BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 2: Kriptografi. Landasan Matematika. Fungsi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALGORITMA ELGAMAL DALAM PENGAMANAN PESAN RAHASIA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

Aplikasi Teori Bilangan dalam Algoritma Kriptografi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berikut ini akan dijelaskan pengertian, tujuan dan jenis kriptografi.

BAB Kriptografi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi

BAB II DASAR TEORI. membahas tentang penerapan skema tanda tangan Schnorr pada pembuatan tanda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perhitungan dan Implementasi Algoritma RSA pada PHP

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

IMPLEMENTASI KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA RSA DAN MEMAKAI METODE LSB

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring perkembangan teknologi, berbagai macam dokumen kini tidak lagi dalam

STEGANOGRAFI DENGAN CHAOTIC LEAST SIGNIFICANT BIT ENCODING PADA TELEPON GENGGAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh: Benfano Soewito Faculty member Graduate Program Universitas Bina Nusantara

PERANAN ARITMETIKA MODULO DAN BILANGAN PRIMA PADA ALGORITMA KRIPTOGRAFI RSA (Rivest-Shamir-Adleman)

RSA (Rivest, Shamir, Adleman) Encryption

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Simulasi Pengamanan File Teks Menggunakan Algoritma Massey-Omura 1 Muhammad Reza, 1 Muhammad Andri Budiman, 1 Dedy Arisandi

KEAMANAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA RIVEST CODE 4 (RC4) DAN STEGANOGRAFI PADA CITRA DIGITAL

APLIKASI TEORI BILANGAN UNTUK AUTENTIKASI DOKUMEN

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan, yaitu : kerahasiaan, integritas data, autentikasi dan non repudiasi.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi Berikut ini akan dijelaskan sejarah, pengertian, tujuan, dan jenis kriptografi.

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

BAB I PENDAHULUAN. Informasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam. kehidupan kita. Seperti dengan adanya teknologi internet semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya internet sangatlah cepat dan telah menjadi salah satu kebutuhan dari

MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT

APLIKASI ENKRIPSI DAN DEKRIPSI MENGGUNAKAN ALGORITMA RSA BERBASIS WEB

I. PENDAHULUAN. Key Words Tanda Tangan Digital, , Steganografi, SHA1, RSA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang


PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

Reference. William Stallings Cryptography and Network Security : Principles and Practie 6 th Edition (2014)

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai makna. Dalam kriptografi dikenal dua penyandian, yakni enkripsi

Modifikasi Algoritma RSA dengan Chinese Reamainder Theorem dan Hensel Lifting

Sistem Kriptografi Kunci Publik Multivariat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanda Tangan Digital Majemuk dengan Kunci Publik Tunggal dengan Algoritma RSA dan El Gamal

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI. bilangan bulat dan mengandung berbagai masalah terbuka yang dapat dimengerti

Pengenalan Kriptografi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi

APLIKASI JAVA KRIPTOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA VIGENERE. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. melalui ringkasan pemahaman penyusun terhadap persoalan yang dibahas. Hal-hal

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA RSA DAN METODE LSB

Perbandingan Algoritma RSA dan Diffie-Hellman

Perbandingan Sistem Kriptografi Kunci Publik RSA dan ECC

Bab 2 Tinjauan Pustaka

PENGAMANAN DOKUMEN MENGGUNAKAN METODE RSA (RIVEST SHAMIR ADLEMAN)BERBASIS WEB

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perbandingan Algoritma RSA dan Rabin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengamanan Data Teks dengan Kriptografi dan Steganografi Wawan Laksito YS 5)

SISTEM KRIPTOGRAFI. Mata kuliah Jaringan Komputer Iskandar Ikbal, S.T., M.Kom

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Enkripsi Dan Deskripsi Menggunakan Algoritma RSA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III ANALISIS. Pada tahap analisis, dilakukan penguraian terhadap topik penelitian untuk

MODEL KEAMANAN INFORMASI BERBASIS DIGITAL SIGNATURE DENGAN ALGORITMA RSA

1.1 LATAR BELAKANG I-1

ENKRIPSI AFFINE CIPHER UNTUK STEGANOGRAFI PADA ANIMASI CITRA GIF

Adi Shamir, one of the authors of RSA: Rivest, Shamir and Adleman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI Interaksi Manusia dan Komputer. interaktif untuk digunakan oleh manusia. Golden Rules of Interaction Design, yaitu:

