BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
B A B I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9 Jakarta. p f

kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat. Berbagai hambatan dan kendala yang diidentifikasi, telah

Status Gizi. Sumber: Hasil PSG Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul tahun

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

RENCANA STRATEGIS PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TANTANGAN PROGRAM GIZI DI INDONESIA. Doddy Izwardy Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

Pengantar. pemerintah dan masyarakat pada umumnya, sekaligus

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL KELUARGA SADAR GIZI DI DESA SIAGA

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

suplemen Informasi Jampersal

OLEH: DODIK BRIAWAN (KULIAH PEMBEKALAN KKP ILMU GIZI, BOGOR, 5 MEI 2012) KOMPETENSI KKP/Internship (AIPGI)

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. Tujuan Khusus Meningkatkan cakupan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Puskesmas Losarang.

RINGKASAN EKSEKUTIF. L K j - I P D i n a s K e s e h a t a n P r o v. S u l s e l T A

PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disampaikan pada : REFRESHING KADER POSYANDU Kabupaten Nias Utara Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang kesehatan mempunyai arti penting dalam. kehidupan nasional, khususnya didalam memelihara dan meningkatkan

Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

Laporan Kinerja (LKj) Tahun 2016 KATA PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

Dinas Kesehatan Aceh 2016

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

KINERJA KEGIATAN PEMBINAAN GIZI TAHUN 2011 Menuju Perbaikan Gizi Perseorangan dan Masyarakat yang Bermutu. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DAN PEMERINTAH KAB/KOTA BIDANG KESEHATAN (GIZI DAN KIA)

L A K I P. Satuan Kerja (sebutkan) TAHUN ANGGARAN. PUSAT STATISTIK (sebutkan Satuan Kerja) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TAhun 2013

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BAB II PERENCANAAN KINERJA

B A B P E N D A H U L U A N

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANGGAI

LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA TAHUN 2015

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Juanita: Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Pelayanan Kesehatan Masyarakat, 2001 USU Repository 2006

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH DINAS KESEHATAN Jalan Jend.Sudirman No.24 Telp SUNGAI PENUH Kode Pos : 37112

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

PPG ( PUSAT PEMULIHAN GIZI )

Tabel Target dan Capaian Kinerja Urusan Kesehatan Tahun No Indikator Target 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman.

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

TFC ( Therapeutic Feeding Centre ) / PPG ( Pusat Pemulihan Gizi )

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

2.1 Rencana Strategis

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN KOTA UPTD PUSKESMAS SEMEMI

SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PENANGANAN STUNTING TERPADU TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

PERINGATAN HARI GIZI NASIONAL KE JANUARI 2017 TEMA : PENINGKATAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH NUSANTARA MENUJU MASYARAKAT HIDUP SEHAT

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

RENCANA KERJA TAHUNAN ( RKT ) TAHUN 2017

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG

BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

PROGRAM AKSELERASI PENINGKATAN GIZI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

LAPORAN AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 Bab VIII pasal 141 menyatakan bahwa upaya perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, peningkatan mutu gizi yang dimaksud dilakukan melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Upaya perbaikan gizi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan pentahapan dan prioritas pembangunan nasional. Salah satu prioritas pembangunan nasional sebagaimana tertuang pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan 2010-2014 adalah perbaikan status gizi masyarakat. Sasaran jangka menengah perbaikan gizi yang telah ditetapkan adalah menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 15.0% dan prevalensi pendek (stunting) menjadi setinggi-tingginya 32% pada tahun 2014. Untuk mencapai sasaran tersebut di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan telah ditetapkan 2 (dua) indikator kinerja kegiatan yaitu persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) dan persentase balita gizi buruk mendapat perawatan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut telah disusun Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014 yang berisikan tujuan, sasaran operasional, kebijakan teknis dan strategi operasional serta kegiatan pokok dan pentahapan indikator setiap tahun, sebagai penjabaran operasional Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014. 1

Kegiatan pembinaan gizi pada tahun 2013 dilaksanakan melalui beberapa kegiatan pokok dan pendukung yang terdiri dari: Ukuran keberhasilan kinerja Direktorat Bina Gizi dilihat dari pencapaian dari masing-masing indikator kegiatan. Proses evaluasi merupakan penilaian terhadap hasil pencapaian tersebut, yang dituangkan ke dalam suatu laporan yang disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK). Penyusunan LAK ini merupakan perwujudan salah satu indikator (tolok ukur) dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan berkaitan dengan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam memberikan pelayanan prima serta menyampaikan pertanggungjawaban kinerja kepada pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Penyusunan LAK ini dimaksudkan sebagai bentuk kewajiban Direktorat Bina Gizi untuk mempertanggungjawabkan tujuan dan sasaran serta rencana kinerja yang telah ditetapkan dalam Renstra, Rencana Kinerja Tahun 2013 dan Penetapan Kinerja Tahun 2013. LAK ini juga dapat dijadikan sebagai acuan yang berharga dalam memperbaiki kinerja Direktorat Bina Gizi di masa mendatang. 2

