BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

STRATEGI KOPING PADA WANITA JAWA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB II KAJIAN TEORI. adalah bercintaan atau berkasih-kasihan sehingga dapat disimpulkan. perempuan, adanya komitmen dari kedua belah pihak biasanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sering masyarakat mengetahui dan mendengar berita mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi sangat penting setelah selama ribuan tahun perempuan berada. ideologi yang mendunia dan dianggap kodrat Tuhan.

Usia berapa Anda saat ini?

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak.

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan posisi perempuan sebagai manusia tidak sejajar dengan posisi lakilaki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cinta antara laki-laki dengan perempuan yang diikat dengan suatu komitmen atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Rice dalam Sayasa, 2004). Dalam perjalanan menuju dewasa tersebut para remaja menghadapi banyak tantangan, seperti belajar untuk mulai menjalin hubungan yang lebih dewasa dengan orang lain, belajar melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua, atau mempersepsikan diri untuk memilih karir apa yang akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan dengan orang lain dan tertarik dengan lawan jenis dalam hubungan berpacaran ada yang berjalan baik dan ada yang tidak baik. Hubungan pacaran yang tidak baik yang akan berakibat putus, mengalami pertengkaran terus-menerus, karena cemburu, dan mengalami kekerasan dalam berpacaran. Laporan dari Department of Justice s Bereau of Statistic Amerika Serikat tentang Intimate Partner Violence and Age of Victim, 1993-1999, menyebutkan pada tahun 1999 sebanyak 671.110 perempuan telah mengalami kekerasan domestic termasuk didalamnya kekerasan oleh pacar. 85 persen korban kekerasan dalam hubungan yang intim adalah perempuan, dan jenis penyerangan seksual dan perkosaan terjadi 14 persen. Data dari Mitra Perempuan tahun 1998, menunjukan

bahwa hubungan pelaku dan korban kekerasan domestik sangat dekat, dimana 66,3 persen dari pelaku adalah suami, 10,2 persen adalah pacar korban, dan 23,5 persen, dan sisanya adalah lain-lain (Forum Kajian Kriminologi dan Sosial, 2009, 25 Oktober). Kekerasan dalam pacaran (KDP) atau istilah Dating Violence merupakan salah satu bentuk dari tindakan kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap Perempuan menurut UU tahun 1994 pasal 1, adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Kekerasan dalam berpacaran tidak hanya terjadi pada perempuan yang berpacaran saja tetapi kekerasan juga terjadi pada perempuan-perempuan yang ada di Indonesia. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap berbagai lembaga perempuan di beberapa daerah di Indonesia, tercatat 54.425 KTP (Kekerasan Terhadap Perempuan) yang terjadi selama tahun 2008. Angka tersebut meningkat 113 persen dari tahun 2007 yang mencatat 25.522 kasus KTP (Wanita Indonesia, 23-29 Maret 2009). Angka ini pun bukan angka bulat, karena ini (KTP) kan termasuk fenomena gunung es, sehingga angka sebenarnya bisa jauh melampaui itu. Karena sebenarnya angka kekerasan ini persoalan yang sulit diungkap dalam masyarakat. Sepanjang tahun 2000-2002 Solidaritas Perempuan (SP) LSM Mitra menangani kasus Perempuan bahwa di Jakarta pada tahun 2000, sekitar 11,6 persen

perempuan mengalami kekerasan pada masa pacaran dan pada tahun 2000 mengalami peningkatan sekitar 11,11 persen. Selain itu, berdasarkan data dari Rifka Annisa Women Crisis Center dari tahun 2000 hingga tahun 2002, sekitar 264 perempuan melaporkan bahwa dirinya mengalami kekerasan pada masa pacaran. Jika dilihat secara menyeluruh, rata-rata sekitar 1 dari 10 perempuan mengalami kekerasan pada masa pacaran. Oleh karena itu, kekerasan pada masa pacaran merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan cara perempuan dan berinteraksi dengan pacarnya (Artikel Remaja & Cinta, 13 Oktober 2008). M. Fuad Hasyim dari PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57 persen di antaranya adalah kekerasan emosional, 20 persen mengaku mengalami kekerasan seksual, 15 persen mengalami kekerasan fisik, dan 8 persen lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002 dalam http://www.bkkbn.go.id). Berdasarkan catatan Rifka Annisa, yang bergerak dalam bidang organisasi yang memiliki kepedulian terhadap masalah kekerasan pada perempuan, data kasus kekerasan terhadap pacar di DIY yang masuk ke Rifka Annisa sejak 1994 hingga 2007 mencapai 703 kasus. Kasus kekerasan pada perempuan lainnya adalah perkosaan 281 kasus dan pelecehan seksual 174 kasus. Untuk tahun 2008 saja, hingga November tercatat ada 19 kasus kekerasan dalam pacaran (Kompas, 12 Desember 2008).