KEAMANAN DATA DENGAN METODE KRIPTOGRAFI KUNCI PUBLIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriptografi Kriptografi (Cryptograph berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua suku kata yaitu kripto dan graphia. Kripto artinya menyembunyikan, sedangkan graphia artinya tulisan. Jadi, kriptografi adalah ilmu yang mempelajari teknik-teknik matematika yang berhubungan dengan aspek keamanan informasi, seperti kerahasiaan data, keabsahan data, integritas data, serta autentikasi data (Buchmann, 2004). Tetapi tidak semua aspek keamanan informasi dapat diselesaikan dengan kriptografi. Kriptorafi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau seni untuk menjaga keamanan pesan. Ketika suatu pesan dikirim dari suatu tempat ke tempat lain, isi pesan tersebut. Untuk menjaga pesan, maka pesan tersebut dapat diubah menjadi suatu kode yang tidak dapat dimengerti oleh pihak lain. Enkripsi adalah sebuah proses penyandian yang melakukan perubahan sebuah kode (pesan) dari yang bisa dimengerti (plaintext) menjadi sebuah kode yang tidak bisa dimengerti (ciphertext). Sedangkan proses kebalikannya untuk mengubah ciphertext menjadi plaintext disebut dekripsi. Proses enkripsi dan dekripsi memerlukan suatu mekanisme dan kunci tertentu. Gambar 2.1 Proses Enkripsi dan Dekripsi pada Kriptografi

Kriptonalisis (cryptanalysis) adalah kebalikan dari kriptografi, yaitu suatu ilmu untuk memecahkan mekanisme kriptografi dengan cara mendapatkan kunci dari cipherteks yang digunakan untuk mendapatkan plainteks. Kriptologi (cryptolog adalah ilmu yang mencakup kriptografi dan kriptonalisis. Ada empat tujuan mendasar dari kriptografi yang juga merupakan aspek keamanan informasi yaitu: a. Privacy/Confidentiality: yaitu usaha menjaga informasi dari orang yang tidak berhak mengakses (mengaransi bahwa data pribadi tetap pribadi). b. Integrity: yaitu usaha untuk menjaga data atau sistem tidak diubah oleh yang tidak berhak. c. Authentication: yaitu usaha atau metoda untuk mengetahui keaslian dari informasi, misalnya apakah informasi yang dikirim dibuka oleh orang yang benar (asli) atau layanan dari server yang diberikan benar berasal dari server yang dimaksud. d. Availability: berhubungan dengan ketersediaan sistem dan data (informasi) ketika dibutuhkan. 2.1.1 Terminologi Kriptografi Di dalam kriptografi, akan sering ditemukan berbagai istilah (terminologi). Adapun istilah-istilah yang kerap kali digunakan adalah sebagai berikut: a. Pesan, Plaintext, dan Ciphertext Pesan adalah data ataupun suatu informasi yang dapat dibaca dan dimengerti maknanya. Dan nama lain untuk pesan ialah plaintext, atau teks jelas. Ciphertext adalah suatu bentuk pesan yang bersandi. Disandikannya suatu pesan adalah agar pesan tersebut tidak dapat oleh pihak lain. b. Pengiriman dan Penerimaan Suatu aktivitas komunikasi data, akan melibatkan pertukaran antara dua entitas, yakni pengirim dan penerima. Pengirim adalah entitas yang

mengirim pesan kepada entitas lainnya. Sedangkan penerima adalah entitas yang menerima pesan. Suatu pengiriman pesan, pengirim tentu menginginkan pesan dapat dikirim secara aman. Untuk mengamankannya, pengirim biasanya akan menyandikan pesan yang dikirimkan tersebut c. Enkripsi dan Dekripsi Suatu proses untuk menyandikan plaintext menjadi ciphertext disebut enkripsi (encryption). Sedangkan proses pengembalian dari ciphertext manjadi plaintext dinamakan dekripsi (decription). Enkripsi dan dekripsi merupakan suatu pesan yang memetakan elemen-elemen antara kedua himpunan tersebut. Misalkan P adalah himpunan plaintext, dan C adalah himpunan ciphertext, maka fungsi enkripsi E memetakan P ke C, ditulis E(P) = C. Dan fungsi dekripsi D memetakan C ke P, ditulis D(C) = P d. Cipher dan Kunci Algoritma kriptografi disebut juga cipher yaitu aturan atau fungsi matematika yang digunakan untuk enkripsi dan dekripsi. Beberapa cipher memerlukan algoritma yang berbeda untuk enkripsi dan dekripsi (Stalling, 2005). Untuk menjaga kerahasiaan pengiriman pesan dalam kriptografi modern dibutuhkan kunci. Kunci (ke adalah parameter yang digunakan untuk mentransformasi proses pengenkripsian dan pendekripsian pesan. Biasanya, kunci berupa deretan bilangan maupun string. Dengan menggunakan kunci K maka proses enkripsi dan dekripsi dapat ditulis sebagai EK(P) = C dan DK(C) =P, dan kedua fungsi tersebut memenuhi DK(EK(P)) = P e. Kriptografi Kunci Simetris dan Asimetris Sistem kriptografi merupakan kumpulan yang terdiri dari plaintext, ciphertext, kunci, enkripsi serta dekripsi. Berdasarkan kunci yang digunakan dalam proses enkripsi dan dekripsi, kriptografi dapat dibedakan menjadi kriptografi kunci simetri dengan kriptografi kunci publik.