B. MAKSUD DAN TUJUAN Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Bina Gizi memiliki maksud dan tujuan sebagai bentuk pertanggungjawaban secara tertulis atas pelaksanaan tugas-tugas yang telah dilaksanakan selama kurun waktu tahun 2013 oleh Direktorat Bina Gizi sehingga: 1. dapat diketahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan; 2. dapat diketahui kegiatan yang telah dilaksanakan; 3. dapat diketahui perkembangan kegiatan yang telah dilaksanakan berikut hasil pencapaian dan evaluasi; 4. sebagai dasar untuk perencanaan kegiatan tahun berikutnya; dan 5. sebagai bukti laporan program dan hasil kegiatan kepada publik. C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, bahwa Direktorat Bina Gizi bertugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina gizi, sedangkan fungsinya adalah: 1. penyiapan perumusan kebijakan teknis di bidang bina gizi makro, gizi mikro, gizi klinik dan konsumsi makanan, serta kewaspadaan gizi; 2. pelaksanaan kegiatan di bidang bina gizi makro, gizi mikro, gizi klinik, dan konsumsi makanan serta kewaspadaan gizi; 3. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang bina gizi makro, gizi mikro, gizi klinik, dan konsumsi makanan serta kewaspadaan gizi; 3

4. penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang bina gizi makro, gizi mikro, gizi klinik dan konsumsi makanan serta kewaspadaan gizi; 5. evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang bina gizi makro, gizi mikro, gizi klinik dan konsumsi makanan serta kewaspadaan gizi; dan 6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Susunan organisasi Departemen Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa Struktur Organisasi Direktorat Bina Gizi adalah sebagai berikut: a. Direktur Bina Gizi b. Sub Bagian Tata Usaha c. Sub Direktorat Bina Gizi Makro 1) Seksi Standarisasi Bina Gizi Makro 2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Gizi Makro d. Sub Direktorat Bina Gizi Mikro 1) Seksi Standarisasi Bina Gizi Mikro 2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Gizi Mikro e. Sub Direktorat Bina Gizi Klinik 1) Seksi Standarisasi Bina Gizi Klinik 2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Gizi Klinik f. Sub Direktorat Bina Konsumsi Makanan 1) Seksi Standarisasi Bina Konsumsi Makanan 2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Konsumsi Makanan g. Sub Direktorat Bina Kewaspadaan Gizi 1) Seksi Standarisasi Bina Kewaspadaan Gizi 2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Kewaspadaan Gizi 4

D. SISTEMATIKA Sistematika penulisan laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Bina Gizi ini adalah sebagai berikut : 1. Kata Pengantar 2. Ringkasan Eksekutif 3. Daftar Isi, yang meliputi: Bab I Pendahuluan Menjelaskan tentang latar belakang penulisan laporan, maksud dan tujuan penulisan laporan, tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Gizi serta sistematika penulisan laporan. 5

Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja Dijelaskan mengenai perencanaan dan perjanjian kinerja. Pada awal bab ini disajikan gambaran secara singkat sasaran yang ingin dicapai Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Bina Gizi pada tahun 2013 serta bagaimana kaitannya dengan capaian visi dan misi Kementerian Kesehatan. Bab III Akuntabilitas Kinerja Diuraikan hasil pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis capaian kinerja, termasuk di dalamnya menguraikan secara sistematis keberhasilan dan kegagalan, hambatan/kendala dan permasalahan yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil, serta akuntabilitas keuangan yang memuat pagu dan realisasi anggaran kegiatan yang dilaksanakan, dikaitkan dengan tingkat capaian setiap sasaran strategis dan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Bab IV Penutup Mengemukakan tujuan secara umum tentang keberhasilan dan kegagalan, permasalahan dan kendala utama yang berkaitan dengan kinerja Direktorat Bina Gizi serta strategi pemecahan masalah yang akan dilaksanakan di tahun mendatang. Lampiran - Pernyataan Penetapan Kinerja - Form RKT : Form Rencana Kinerja Tahunan - Form PK : Form Pengukuran Kinerja 6

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. PERENCANAAN KINERJA STRATEGI Untuk merealisasikan visi dan misi dan tujuan tersebut di atas, maka Direktorat Bina Gizi telah menetapkan sasaran strategis sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, sebagai berikut: 7

