BAB I PENDAHULUAN. Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie dapat ditemukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

B A B V P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya yang di atur dalam undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. sumbangan nyata akan adanya kepastian hukum bagi penyelesaian perkara tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB I PENDAHULUAN. Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENCANTUMKAN LAMBANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA KARTU NAMA NOTARIS RESUME TESIS

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang. Pejabat Umum merupakan terjemaah dari istilah Openbare

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris telah dikenal sejak berabad-abad silam. Dalam pasal 1 Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie dapat ditemukan pengaturan batas-batas dan wewenang serta tugas seorang Notaris salah satu diantaranya bertugas untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak. 1 Pada akhir tahun 1860, Pemerintah Belanda membuat peraturan-peraturan baru mengenai jabatan Notaris dan ditetapkanlah Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie pada tanggal 1 Juli 1860 (Stb. 1860 : 3) sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie. 2 Dengan dikeluarkannya Notaris Reglement ini, yang kemudian dikenal dengan Peraturan Jabatan Notaris (selanjutnya disebut juga PJN) sebagai peletakkan dasar yang kuat bagi pelembagaan notariat di Indonesia, sebagaimana terdapat dalam rumusan definisi yang terurai dalam pasal 1 PJN yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta tentang segala tindakan dan keputusan yang oleh peraturan perundang-undangan umum diwajibkan atau para yang bersangkutan menghendaki supaya dinyatakan dalam surat otentik, menetapkan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse, salinan dan kutipannyasemua sepanjang perbuatan akta-akta itu tidak diwajibkan kepada pejabat lain atau khusus kewajibannya. 1 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982, h. 23. 2 Syaifuddin Zuhri., Kedudukan Majelis Pengawas Notaris Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Notaris, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2009, h. 1. 1

2 PJN berlaku selama ratusan tahun lamanya, namun pada akhirnya PJN dirasa kurang serasi dalam pola kehidupan masyarakat yang menglobalisasi. Ketidakserasian tersebut rupanya menjadi perhatian khusus para pembentuk Undang-undang sehingga pada tanggal 06 Oktober 2004, lahirlah aturan baru yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UUJN) yang diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 117 serta Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432. Lahirnya UUJN ini sekaligus mencabut dan menyatakan tidak berlakunya Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie pada tanggal 1 Juli 1860 (Stb. 1860 : 3), sebagai amanat dalam pasal 91 UUJN. Dengan demikian UUJN sebagai satu-satunya dasar hukum pokok yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris harus mengacu kepada UUJN. 3 UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris. 4 Makna Unifikasi bukan berarti Notaris terlepas ragam aturan hukum yang berlaku, melainkan dalam menjalankan jabatannya, Notaris juga harus mengindahkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 5 Kedudukan seorang Notaris di dalam masyarakat sampai sekarang dianggap sebagai seorang pejabat tempat seorang memperoleh nasihat yang boleh diandalkan, sesuatu yang ditulis dan ditetapkannya adalah benar serta sebagai 3 Ibid, h. 3. 4 Habib Adjie, Undang-Undang Jabatan Notaris Sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris, Renvoi Nomor 28 th. III, 3 September 2005, hal. 38. 5 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian Eksekusi, Rineka CIpta, Jakarta, 1993, h. 10.

3 pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. 6 Sesuai dengan yang terdapat dalam UUJN Pasal 1 angka (1) UUJN menyatakan : Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik dan Kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.. Dalam hal terdapat istilah Pejabat Umum, undang-undang memang belum dan atau tidak secara rinci membuat definisinya. 7 Berkaitan dengan kewenangan pejabat umum yang merupakan satu-satunya yang berwenang membuat akta otentik, terdapat aturan yang menjelaskan yaitu dalam pasal 1868 Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut BW) : Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh orang dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuatnya. Pejabat umum dalam bahasa Belanda adalah Openbaar Ambtenar, Openbaar dalam pemerintahan berarti urusan yang terbuka untuk umum, kepentingan umum. 8 Urusan yang terbuka untuk umum mengandung pengertian meliputi semua bidang yang berkaitan dengan publik. Sifat publik tersebut dapat dilihat dari pengangkatan, pemberhentian dan kewenangan Notaris sebagai pejabat umum. 9 Dalam pengertian sifat publik tersebut jika dikaitkan dengan keberadaan pasal 15 ayat (1) UUJN, yang memiliki rumusan sebagai berikut : Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan perjanjian dan penerapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk 6 Tan Khong Kie, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2007, h. 444. 7 Sri Winarsi, Pengaturan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sebagai Pejabat Umum, Yuridika Volume 17 Nomor 2, Maret 2002, h. 168. 8 N.E Algra, Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea, Belanda-Indonesia, Binacipta, Jakarta, 1983, h. 363 9 Syaifuddin Zuhri, op. cit., h. 4.