Kriptografi kunci simetri, sering disingkat menjadi kriptografi simetri, kunci yang digunakan pada proses enkripsi dan dekripsi adalah sama. Oleh karena itu, sebelum saling berkomunikasi kedua belah pihak harus melakukan kesepakatan dalam menentukan kunci yang akan digunakan. Keamanan menggunakan sistem ini terletak pada kerahasiaan kunci yang akan digunakan. Sedangkan dalam sistem kriptografi kunci publik, kunci yang digunakan dalam proses enkripsi dan dekripsi berbeda. Sistem ini terdapat dua buah kunci, yaitu kunci publik dan kunci privat. Kunci publik digunakan untuk proses enkripsi, dan kunci privat digunakan untuk mendekripsikan pesan. Kunci publik bersifat tak rahasia, sedangkan kunci privat hanya boleh diketahui oleh penerima pesan. 2.1.2 Penggunaan Kriptografi Terdapat beberapa media yang menggunakan teknik kriptografi melalui jalur internet (Schmeh, 2003) diantaranya adalah: 1. E-mail E-mail merupakan surat elektronik yang telah disandikan menjadi daya tarik utama dalam dunia internet. 2. World Wide Web (WWW) World Wide Web (WWW) telah banyak digunakan sebagai alat untuk mengakses basis data, administrasi sistem komputer dan pusat perbelanjaan. Pada masing-masing keadaan tersebut, teknik enkripsi sangat dibutuhkan. 3. Koneksi client-server Koneksi client-server merupakan perkembangan sistem komputer berdampak pada perkembangan komunikasi dan adanya aliran yang besar tentang informasi rahasia.

4. Jaringan rahasia virtual Perusahaan dengan beberapa cabang sering mengelompokan jaringan lokal dengan koneksi seperti ISDN. Semua data akan dienkripsi apabila berada diluar jaringan perusahaan dan kemudian akan didekripsi apabila telah berada di wilayah perusahaan. 5. Sistem pembayaran Kriptografi menjaga keamanan dalam melakukan transaksi berupa transfer uang melalui internet. 6. Remote access Beberapa layanan seperti Telnet atau SSH berfungsi untuk mengakses komputer dari jarak jauh menggunakan internet. Kriptografi berperan dalam mengenkripsi data selama proses berlangsung. 2.1.3 Kriptografi Kunci Publik Suatu sistem kriptografi terdiri atas kumpulan transformasi enkripsi dan dekripsi disebut dengan sistem kriptografi kunci publik atau suatu sistem kriptografi asimetris jika sepasang kunci yaitu kunci untuk proses enkripsi dinamakan kunci publik, disebarkan kepada publik, dan kunci untuk proses dekripsi dinamakan kunci privat, dijaga kerahasiaannya (Schmeh, 2003). Beberapa aspek penting pada sistem kriptografi kunci publik dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Keamanan Dengan adanya sistem kriptografi kunci publik, hanya kunci privat yang harus dijaga kerahasiaannya sedangkan kunci publik disebarkan dengan bebas. 2. Usia pemakaian Sistem kriptografi kunci publik memiliki pasangan kunci yang dapat digunakan tanpa perlu adanya perubahan dalam waktu yang lama. 3. Manajemen kunci

Pada jaringan multiuser, lebih sedikit kunci privat yang dibutuhkan. 4. Pertukaran kunci 5. Pada Sistem kriptografi kunci publik, tidak dibutuhkan adanya pertukaran kunci privat antar entitas. 2.1.3.1 Teori Bilangan Teori bilangan menjadi dasar dalam kriptografi, khususnya sistem kriptografi kunci publik. Bilangan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bilangan bulat (integer) (Mollin, 2007). Beberapa teori bilangan yang digunakan dalam menganalisis algoritma yang digunakan adalah aritmatika modular dan Greatest Common Divisor (GCD). 2.1.3.1.1 Aritmatika Modular Aritmetika modular digunakan dalam proses enkripsi dan dekripsi pada algoritma RSA dan algoritma Rabin. Enkripsi dapat dilakukan menghitung nilai pesan dipangkatkan dengan nilai kunci enkripsi yang didapat kemudian dengan melakukan modulo pada nilai bilangan prima yang ditentukan sebelumnya. Aritmatika modular sering dicontohkan sebagai pemahaman aritmatika jam. (Kaisar, 2004). Misalkan dalam operasi a mod m berarti menghasilkan sisa jika a dibagi dengan m. Bilangan m disebut modulus atau modulo, dan hasil arimatika modulo m terletak di dalam himpunan {0, 1, 2,, n-1} sehingga dapat dinotasikan odn= rsedemikian sehingga: m = n*q + r, 0 r < n (2.1) 2.1.3.1.2 Greatest Common Divisor (GCD)