STRATEGI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBINAAN GIZI Strategi operasional Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014 adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan pendidikan gizi masyarakat melalui penyediaan materi KIE dan kampanye. b. Memenuhi kebutuhan obat program gizi terutama kapsul vitamin A, tablet tambah darah dan mineral mix melalui optimalisasi sumber daya pusat dan daerah. c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas dalam pemantauan pertumbuhan, konseling menyusui dan MP-ASI, tata laksana gizi buruk, surveilans dan program gizi lainnya. d. Memenuhi kebutuhan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) bagi balita menderita gizi kurang (kurus) dan ibu hamil Kurang Energi Kronis (bumil KEK) dari keluarga miskin. e. Mengintegrasikan pelayanan gizi ibu hamil berupa pemberian tablet tambah darah (TTD) dan skrining ibu hamil KEK diintegrasikan dengan pelayanan antenatal (Antenatal Care - ANC). f. Melaksanakan surveilans gizi di seluruh kabupaten/kota, surveilans khusus, dan surveilans gizi darurat g. Menguatkan kerja sama dan kemitraan dengan lintas program dan lintas sektor, organisasi profesi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). h. Menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) gizi. 8

KEBIJAKAN TEKNIS Kebijakan teknis Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014 adalah sebagai berikut: a. Memperkuat peran masyarakat dalam pembinaan gizi masyarakat melalui posyandu. b. Memberlakukan standar pertumbuhan anak Indonesia. c. Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan rawat inap di Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan TFC (Therapeutic Feeding Centre) maupun rawat jalan di Puskesmas dan CFC (Community Feeding Centre) atau Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM). d. Menerapkan standar pemberian makanan bagi bayi dan anak. e. Meneruskan suplementasi gizi pada balita, remaja, ibu hamil, dan ibu nifas serta fortifikasi makanan. f. PMT pemulihan diberikan pada anak gizi kurang dan ibu hamil miskin dan KEK. g. Memperkuat surveilans gizi nasional. h. Menyediakan buffer stock MP-ASI. B. PERJANJIAN KINERJA Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang selektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, Direktorat Bina Gizi pada tahun 2013 akan mewujudkan target kinerja tahunan dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Adapun sasaran strategis, indikator kinerja dan target yang dimuat dalam Penetapan Kinerja dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini: 9

Penetapan Kinerja Direktorat Bina Gizi Tahun 2013 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Kegiatan Target 2013 Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat 1 Persentase (%) balita ditimbang berat badannya (jumlah balita ditimbang/balita seluruhnya (D/S)) 2 Persentase (%) balita gizi buruk yang mendapat perawatan 80% 100% 1. Persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) Indikator persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) adalah jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita. Kunjungan balita ke posyandu juga merupakan realisasi dari upaya kesehatan dalam bentuk promotif sekaligus preventif guna meningkatkan status gizi dan kesehatan balita. 2. Persentase balita gizi buruk mendapat perawatan Cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Bagi anak-anak gizi buruk yang disertai komplikasi medis dapat dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi medis dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader. 10

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA Untuk mengetahui tingkat keberhasilan kinerja Direktorat Bina Gizi dalam rangka mencapai sasaran strategis yaitu meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat dengan menurunnya prevalensi balita anak gizi kurang dari 17,9% menjadi 15% dan menurunnya prevalensi balita anak pendek (stunted) dari 35,6% menjadi 32%, berikut diuraikan penetapan kinerja Direktorat Bina Gizi tahun 2013 yang dapat dilihat dari masing-masing indikator kinerja kegiatan yang telah ditetapkan. Data dan informasi untuk penyusunan laporan bersumber dari dokumen Rencana Kinerja Tahun 2013, Penetapan Kinerja Tahun 2013, dan laporan tahunan yang dituangkan datanya ke dalam formulir Pengukuran Kinerja (PK), serta didasarkan pada analisis deskriptif yang telah disusun. Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi merupakan implementasi dari tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tabel di bawah ini adalah hasil capaian dari indikator kinerja kegiatan yang telah ditetapkan. Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan Tahun 2013 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Kegiatan Target (%) Realisasi (%) Capaian (%) Ket Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat Persentase (%) balita ditimbang berat badannya (D/S) Persentase (%) balita gizi buruk yang mendapat perawatan 80 80,3 100,4 Tercapai 100 100* 100 Tercapai Keterangan: *Jumlah kasus yang ditemukan dan dilaporkan 40.755 kasus 11

B. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA Seperti yang telah diuraikan di sub bab sebelumnya, disebutkan bahwa sasaran strategis yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Gizi adalah meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat yang dijabarkan kedalam 2 (dua) indikator kinerja kegiatan yaitu persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) dan persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan. Sasaran strategis dan kedua indikator kinerja kegiatan ini dicapai melalui beberapa kegiatan pokok berikut, yaitu: Adapun pencapaian sasaran strategis tersebut sudah dipaparkan dan dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa indikator kinerja persentase balita ditimbang berat badannya sedikit diatas target yang ditetapkan, yaitu sebesar 80,3% sedangkan indikator kinerja persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan sudah sesuai target sebesar 100%, akan tetapi dari jumlah absolut penemuan kasus gizi buruk masih jauh di bawah target 12

yaitu 40.755 kasus dari target 44.000 kasus. Adapun evaluasi dan analisis capaian setiap indikator kinerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Persentase Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S) Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan anak dan merupakan dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an.. Kegiatan Balita di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Rejoagung, Kec Ploso, Jombang Jawa Timur Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 (dua) fungsi utama, yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak seperti imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dan sebagainya untuk peningkatan kesehatan anak. 13

Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita (D/S) menjadi sangat penting dalam deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk. Dengan rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara intensif. Sehingga bila berat badan anak tidak naik ataupun jika ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan upaya pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, maka penanganan kasus gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan mengurangi risiko kematian, sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat ditekan. Cakupan pemantauan pertumbuhan secara bertahap mengalami kenaikan, terutama setelah dilakukan revitalisasi posyandu sejak setelah terjadinya krisis beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 secara rata-rata nasional cakupan D/S sebesar 80,3% lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional tahun lalu yang sebesar 75,1% dan target tahun 2013. Trend cakupan D/S tahun 2009-2013 dan cakupan D/S menurut provinsi dapat dilihat di bawah ini. Kegiatan Pemberian Vitamin A di Posyandu Balita Desa Labai Mandiri Kec Nanga Pinoh, Kab Melawi Kalimantan Barat Cakupan Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S) Tahun 2009-2013 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Target 60% 65% 70% 75% 80% Capaian 63,9% 67,9% 71,4% 75,1% 80,3% Tercapai Tercapai Tercapai Tercapai Tercapai 14

Trend Target dan Cakupan Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S) Tahun 2009 2013 Ket: Data diperoleh dari Laporan Dinkes Provinsi Walaupun secara rata-rata nasional cakupan D/S sudah di atas target, namun masih terdapat 15 provinsi yang cakupannya masih di bawah target dan rata-rata nasional. Berikut distribusi cakupan D/S menurut provinsi pada tahun 2013. Distribusi Cakupan D/S Menurut Provinsi Tahun 2013 15

Sumber: Laporan Dinkes Provinsi Tahun 2013 Evaluasi dan analisis capaian indikator kinerja ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Faktor Pendukung Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) dapat sedikit diatas target yang ditetapkan, yaitu 80,3% dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor pendukung berikut: 1) Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah setempat. 2) Adanya kemauan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan balita di lingkungannya. 3) Tingginya motivasi dari tenaga kesehatan setempat dalam menjalankan program. 4) Adanya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan lainnya. 5) Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu dengan dilandasi Permendagri nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu. 6) Menteri Kesehatan melalui surat edaran tanggal 21 September 2012 nomor GK/Menkes/333/IX/2012 telah menetapkan bahwa 16

pada bulan November setiap tahun sebagai bulan penimbangan balita di samping bulan Februari dan Agustus yang bersamaan dengan Bulan Kapsul Vitamin A. 7) Pada Rakerkesnas 2013 di 3 regional (Jakarta, Surabaya dan Makassar), yang antara lain dihadiri Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota, direkomendasikan dilaksanakannya 4 (empat) kali bulan penimbangan dalam setahun, yaitu pada bulan Februari dan Agustus bertepatan dengan bulan vitamin A, ditambah bulan April pada bulan imunisasi dan pada bulan November bertepatan dengan pelaksanaan Hari Kesehatan Nasional (HKN). 8) Tersedianya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang menjadi daya ungkit peningkatan kinerja puskesmas termasuk dalam pembinaan posyandu yang berdampak pada peningkatan D/S. 9) Disahkannya Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. b. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator Belum tercapainya target D/S di beberapa provinsi dari target nasional dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1) Permasalahan geografis seperti di Kabupaten Indramayu, terdapat jarak rumah penduduk ke posyandu sekitar 2 (dua) kilometer yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk wilayah Papua di kabupaten Wamena penduduk harus berjalan kaki 2-3 jam untuk mencapai Posyandu. 2) Kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan, dimana posyandu hanya didukung oleh tenaga kesehatan dari puskesmas setempat. 17

