Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

Kondisi Perekonomian Indonesia

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011 Page 1

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BERITA RESMI STATISTIK

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2004

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI 2002

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2015

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN NOVEMBER 2016

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2015

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2016

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2016

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN AGUSTUS 2016

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016

Analisis Perkembangan Industri

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN MEI 2004

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN FEBRUARI 2016

EKSPOR Perkembangan Ekspor Ekspor Migas dan Non Migas

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN NOVEMBER 2015

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Surplus Neraca Perdagangan Berlanjut di Bulan April 2015

Produk Domestik Bruto (PDB)

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN APRIL 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JUNI 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

Memasuki pertengahan tahun 2009, momentum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur

Perkembangan Ekspor dan Impor

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

Analisis Perkembangan Industri

Perkembangan Ekspor dan Impor

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

BPS PROVINSI JAWA BARAT

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JULI 2017

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi

Perdagangan Luar Negeri Ekspor-Impor Sumatera Selatan Agustus 2017

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan

Surplus Neraca Perdagangan September 2010 Melonjak 68 Persen Mencapai US$ 2,5 Miliar

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2016

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik. Oleh karenanya, dalam penentuan tujuan pembangunan sektor industri jangka panjang, bukan hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri saja, tetapi sekaligus juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional. Kondisi ekonomi dunia yang terus berubah perlu diiringi dengan analisis mengenai dampak dari situasi tersebut kepada Perekonomian Indonesia. Perubahan terhadap tatanan ekonomi dunia dengan semakin bertumbuhnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru dan semakin pudarnya kekuatan-kekuatan ekonomi lama memberikan pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Di samping itu, tekanan-tekanan yang terjadi terhadap perekonomian dunia seperti naiknya harga komoditas-komoditas utama dunia perlu untuk mengambil kebijakan yang tepat. Untuk itu, Indonesia perlu menyiasati perkembangan-perkembangan tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan nasional terutama di bidang industri dan perdagangan. Untuk meningkatkan daya saing industri yang berkelanjutan perlu adanya anlisa mengenai dampak perubahan berbagai variabel kinerja makro ekonomi terhadap perkembangan sektor industri. Untuk mewujudkan visi industri Indonesia tahun 2014 yaitu Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan untuk menunjang visi Industri tahun 2025 dengan Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 1

menjadi negara industri maju di dunia, Kementerian Perindustrian perlu untuk menyiasati perkembangan-perkembangan ekonomi dunia maupun regional dalam rangka merebut peluang-peluang yang ada untuk menunjang perkembangan Industri di dalam negeri. Untuk itu diharapkan dengan adanya laporan analisis pengembangan kinerja industri ini dapat menjadi acuan dalam memahami kondisi ekonomi Indonesia dan kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasinya. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari analisa ini adalah : Meningkatkan kemampuan aparatur dalam menganalisa perkembangan ekonomi dan industri serta memberikan rekomendasi upaya-upaya yang harus diantisipasi. Memberikan masukan kepada para Pimpinan Kementerian Perindustrian untuk membantu dalam hal pengambilan kebijakan untuk pengembangan sektorsektor industri. Sasaran dari analisa ini adalah Memberikan informasi tentang perkembangan kinerja sektor industri terkini kepada para Pimpinan Kementerian Perindustrian dengan harapan dapat memberikan masukan yang bermanfaat dalam pengambilan kebijakan pengembangan sektor industri. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 2

2.1 Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2010 Kinerja perekonomian Indonesia pada Triwulan IV-2010, sesuai PDB atas dasar harga konstan 2000 menurun sebesar 1,4 persen dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q). Penurunan tersebut mengikuti pola triwulanan yang lalu yaitu mengalami kontraksi pada Triwulan IV setelah terjadi kenaikan pada Triwulan III. Pertumbuhan negatif pada Triwulan IV-2010 ini disebabkan oleh Sektor Pertanian yang mengalami penurunan cukup signifikan sebesar 20,3 persen karena siklus musiman. Sedangkan sektor-sektor lainnya, selama Triwulan IV- 2010 mengalami pertumbuhan positif yaitu: Sektor Pengangkutan dan Komunikasi tumbuh 3,7 persen, Sektor Jasa-jasa tumbuh 2,5 persen, Sektor Konstruksi tumbuh 2,5 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tumbuh,1,7 persen, Sektor Industri Pengolahan tumbuh 1,4 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan tumbuh 1,3 persen, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tumbuh 0,7 persen, serta Sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh sebesar 0,6 persen (Tabel 2). Selanjutnya, perekonomian Indonesia pada Triwulan IV-2010 bila dibandingkan dengan Triwulan IV-2009 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 6,9 persen. Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi yaitu: Sektor Pengangkutan dan Komunikasi mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 15,5 persen, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tumbuh 8,4 persen, Sektor Jasa-jasa tumbuh 7,5 persen, Sektor Konstruksi tumbuh 6,7 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan tumbuh 6,3 persen, Sektor Industri Pengolahan tumbuh 5,3 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tumbuh 4,3 Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 3

persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh 4,2 persen, serta Sektor Pertanian tumbuh 3,8 persen. Tabel 2.1 Laju Pertumbuhan PDB Triwulanan Menurut Lapangan Usaha (persentase) Lapangan Usaha Triwulan III-2010 Terhadap Triwulan II-2010 Triwulan IV-2010 Terhadap Triwulan III-2010 Triwulan IV-2010 Terhadap Triwulan IV-2009 (1) (2) (3) (4) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 6,2-20,3 3,8 2. Pertambangan dan Penggalian 3,5 0,6 4,2 3. Industri Pengolahan 2,6 1,4 5,3 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,1 1,7 4,3 5. Konstruksi 4,4 2,5 6,7 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 3,9 0,7 8,4 7. Pengangkutan dan Komunikasi 4,7 3,7 15,5 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 1,7 1,3 6,3 9. Jasa -jasa 1,1 2,5 7,5 (Sumber : BPS) Produk Domestik Bruto (PDB) 3,4-1,4 6,9 PDB Tanpa Migas 3,6-1,5 7,4 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2010 Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 6,1 persen dibanding tahun 2009. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan pada tahun 2010 mencapai Rp2.310,7 triliun, sedangkan pada tahun 2009 dan 2008 masing-masing sebesar Rp2.177,7 triliun dan Rp2.082,5 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2010 naik sebesar Rp819,0 triliun, yaitu dari Rp5.603,9 triliun pada tahun 2009 menjadi sebesar Rp6.422,9 triliun pada tahun 2010. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor yang mendapat dukungan dari meningkatnya beberapa harga komoditas. Pertumbuhan ekonomi diprediksi akan terus meningkat pada tahun 2011 dengan catatan Pemerintah mampu mempertahankan laju inflasi dan Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 4

pembenahan pada sektor konsumsi, target pertumbuhan 2011 sebesar 6,4 persen. Selama tahun 2010, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 13,45 persen, diikuti oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,69 persen, Sektor Konstruksi 6,96 persen, Sektor Jasa-jasa 6,01 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 5,65 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5,31 persen, Sektor Industri Pengolahan 4,48 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian 3,48 persen, dan Sektor Pertanian 2,86 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2010 mencapai 6,56 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 6,10 persen. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang mengalami pertumbuhan sebesar 8,69 persen memberikan sumbangan terhadap sumber pertumbuhan terbesar terhadap total pertumbuhan PDB yaitu sebesar 1,5 persen. Selanjutnya diikuti oleh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan Sektor Industri Pengolahan yang memberikan peranan masing-masing sebesar 1,2 persen.selengkapnya dapat dilihat Tabel 2.2 Pertumbuhan sektor non migas semenjak tahun 2005 berada dibawah pertumbuhan PDB sebagaimana tersaji pada Tabel 2.3 dan Grafik 2.1. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 5

Tabel 2.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha (Persen) LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 2.82 2.72 3.36 3.47 4.83 3.98 2.86 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -4.48 3.20 1.70 1.93 0.71 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. IndustriMigas b. Industri Non Migas 6.38-1.95 7.51 4.60-5.67 5.86 4.59-1.66 5.27 4.67-0.06 5.15 3.66-0.34 4.05 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5.30 6.30 5.76 10.33 10.93 5. B A N G U N A N 7.49 7.54 8.34 8.53 7.55 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5.70 8.30 6.42 8.93 6.87 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 13.38 12.76 14.23 14.04 16.57 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 7.66 6.70 5.47 7.99 8.24 9. JASA - JASA PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 5.38 5.03 5.97 5.16 5.69 6.57 6.16 5.50 6.11 6.44 6.35 6.95 6.24 6.01 6.47 4.44 3.48 2.16 4.48-2.19-2.31 2.56 5.09 14.29 5.31 7.07 6.98 1.30 8.69 15.50 13.45 5.05 5.65 6.42 6.01 4.58 6.10 4.96 6.56 (Sumber : BPS, * Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara) Tabel 2.3 dan Grafik 2.1 Pertumbuhan PDB Ekonomi dan PDB Industri Non Migas Tahun 1997-2010 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00% -10.00% -15.00% 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 PDB INDUSTRI NON MIGAS PDB EKONOMI (Sumber : BPS) Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 6