Seminar psikologi yang diadakan di Universitas Indonusa Esa Unggul (13 Januari 2008) membahas tentang bentuk kekerasan ada fisik, seksual, dan verbal. Kekerasan dalam pacaran termasuk dalam domestik violance, pelaku biasanya pasangan atau pacar. Terjadi karena adanya pemahaman yang salah tentang konsep cinta, konsep hubungan laki-laki dan perempuan, serta posisi perempuan dan lakilaki. Kekerasan dalam bentuk fisik adalah pemukulan, penganiyaan, pembunuhan. Kekerasan seksual yaitu menyangkut pemaksaan hubungan seksual sedangkan kekerasan dalam bentuk emosional atau psikologis yaitu menghina, merendahkan, pembatasan-pembatasan atau pelarangan-pelarangan. Fenomena dari seminar Psikologi UIEU untuk mahasiswa/mahasiswi yang membahas tentang kekerasan berpacaran, kekerasan yang dilakukan oleh pacar kepada perempuannya. Namun, ternyata ada perempuan yang tidak menyetujui adanya kekerasan yang terjadi didalam berpacaran dan adapun perempuan yang mengalami hal kekerasan tersebut tetapi tidak mau melepaskan diri dari laki-laki itu. Seminar tentang kekerasan dalam berpacaran di atas untuk membuka wawasan bagi para mahasiswa/mahasiswi, perempuan dan laki-laki yang menjalani masa pacaran dan juga mengalami kekerasan di dalam berpacaran agar mengamati dan mengetahui ciri-ciri kekerasan. Mahasiswi yang menjalani masa pacaran di mana awal mereka masuk masa remaja menuju masa dewasa awal yang berkisar umur 18-22 tahun. Kasus mahasiswi yang mengalami kekerasan dalam berpacaran dan yang tidak mengalami kekerasan, seperti beberapa contoh kasus dibawah ini :

saya seorang mahasiswi yang sudah memiliki pacar dan kami berpacaran sudah 2 tahun dan juga saya mengalami kekerasan secara verbal. Tetapi karena saya sayang maka saya memaklumi hal itu, karena saya dan pacar saya telah melakukan hubungan yang tidak sepatutnya saya dan pacar saya lakukan, yaitu hubungan suami istri.(inka bukan mana sebenarnya). (wawancara awal) D adalah seorang mahasiswi mengatakan bahwa ia berpacaran sudah 4 tahun dan tidak mengalami tindak kekerasan dari fisik, verbal, emosional, maupun seksual. Karena menurut D pacaran itu tidak didasari dengan kekerasan semua kejadian bisa di bicarakan baik-baik tanpa adanya kekerasan. (wawancara awal) Seperti contoh kasus diatas, kekerasan berpacaran terjadi saat sedang menjalani masa pacaran. Pada kasus mahasiswi yang sudah berpacaran selama 2 tahun bahwa kekerasan yang terjadi dikarenakan sudah melakukan hubungan suami istri yang menyebabkan harus mempertahankan hubungan dengan pacarnya tersebut karena saling sayang. Dalam hal ini mahasiswi yang mengalami kekerasan tersebut memaklumi kekerasan yang dialaminya oleh pacarnya itu. Kekerasan yang dialami tidak hanya berupa fisik saja seperti memukul, mencubit, menampar bisa juga secara verbal yaitu berupa kata-kata yang kasar atau dapat menyakiti perasaan pasangannya sendiri. Kata-kata yang menyakitkan tersebut biasanya bermakna melecehkan pasangannya, atau memberi julukan negatif kepada pasangan yang akan membawa dampak jangka panjang terhadap perasaan pasangan dan akhirnya dapat mempengaruhi citra diri pasangan. Dari kasus diatas mahasiswi yang mengalami kekerasan dalam pacaran karena perempuan tersebut telah melakukan hubungan suami istri, apabila pacarnya yaitu pelaku yang melakukan tindak kekerasan maka korban yaitu perempuan tidak bisa