3) Kualitas dan kuantitas dari kader masih kurang. 4) Terbatasnya dana operasional, sarana dan prasarana di posyandu. 5) Kurangnya kemampuan tenaga dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling. 6) Tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat posyandu masih rendah. c. Alternatif Pemecahan Masalah Untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlunya dirumuskan alternatif pemecahan masalah, diantaranya adalah: 1) Mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor GK/Menkes/333/IX/2012 tanggal 21 September 2012 perihal Penyelenggaraan Bulan Penimbangan di seluruh Indonesia pada setiap Bulan November setiap tahun sebagai upaya berdaya ungkit meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penimbangan. 2) Advokasi dan readvokasi kepada pemangku kepentingan terkait mengenai Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. 3) Pelatihan fasilitator pemantauan pertumbuhan kepada seluruh tenaga kesehatan di Indonesia. Hingga akhir Desember 2013 telah dilatih sebanyak 2.003 pengguna akhir (end user) dan 283 fasilitator. 4) Melakukan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun di posyandu. 18

5) Pelatihan ulang kader posyandu (refreshing kader). 6) Peningkatan pemberdayaan masyarakat terutama di posyandu. 7) Penyediaan dana melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dengan perencanaan yang sesuai dengan besaran masalah di Puskesmas. 8) Di samping upaya tersebut di atas, telah diinventarisasi berbagai upaya terobosan atau kegiatan dalam rangka peningkatan D/S antara lain : a) Arisan posyandu yaitu kegiatan yang dilaksanakan pada hari buka posyandu dengan melibatkan keluarga yang memiliki balita sehingga membuat para peserta arisan merasakan keterikatan untuk datang ke posyandu. b) Demo memasak atau demo kecantikan yaitu kegiatan yang dilakukan pada hari buka posyandu dengan memanfaatkan keterampilan yang dimiliki masyarakat atau dapat juga bekerjasama dengan pihak lain di wilayah posyandu sehingga pada saat demo, ibu dan atau keluarga balita mau datang ke posyandu. c) Warung posyandu yaitu kegiatan seperti bazar yang dilakukan pada hari buka posyandu, dimana peserta bazar adalah ibu-ibu balita atau kader yang menjual aneka kebutuhan termasuk kerajinan tangan dan masakan bergizi yang diolah sendiri. Kegiatan bazar ini diharapkan menarik minat ibu-ibu balita untuk membawa balitanya untuk ditimbang di posyandu. d) Odong-odong, kuda-kudaan, jungkat-jungkit, ayunan yaitu bentuk permainan yang dimiliki dan dikelola oleh posyandu atau jenis permainan lain yang biasa terdapat di daerah setempat. Permainan tersebut digunakan untuk menarik balita datang ke posyandu, sambil menunggu giliran 19

ditimbang. Permainan tersebut dioperasikan oleh ibu balita, kader, dan sukarelawan lainnya. e) Pertunjukan boneka atau pertunjukan lain yang sudah dikenal di masyarakat setempat. Bentuk boneka merupakan kreativitas masyarakat setempat. Pesan-pesan yang disampaikan meliputi kesehatan balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lain-lain f). Membagikan cindera mata sesudah balita ditimbang seperti balon, mainan anak-anak dan lainnya yang aman. Dengan kegiatan ini diharapkan menarik minat balita untuk datang kembali ke posyandu. g) Memberikan penghargaan atau hadiah sederhana kepada ibu/keluarga balita yang rutin menimbang balitanya yang dibuktikan dengan buku KIA atau KMS. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi ibu/keluarga agar membawa balitanya ditimbang secara rutin di posyandu. h) Memberikan pelayanan lain di luar kegiatan posyandu seperti pijat/urut bayi. i) Mengintegrasikan kegiatan posyandu dengan kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 2. Persentase Balita Gizi Buruk Yang Mendapat Perawatan Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat badan sangat rendah tidak sesuai dengan tingginya. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan jantung, tuberculosis (TB) dan HIV/AIDS sehingga bila tidak dirawat sesuai standar akan memiliki risiko kematian sangat tinggi. Perawatan gizi buruk dilaksanakan melalui prosedur rawat inap dan rawat jalan. Bagi anak-anak gizi buruk yang disertai komplikasi medis 20

dapat dirawat di puskesmas, rumah Sakit, dan Therapeutic Feeding Centre (TFC), sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader. Pencapaian indikator kinerja ini dipengaruhi antara lain oleh faktorfaktor pendukung berikut: a. Hasil Yang Telah Dicapai Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan dimana semua balita gizi buruk dengan komplikasi medis maupun tanpa komplikasi medis yang terdeteksi telah dirawat, baik itu rawat inap di TFC, puskesmas perawatan dan di rumah sakit maupun rawat jalan di puskesmas non perawatan dan rumah sakit setiap tahunnya selalu mencapai target 100%. Hanya saja untuk tahun 2013, penemuan kasus gizi buruk secara absolut masih dibawah target penemuan, dari target 44.000 kasus hanya 40.755 (92,6%) kasus yang ditemukan dan dilaporkan. Trend kasus gizi buruk yang ditemukan dan dirawat dapat dilihat dalam gambar di bawah ini: Trend Jumlah Kasus Gizi Buruk di Indonesia 21

