentang pemotongan daging dan deboning (1= buruk, 2= sedang, 3= baik) 7 Ketajaman pisau 8 Kondisi sanitasi peralatan Memperhatikan ketajaman pisau (1= buruk, 3= baik) Gambaran keseluruhan mengenai kondisi sanitasi peralatan (kategori buruk memiliki total skor 11, sedang memiliki total skor 12 x 15dan kategori baik jika Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner total skor 16 B. Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban 1 Lantai/alas Lantai/alas tempat Kuesioner penyembelihan (1= buruk, 2= sedang, 3= baik) Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan hewan Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan hewan Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan daging/karkas Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan daging/karkas Melakukan penjumlahan semua skor jawaban pada setiap pertanyaan Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan hewan kurban Ordinal 1=Tidak dijaga 3= Dijaga Ordinal 1=langsung di atas tanah tanpa alas 2= di atas alas 3=Digantung Ordinal 1= kurang, sangat kurang 2= cukup 3= baik, sangat baik Ordinal 1= Tidak 3= Ya 1= Buruk 2= Sedang 3= Baik Ordinal 1= rumput, tanah 2= semen 3= ubin/ keramik

8 No Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara mengukur Skala ukur 2 Pembuang Kuesioner an darah 3 Pembuangan isi perut dan usus 4 Pelaksanaan pemotongan 5 Penanganan jeroan 6 Pengemasan Tempat pembuangan darah (1= buruk, 2= sedang, 3= baik) Tempat pembuangan isi perut dan usus (1= buruk, 2= sedang, 3= baik) Tempat untuk melaksanakan pemotongan daging/karkas (1= buruk, 3= baik) Jeroan yang telah dibersihkan ditangani ditempat yang sama dengan pemotongan daging (dicampur). (1= buruk, 3= baik) Cara pengemasan daging dan jeroan yang siap dibagikan (1= buruk, 3= baik) Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan hewan kurban Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan hewan kurban Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan daging/karkas Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan daging/karkas Dengan melakukan observasi di tempat pemotongan daging/karkas Ordinal 1= langsung di atas tanah 2= selokan, parit/ sungai 3= Lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali Ordinal 1= selokan, parit/ sungai 2= tempat pembuan gan sampah 3= Lubang khusus yang digali kemudia n ditutup kembali Ordinal 1= Di atas tanah beralas plastik/ daun 3=Dilakukan di meja khusus Ordinal 1= Ya 3= Tidak Ordinal 1=Dilakukan dalam satu kemasan 3=Dilakukan dalam kemasan terpisah

9 No Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara mengukur Skala ukur 7 Kondisi sanitasi tempat pemotonga n hewan kurban Gambaran keseluruhan mengenai kondisi sanitasi tempat(kategori buruk memiliki total skor 10, sedang memiliki total skor 11 x 14 dan kategori baik jika total skor 15 Kuesioner Melakukan penjumlahan semua skor jawaban pada setiap pertanyaan 1= Buruk 2= Sedang 3= Baik C. Cemaran Mikrob 1 Jumlah total mikroorganisme 2 Escherichia coli Pengujian untuk menunjukkan jumlah mikrob yang terdapat dalam suatu produk dengan menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Pengujian untuk memperkirakan jumlah sel mikroorganisme dalam suatu pangan Uji Lab. Uji Lab. Pengujian dengan menggunakan metode hitungan cawan dengan media Plate Count Agar (PCA). Pengujian dengan menggunakan metode hitungan cawan dengan media Violet Red Bile (VRB). Ordinal 1= Di bawah ambang batas SNI 2= Di atas ambang batas SNI Ordinal 1= Di bawah ambang batas SNI 2= Di atas ambang batas SNI Pengukuran pada sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban dibagi dalam tiga kategori yaitu baik, sedang, dan buruk. Adapun untuk mengetahui kriteria baik, sedang, dan buruk diperoleh melalui penjumlahan semua skor jawaban pada setiap pertanyaan. Skor jawaban minimum pada sanitasi peralatan bernilai 7 dan maksimum bernilai 21, sedangkan pada sanitasi tempat minimum bernilai 6 dan maksimum bernilai 18. Kriteria untuk pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban tersedia pada Tabel 3. Tabel 3 Kategori pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban Kategori Sanitasi peralatan Sanitasi tempat pemotongan hewan kurban Baik Total skor: 16 Total skor: 15 Sedang Total skor: 12 x 15 Total skor: 11 x 14 Buruk Total skor: 11 Total skor: 10

10 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan serta untuk mengetahui jumlah kontaminasi mikrob dalam daging kurban. Uji khi-kuadrat digunakan untuk mengetahui hubungan antara praktik sanitasi peralatan dan tempat pemotongan terhadap jumlah kontaminasi mikrob dalam daging kurban di tempat pemotongan hewan kurban. Data dianalisis dengan menggunakan piranti lunak dengan program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Sanitasi Peralatan terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban Kualitas mikrobiologik dalam daging dapat dilihat dari kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan dari suatu proses produksi pangan, seperti jumlah total mikroorganisme dan E. coli. Sebagian besar sampel daging yang diperiksa dalam kurun waktu 2 tahun (2011-2012) menunjukkan hasil di bawah ambang batas SNI. Dalam SNI 01-7388-2009 telah ditetapkan maksimum jumlah total mikroorganisme dalam daging adalah 1 10 6 cfu/g dan maksimum jumlah E. coli adalah 1 10 1 cfu/g (BSN 2009). Sampel daging yang memiliki jumlah total mikroorganisme dan E. coli tersedia pada Tabel 4. Tabel 4 Persentase jumlah total mikroorganisme dan E. coli dalam daging kurban dibandingkan SNI 01-7388-2009 Tahun Jumlah total mikroorganisme E. coli Di bawah ambang batas SNI (%) Di bawah ambang batas SNI (%) Di atas ambang batas SNI (%) Di atas ambang batas SNI (%) 2011 94 (204/217) 6 (13/217) 95.4 (207/217) 4.6 (10/217) 2012 96.25(231/240) 3.75 (9/240) 97.92 (235/240) 2.08 (5/240) Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa sampel daging yang diperiksa aman untuk dikonsumsi karena tingkat kontaminasi mikrob baik jumlah total mikroorganisme dan E. coli pada tahun 2011-2012 sebagian besar berada di bawah ambang batas SNI. Sampel daging yang memiliki jumlah total mikroorganisme di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 94% (204/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 96.25% (231/240). Sampel daging yang memiliki jumlah E. coli berada di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 95.4% (207/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 97.92% (235/240). Salah satu cara untuk menurunkan atau membunuh mikrob dalam daging yaitu dengan memasak daging sampai benar-benar matang, sehingga mikrob yang berada dalam daging mati (Andriani 2006). Adapun gambaran mengenai