Pembagi bersama terbesar atau disingkat PBB (Greatest Common Divisor atau GCD) digunakan dalam rancangan algoritma RSA pada saat penentuan kunci enkripsi. Kunci enkripsi harus merupakan anggota dari bilangan ganjil yang mana GCD antara bilangan ganjil tersebut dengan nilai yang didapat harus bernilai 1. Dalam notasi dapat dituliskan Ke Odd, Ke GCDKe,θ=1. Greatest Common Divisor atau GCD dari bilangan suatu a dan b adalah bilangan bulat terbesar d sedemikian sehingga d a dan d b. Dalam hal ini kita nyatakan bahwa GCD (a,b) = d.misalkan dalam menentukan GCD (5,2) = 1. Didapati bahwa nilai a adalah 5 dan nilai b adalah 2.Untuk mempermudah dapat dilihat pada algoritma berikut ini: 2.1.3.2 Pembangkitan Bilangan Prima Pembangkitan bilangan prima (Prime Number Generate) merupakan cara dalam penentuan bilangan prima yang sudah diformula dan akan digunakan dalam pembangkitan kunci bilangan prima. Terdapat beberapa teori tentang pengujian bilangan prima seperti algoritma Primality Proving, Pengujian Bilangan Prima Lucas-Lehmer dalam Bilangan Mersenne, Teorema Pocklington, Teorema Proth, Pengujian Prima Pepin, Proofs Via the Converse of Fermat s Theorem, Prima P,

Sophie Germain s Prime Density Conjecture dan beberapa pengujian bilangan prima lainnya. 2.1.3.3 Teorema Fermat Pierre de Fermat (dibaca Fair-ma) merupakan seorang matematikawan berkebangsaan Perancis (1607-1665).Fermat megikuti pendidikan di Universitas Toulouse dan kemudian mempelajari ilmu hukum di Universitas Orleans. Setelah mendapatkan gelar sarjana hokum, Fermat menjadi pengajar di kantor pemerintahan di Toulose. Namun sepanjang hidupnya dia memiliki ketertarikan yang dalam terhadap teori angka dan matematika. (Mollin, Richard A. 2007). Pada teori Fermat dinyatakan suatu bilangan prima p dapat dipastikan keprimaannya. Jika bilangan p adalah sebuah bilangan prima dan a bukan merupakan kelipatan dari p, dan 1 a< p. Maka dapat dinotasikan dalam t p 1 dengan rumus: a 1 odp; 1 a< p, atau dapat dituliskan juga sebagai: p 1 a odp 1 ; 1 a< p

Penggunaan terorema Fermat pada rancangan algoritma Rabin sangat penting karena pembangkitan bilangan prima merupakan awal proses algoritma. Dengan rumus tersebut dapat dinyatakan suatu bilangan prima atau tidak prima. Misalkan sebuah bilangan bernilai 5, dapat dibuktikan keprimaannya dengan nilai p= 3. Berdasarkan syarat bahwa 1 a< 3, didapat nilai a yang mungkin adalah 1 dan 2. Kedua bilangan akan diuji dengan teorema Fermat yaitu: p 1 Untuk nilai a = 1, maka dapat dilakukan pengujian a odp 1, = 1 3-1 mod 3 1 2 mod 3 1 (memenuhi teorema Fermat) p 1 Untuk nilai a = 2, maka dapat dilakukan pengujian a odp 1, = 2 3-1 mod 3 2 2 mod 3 1 (memenuhi teorema Fermat) Dari pengujian setiap batas nilai adidapati bahwa nilai 3 merupakan bilangan prima karena memenuhi syarat yang ada pada teorema Fermat. Dan konsep Fermat dapat digunakan untuk pengujian bilangan prima lainnya. 2.1.4 Algoritma RSA Algoritma RSA dijabarkan pada tahun 1977 oleh tiga orang yaitu Ron Rivest, Adi Shamir danlen Adleman yang berasal dari Massachusetts Institute of Technology. Huruf RSA itu sendiri berasal dari inisial nama mereka (Rivest Shamir Adleman).

