Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB V PENUTUP. bloatware, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB V PENUTUP. 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan. Hukum Pemesanan Rumah Susun

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

loket). Biaya tersebut dialihkan secara sepihak kepada konsumen.

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

RUU Paten Disampaikan pada acara Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

BAB V PENUTUP. terhadap turis asing sebagai konsumen, sehingga perjanjian sewamenyewa. sepeda motor, kepada turis asing sebagai penyewa.

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, (Diskusi Panel Bidang Kajian Pusat Studi Hukum UII,Yogyakarta, 23 Maret 2000), hlm 1-2.

KPPU DAN TATA CARA PENANGANAN PERKARA PROF DR JAMAL WIWOHO, SH, MHUM

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

SEKETIKA AKU MENGENAL PERLINDUNGAN KONSUMEN Eka Erfianty Putri, SH

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

ISBN: Cetakan Pertama, tahun Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB V PENUTUP. maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (UUPK) tidak mengatur tentang uang kembalian konsumen secara khusus.

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

LEMBAGA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

BAB IV A. ANALISIS PELAKSANAAN PERJANJIAN PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG ATAS TERJADINYA WANPRESTASI BERDASARKAN BUKU III BW

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

Pertanggungjawaban Perusahaan dalam Kasus Lingkungan Hidup. Dewi Savitri Reni (Vitri)

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT DENGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN SERVICE CHARGE DI RESTORAN

BAB 3 TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA, PEMERINTAH DAN BANK INDONESIA ATAS PELANGGARAN DATA PRIBADI NASABAH PEMEGANG KARTU KREDIT

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR PRA PENDADARAN... HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iii. HALAMAN MOTTO...

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Sebagaimanatelahdiketahuinyakeabsahan perjanjian jual beli yang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan penulis, jawaban atas identifikasi masalah pada. yang diberikan oleh Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang No.

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

Menimbang : Mengingat :

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DI SEKTOR LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA WEDDING AND EVENT ORGANIZER TERHADAP KONSUMEN (STUDI KASUS DI KOTA SEMARANG) SKRIPSI

Hak dan Kewajiban Pelaku serta Perizinan dan Pemantauan Penyelenggara Transfer Dana

BAB V PENUTUP. Dari pembahasan mengenai Kajian Yuridis Atas Doktrin Caveat Venditor. Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pembeli Gawai dalam

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

Journal Of Judicial Review

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUGIAN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

PROFIL BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MALANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada uraian dari bab-bab penulisan skripsi ini, maka dapat ditarik

Transkripsi:

Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Universitas Sebelas Maret (Dosen S2, S2, dan S3 Fakultas Hukum UNS Pembantu Rektor II UNS) Disampaikan dalam Seminar tentang Revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang di Selenggarakan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Hotel Borobudur Jakarta pada Tanggal 8 Oktober 2012 1

Pelaku usaha dan Konsumen merupakan pihak-pihak yang saling membutuhkan, maka perlu diwujudkan suatu aturan main yang dianggap adil oleh kedua belah pihak. Aturan main itu diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan usaha bagi pelaku usaha lebih bertanggungjawab dan tidak merugikan konsumen. Consumers sovereignity pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan atas performance produksi untuk memenuhi selera konsumen dalam konteks keinginan masyarakat pada umumnya. Consumers sovereignity kemudian dimodifikasi menjadi konsep Consumers Rights. 2

Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang disahkan pada tanggal 20 April 1999 dan mulai berlaku efektif tanggal 20 April 2000 diharapkan memberikan jaminan perlindungan kepada konsumen atas setiap produk barang/ jasa dari pelaku Usaha Secara anatomis Undang-undang No. 8 Tahun 1999 terdiri dari 15 Bab yang diuraikan dalam 65 pasal. UUPK 1999 memperkenalkan Terobosan terobosan baru di Bidang Hukum Nasional antara lain : 3