4 dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, membuat grosse, salinan dan kutipan semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu juga ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang- Undang. Maka kewenangan yang melekat pada kedudukan Notaris sebagai pejabat umum, tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya. Selama kewenangan itu tidak menjadi kewenangan pejabat lain dalam membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan Notaris. Bertitik tolak dari ketentuan tersebut, Notaris merupakan figur yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam gerak pembangunan yang semakin kompleks dewasa ini, fungsi dan peran notaris tentunya semakin luas dan semakin berkembang. Jabatan seorang Notaris selain jabatan yang menggeluti masalah teknis hukum juga harus turut berpartisipasi aktif dalam pembangunan hukum nasional oleh karena itu Notaris harus senantiasa mengikuti perkembangan hukum nasional yang pada akhirnya notaris mampu melaksanakan profesinya secara proporsional. Seorang Notaris dalam melaksanakan tugasnya dituntut memiliki keahlian khusus, yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum, banyak kepentingan umum yang melibatkan tugas dan kewenagan Notaris salah satunya adalah pengikatan jual beli tanah. Tanah di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat komplek, karena tanah merupakan sumber dan faktor produksi yang utama dari berbagai aspek

5 kehidupan manusia. Masalah tanah adalah masalah sepanjang jaman oleh karena tanah akan tetap dibutuhkan manusia dalam berbagai macam sektor pembangunan maupun untuk perumahan dan pemukiman, bahkan bagi sebagian besar penduduk Indonesia tanah merupakan sumber kehidupan. 10 Termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (3), Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, termasuk di dalamnya adalah tanah yang merupakan pijakan langkah kehidupan masyarakat Indonesia. Tiap-tiap Warga Negara Indonesia mempuyai kesempatan yang sama dalam memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapatkan manfaatnya. Untuk menjamin adanya perlindungan bagi golongan Warga Negara yang lemah, terhadap sesama warga negara yang kuat kedudukan ekonominya, maka di dalam pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria mengatur pengawasan akan perbuatan-perbuatan yang dimaksudkan dalam memindahkan hak milik salah satu diantaranya adalah jual-beli. 11 Sebelum dilakukan jual-beli tanah yang sebenarnya, dalam artian pemindahan hak maka dilakukan pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian pendahuluan. Untuk kepastian hukum dari pengikatan jual-beli tanah itu para pihak mengikatkan dirinya dalam suatu akta yang dibuat oleh dan Pejabat yang berwenang, yaitu Notaris. 10 Wishnu Febrizha Arvendha, Peranan Notaris dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2008, h. 1. 11 Ibid, h. 2.

6 Pengikatan jual-beli sebagai tindakan pendahuluan dari jual-beli adalah perbuatan yang dibenarkan oleh Undang-Undang sebagaimana diatur dalam pasal 1338 ayat (1) BW yang berbunyi Semua Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Mengapa diadakan pengikatan jual-beli tanah, tidak lain karena para pihak belum siap untuk melaksanakan jual-beli tanah langsung dengan pemindahan hak. Dalam praktek, perjanjian pengikatan jual-beli tanah dilakukan misalnya karena pihak pembeli belum siap membayar tunai harga tanah yang menjadi objek jualbeli. Sehingga terjadilah pengikatan dengan pembayaran uang dimuka yang sering disebut Voorshot. 12 Dalam pengikatan jual-beli biasanya ditentukan dan disepakati syarat-syarat mengenai pembayaran harga objek tanah, antara lain ditentukan waktu angsuran pembayaran harga objek tanah tersebut dan berbagai macam klausula yang telah disepakati kedua belah pihak yang bersangkutan, salah satunya dikarenakan belum siapnya para pihak untuk dilangsungkannya jual beli terkait biaya pembuatan akta dan pengurusan sertifikat termasuk pajak-pajak yang harus dibayar lebih dahulu dan masih ada beberapa faktor penyebab lainnya. Dalam bidang pertanahan sangat berkaitan erat dengan istilah sertifikat. Sertifikat adalah bukti kepemilikan atas tanah yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yaitu Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya ditulis BPN). Dalam praktek selama ini, sudah umum terjadi Notaris menyimpan sertifikat terkait dengan akta yang dibuat dihadapannya, khususnya sertifikat tanah hak, baik itu Hak Guna Bangunan maupun Hak Milik. Ada beberapa alasan penyimpanan 12 Ibid, h. 4.