Yang Ditemukan Dan Dirawat Tahun 2010 2013 Sumber: laporan Dinkes Provinsi Tahun 2013 Balita Gizi Buruk Ditemukan dan Mendapat Perawatan Tahun 2010-2013 PENEMUAN Tahun 2010 2011 2012 2013 Target 40.000 40.000 42.000 44.000 Capaian 43.616 40.412 42.702 40.755 PERAWATAN Target 100% 100% 100% 100% Capaian 100% 100% 100% 100% Contoh Penanganan Kasus Gizi Buruk 22

( 15 BULAN ) Saat Masuk BB = 2.5 kg ; PB = 53 cm Saat Akan Pulang BB = 3.9 kg ; PB = 5.3 cm Lama Perawatan Selama 28 hari ( 1 TAHUN 3 BULAN ) Saat Masuk BB = 4.4 kg ; PB = 62.5 cm Saat Akan Pulang BB = 5 kg ; PB = 64 cm Lama Perawatan Selama 10 hari ( 2 TAHUN 7 BULAN ) Saat Masuk BB = 6.7 kg ; PB = 78 cm Saat Akan Pulang BB = 10 kg ; PB = 78 cm Lama Perawatan Selama 28 hari Pusat Pemulihan Gizi/TFC (Therapeutic Feeding Centre) 23

24

b. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator Pada implementasinya masih ditemukan beberapa kendala dalam pencapaian indikator ini antara lain: 1) Pengetahuan, keterampilan dan kesanggupan beberapa tenaga masih kurang dalam tata laksana gizi buruk. 2) Mobilisasi tenaga kesehatan yang sangat cepat. 3) Data yang ada baru sebatas jumlah balita yg ditangani namun belum dilakukan pemantauan pasca perawatan. 4) Pelaksanaan surveilans dan pelacakan kasus gizi buruk yang belum optimal. c. Alternatif Pemecahan Masalah 1) Melaksanakan pelatihan Tata Laksana Anak Gizi Buruk bagi petugas kesehatan dari Puskesmas dan Rumah Sakit. Sejak tahun 2004 sampai dengan Desember 2013 telah dilatih sebanyak 6.775 petugas kesehatan (dokter, perawat/ bidan, dan ahli gizi) dengan jumlah fasilitator sebanyak 128 orang. Sementara itu puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) yang sudah dilatih sebanyak 1.576 (59%) dari total 3.152 puskesmas DTP yang ada, 514 (12%) puskesmas non perawatan dari total 6.358 puskesmas, dan sebanyak 397 RSUD (67%) telah dilatih tatalaksana gizi buruk dari total 685 RSUD yang ada di Indonesia. 2) Mendirikan Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan Community Feeding Centre (CFC) atau Pos Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM) dengan dukungan pemerintah daerah setempat. Sampai dengan Desember 2013 telah didirikan 184 TFC di 28 provinsi dan 136 CFC di 10 kabupaten/kota di 4 (empat) provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara. 25

3) Disahkannya Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif yang dijabarkan ke dalam Permenkes nomor 15 tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan atau Memerah ASI, dan Permenkes nomor 39 tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Lainnya 4) Pelatihan konselor ASI bagi petugas kesehatan. Sampai dengan bulan Desember 2013, Indonesia sudah mempunyai 4.314 orang konselor ASI. Grafik Jumlah Kumulatif Konselor Menyusui Yang Dilatih Tahun 2010-2014 26

5) Pelatihan tenaga pelatih bagi petugas kesehatan di 5 (lima) provinsi yaitu Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Barat dan Gorontalo yang bertujuan tersedianya Fasilitator Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA). Sampai tahun 2013, sudah terlatih sebanyak 15 orang MoT dan 117 orang fasilitator. 6) Telah ditetapkan spesifikasi teknis mineral mix untuk perawatan gizi buruk. 7) Menyediakan materi-materi penunjang berupa buku-buku pedoman, brosur-brosur maupun leaflet-leaflet 8) Melakukan pelacakan balita gizi buruk 9) Memperbaiki sistem rujukan dan pascarujukan sehingga mengurangi risiko jatuh kembali balita ke dalam status gizi buruk 10) Bekerjasama dalam melakukan rujukan dan perawatan gizi buruk dengan lintas sektor 11) Melaksanakan penanganan gizi buruk dimulai dari tingkat masyarakat (posyandu) 12) Menyediakan buffer stock makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita gizi buruk dan makanan tambahan bagi ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) terutama bagi sasaran yang tinggal di daerah rawan gizi, darurat dan daerah bencana. PMT Ibu Hamil KEK MP-ASI Balita 27