melakukan apa-apa dan juga tidak bisa memutuskan hubungan pacaran mereka karena terlancur melakukan hubungan suami istri. Hal ini juga dijelaskan oleh Sastraatmadja (1981), perguruan tinggi merupakan rempat mengikuti proses-proses pembinaan ilmu pengetahuan yang diperlukan sebagai bahan dasar sebelum seorang mahasiswa/mahasiswi diterjunkan ke masyarakat. Sedangkan pada kasus mahasiswi yang berpacaran dan tidak ada tindakan kekerasan mareka bisa bertahan dalam hubungan tanpa di dasari kekerasan fisik, verbal, emosional, dan kekerasan seksual yang akan membuat pasanganya terluka. Kekerasan dalam pacaran termasuk dalam ruang lingkup kekerasan yang terjadi dalam lingkungan domestik. Kekerasan dalam pacaran ini adalah suatu pola tindak kekerasan yang dilakukan oleh seseorang yang menyebabkan sakit secara fisik atau emosional bagi pasangan dan akan meningkat intensitasnya (Gelles & Straus dalam William-Evans & Myers, 2004). Tindak kekerasan sebenarnya tidak hanya dialami oleh perempuan, Namun juga bisa dialami oleh laki-laki. Hanya saja realitas di lapangan menunjukan bahwa perempuanlah yang lebih banyak mengalami tindak kekerasan dibandingkan laki-laki (Djunaedi, 2008). Alasan dan situasi perempuan menjadi korban kekerasan laki-laki mencakup berbagai aspek yang sangat kompleks, dari aspek biologis, psikologis, sosio-kultural, ekonomis, dan politis. Akibatnya pemahaman tentang tindak kekerasan antara laki-laki dan perempuan juga berbeda. Laki-laki menganggap bahwa dia wajar melakukan segala tindakan sementara di sisi lain perempuan menerima

dengan pasrah segala bentuk kekerasan yang dialaminya karena menjadi sangat tergantung pada pelaku (Manurung, 2002) Menurut Poerwandari (2008), kekerasan terhadap perempuan yang dipandang paling lemah dan memang paling rentang mengalami kekerasan dari pada laki-laki. Tetapi walaupun perempuan disini adalah mahasiswi yang menjadi korban kekerasan dalam berpacaran, ia masih saja memaafkan kesalahan-kesalahan pelaku yang selalu meminta maaf setelah melakukan tindak kekerasan kepada perempuan tersebut. Menurut Erez (Crawford, 2007), korban kekerasan mampu merasakan ada hikmah tersendiri di balik kekerasan yang dialaminya. Korban masih bersyukur atas caranya mempertahankan hubungan pacaran tersebut walaupun terus menerus mengalami kekerasan. B. Identifikasi Masalah Kekerasan berbasis gender, apapun bentuknya, sering berdampak sangat menghancurkan, bukan saja pada korban langsung, tetapi juga bagi orang-orang terdekat (Poerwandari, 2008). Dampak yang nyata terlihat adalah dampak fisik, seperti luka, lebam, kecacatan dan bisa juga berujung pada kematian. Dampak psikologis berimplikasi pada bidang-bidang kehidupan yang lain, seperti suka di berikan hinaan atau umpatan dari pacar dan ada juga dari kehidupan sosial. Namun pada kenyataan masih saja para mahasiswi yang menjadi korban kekerasan dalam berpacaran, seperti yang terdapat di buku Teen Dating Violence, seorang laki-laki yang melakukan pemukulan dan umpatan pada pacarnya sendiri.

Hal tersebut masuk kedalam kekerasan fisik dan kekerasan verbal, yaitu semua tindakan merendahkan atau meremehkan perempuan. (Set, 2009). Korban kekerasan pada mahasiswi yang mengalami kekerasan dalam berpacaran ada yang mengakhiri hubungan pacaran tersebut karena tidak mau menjadi korban kekerasan lagi oleh pacar tetapi adapula mahasiswi yang tetap bertahan atau tidak putus dengan pacar walaupun masih saja mengalami kekerasan ia tidak ingin putus dan memilih tetap bertahan. Mahasiswi yang masih bertahan dan masih melanjutkan hubungan pacaran walaupun sering mengalami kekerasan tentunya memiliki strategi bertahan atau memiliki alasan tertentu agar pacaran berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk meneliti secara lebih mendalam tentang kekerasan berpacaran yang dialami oleh mahasiswi khususnya pada strategi bertahan yang digunakan. Maka identifikasi masalah yang dapat dirumuskan adalah: 1. Strategi yang digunakan oleh subjek? 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi? 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana strategi bertahan pada mahasiswi yang menjadi korban kekerasan dalam berpacaran.

D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan atau manfaat dari penelitian ini yang kami bagi menjadi dua yaitu kegunaan Teoritis dan kegunaan Praktis, sebagai berikut: 1. Bersifat Teoritis: Sebagai masukan dan sumbangan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan mengenai Gambaran Strategi Bertahan yang Menjadi Korban Kekerasan Dalam Berpacaran Pada Mahasiswi. 2. Bersifat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada masyarakat khususnya pada Mahasiswi dalam menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis. Serta bagaimana cara bertahan agar tidak mengalami kekerasan di dalam berpacaran. E. Kerangka Berpikir Tugas perkembangan remaja yaitu masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa (Rice dalam Sayasa, 2004). Dalam tahap ini para remaja menuju ke masa dewasa yang kan mengalami berbagai rintangan, belajar untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis, adanya konflik dengan orang tua, dan pada temanteman sebaya.