hubungan antara kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban tersedia pada Tabel 5. Tabel 5 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban No Peubah Kategori Jumlah total mikroorganisme Di bawah Di atas ambang ambang batas batas SNI SNI n % n % n % 1 Fasilitas air 2 Sumber air 3 Ketersediaan air 4 Ketajaman pisau saat penyembelihan 5 Pengerjaan karkas setelah dipotong 6 Pengetahuan petugas 7 Ketajaman pisau saat proses pemoton gan karkas ᵡ² P value Tersedia 31 67.4 30 96.8 1 3.2 1.694 0.244 Tidak 15 32.6 13 86.7 2 13.3 PAM 19 41.3 18 94.7 1 5.3 2.028 0.471 Sumur 12 26.1 12 100 0 0 Sungai 15 32.6 13 86.7 2 13.3 Cukup 24 52.17 23 95.8 1 4.2 0.457 0.600 Tidak cukup Selalu dijaga 22 47.83 20 90.9 2 9.1 40 87 37 92.5 3 7.5 0.481 1.000 Tidak 6 13 6 100 0 0 dijaga Digantung 34 73.9 31 91.2 3 8.8 1.133 0.593 Tidak 11 23.92 11 100 0 0 digantung, diatas alas Tidak digantung 1 2.18 1 100 0 0 Baik 7 15.21 6 85.7 1 14.3 1.027 0.722 Cukup 26 56.53 25 96.2 1 3.8 Kurang 13 28.26 12 92.3 1 7.7 Diperhatikan 38 82.6 35 92.1 3 7.9 0.676 0.630 Tidak diperhatikan 8 17.4 8 100 0 0 11

12 No Peubah Kategori Jumlah total mikroorganisme Di bawah Di atas ambang ambang batas batas SNI SNI n % n % n % 8 Sanitasi peralatan ᵡ² P value Baik 30 65.2 29 96.7 1 3.3 2.805 0.389 Sedang 12 26.1 10 83.3 2 16.7 Buruk 4 8.7 4 100 0 0 Berdasarkan Tabel 5, kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban sebagian besar memiliki kategori baik (65.2%). Kondisi tersebut ditunjang dengan tersedianya fasilitas air (67.4%) dengan sumber air berasal dari PAM (41.3%) serta kecukupan akan ketersediaan air (52.17%). Air berperan penting dalam proses sanitasi peralatan salah satunya untuk mencuci peralatan. Penggunaan air dalam menjaga kondisi sanitasi peralatan sebaiknya harus memenuhi persyaratan mutu air yang digunakan untuk air minum. Sumber air disarankan dari PAM, hal ini sesuai dengan pendapat Susiwi (2009) yang menyatakan bahwa air PAM memenuhi standar mutu air minum. Penggunaan air selain bersumber dari PAM, misalnya air sumur yang memiliki peluang kontaminasi yang lebih besar dibandingkan dengan PAM. Kontaminasi dapat berasal dari banjir, septictank, dan air pertanian. Mikroorganisme patogen seringkali ditularkan melalui air yang tercemar sehingga dapat menimbulkan penyakit pada manusia maupun hewan. Peubah lain yang mendukung kondisi sanitasi yang baik adalah pengerjaan karkas yang digantung setelah dipotong (73.90%), pengetahuan petugas yang cukup (56.53%) serta sebagian besar petugas yang selalu menjaga ketajaman pisau pada saat proses penyembelihan (87%) dan pemotongan karkas (82.6%). Pisau harus selalu diasah agar tidak tumpul. Pisau yang tumpul akan memperpanjang proses pemotongan dan pembuluh darah tidak terpotong dengan baik. Selain itu, dapat mengakibatkan penggumpalan darah yang dapat menyumbat saluran darah sehingga proses pengeluaran darah akan lebih lambat sedangkan proses seharusnya berlangsung cepat dan tepat (Grandin 2001). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar variabel tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P value > 0.05). Hal ini kemungkinan karena sebagian besar responden 93.47% (43/46) yang diteliti memiliki nilai negatif (di bawah ambang batas SNI) untuk keberadaan jumlah total mikroorganisme. Keadaan tersebut menunjukkan tidak cukupnya data untuk membuktikan adanya hubungan antara peubah yang diteliti dengan keberadaan jumlah total mikroorganisme. Adapun hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurban tersedia pada Tabel 6.