1. Klausula Baku Pengaturan Klausul Baku yang tertuang dalam Pasal 18 UUPK dimaksudkan untuk membatasi atas kebebasan berkontrak yang selama ini dijadikan acuan bagi pelaku usaha dalam membuat perjanjian standar. Perjanjian standar ini biasanya menjadi beban bagi konsumen karena isi Perjanjian telah dirumuskan oleh Pelaku Usaha dan Konsumen hanya dihadapkan pada suatu pilihan mengikuti atau tidak mengikuti sama sekali. UUPK tetap memperbolehkan Perjanjian Standar, namun Pelaku Usaha dilarang mencantumkan beberapa Klausul yang dinilai merugikan Konsumen 4

2. Sistem Pembuktian Terbalik Salah satu kesulitan dalam memperoleh ganti rugi bagi konsumen akibat mengkonsumsi produk adalah membuktikan kesalahan produsen untuk mengatasi kesulitan tersebut UUPK menetapkan bahwa pembuktian bahwa ada tidaknya unsur kesalahan menjadi beban tanggung jawab Produsen (Ps 22 dan 28 UUPK) 3. Sistem dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa UUPK menciptakan mekanisme penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan memperkenalkan 3 instrumen yakni gugatan kelompok konsumen (Class action), 5

Gugatan oleh lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (legal Standing) dan gugatan yang diajukan oleh Pemerintah. Sedangkan penyelesaian diluar Pengadilan melalui jalan damai atau mengajukan ke Badan penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK) yang penyelesaianya menggunakan mediasi, konsiliasi dan arbitrasi 4. Dikenalnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) salah satu elemen penting dalam pemberdayaan konsumen adalah masyarakat itu sendiri yang dapat dilakukan secara individu, kelompok atau organisasi dalam bentuk lembaga perlindungan konsumen. 6

5. Dikenalnya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang kedudukannya Independen dan anggotanya dipilih melalui Fit and Propertest oleh DPR. Lembaga ini berfungsi sebagai tink thank Pemerintah yang menyusun strategi Nasional Perlindungan Konsumen dan memberi pertimbangan pada pemerintah mengenai kebijakan kebijakan dibidang perlindungan konsumen. 6. Kriminalisasi Pelanggaran Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen. Salah satu yang khas dari UUPK adalah Kriminalisasi beberapa bentuk pelanggaran yang di lakukan oleh pelaku usaha. UUPK memberi peluang bagi Sengketa Perdata 7

Untuk diteruskan menjadi tindakan pidana. UUPK juga memperkenalkan subyek hukum pidana, tidak hanya individu tetapi juga badan hukum. Sanksi pidana ini diharapkan menimbulkan efek jera bagi pelanggar UUPK Setelah lebih 12 tahun UUPK diimplementasikan di masyarakat Indonesia, sesuai dengan dinamika masyarakat di era globalisasi, maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan pembaharuan (revisi) atau bahkan perubahan atas UUPK sesuai dengan dinamika masyarakat antara lain : 1) Perlunya pembagian konsumen barang dan konsumen jasa (baik komersial dan profesional) dan Pelaku Usaha barang dan Penyedia Jasa ( baik komersial dan pofesional) 8

2) Perlunya pengaturan dan pemisahan yang tegas dan jelas antara tanggung jawab pelaku usaha barang dan tanggung jawab pelaku usaha penyedia jasa. Harus diakui bahwa keduanya mempunyai sistem Tanggung Jawab yang berbeda 3) Jenis tanggungjawab Pelaku Usaha akan terdiri dari dua jenis, yaitu tanggungjawab kontraktual, yaitu tanggungjawab Pelaku Usaha berdasarkan kontrak yang dibuatnya, dan tanggung jawab produk (product liability) yaitu tanggungjawab Pelaku Usaha barang bergerak atas dasar tanggung jawab langsung (strict liability). 9