Algoritma ini dipatenkan oleh Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1983 di Amerika Serikat (Stallings, 2005). Algoritma RSA adalah sebuah algoritma pada enkripsi kunci publik. RSA merupakan algoritma pertama yang cocok digunakan untuk digital signature karena kehandalannya dalam proses enkripsi. Hal ini menjadikan algoritma yang lebih banyak dikembangkan dalam bidang kriptografi public key. 2.1.4.1 Proses Algoritma RSA Proses atau cara kerja dari algoritma RSA dapat dilihat sebagai berikut: 1. Menentukan dua bilangan prima p q secara acak dan terpisah untuk tiaptiap p dan q. 2. Melakukan perhitungan n= p*q. (n merupakan hasil perkalian dari p dikalikan dengan q) 3. Melakukan perhitungan nilai totient φ(n) = (p-1)(q-1). 4. Menentukan nilai kunci enkripsi e dengan syarat bahwa nilangan tersebut merupakan bilangan bulat (integer) 1 < e < φ(n) dimana nilai GCD (φ(n), e) = 1. 5. Menghitung kunci enkripsi yang dilakukan dengan perhitungan kunci dekripsi dengan rumus d e -1 mod φ(n). 6. Setelah mendapatkan kunci-kunci tersebut maka dapat dilakukan proses enkripsi maupun proses dekripsi. 7. Rumus untuk melakukan proses enkripsi adalah c = m e mod n 8. Rumus untuk melakukan proses dekripsi adalah m = c d mod n 2.1.4.2 Contoh Kasus Algoritma RSA Algoritma RSA disimulasikan dalam sebuah simulasi pengiriman pesan yang dilakukan antara Alice dan Bob. Alice mengizinkan Bob untuk mengirimkan sebuah pesan pribadi (private message). Dalam algoritma RSA multiple-key, Alice dan Bob akan melakukan langkah-langkah pada sebagai berikut :

1. Alice (penerima) dan Bob (pengirim) menyepakati dua buah bilangan prima sebagai kunci privat dari pesan yang akan dikirimkan. Misalkan kunci tersebut adalah bernilai p=631 dan q=311. 2. Setelah disepakati kedua bilangan prima tersebut kemudian digunakan untuk menghitung nilai totient dengan rumus n = p*q, sehingga didapat nilai: n = (631)*(311) = 196241 3. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai totient dengan rumus ϕ(n) =(p 1)(q-1), sehingga didapat nilai: ϕ(n) = (631-1)*(311-1))= 195300. Nilai n dan nilai totientakan digunakan dalam perhitungan nilai kunci enkripsi. 4. Dari nilai totient yang didapat, maka Bob dapat menghitung nilai kunci enkripsi e yang digunakan dalam program dengan syarat bahwa nilai 1<e<ϕ(n) dan juga nilai e relatif prima dengan ϕ(n). Hal ini dapat dihitung dengan menghitung GCD (ϕ(n),e)=1. Dalam perhitungan didapati: GCD (195300, e) = 1, 1<e<195300 e = 78899 Didapat nilai e yang memungkinkan dan disepakati oleh keduanya adalah e=78899. Dengan nilai kunci enkripsi ini makan selanjutnya dapat dilakukan proses enkripsi. 5. Kunci dekripsi juga langsung ditetapkan oleh kedua belah pihak dengan syarat rumusan d = e -1 mod ϕ (n). Dari nilai e yang didapat sebelumnya maka dapat dihitung nilai d dengan langkah sebagai berikut : d = e -1 mod ϕ (n) d = 78899-1 mod 195300 d = 17399 Kunci dekripsi digunakan untuk mengembalikan nilai ciphertext ke dalam bentuk plaintext.

6. Proses enkripsi merupakan proses dimana pesan yang sebelumnya berupa plaintext yang dikodekan menjadi ciphertext. Terlebih dahulu Bob akan membuat pesan rahasia berupa teks. Dalam kasus ini pesan yang akan digunakan adalah kode100. Dari rumus perhitungan enkripsi c = m e mod n, makadapat dihitung kode ciphertext dari setiap pesan tersebut sebagai berikut: Pesan yang akan dikirim m = 100 Nilai dari setiap plaintext P1= 100, maka nilai ciphertext dari setiap pesan dengan perhitungan : c = m e mod n c = 10078899 mod 196241 c = 31538 7. Setelah mendapatkan semua kode ciphertext maka dapat dirangkai seluruh kode yang menghasilkan ciphertext sebesar 31538. Pesan inilah yang akan dikirimkan kepada Alice, sehingga pihak lain tidak akan mengetahui makna pesan sebenarnya. 8. Alice dapat mendapatkan pesan sebenarnya dengan melakukan proses dekripsi. Dari rumus perhitungan dekripsi P = Cd mod n, makadapat dihitung kode plaintext dari setiap chipertexttersebut sebagai berikut: c = 31538 Nilai dari setiap plaintext: m = c d mod n d p 1 = c 1 mod n p 1 = 3153817399 mod 196241 p 1 =100 Setelah mendapatkan semua plaintext terhitung maka dapat dirangkai seluruh kode dan menghasilkan plaintext adalah 100