2. 3 Perkembangan Realisasi Investasi Tahun 2010 Perkembangan Realisasi Investasi pada tahun 2010 dapat tergambarkan pada tabel berikut : Tabel 2.4 Realisasi Investasi PMA dan PMDN Tahun 2010 Sektor Investasi PMA (US$. Juta) Investasi PMDN (Rp. Miliar) I Sektor Primer 3.042,3 12.131,4 II Sektor Sekunder 3.357,1 25.612,6 6 Industri Makanan 1.025,9 16.405,4 7 Industri Tekstil 154,8 431,7 8 Industri Barang Kulit dan Alas Kaki 144,1 12,5 9 Industri Kayu 43,1 451,3 10 Industri Kertas dan Percetakan 46,4 1.102,8 11 Industri Kimia dan Farmasi 798,4 3.266,0 12 Industri Karet dan Plastik 105,0 522,8 13 Industri Mineral Non Logam 28,4 2.264,6 14 Industri Logam, Mesin dan Elektronik 589,6 789,6 15 Industri Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam 1,4-16 Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 393,8 362,2 17 Industri Lainnya 26,2 3,7 III Sektor Tersier 9.815,3 22.882,2 Total 16.214,8 60.626,3 (Sumber : BKPM) Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai investasi PMA terbesar terletak pada Sektor Tersier yang memiliki nilai tambah kecil bagi perekonomian, sementar di Sektor Primer dan Sekunder yang memiliki nilai tambah besar bagi perekonomian hanya 48% dari Investasi PMA. Secara total angka investasi PMA ini mengalami peningkatan sebesar 55% dibanding tahun 2009. Namun investasi PMA pada Sektor industri menurun dibanding tahun 2009. Penurunan ini terjadi karena Indonesia sulit bersaing dengan Negara Industri lain dalam hal kelayakan infrastruktur dan regulasi yang masih tumpang tindih. Terobosan terhadap regulasi dan prioritas pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 7

investasi di bidang industri. Investasi PMDN didominasi oleh investasi pada bidang Industri, kondisi ini menunjukkan bahwa para pelaku industri mulai melakukan ekspansi usaha, untuk itu perlu dukungan kebijakan yang bisa menopang tumbuhnya investasi yang berasal dari dalam negeri, Secara umum perkembangan Investasi kita tersaji pada Tabel dan Gambar Berikut : Tabel 2.5 Realisasi Investasi PMA Tahun 2006-2010 (US$ Juta) TAHUN Sektor 2006 2007 2008 2009 2010 Sektor Primer 532,4 599,3 335,6 462,6 3.042,3 Sektor Sekunder 3.619,7 4.697,0 4.515,2 3.831,1 3.357,1 Sektor Tersier 1.839,5 5.045,1 10.020,5 6.521,2 9.815,3 TOTAL 5.991,7 10.341,4 14.871,4 10.815,0 16.214,7 (Sumber BKPM) Grafik 2.2 Pertumbuhan Investasi PMA Tahun 2007-2010 Persen (Sumber : BKPM) 2007 2008 2009 2010 TOTAL 72.60 43.80 (27.28) 49.93 Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 8

Tabel 2.6 Realisasi Investasi PMDN Tahun 2006-2010 (Rp. Miliar) Sektor Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier TOTAL (Sumber : BKPM) TAHUN 2006 2007 2008 2009 2010 3,599.8 4,377.4 1,757.7 4,415.9 12,131.4 13,012.7 26,289.8 15,914.8 19,434.4 25,612.6 4,036.5 4,211.5 2,690.8 13,949.5 22,882.2 20,649.0 34,878.7 20,363.4 37,799.8 60,626.2 Grafik 2.3 Pertumbuhan Investasi PMDN Tahun 2007-2010 Persen TOTAL 2007 2008 2009 2010 68.91 (41.62) 85.63 60.39 (Sumber : BKPM) Berdasarkan tabel tersebut diatas pola investasi kita sangat terpengaruh dengan kondisi ekonomi dunia saat krisis dunia tahun 2008, investasi PMA dan PMDN kita mengalami penurunan yang sangat tajam, namun segera pulih pada tahun berikutnya. Untuk menghindari dinamika ekonomi yang terjadi dilakukan langkah-langkah pengaman yang bersifat segera dan di dunia, perlu tepat sasaran. Salah satu langkah pengamanan yang dapat dilakukan adalah adanya early warning system terhadap situasi ekonomi dunia sehingga bisa dilakukan penyesuaian kebijakan. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 9