Tabel 6 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurban No Peubah Kategori E. coli ᵡ² P value Di bawah Di atas ambang batas SNI ambang batas SNI n % n % n % 1 Fasilitas air 2 Sumber air 3 Ketersediaan air 4 Ketajaman pisau saat penyembelihan 5 Pengerjaan karkas setelah dipotong 6 Pengetahuan petugas 7 Ketajaman pisau saat proses pemoton gan karkas Tersedia 31 67.4 27 87.1 4 12.9 0.002 1.000 Tidak 15 32.6 13 86.7 2 13.3 PAM 19 41.3 16 84.2 3 15.8 0.362 0.873 Sumur 12 26.1 11 91.7 1 8.3 Sungai 15 32.6 13 86.7 2 13.3 Cukup 24 52.17 20 83.3 4 16.7 0.581 0.667 Tidak cukup Selalu dijaga 22 47.83 20 90.9 2 9.1 40 87 35 87.5 5 12.5 0.080 1.000 Tidak 6 13 5 83.3 1 16.7 dijaga Digantung 12 26.1 12 100 0 0 8.596 0.042* Tidak 33 71.73 28 84.8 5 15.2 digantung, diatas alas Tidak digantung 1 2.17 0 0 1 100 Baik 7 15.21 6 85.7 1 14.3 2.837 0.206 Cukup 26 56.53 21 80.8 5 19.2 Kurang 13 28.26 13 100 0 0 Diperhatikan 38 82.6 32 84.2 6 15.8 1.453 0.351 Tidak diperhatikan 8 17.4 8 100 0 0 13

14 No Peubah Kategori E. coli ᵡ² P value Di bawah Di atas ambang batas SNI ambang batas SNI n % n % n % 8 Sanitasi peralatan Baik 30 65.2 26 86.7 4 13.3 0.741 1.000 Sedang 12 26.1 11 91.7 1 8.3 Buruk 4 8.7 3 75 1 25 *P value dengan nilai signifikan (P value < 0.05) E. coli merupakan bakteri patogen dan secara normal hidup dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan dan merupakan salah satu jenis bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi (Dewanti 2003). Menurut Doyle et al. (2001) E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang banyak menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Oleh karena itu mendeteksi E. coli di dalam daging sangatlah penting karena dengan demikian dapat diketahui apakah bahan tersebut masih aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa peubah yang berpengaruh terhadap keberadaan E. coli adalah pengerjaan karkas setelah dipotong. Hal itu menunjukkan bahwa pengerjaan karkas dengan cara digantung dapat menurunkan kontaminasi terhadap E. coli. Penggantungan setelah tahap pemotongan memudahkan tahap berikutnya yaitu dressing. Dressing adalah pemisahan bagian kepala, kulit, dan jeroan dari tubuh hewan. Penggantungan dilakukan juga untuk mempermudah proses pengeluaran darah. Darah dalam proses penyembelihan harus semaksimal mungkin dikeluarkan dari hewan, karena darah dapat memicu timbulnya kontaminasi mikrob. Penuntasan darah harus dilakukan sampai tuntas, karena darah yang tersisa akan menyebabkan penurunan mutu daging. Darah akan mempengaruhi warna dan berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroorganisme, sehingga pada proses penyimpanan daging akan cepat membusuk (Attahmid 2009). Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, sebagian besar tempat pemotongan hewan menyediakan alat penggantung untuk pengerjaan karkas setelah pengeluaran darah (59.0%), selebihnya pengerjaan karkas dilakukan di atas alas plastik (25.2%), di atas tanah atau rumput atau tanpa alas (15.8%). Kondisi tersebut sudah baik, karena daging tidak langsung menyentuh tanah. Daging dapat terkontaminasi mikroorganisme karena penerapan sanitasi yang buruk, seperti tidak tersedianya fasilitas air, sumber air berasal dari sungai, ketidak cukupan air, pisau tumpul, dan pengerjaan karkas tidak digantung setelah dipotong. Peubah lain seperti pengetahuan petugas yang cukup (56.53%) juga dapat mempengaruhi jumlah E. coli dalam daging. Pendidikan adalah suatu cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya pencemaran pada makanan (Brands 2006). Menurut Nesbakken (2009) suatu keahlian dan kemampuan operator dalam melakukan penyembelihan secara higienis dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada karkas oleh mikroorganisme patogen.