13) Meningkatkan surveilans gizi dengan memanfaatkan SMS gateway. 14) Mensosialisasikan Pedoman Gizi Seimbang tahun 2013 kepada seluruh masyarakat, yang bertujuan untuk menyediakan pedoman makan dan berperilaku sehat bagi lapisan masyarakat berdasarkan prinsip konsumsi aneka ragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik dan mempertahankan berat badan normal. 15) Penguatan penanggulangan gizi buruk dan mengintegrasikannya dengan peningkatan ekonomi keluarga dan ketahanan pangan. 16) Penguatan kerjasama dinas kesehatan dengan perguruan tinggi dalam program 1000 hari pertama kehidupan dan peningkatan peran kader utamanya dalam pendampingan ibu hamil. C. TEROBOSAN YANG AKAN DILAKUKAN Untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan penanggulangan masalah gizi seperti yang telah digambarkan di atas, Direktorat Bina Gizi telah dan akan melaksanakan beberapa hal yang diharapkan menjadi upaya terobosan dalam pemecahan masalah di tahun 2014. Beberapa upaya terobosan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Pemantauan Status Gizi (PSG) di 150 kabupaten/kota untuk mendapatkan informasi tentang status gizi balita. 2. Meningkatkan pendidikan gizi kepada masyarakat, lintas sektor dan program melalui: a. Sosialisasi 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) melalui PKK tingkat provinsi 28

b. Kampanye Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi c. Sosialisasi Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, Permenkes nomor 15 tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan atau Memerah ASI, dan Permenkes nomor 39 tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Lainnya yang memuat pemberian ASI eksklusif dari donor ASI dan sanksi-sanksi serta pengawasan terhadap produsen susu formula bayi dan atau produk bayi lainnya d. Sosialisasi Pedoman Gizi Seimbang (PGS) tahun 2013 dengan pesan yang lebih sederhana, lengkap dan mudah dipahami. PGS tersebut berisi 4 (empat) prinsip gizi seimbang dan pesan-pesan gizi seimbang untuk semua kelompok umur. 3. Peningkatan kapasitas petugas kesehatan tentang PGS. 4. Penyusunan Petunjuk Teknis Perpres nomor 42 tahun 2013 agar dapat diimplementasikan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan masyarakat. 5. Peningkatan kapasitas petugas konseling ASI dan MP-ASI di tempat kerja agar petugas kesehatan di tempat kerja dan kader mampu memberikan pengetahuan tentang pemberian makan bayi dan anak. 6. Perluasan wilayah distribusi Taburia menjadi 21 provinsi yang didanai oleh APBN dan program MCA-I meliputi Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, dan Maluku Utara. TABURIA 29

D. AKUNTABILITAS KEUANGAN Dalam rangka mewujudkan target sasaran strategisnya, Direktorat Bina Gizi pada tahun 2013 mempunyai pagu awal sebesar Rp 166.390.227.000,- melalui DIPA dengan nomor: DIPA- 024.03.1.466034/2013 tanggal 5 Desember 2012. Pada pertengahan tahun 2013 Direktorat Bina Gizi mendapat tambahan dana melalui APBN-P, dana hasil realokasi dari kegiatan yang diefisiensi serta dana hibah dari UNICEF dan WHO sebesar Rp 203.499.773.000,- sehingga total anggaran Direktorat Bina Gizi pada tahun 2013 sebesar Rp 369.890.999.000,-. Anggaran tersebut dibagi kedalam 4 (empat) kategori/indikator dengan rincian sebagai berikut: Rincian Anggaran Rencana Kerja Direktorat Bina Gizi Tahun 2013 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Anggaran (Rp) Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat 1 Persentase balita ditimbang berat badannya 2 Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan 3 Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan administrasi kepemerintahan sesuai ketentuan 4 Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai standar 65.565.078.000 291.757.381.000 11.738.890.000 829.650.000 Anggaran sebesar Rp 357.322.459.000,- atau 96,6% dari total pagu anggaran yang diemban oleh Direktorat Bina Gizi direncanakan akan digunakan langsung untuk mendukung 2 (dua) indikator kinerja kegiatan yang langsung berhubungan dengan pencapaian sasaran strategis. Tingkat capaian sasaran strategis diperoleh dengan realisasi anggaran sebagai berikut: 30