2.4 Perkembangan Ekonomi Tahun 2011 2.4.1 Inflasi Inflasi bulan Februari tercatat sebesar 0,13 dipengaruhi oleh adanya kenaikan harga yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,47 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,40 persen; kelompok kesehatan 0,69 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,13 persen dan kelompok transport, komunikasi & jasa keuangan 0,15 persen serta perununan indeks pada kelompok bahan makanan 0,33 persen dan kelompok sandang 0,08 persen Dari tiga kelompok komponen sumbangan inflasi terhadap inflasi nasional yaitu: komponen inti 0,31 persen dan komponen yang harganya diatur pemerintah 0,32 persen, Sedangkan komponen bergejolak Mengalami penurunan sebesar 0,48 persen 1. Tabel 2.7 Inflasi Bulanan, Inflasi Year on Year Inflasi 2009 2010 2011 Februari 0.21 0.3 0.13 Januari-Februari 0.14 1.14 1.03 Februari terhadap Februari (Yoy) 8.60 3.81 6.84 (Sumber : BPS) Keadaan ini mengakibatkan Inflasi kita (YoY) naik sebesar 6,84 persen, untuk menekan laju inflasi perlu dilakukan kebijakan yang memungkinkan dilancarkannya arus barang, karena mengingat pada akhir tahun 2010 khususnya bulan November-Desember dan Januari efek dari kenaikan harga 1 Yang dimaksud dengan komponen inti adalah faktor fundamental ekonomi (seperti nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dll), Komponen Bergejolak adalah harga-harga barang yang terpengaruh dengan arus barang dan jasa, komponen harga diatur pemerintah adalah harga BBM dan pupuk. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 10

kebutuhan pokok seperti beras dan bahan makanan seperti pendorong tingginya inflasi pada tahun 2010. cabe menjadi Disamping itu perlu juga dirumuskan kebikajakan yang mendukung infrastruktur, seperti Fasilitasi pembangunan Infrastruktur Industri yang difokuskan kepada penurunan biaya arus barang. Dengan program koridor ekonomi yang dicanangkan pemerintah diharapkan dapat mendukung pengembangan sektor- ke depan sektor ekonomi khususnya industri, apabila sektor ini berkembang diharapkan dapat menahan laju inflasi. Tahun 2011 akan menjadi tahun yang berat bagi perekonomian Indonesia dalam hal mengendalikan inflasi, Ada beberapa faktor yang harus menjadi perhatian dalam mengelola kebijakan khususnya tren inflasi pada tahun 2011, yang utama adalah harga komoditi dunia yang terus meningkat khususnya pada Minyak Bumi dan Kapas. Untuk memperkuat analisa tersebut perlu kita lihat Grafik berikut: Grafik 2.4 Harga Minyak Harga Minyak/Barrel (US$) Crude Oil Price/Barrel (US$), 103.96 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 (Sumber : www.indexmundi.com) Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 11

Grafik 2.5 Harga Kapas Cotton Price/Pound (US$ Cent) Cotton Price/Pound (US$ Cent), 213.18 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May- Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May- Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 (Sumber : www.indexmundi.com) Grafik 2.6 Harga Gandum Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 Wheat/Metric Ton (US$) Wheat/Metric Ton (US$), 348.15 Oct-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 (Sumber : www.indexmundi.com) Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 12

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa ada tren peningkatan yang cukup besar pada harga minyak, gandum, dan Kapas. Tekanan pada peningkatan harga minyak ini akan memaksa belanja subsidi menjadi makin besar. Setiap kenaikan harga minyak 1 US$ akan menyebabkan belanja subsidi BBM naik sebesar 2,6 Triliun rupiah, langkah yang diambil pmerintah untuk mengantisispiasi keadaan ini adalah dengan pembatasan BBM. Dari hasil analisa kebijakan sektor ekonomi pembatasan BBM ini memiliki kelemahan, dan bisa memicu gejolak harga yang mendorong inflasi menjadi lebih tinggi dari sekarang, bila kondisi ini berlanjut maka akan memaksa Bank Indonesia untuk menaikkan BI Rate, yang dampaknya akan mendorong peningkatan suku bunga pinjaman, akibatnya bagi sektor industri adalah dapat memperlambat pertumbuhan industri otomotif dan belanja modal industri, Untuk menjawab tantangan ini langkah kebijakan yang dapat diambil oleh Kementerian Perindustrian adalah dengan melakukan koordinasi dengan stakeholder yang bertujuan untuk menjaga momentum pertumbuhan. Kenaikan harga Gandum dan Kapas akan mendorong harga-harga komoditi dalam negeri yang terkait dengan kedua komoditi tersebut akan mengalami peningkatan. Sehingga peluang terjadinya inflasi dari kedua komoditi tersebut cukup besar, agar perkembangan ekonomi dan industri dapat bertahan dan terus tumbuh, perlu ada langkah antisipasi oleh pemerintah dalam penanganan komoditi tersebut di dalam negeri. 2.4.2 Ekspor dan Impor Non Migas Tahun 2010 2.4.2.1 Ekspor Non Migas Nilai ekspor Indonesia Desember 2010 mencapai US$16,78 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 7,36 persen dibanding ekspor November 2010, Sementara bila dibanding Desember 2009 ekspor mengalami peningkatan sebesar 25,74 persen, Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Desember 2010 mencapai US$157,73 miliar atau meningkat 35,38 persen dibanding periode yang sama tahun 2009, Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 13