Kondisi Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban Kondisi sanitasi dapat pula dilihat dari kondisi tempat pemotongan hewan kurban. Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban tersedia pada Tabel 7. Tabel 7 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban No Peubah Kategori Jumlah total mikroorganisme Di bawah Di atas ambang batas ambang SNI batas SNI n % n % n % ᵡ² P value 1 Lantai Keramik 3 6.52 3 100 0 0 0.784 0.667 Semen 23 50 22 95.7 1 4.3 Rumput/ 20 43.48 18 90 2 10 tanah 2 Tempat Lubang 28 60.86 27 96.4 1 3.6 2.884 0.203 pembuangan darah khusus Selokan 12 26.1 10 83.3 2 16.7 Tanah 6 13.04 6 100 0 0 15 3 Tempat pembuangan isi perut dan usus 4 Pelaksanaan pemotongan 5 Penanganan jeroan 6 Pengemasan Lubang khusus 11 23.92 10 90.9 1 9.1 1.135 0.600 Tempat 12 26.08 12 100 0 0 sampah Selokan 23 50 21 91.3 2 8.7 Meja 12 26.08 11 91.7 1 8.3 0.087 1.000 khusus Alas plastik/ daun 34 73.92 32 94.1 2 5.9 Pisah 34 73.92 31 91.2 3 8.8 1.133 0.557 Campur 12 26.08 12 100 0 0 Kemasan 35 76.08 33 94.3 2 5.7 0.157 1.000 terpisah Satu 11 23.92 10 90.9 1 9.1 kemasan

16 No Peubah Kategori Jumlah total mikroorganisme Di bawah Di atas ambang batas ambang SNI batas SNI n % n % n % 7 Sanitasi Tempat ᵡ² P value Baik 19 41.3 18 94.7 1 5.3 0.507 1.000 Sedang 23 50 21 91.3 2 8.7 Buruk 4 8.7 4 80 0 0 Berdasarkan Tabel 7, secara keseluruhan terlihat bahwa hanya 41.3% tempat pemotongan yang memiliki sanitasi berkategori baik. Rendahnya persentase tersebut berdasar pada kondisi lantai tempat penyembelihan yang beralaskan semen (50%), tempat pembuangan darah dibuat lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali (60.8%), tempat pembuangan isi perut dan usus yang dibuang ke selokan, parit atau sungai (50%), pelaksanaan pemotongan daging dilakukan di atas plastik/daun (73.92%), penanganan jeroan yang telah dibersihkan tidak ditangani di tempat yang sama dengan pemotongan daging (73.92%) serta pengemasan daging dan jeroan yang dipisah (76.08%). Salah satu persyaratan sanitasi yang baik adalah lantai beralaskan keramik agar mudah dibersihkan. Menurut Attahmid (2009) sebaiknya konstruksi lantai mempunyai kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air dan terbuat dari keramik yang tidak mudah mengelupas, permukaannya rata dan agak halus serta tidak licin. Sebaiknya menggunakan keramik yang tahan terhadap air, garam, asam, basa dan berwarna putih agar mudah dibersihkan sehingga kotoran yang menempel mudah terlihat. Peubah lain yang mendukung kondisi sanitasi yang baik diantaranya tempat pembuangan darah, isi perut, dan usus dibuat lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali. Tempat melaksanakan pemotongan daging sebaiknya dilakukan di meja khusus, selain itu penanganan jeroan dan pengemasan dilakukan di tempat yang terpisah dengan daging. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada daging. Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, pemotongan daging pada umumnya dilaksanakan di atas alas plastik (50.9%), di atas lantai beralaskan plastik (26.9%), di atas papan atau kayu (13.7%), dan di atas meja (8.5%). Hal ini sudah baik, karena daging tidak berkontak langsung dengan tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar variabel tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P value > 0.05). Hal ini kemungkinan karena sebagian besar responden 93.47% (43/46) yang diteliti memiliki nilai negatif (di bawah ambang batas SNI) untuk keberadaan jumlah total mikroorganisme. Keadaan tersebut menunjukkan tidak cukupnya data untuk membuktikan adanya hubungan antara peubah yang diteliti dengan keberadaan jumlah total mikroorganisme. Pencemaran pada daging dapat melalui infeksi endogenus dan eksogenus. Infeksi endogenus merupakan infeksi yang terjadi secara in vivo, sedangkan infeksi eksogenus terjadi ketika pengeluaran darah saat pemotongan hingga