Pada dasarnya remaja yang memasuki perguruan tinggi sebagai seorang mahasiswa untuk mengembangkan diri, watak, karakter dan kepribadian serta pendewasaan sikap mental dan kemampuan berhubungan dengan lingkungan. Dimana hubungan ini akan dirasakan tidak hanya pada saat bertemanan tetapi mencoba menjalin hubungan dengan lawan jenis antara laki-laki dan perempuan dalam hubungan pacaran. Menjalani masa pacaran semua pasangan ingin memiliki hubungan pacaran yang indah dan tidak memiliki konflik, tetapi masa pacaran sering terjadi tindak kekerasan terhadap pasangan yang dianggap lebih dominan. Mahasiswi yang memiliki pacar berharap untuk mendapatkan hubungan yang harmonis tanpa ada kasus kekerasan, di luar dugaan mahasiswi mengalami tindak kekerasan fisik, verbal, emosional, dan kekerasan seksual oleh pacar. Menurut Crawford (2007), seseorang yang menjadi korban kekerasan cenderung melihat dirinya sebagai seseorang yang memiliki perbedaan dalam kehidupan. Matlin (2008) mengatakan bahwa seorang perempuan korban kekerasan secara khusus merasakan kecemasan dan merasa rendah diri. Crawford mengatakan bahwa hal tersebut merupakan gejala orang yang mengalami kekerasan dalam berpacaran. Kekerasan dalam berpacaran akan menjadikan seseorang lemah dan tidak mampu melawan ketika seseorang mendapati dirinya sebagai korban kekerasan. Terkadamg laki-laki merasa berhak mendominasi dan menganggap dirinya yang memegang kontrol penuh. Dalam kondisi tersebut, mahasiswi yang menjadi korban kekerasan menyadari bahwa itu penyebab konflik yang terjadi dan berakhir dengan kekerasan. Kekerasan

dalam berpacaran yang dijalani oleh mahasiswi remaja ada yang memutuskan hubungan dan ada yang masih mempertahankan hubungan. Mahasiswi yang mempertahankan hubungan karena keinginan untuk menunjukan kepada orang lain bahwa dirinya mampu memperlihatkan kemandirian dengan cara mempertahankan hubungan walaupun telah mengalami kekerasan. Adapun yang ingin tetap mempertahankan hubungan karena sudah melakukan hubungan suami istri dan tidak bisa melepaskan diri dari pasangan tetapi ada juga yang tidak melakukan hubungan suami istri tetapi tetap ingin mempertahankan hubungan. Pada akhirnya mahasiswi yang masih bertahan memiliki suatu strategi bertahan untuk menghadapi kekerasan yang dialami. Strategi bertahan menurut Bowker (1986), yaitu:strategi berbicara seperti mencoba berbicara pada pasangan dalam pandangan-pandangan yang salah saat ini, strategi perjanjian yaitu korban mencoba langkah kecil dari berbicara tentang kekerasan yang dialami untuk tidak melakukannya. Strategi mengancam tanpa kekerasan yaitu korban akan melaporkan tindak kekerasan tersebut kepada orang tua atau teman dekatnya. Strategi bersembunyi yaitu jika korban mengalami kekerasan maka ia akan bersembunyi sementara dari pasangan terlebih dahulu dan mencegah cidera tetapi di luar dugaan korban tidak bisa bersembunyi karena pelaku begitu dekat dengan korban dan terjadilah kekerasan. Strategi passive defence yaitu korban mencoba melindungi anggota tubuh atau melindungi dari serangan apapun dari pelaku, strategi menghindar yaitu dimana korban sudah mengetahui sebelum kekerasan menimpa dirinya korban sudah lebih dulu menghindar atau menjauhi pelaku, strategi menyerang balik yaitu

apabila mampu melawan dan mencoba melakukan hal yang sama pada pasangan yang laupun resiko yang merangsang peperangan terhadap pasangan terus menjadi dominan atas diri korban yang menjadi korban kekerasan dalam berpacaran.

Mahasiswa Laki-laki Perempuan Mengalami kekerasan dalam KDP Faktor yg mempengaruhi: - Psikologis - Sosial - Biologis - Presipitasi (pengalaman) Strategi bertahan Berbicara Perjanjian Mengancam tanpa kekerasan Bersembunyi Passive devence Menghindar Bagan 1.1. Kerangka Berpikir