sementara ekspor nonmigas mencapai US$129,68 miliar atau meningkat 33,02 persen Pada periode Tahun 2010, Jepang masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$16,500,5 juta (12,72 persen), diikuti Cina dengan nilai US$14,072,6 juta (10,85 persen), dan Amerika Serikat dengan nilai US$13,327,2 juta (10,28 persen). Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari- Desember 2010, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 62,14 persen sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,17 persen dan kontribusi ekspor produk pertambangan dan lainnya adalah sebesar 16,91 persen, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 17,78 persen. Berikut disajikan ringkasan perkembangan ekspor Indonesia dan Komposisi Ekspor Indonesia berdasarkan Golongan Barang pada tahun 2010. Tabel 2.8 Ringkasan Perkembangan Ekspor Indonesia Januari 2011 Tahun Uraian Januari 2010 Desember 2010 Januari 2011 Jan-Des 2010 Total Ekspor 11,595.6 16,829.9 14,454.5 157,779.1 Migas 2,344.9 3,259.3 2,518.2 28,039.6 Nonmigas 9,251.0 13,570.6 11,936.3 129,739.5 (Sumber : BPS) Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 14

Grafik 2.7 Komposisi Ekspor Non Migas Berdasar Golongan Barang Tahun 2010 Bahan Bakar Mineral 14% Lemak & Minyak hewan/nabati Mesin/Peralatan listrik 41% 13% Karet dan barang dari karet Bijih, Kerak, dan abu logam Mesin-mesin/pesawat mekanik 8% Bahan Kimia Organik Alas Kaki 2% 1% 2% 2% 4% 6% 7% Serat Stapel Buatan Berbagai Produk Kimia Lainnya (Sumber : BPS) Komposisi Ekspor Non Migas berdasarkan 4 negara tujuan utama semenjak tahun 2004 2010 dapat dilihat pada tabel berikut : Tahun 2004 7,639,4 8,238,7 4,597,70 8,955,4 2005 9,239,7 9,744,0 5,408,80 10,145,8 2006 10,565,3 12,178,6 7,300,10 12,029,6 2007 11,110,7 13,287,2 8,507,00 13,344,4 2008 12,375,3 13,336,2 9,574,40 15,341,4 2009 10,470,1 11,978,9 8,920,10 13,553,4 2010 13,327,2 16,501 14,072,60 17,069,8 (Sumber BPS) Tabel 2.9 Ekspor Non Migas Tahun 2004-2010 Negara (US$ Juta) AS Jepang China Uni Eropa Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 15

2.4.2.2 Impor Non Migas Nilai impor Indonesia Desember 2010 sebesar US$13,09 miliar atau naik 0,63 persen dibanding impor November 2010 yang besarnya US$13,01 miliar, sedangkan jika dibanding impor Desember 2009 (US$10,30 miliar) naik 27,08 persen, Sementara itu, selama Januari-Desember 2010 nilai impor mencapai US$135,61 miliar atau meningkat 40,05 persen jika dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya (US$96,83 miliar). Negara pemasok barang impor non-migas terbesar selama Januari- Desember 2010 masih ditempati oleh Cina dengan nilai US$19,69 miliar dengan pangsa 18,19 persen, diikuti Jepang US$16,91 miliar (15,62 persen) dan Singapura US$10,05 miliar (9,29 persen), Impor non-migas dari ASEAN mencapai 22,03 persen, sementara dari Uni Eropa sebesar 9,02 persen. Nilai impor semua golongan penggunaan barang selama Januari- Desember 2010 dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing meningkat, yaitu impor barang konsumsi sebesar 47,98 persen, bahan baku/penolong sebesar 41,73 persen, dan barang modal sebesar 31,69 persen. Dari total impor Indonesia selama Desember 2010 sebesar US$13,089,5 juta, impor bahan baku/penolong memberikan peranan terbesar, yaitu 73,34 persen dengan nilai US$9,599,4 juta, diikuti oleh impor barang modal sebesar 19,06 persen (US$2,494,8 juta), dan impor barang konsumsi sebesar 7,60 persen (US$995,3 juta). Impor Indonesia yang dirinci menurut golongan penggunaan barang, selama Januari-Desember 2010 dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya mengalami peningkatan untuk semua golongan, yaitu untuk impor barang konsumsi dari US$6,752,6 juta menjadi US$9,992,6 Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 16