daging dikonsumsi (Lawrie dan Ledward 2006). Gustiani (2009) menyatakan bahwa jumlah mikroorganisme yang melebihi ambang batas dalam daging menandakan bahwa daging tersebut memiliki penurunan daya simpan dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi tanpa pengolahan yang benar. Mikroorganisme dapat terbawa ketika ternak masih hidup atau masuk di sepanjang rantai pangan hingga ke piring konsumen (Gorris 2005). Adapun hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurban tersedia pada Tabel 8. Tabel 8 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurban No Peubah Kategori E.coli ᵡ² P value Di bawah ambang batas SNI Di atas ambang batas SNI N % n % n % 1 Lantai Keramik 3 6.52 2 66.7 1 33.3 1.540 0.497 Semen 23 50 21 91.3 2 8.7 Rumput/ 20 43.48 17 85 3 15 tanah 2 Tempat Lubang 28 60.86 25 89.3 3 10.7 2.546 0.318 pembua ngan darah khusus Selokan 12 26.1 9 75 3 25 3 Tempat pembua ngan isi perut dan usus 4 Pelaksa naan pemoto ngan 5 Penanga nan jeroan 6 Pengemasan 7 Sanitasi tempat Tanah 6 13.04 6 100 0 0 Lubang 11 23.92 9 81.8 2 18.2 2.439 0.387 khusus Tempat 12 26.08 12 100 0 0 sampah Selokan 23 50 19 82.6 4 17.4 Meja 12 26.08 12 100 0 0 2.435 0.176 khusus Alas 34 73.92 28 82.4 6 17.6 plastik Pisah 34 73.92 28 82.4 6 17.6 2.435 0.176 Campur 12 26.08 12 100 0 0 Kemasan 35 76.08 30 85.7 5 14.3 0.199 1.000 terpisah Satu kemasan 11 23.92 10 90.9 1 9.1 Baik 19 41.3 16 84.2 3 15.8 0.726 0.871 Sedang 23 50 20 87 3 13 Buruk 4 8.7 4 100 0 0 17

18 Kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban terdiri dari beberapa peubah. Peubah tersebut terdiri dari kondisi lantai, tempat pembuangan darah, isi perut dan usus, pelaksanaan pemotongan daging, penanganan jeroan, dan cara pengemasan. Berdasarkan Tabel 8, secara keseluruhan terlihat bahwa hanya 41.3% kondisi sanitasi tempat yang berkategori baik. Rendahnya persentase tersebut dapat dipengaruhi oleh peubah yang memiliki kondisi sanitasi buruk yaitu terlihat pada kondisi tempat pembuangan isi perut dan usus yang dibuang ke selokan, parit/sungai (50%) serta pelaksanaan pemotongan daging dilakukan di atas plastik/daun (73.91%). Hal tersebut bisa membuat daging terkontaminasi oleh E. coli. Sebaiknya tempat pembuangan darah dilakukan dengan menggali lubang khusus yang kemudian ditutup kembali agar limbah darah tersebut tidak mencemari karkas. Menurut Jenie (1998) air buangan memiliki peranan penting dalam mengontaminasi sumber air dan makanan. Apabila tidak diberi perlakuan terlebih dahulu maka akan mencemari lingkungan karena bau busuk yang dikandungnya, dan juga kondisi biologis alamiah pada sungai, danau, atau laut kemana air tersebut dialirkan. Pelaksanaan pemotongan daging seharusnya dilakukan di meja khusus, selanjutnya jeroan yang telah dibersihkan tidak ditangani di tempat yang sama dengan tempat pemotongan daging (tidak dicampur) dan pengemasan daging serta jeroan yang siap dibagikan dilakukan dalam kemasan terpisah. Hal tersebut untuk mencegah dan memperlambat terjadinya kerusakan lebih cepat pada bahan makanan (Asih 2011). Menurut Harsojo dan Irawati (2011) jeroan merupakan sasaran kontaminasi oleh beberapa mikrob yang mempercepat kerusakan jeroan sehingga tidak layak dikonsumsi. E. coli sering mengontaminasi daging maupun jeroan yang disebabkan oleh penanganan secara tradisional pada saat pemotongan maupun pada saat diproses. Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, secara umum penanganan jeroan dan organ lain masih kurang baik, karena kebanyakan tempat pemotongan membuang jeroan (lambung dan usus) langsung ke parit, selokan atau sungai (43.6%). Beberapa tempat pemotongan membuang jeroan tersebut ke dalam lubang yang digali (40.1%) dan yang lainnya membuang ke tempat lain misalnya tempat sampah (16.3%). Umumnya penyimpanan daging dan jeroan dipisah (69.4%), namun masih ada tempat pemotongan yang mencampurkan daging dan jeroan (30.6%). Pengemasan potongan daging dan jeroan sebagian dilakukan secara terpisah (50.0%) dan sebagian lainnya menyatukan keduanya (50.0%). Sebaiknya daging dipisahkan dengan jeroan mengingat jeroan relatif banyak mengandung kotoran dan mikroorganisme, sehingga dapat mencemari daging. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar variabel tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P value > 0.05). Hal ini kemungkinan karena sebagian besar responden 86.96% (40/46) yang diteliti memiliki nilai negatif (di bawah ambang batas SNI) untuk keberadaan bakteri E. coli. Keadaan tersebut menunjukkan tidak cukupnya data untuk membuktikan adanya hubungan antara peubah yang diteliti dengan keberadaan E. coli. Kondisi hewan yang sakit, kurus, dan stres sebelum pemotongan dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme di dalam daging, hal tersebut sesuai

dengan pendapat Soeparno (1992) yang menerangkan bahwa stres pada hewan sebelum pemotongan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas daging. Stres dapat terjadi karena penanganan hewan yang tidak benar sebelum pemotongan. Menurut Gustiani (2009) ternak yang berasal dari luar kota hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak yang istirahatnya cukup. Istirahat yang cukup pada sapi akan menjaga sapi tetap sehat dan dapat menurunkan tingkat stres (Fatimah 2008). 19 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebesar 65.2% tempat pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta memiliki kondisi sanitasi peralatan yang baik, namun hanya 41.3% memiliki sanitasi tempat pemotongan yang baik. Di atas 90% sampel daging yang diperiksa dalam kurun waktu 2 tahun (2011-2012) menunjukkan hasil yang baik yaitu jumlah total mikroorganisme dan E. coli berada di bawah ambang batas SNI. Meskipun jumlah total mikroorganisme dan E. coli sebagian besar aman untuk dikonsumsi namun tetap diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kondisi sanitasi yang baik. Kondisi sanitasi yang buruk memiliki potensi yang besar untuk tercemarnya daging oleh mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi manusia. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengerjaan karkas setelah dipotong terhadap keberadaan E. coli di dalam daging. Hal ini menunjukkan bahwa pengerjaan karkas dengan cara digantung dapat menurunkan kontaminasi terhadap E. coli. Saran Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan perlu diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan mikroorganisme patogen lainnya yang biasa mencemari daging. Perlu dilakukan peningkatan pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat terutama panitia kurban mengenai tata cara pemotogan hewan kurban yang baik. DAFTAR PUSTAKA Afiati F. 2009. Pilih-pilih daging asuh. Bio Trends. 4 (1): 19-25. Al-Utsaimin M. 2003. Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi. Munandar A, penerjemah; Sofyan A, Safyra U, editor. Yogyakarta (ID): Media Hidayah. Andriani. 2006. Escherichia coli O157 H:7 sebagai penyebab penyakit zoonosis. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis Bogor; 2006. Bogor (ID): Balai Penelitian Veteriner.