4. Mencantumkan ketentuan pembebasan tanggung jawab pelaku usaha (draf RUUPK Pasal 29, 30, dan 31) akan lebih afdol jika dimulai dengan ketentuan tentang tanggung jawab pelaku usaha itu sendiri. Ketentuan tentang tanggung jawab dan pembebasan tanggung jawab pelaku usaha tersebut akan lebih sistematik apabila ditempakan setelah draf pasal 15 dengan judul bab TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA 5. Pencantuman asas dan tujuan pada Pasal 2 dan Pasal 3 RUUPK ini amatlah tepat untuk memberikan informasi yang kuat atas pentingnya keberadaan UUPK yang baru. Isi dan cakupan Pasal tersebut telah memberikan informasi betapa pentingnya perlindungan konsumen itu 10

6. Penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi yang dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dapat saya tanggapi sebagai berikut: a. Tepatkan menentukan nilai transaksi yang yang menimbulkan sengketa paling banyak Rp 1.0000.0000.0000;? Dengan demikian jika nilai sengketa yang diatas itu lalu bagaimana? b. Putusan BPSK bersifat final dan mengikat (final and binding); bagaimana dengan pelaku usaha yang tidak menerima putusan? c. Setuju, Putusan BPSP paling lambat 21 hari dan dalam 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan BPSK, Pelaku Usaha wajib melaksanakan putusan tersebut; 11

7. Baik Pelaku Usaha maupun Konsumen dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 14 hari kerja terhitung sejak putusan BPSK, dan Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 21 hari kerja; 8 Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak putusan Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung harus memutuskan dalam waktu 30 hari. 12

9. Apabila Pelaku Usaha maupun Konsumen tidak mengajukan keberatan, dan si Pelaku Usaha juga tidak melaksanakan putusan BPSK dalam tenggang waktu 7 hari terhitung sejak putusan BPSK, maka BPSK wajib menyerahkan kasus tersebut kepada penyidik. 10. Penyelesaian sengketa konsumen akan dipisahkan secara tegas antara penyelesaian sengketa secara litigasi dan non litigasi. 13

11. Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang berbagai lembaga, akan ditata kembali antara lain: a. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Badan ini akan lebih difungsikan sebagai badan yang mengkoordinasikan mulai dari kebijakan sampai dengan pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan konsumen. 14

b. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Badan ini akan difokuskan pada upaya penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi, sehingga fungsifungsi pengawasan, penelitian, konsultasi dan lain-lain yang sekarang dimiliki oleh BPSK, akan dikembalikan kepada lembaga atau aparat pemerintah terkait. 15

c. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Akan semakin diakui eksistensi LPKSM sebagai mitra dalam penegakan Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Bidang garapannya akan diarahkan pada spesialisasi, misalnya LPKSM Kelistrikan, LPKSM Kesehatan, LPKSM Perbankan, dan lain-lain 16

12. Memperhatikan draf RUUPK yang jika dibandingkan dengan UU No 8 Tahun 1999 terdapat banyak perbahan baik dari segi Gramatika UU, Sistematika UU, Model penyelesaian sengketa, dan Kelembagaan kelembagaan yang berkaitan dengan hasrat untuk melindungi konsumen, maka berdasarkan butir 237 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka sebaiknya UUPK dirubah Apabila jalan ini yang ditempuh, maka UUPK lebih baik dicabut dan isusun dalam UU Perlindungan Konsumen yang baru yang sesuai dengan banyak serta cepatnya dimanika di era globalisasi ini 17

Jika memang hasrat untuk mencabut UU No 8 Tahun 1999 dapat terealisasi, oleh karena itu ada baiknya jika ketentuan pada draf RUUPK pada bab XV Pasal Pasal 58 ditambah pada ayat (2) dengan berlakunya undang-undang ini maka UU Nomor 8 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku Namun jika hanya ingin mengubah sebagian dari substansi UU Nomor 8 Tahun 1999 maka draf RUUPK ini ketentuan Penutupnya tidak perlu diubah 18

Sekian dan Terima Kasih Semoga Sukses! Atas Perubahan UUPK 19