juta atau meningkat 47,98 persen dan impor bahan baku/penolong dari US$69,638,1 Demikian juga dengan impor barang modal meningkat dari US$20,438,5 juta menjadi US$26,916,0 juta atau naik 31,69 persen. Berikut disajikan ringkasan perkembangan impor Indonesia dan Komposisi Impor Indonesia berdasarkan Golongan Barang pada tahun 2010. Tahun Uraian Januari Desember Januari Jan-Des 2010 2010 2011 20100 Total Impor Migas Nonmigas 9,490.5 1,936.9 7,553.6 13,146.7 2,643.0 10,503.7 12,548.7 2,971.8 9,576.9 135,663.3 27,412.7 108,250.6 (Sumber : BPS) juta menjadi US$98,697,5 juta (naik 41,73 persen), Tabel 2.10 Ringkasan Perkembangan Impor Indonesia Januari 2011 Grafik 2.8 Komposisi Impor Non Migas Berdasar Golongan Barang Tahun 2010 Mesin dan peralatan mekanik 19% Mesin dan peralatan listrik Besi dan baja 38% Kendaran Bermotor dan bagiannya Plastik dan barang dari plastik 14% Bahan Kimia Organik Serelia 1% 3% 2% 2% 5% 5% 5% 6% Kapas Barang dari besi dan baja Gula dan kembang gula Lainnya (Sumber : BPS) Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 17

Komposisi Impor Non Migas berdasarkan 4 negara tujuan utama semenjak tahun 2004 2010 dapat dilihat pada tabel berikut : Tahun Tabel 2.11 Impor Non Migas Tahun 2004-2010 Negara (US$ Juta) AS Jepang China Uni Eropa 2004 3,301,7 6,019,8 3,822,10 5,292,4 2005 4,253,1 10,213,9 6,662,60 5,731,2 2006 4,553,7 9,230,6 8,293,90 6,003,6 2007 5,445,6 9,335,4 11,215,00 7,650,4 2008 7,865,9 14,969,8 17,598,50 10,529,5 2009 7,037,6 9,810,5 13,491,40 8,649,2 2010 9,291,3 16,908 19,687,20 9,767,2 (Sumber BPS) Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia memperlihatkan kondisi yang cukup menggembirakan, Kondisi perdagangan menunjukkan surplus yang sangat besar yaitu sebanyak US$ 49 Miliar, Surplus ini menunjukkan bahwa kinerja ekspor kita membaik, namun penguatan rupiah saat ini bisa menghambat pertumbuhan ekspor khususnya pada barang-barang furniture, Bila dilihat dari komposisi Negara, dari data diatas kita simpulkan Indonesia menghadapi kondisi perdagangan yang defisit dengan China, Impor Indonesia sebesar US$ 19, 687 Miliar dengan nilai Ekspor sebesar US$ 14, 072 Miliar, Meski masih defisit Ekspor kita dengan China meningkat tajam, naik 90% dibanding tahun 2009, 2008 dan 2007, Bahkan bila kita melihat kebelakang, Ekspor kita mengalami kenaikan yang luar biasa, Artinya implementasi CAFTA memang memiliki keuntungan dan kerugian, Namun yang perlu diperhatikan adalah ini baru tahun awal implementasi CAFTA, efeknya baru bisa terlihat 2-3 tahun mendatang, Sehingga Kebijakan yang melindungi industri dalam Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 18

negeri harus diperkuat dan dipertahankan, Sebagai bahan tambahan berikut tabel pangsa pasar di 4 negara tujuan utama yaitu AS, China, Jepang dan Uni Eropa Tabel 2.12 Pangsa Pasar Indonesia (Juta US$) Negara AS China Jepang Uni Eropa Total Impor* 1,935,600 1,394,830 690,038,6 1,200,000 Ekspor Indonesia 13,327,2 14,072,6 16,500,5 17,069,8 Presentase 0,69 1,01 2,39 1,42 *Data Impor diambil dari Website Negara masing Dari data pangsa pasar tersebut kita bisa lihat bahwa Posisi Indonesia di setiap negara tujuan utama ekspor masih relatif kecil, untuk itu perlu diperkuat pengembangan produk Industri kita untuk meningkatkan total Ekspor kita ke empat negara utama tersebut. 2.5 Perkembangan Ekonomi Dunia 2.5.1 Bencana Gempa Jepang Pada tanggal 14 Maret 2011 Jepang terkena bencana gempa dengan kekuatan 8,9 Skala Richter, Gempa ini merupakan gempa terbesar yang pernah melanda jepang dalam 140 tahun terakhir, Saat ini diestimasi kerugian yang dihadapi sebesar US$ 240 Miliar atau setara dengan Rp, 2400 Triliun, bencana ini setara dengan 4% nilai GDP Jepang. Bencana Jepang memiliki efek terhadap perekonomian Indonesia, dengan presentase Ekspor ke Jepang sebesar 12,72%, akan ada pengaruhnya terhadap perekonomian meski tidak terlalu besar, mengingat Pangsa Pasar kita di Jepang yang tidak besar. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 19