Dari contoh didapat bahwa Alice dapat membuka kembali pesan yang sudah dienkripsi dengan melakukan proses dekripsi. 2.1.5 Algoritma Rabin Algoritma Rabin pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1979 oleh Michael O. Rabin. Algoritma Rabin merupakan salah satu sistem kriptografi asimetris yang kemampuan keamanan datanya dibuktikan secara matematika karena menggunakan metode pemfaktoran bilangan secara cepat. 2.1.5.1 Pembangkitan Kunci Sama seperti sistem kriptografi asimetri lainnya, algoritma Rabin juga menggunakan sistem kunci publik dan kunci pribadi. Kunci publik nantinya akan digunakan pada proses enkripsi dan dapat diketahui oleh semua pihak (tidak rahasia), sementara kunci pribadi digunakan oleh penerima pesan untuk proses dekripsi dan bersifat rahasia. Algoritma pembangkitan kuncinya adalah sebagai berikut: 1. Pilih dua buah bilangan prima besar sebarang yang saling berbeda (p dan q). 2. Hitung n = p.q n adalah kunci publik. Bilangan prima p dan q adalah kunci pribadi. Untuk mengenkripsi pesan hanya dibutuhkan kunci publik n, sedangkan untuk dekripsi, dibutuhkan bilangan p dan q sebagai kunci pribadi. 2.1.5.2 Proses Enkripsi Teknik Rabin merupakan algoritma kriptografi kunci publik, maka semua orang dapat melakukan enkripsi dengan satu kunci publik tertentu, namun proses

dekripsi hanya dapat dilakukan dengan menggunakan kunci privat oleh orang yang bersangkutan. Proses enkripsi pada teknik Rabin sangat sederhana. Proses enkripsi tersebut dapat dituliskan dengan rumus berikut: 2 c = m mod n Proses enkripsi yang sederhana ini menyebabkan proses enkripsi teknik Rabin ini dapat dilakukan dengan waktu yang singkat karena tidak memiliki proses yang rumit. Kesederhanaan ini merupakan keuntungan yang dimiliki oleh teknik Rabin untuk menghadapi keterbatasan sumber daya yang ada pada media kriptografi. 2.1.5.3 Proses Dekripsi Proses dekripsi pada teknik Rabin dilakukan dengan menggunakan sebuah rumus sederhana, namun membutuhkan teorema Chinese remainder. Teorema ini digunakan untuk mendapatkan plainteks yang benar. Namun yang menjadi poin penting dari teknik ini adalah teknik Rabin tidak menghasilkan jawaban plainteks tunggal. Jawaban yang dihasilkan pada teknik Rabin ini terdiri dari 4 kemungkinan jawaban, tidak menghasilkan satu jawaban yang pasti. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan kemungkinan jawaban yang benar (pesan asli) adalah sebagai berikut: m 1 = c (p+1)/4 mod p m 2 = (p c (p+1)/4 ) mod p m 3 = c (q+1)/4 mod q m 4 = (q c (q+1)/4 ) mod q Teknik Rabin selalu menghasilkan empat kemungkinan hasil, yang diberikan semuanya kepada orang yang melakukan dekripsi terhadap pesan rahasia. Kemudian orang tersebut harus dapat menentukan mana pesan yang sebenarnya dari keempat hasil dekripsi tersebut. Walaupun menghasilkan empat