Realisasi Anggaran Berdasarkan Indikator Kinerja Direktorat Bina Gizi Tahun 2013 Sasaran Indikator Kinerja % Anggaran Realisasi % Strategis Meningkatnya kualitas penanganan Persentase balita ditimbang berat badannya 100,4 65.565.078.000 63.480.246.300 96,8 masalah gizi masyarakat Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan 100 291.757.381.000 283.697.117.650 97,2 Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan administrasi kepemerintahan sesuai ketentuan 11.738.890.000 9.452.583.065 80,5 Persentase sarana 829.650.000 626.527.700 75,5 dan prasarana kerja yang sesuai standar T O T A L 369.890.999.000 357.256.474.715 96,6 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa realisasi anggaran yang mendukung langsung pencapaian 2 (dua) indikator kinerja kegiatan perbaikan gizi mencapai 97,2%, sementara itu jika dihitung dari total pagu anggaran yang diemban Direktorat Bina Gizi pada tahun 2013 realisasi 2 (dua) indikator kinerja kegiatan perbaikan gizi sebesar 93,9%. Bila dibandingkan trend realisasi anggaran selama lima tahun terakhir cenderung terlihat meningkat. Capaian realisasi anggaran Direktorat Bina Gizi sudah melebihi target yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI yaitu 90%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 31

Trend Realisasi Anggaran Dit Bina Gizi Tahun Anggaran 2009-2013 Sumber: Data laporan Keuangan Dit Bina Gizi 2008-2013 Sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, Direktorat Bina Gizi telah merealisasikan belanja secara bruto sebesar Rp 357.256.474.715,- (96,6%) dari total anggaran sebesar Rp 369.890.999.000,-. Sasaran strategis dan sub kegiatan yang telah dilakukan agar sasaran strategis tercapai dapat dilihat pada tabel di atas. 32

Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Kegiatan dan Sub Kegiatan Terkait Dalam Pencapaian Sasaran Sasaran Strategis Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat Indikator Kinerja Kegiatan Persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan Sub Kegiatan Terkait Pendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat Peningkatan kapasitas sumber daya manusia gizi Suplementasi gizi dan alat penunjang Penanganan gizi buruk dan kurang Penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Surveilans gizi Dukungan manajemen 33

BAB IV PENUTUP Pada tahun 2013 Direktorat Bina Gizi mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 357.322.459.000,- untuk mendukung secara langsung pencapaian 2 (dua) indikator kinerja kegiatan dari total anggaran Rp 369.890.999.000,- yang telah ditetapkan dalam Renstra yaitu persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) dan persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan. Dengan realisasi sebesar 93,9% dari total pagu anggaran, pencapaian persentase balita ditimbang berat badannya sebesar 80,3% dan persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebesar 100%. Walaupun kedua indikator kinerja kegiatan sudah mencapai target namun pencapaian ini belum sepenuhnya memuaskan, terutama pada persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan, dimana absolut penemuan kasus hanya sekitar 92,6% dari target. Hal tersebut di atas disebabkan antara lain melemahnya peranan posyandu, dimana pemantauan pertumbuhan balita merupakan strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak seperti imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dan sebagainya untuk peningkatan kesehatan anak. Sementara itu realisasi anggaran Direktorat Bina Gizi secara keseluruhan sebesar 96,6%. Dari permasalahan di atas, maka sangat penting kiranya Direktorat Bina Gizi untuk lebih memantapkan dan memonitor serta mengevaluasi implementasi NSPK yang telah disusun, seperti Perpres Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang menekankan bahwa permasalahan gizi yang terjadi merupakan tanggung jawab seluruh sektor. Selain itu pemahaman masyarakat terhadap pentingnya 1000 hari pertama kehidupan dan pendidikan gizi seimbang bagi semua kalangan akan menurunkan risiko kasus gizi buruk. Pelaksanaan surveilans gizi yang intensif tentunya juga 34

sangat mendukung dalam penemuan serta pencegahan terjadinya kasus gizi buruk. Disadari bahwa penentuan indikator pada masing-masing kegiatan sangat mempengaruhi nilai akhir pencapaian kinerja kegiatan, sasaran dan program sehingga upaya peningkatan pendidikan masyarakat, penanggulangan dan perbaikan gizi masyarakat serta penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil dan menyusui, bayi dan anak balita secara paripurna diharapkan dapat mengatasi masalah gizi yang ada. Laporan Akuntabilitas Kinerja ini tentunya bermanfaat sebagai bahan penilaian dalam upaya pemantauan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan program pembinaannya di masa mendatang. Semoga Laporan Akuntabilitas Kinerja ini dapat dijadikan dasar bagi penyusunan Program Pembinaan Gizi di Direktorat Bina Gizi pada khususnya dan Kementerian Kesehatan pada umumnya, dalam rangka mewujudkan Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. 35