Kondisi ini diperkirakan tidak akan terlalu mengganggu kinerja ekspor kita secara umum, mengingat peluang ekspor di China yang menunjukkan tren meningkat, Selain itu recovery dari Gempa Jepang tidak akan berlangsung lama diperkirakan dalam waktu 1-2 tahun Jepang akan pulih seperti sediakala. Namun kondisi diatas sangat tergantung dengan penanganan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir mereka yang mengalami kerusakan sebagai akibat bencana gempa. 2.5.2 Krisis Timur tengah Krisis Politik di Tunisia pada awal tahun 2011 mendorong pergeseran peta demokrasi di Timur Tengah. Kawasan Timur Tengah selama puluhan tahun dipimpin oleh tirani yang korup. Kondisi ini telah mendorong kekecewaan yang luar biasa pada masyarakat karena tirani tersebut tidak bisa mendorong kesejahteraan masyarakat, dan inilah yang mendorong masyarakat pada kawasan tersebut melakukan penggulingan terhadap kekuasaan yang ada. Revolusi politik selalu berpengaruh kepada ekonomi, namun permasalahan yang terjadi pada kawasan Timur Tengah bisa menimbulkan masalah yang lebih besar. Cadangan minyak yang dimiliki oleh negara-negara tersebut. Telah memaksa Kilang-Kilang minyak besar di Kawasan tersebut untuk mengurangi produksinya, tentu kondisi ini membuat harga minyak dunia terus menerus mengalami kenaikan. Permasalahan politik di Timur Tengah harus segera diselesaikan, untuk menghindari dunia agar tidak jatuh ke arah krisis komoditi. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 20

3.1 Perkembangan Sektor Industri Non Migas Tahun 2010 Perkembangan sektor industri non migas sampai dengan tahun 2010 secara umum bisa kita lihat pada tabel berikut : Tabel 3.1 Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Kumulatif LAPANGAN USAHA 2009* 2010** I II III IV I II III IV INDUSTRI PENGOLAHAN 1,50 1,51 1,43 2,16 3,87 4,18 4,21 4,48 a, Industri M i g a s -2,20-1,86-1,78-2,19-1,01-1,73-2,07-2,31 b, Industri bukan Migas 1,85 1,83 1,73 2,56 4,31 4,72 4,78 5,09 1), Makanan, Minuman dan Tembakau 13,79 15,34 13,39 11,22 0,60 1,22 2,16 2,73 2), Tekstil, Brg, kulit & Alas kaki -2,16-2,50-0,75 0,60 0,13-0,01 0,05 1,74 3), Brg, kayu & Hasil hutan lainnya, 3,12-0,96-1,97-1,38-2,73-2,81-2,83-3,50 4), Kertas dan Barang cetakan 3,23 3,35 4,60 6,34-0,84-0,50 0,48 1,64 5), Pupuk, Kimia & Barang dari karet 3,23 2,84 1,17 1,64 4,45 4,05 4,50 4,67 6), Semen & Brg, Galian bukan logam -4,69-3,72-2,92-0,51 8,03 5,52 3,46 2,16 7), Logam Dasar Besi & Baja -9,88-8,99-7,10-4,26-0,06-0,03-0,13 2,56 8), Alat Angk,, Mesin & Peralatannya -5,97-6,34-5,41-2,87 10,67 11,64 10,67 10,35 9), Barang lainnya 8,70 4,21 3,87 3,19-1,39 2,25 2,82 2,98 PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,60 4,37 4,31 4,58 5,59 5,86 5,84 6,10 PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 5,01 4,77 4,69 4,96 6,09 6,31 6,28 6,56 Sumber : BPS Dari tabel tersebut kita bisa lihat bahwa pertumbuhan paling besar dialami oleh Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya, Industri ini menjadi tulang punggung pertumbuhan industri pada tahun 2010 dengan pertumbuhan sebesar 10,35% salah satu faktor utama dari pertumbuhan industri ini adalah suku bunga Bank Indonesia yang tetap stabil selama tahun 2010, sehingga mendorong masyarakat untuk mengajukan kredit pembelian kendaran bermotor. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 21

Sementara itu kita lihat pertumbuhan industri yang mengalami pertumbuhan industri negatif, adalah Industri hasil hutan dan perkebunan, perkebunan Industri ini mengalami penurunan pertumbuhan karena minimnya pasokan bahan baku yang berasal dari alam, Salah satu faktor pemicunya adalah ekspor barang mentah bahan-bahan bahan tersebut. Secara umum semenjak tahun 2005-2010 2005 2010 kita mengalami pertumbuhan industri yang positif dengan rata-rata rata sebesar 4,7 % dibawah rata-rata rata rata angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,7 %. Lebih lengkapnya tersaji dalam tabel 3.2 dan 3.3 berikut : Tabel 3.2 Pertumbuhan Industri Non Migas 2005-2010 Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 22