pesan berbeda pada akhirnya, namun penerima pesan dapat memilih pesan yang benar dengan tidak terlalu sulit, karena pesan yang benar seharusnya akan terlihat jelas dibandingkan dengan ketiga hasil dekripsi yang lain. 2.1.6 Tujuan Kriptografi Tujuan dari kriptografi adalah sebagai berikut : a. Kerahasiaan (confidentialit, merupakan suatu layanan yang digunakan untuk menjaga isi dari informasi dari pihak-pihak yang tak berhak untuk mendapatkannya. b. Integritas Data (data integrit, merupakan suatu layanan dimana menjamin bahwa pesan masih asli, dan belum dimanipulasi oleh pihak - pihak yang tidak berhak. Realisasi layanan ini di dalam kriptografi, adalah dengan menggunakan tanda tangan digital. c. Otentifikasi (authentication), merupakan suatu layanan yang berhubungan dengan identifikasi. Misalnya, mengidentifikasi suatu kebenaran pihakpihak yang berkomunikasi (entitas) maupun mengidentifikasi kebenaran sumber pesan. Sama seperti poin (b), di dalam kriptografi, layanan ini diwujudkan dengan menggunakan tanda tangan. d. Nir-penyangkalan (non-repudiation), merupakan suatu layanan untuk mencegah entitas yang saling berkomunikasi melakukan penyangkalan. Misalkan salah satu dari entitas menyangkal telah mengirim maupun menerima pesan. 2.2 Steganografi Steganografi adalah sebuah seni dan ilmu untuk menyembunyikan sebuah pesan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga tidak ada orang lain, selain dari penerima yang dituju yang mengetahui mengenai pesan tersebut (Wayner, 2009). Keunggulan steganografi dari kriptografi adalah kemampuannya untuk membuat suatu pesan rahasia menjadi tidak terlihat, atau tidak mengundang orang lain yang tidak mengetahui untuk peduli atau penasaran, lain halnya dengan kriptografi yang mengacak sebuah pesan tertulis menjadi suatu yang tidak berarti, yang dapat

membuat orang lain menjadi penasaran dan ingin mengetahui arti dari pesan acak tersebut, hingga akhirnya melakukan percobaan untuk menerjemahkan pesan tersebut. Steganografi biasanya terdiri dari dua sistem, yaitu sistem untuk menyembunyikan pesan dan sistem untuk mengambil pesan. Dalam sistem-sistem tersebut terkandung enam komponen penyusun, antara lain (Wayner, 2009): 1. Pesan rahasia (M) 2. Cover Document (C) 3. Stego Document (Z) 4. Stego Key (K) 5. Fungsi penyembunyi f(m,c,k) Z 6. Fungsi detektor f (Z,C,K) M Gambar 2.2 Proses Penyisipan dan Ekstraksi pada Steganografi 2.2.1 Metode Least Significant Bit (LSB) Steganografi mempunyai 2 metode, yaitu MSB (Most Significant Bit) dan LSB (Least Significant Bit). Untuk MSB adalah sebuah metode penyisipan dengan cara mengganti nilai bit-bit atas dari data media penampung dengan nilai bit-bit dari

data yang akan disembunyikan. Sedangkan LSB adalah kebalikan dari MSB, yaitu sebuah metode menyembunyikan data pada bit bawah (LSB) pada data pixel yang menyusun file tersebut (Wayner, 2009). Metode LSB hanya mampu menyimpan informasi dengan ukuran terbatas. Seperti untuk file atau citra bitmap 24 bit maka setiap pixel (titik) pada gambar tersebut terdiri dari susunan tiga warna merah, hijau dan biru (RGB) yang masingmasing disusun oleh bilangan 8 bit (byte) dari 0 sampai 255 atau dengan format biner 00000000 sampai 11111111. Dengan demikian pada setiap pixel file bitmap 24 bit dapat menyisipkan 3 bit data. 2.2.2 Chaotic Least Significant Bit (CLSB) Salah satu metode yang paling sederhana dalam steganografi adalah penyembunyian pesan pada Least Significant Bit dari setiap pixel pada coverimage nya, karena pada gambar digital perubahan satu-dua bit pada setiap pixel tidak akan terlihat oleh mata telanjang. Sebelum proses penyembunyian pesan dilakukan, terlebih dahulu ditentukan lokasi penyembunyiannya. Penentuan dari lokasi penyembunyian pada gambar digital ditentukan dengan cara sebagai berikut (Susany, 2005): 1. Untuk cover-image RGB c (x, = [Rc, Gc, Bc] berukuran MxN, tentukan sebuah random seed dan bangkitkan pseudorandom number kemudian susun menjadi sebuah pseudo-image RGB p (x, = [Rp, Gp, Bp] berukuran MxN. 2. Hitung jarak antara c (x, dan p (x, dengan menggunakan rumus jarak dua vector d 2 ( = ( Rc Rp ) + ( Gc G p ) + ( Bc Bp 3. Penyembunyian dimulai dari lokasi dengan jarak terkecil hingga jarak terbesar. Pengurutan jarak menggunakan algoritma pengurutan data. ) 2

Setelah penentuan lokasi selesai, maka proses selanjutnya adalah melakukan penyembunyian pesan. Penyembunyian pesan pada gambar digital dengan format RGB (masing-masing 8 bit) dilakukan dengan proses sebagai berikut: 1. Tentukan random seed dan bangkitkan pseudorandom number x MN + 1 i= 0 i kemudian ubah menjadi b MN + 1 i = 0 i dengan b i MN + 1 i = 0 = o { ; xi = genap 1; x = ganjil i 2. Susun pseudo-image p(= bk-1 + 2bk+1 dengan k = (x 1) N + y 3. Bit-bit informasi ai akan disembunyikan pada pixel c( dengan ketentuan: a. Sembunyikan 3 bit ai di LSB Red, Green, Blue jika p(= 0 b. Sembunyikan 1 bit ai di LSB Red jika p(= 1 c. Sembunyikan 1 bit ai di LSB Green jika p(= 2 d. Sembunyikan 1 bit ai di LSB Blue jika p(=3 4. Tentukan random seed kedua dengan cara ROL (random seed) kemudian bangkitkan pseudorandom number xi yang baru sebanyak bit data ai.xi akan menentukan apakah ai akan disembunyikan di LSB pertama atau LSB kedua sebuah komponen c( dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sembunyikan ai di LSB pertama jika xi genap. c c( + 1; LSB1[ c( ] = 0 & ai = 1 = c( 1; LSB [ c( ] = 1& ai = 0 c( ; otherwise ' ( 1 b. Sembunyikan ai di LSB kedua jika xi ganjil. c c( + 1; LSB2[ c( ] = 0 & ai = 1 = c( 1; LSB [ c( ] = 1& ai = 0 c( ; otherwise ' ( 2

Proses deteksi informasi tersembunyi secara umum sama dengan proses penyembunyian informasi. Perbedaannya hanya pada saat pengambilan informasi dari LSB sebuah komponen c( (langkah keempat pada proses penyembunyian) menggunakan (Susany, 2005): a ' i = ' c ( AND1 ; x ' c ( AND2; x i i = = genap ganjil 2.3 Penelitian Terkait Pada penelitian ini, penulis merujuk pada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh banyak peneliti yang berkaitan dengan penelitian yang penulis buat. Beberapa penelitian yang berkaitan yang telah dilakukan oleh peneliti lain ditunjukkan pada tabel 2.1 Tabel 2.1. Penelitian Terkait Tahun Penulis Penjelasan Penelitian 2011 G.J.A Jose and C Sajeev Membabarkan konsep pengamanan data pada Cloud Computing menggunakan Advanced Encryption Standard (AES) berbasis kriptografi. 2010 H. Li dkk Mengusulakn konsep kriptografi Indentity-Based untuk pengamanan pada Cloud Computing. 2007 J.M. Amigo dkk. Mengusulkan kerangka konseptual dari teknik Steganografi Chaotic dan penerapannya dalam pengamanan data. 2007 H.A. Lubis Menjabarkan kerentanan AES pada pengamanan Cloud Computing dan mengajukan teknik One-Time Pad sebagai salah satu alternative pada pengamanan Cloud Computing. 2006 K. Okeya and T. Takagi Membabarkan konsep pengamanan data

dengan mengkombinasikan algoritma RSA dengan CRT (Chinese Remainder Theorem) dan perbandingannya dengan algoritma Rabin. 2005 S. Soplanit dkk Menjelaskan konsep pengamanan data dengan metode Chaotic Least Significant Bit Encoding (CLSBE) yang diimplementasikan pada telepon genggam. 2.4 Perbedaan dengan Penelitian Terkait Dalam beberapa penelitian yang telah ditampilakan pada tabel 2.1 terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis kali ini. Pada penelitian yang ditampilkan pada tabel 2.1, konsep pengamanan data dilakukan dengan suatu algoritma kriptografi tertentu ataupun menggunakan teknik steganografi tertentu. Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis kali ini menitikberatkan pada pengkombinasian antara kriptografi dan steganografi pada proses pengamanan data. 2.5 Kontribusi Penelitian Penelitian ini memberikan kontribusi tentang pemahaman tentang aspek keamanan data pada sistem komunikasi jaringan terutama pada Cloud Computing, apalagi data yang dikirimkan bersifat rahasia. Pada Cloud Computing, penyedia layanan biasanya telah menggunakan konsep keamanan data tertentu untuk pengamanan data pengguna layanannya, dengan tujuan agar pengguna merasa aman terhadap data yang dikirimkan atau disimpan pada layanan Cloud Computing. Melalui penelitian kali ini, penulis mengajukan konsep pengamanan kombinasi kriptografi Rabin dan steganografi Chaotic LSB untuk sistem pengamanan data. Penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu cara dan referensi didalam sistem pengamanan data pada Cloud Computing.