Tabel 3.3 Kontribusi terhadap Pertumbuhan Industri 2005-2010 Perkembangan Industri tahun 2010 relatif stabil, ditopang oleh iklim ekonomi dunia yang sedang menghadapi masa pemulihan pasca krisis tahun 2008, Imbas pemulihan ini memang terasa pada industri industri kita meski lajunya besar, besar Momentum pemulihan pada tahun 2011 ini perlu dipertahankan dengan menjaga pola kebijakan yang bersifat insentif, insentif Perlu dilakukan perluasan bantuan subsidi bunga terhadap sektor industri, Kebijakan bantuan subsidi bunga adalah salah satu tools penting untuk menjaga momentum pertumbuhan, pertumbuhan Tahun 2010 adalah tahun pertama implementasi ACFTA sehingga belum dapat kita katakan katakan bahwa Indonesia tidak terpengaruh oleh kebijakan tersebut, tersebut Perlu dilakukan upaya-upaya upaya untuk menjaga industri dalam negeri, mengingat pada tahun tahun tahun-tahun mendatang perdagangan bebas yang bersifat regional akan terus dihadapi oleh Indonesia. Indonesia Industri kita secara umum memang tumbuh pasca krisis namun pertumbuhan tersebut sangatlah lambat, dibandingkan dengan pertumbuhan Indonesia secara Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 23

total. Untuk itu perlu ada langkah-langkah konkrit untuk memperkuat industri nasional, salah satunya melalui insentif fiskal dan subsidi bunga. Proyeksi untuk tahun 2011 kemungkinan besar kita akan menghadapi situasi yang sama dengan tahun 2008 dimana kita terkena imbas dari krisis global, saat ini kondisi dunia sudah masuk dalam pemulihan, namun situasi ekonomi di Eropa khususnya di Spanyol, Irlandia, Yunani, dan Portugal akan memaksa Uni Eropa kembali mengeluarkan dana talangan untuk menyelamatkan ketiga tersebut. Opsi default adalah opsi yang kurang menguntungkan bagi perekonomian Eropa, namun bukan tidak mungkin opsi ini akan diambil. Selain dengan kondisi tersebut ancaman naiknya inflasi sebagai akibat dari kenaikan harga minyak membuat para pelaku industri akan cenderung menahan diri untuk melakukan investasi lebih lanjut. Oleh karena itu perlu ada kejelasan sikap dari Pemerintah Pusat terkait dengan masalah harga BBM sehingga langkahlangkah antisipasinya bisa dipersiapkan sejak dini. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 24

4. 1 Kesimpulan Secara umum Tahun 2010 ekonomi berjalan dalam koridor yang relative stabil dan tidak ada gejolak yang berarti, kondisi ini membuat ekonomi Indonesi berjalan stabil, sehingga angka pertumbuhan pada tahun 2010 lebih tinggi dari tahun 2009, Efek pemulihan krisis menjadi salah satu penyebab utama penguatan ini, Inflasi pada tahun 2010 menghadapi peningkatan yang cukup besar disbanding tahun 2009 dengan angka Inflasi 7% pada tahun 2010 membuat BI rate bergerak untuk dinaikkan pada awal tahun 2011, Kondisi harga 2010 sangat dipengaruhi pergerakan harga komoditi seperti beras dan cabai, Untuk itu gejala harga komoditas ini perlu dipantau secara seksama, Krisis Timur Tengah memaksa harga komoditas Minyak untuk terus naik, sehingga mencapai level diatas US$ 110, kenaikan harga minyak ini memiliki efek terhadap besaran subsidi BBM yang ditetapkan pemerintah, Dengan kondisi ini APBN-P diperkirakan akan diajukan pada Bulan Mei 2011 dengan memasukkan rencana pembatasan subsidi BBM, Kinerja Ekspor dan Impor kita sangat baik pada tahun 2010, namun kinerja ini banyak ditopang oleh komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit, Sehingga peluang peningkatan Ekspor Indonesia pada barang-barang manufaktur masih terbuka lebar, khususnya dengan pemberlakuan ACFTA, Akan tetapi kebijakan yang melindungi industri dalam negeri perlu diperkuat, Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 25

4. 2 Saran Bencana Jepang belum akan mengganggu perekonomian nasional mengingat besaran ekspor kita ke Jepang tidaklah besar, Namun penanganan terhadap reaktor nuklir Jepang menjadi kunci utama dari pemulihan perekonomian nasional. Perlu dirumuskan kebijakan yang menunjang berkembangnya infrastruktur untuk meningkatkan daya saing, mengingat kondisi Infrastruktur Indonesia menjadi faktor besar dalam melemahkan daya saing. Kebijakan yang bersifat Insentif fiskal perlu dilanjutkan dengan melakukan perluasan basis industri yang dapat memperoleh akses. Insentif ini juga perlu disertai dengan pengawasan terhadap pelaksanaannya. Laporan Evaluasi Kinerja Ekonomi Tahun 2010 Page 26