7 sertifikat oleh Notaris antara lain, yaitu : a. Akta Jual Beli Hak Atas Tanah yang membutuhkan pengecekan di BPN, hingga sampai pada proses dengan Balik Nama; b. Dalam hal suatu pihak (pembeli) yang telah memanfaatkan jasa Notaris, namun pembeli yang bersangkutan belum membayar lunas biaya Notaris; c. Pengembang atau developer menitipkan suatu sertifikat induk untuk keperluan (pemisahan) apabila ada yang akan membeli tanah dan bangunan yang dibangun oleh pengembang yang bersangkutan. d. Pihak pembeli belum siap membayar tunai harga tanah yang menjadi objek jual-beli. Sebagai bukti penyimpanan sertifikat, oleh Notaris diberikan sekedar suatu tanda terima kepada pemilik sertifikat, padahal penyimpanan sertifikat tidak dapat dikatakan tanpa suatu resiko, baik bagi Notaris maupun bagi pemilik sertifikat. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam tesis ini adalah 1. Kewenangan Notaris menyimpan sertifikat tanah terkait dengan akta pengikatan jual beli tanah yang dibuat di hadapannya. 2. Tanggung Jawab Notaris terhadap sertifikat tanah terkait dengan akta pengikatan jual beli tanah yang disimpan oleh Notaris.

8 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mencari, menemukan, menganalisa wewenang penyimpanan sertifikat tanah oleh Notaris termasuk sebagai kewenangan Notaris sebagaimana diatur dalam UUJN 2. Untuk mencari, menemukan, menganalisa tanggung jawab Notaris terhadap penyimpanan sertifikat tanah. 4. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu : 1. Bagi program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, selaku pencetak calon-calon Notaris, sebagai sumbangsih pemikiran akademis dalam perkembangan hukum kenotariatan nasional. 2. Bagi para notaris termasuk peneliti lainnya, diharapkan dapat memperkaya khazanah pemikiran, memperluas cakrawala pengetahuan serta memberikan pencerahan ilmiah dalam menjalankan tugas jabatannya. 5. Kajian Pustaka Sebelum dan era tahun 1860 perihal mengenai Notaris diatur dalam PJN sebagai peletakkan dasar yang kuat bagi pelembagaan notariat di Indonesia. Namun pada akhirnya PJN dirasa kurang serasi dalam pola kehidupan masyarakat yang menglobalisasi, sehingga pada tanggal 06 Oktober 2004 lahirlah UUJN sebagai pengganti dari PJN yang merupakan landasan kelembagaan Notariat di Indonesia seperti tercantum dalam pasal 91 UUJN. Dengan demikian UUJN sebagai satu-satunya dasar hukum pokok yang mengatur Jabatan Notaris di

9 Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris harus mengacu kepada UUJN. Di dalam pasal 1 PJN, Notaris berwenang membuat akta otentik tentang semua tindakan-tindakan, perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan (beschikkingen) serta tersurat di dalam pasal 15 UUJN bahwa Notaris adalah pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. Dalam pasal 1868 BW dapat ditafsirkan tentang akta otentik terlihat beberapa unsur, yaitu pertama bahwa akta itu harus dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum. Kedua bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya ditempat dimana akta itu dibuat, jadi akta itu dibuat di tempat wewenang pejabat yang membuatnya. Akta otentik adalah alat bukti yang sempurna. Ini berarti bahwa akta yang dibuat oleh Notaris selaku pejabat umum mempuyai kekuatan bukti yang sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada kata itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi. Mengingat sangat pentingnya akta otentik yang dibuat oleh Notaris, maka notaris harus berhati-hati dan cermat dalam pembuatan akta tersebut. Notaris dituntut untuk menguasai hukum yang tentunya dipakai pedoman untuk merumuskan isi dari akta yang dibuatnya, sehingga mampu membuat akta otentik yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu harus tetap berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan kode etik profesinya. Seorang Notaris dituntut

10 memiliki keahlian khusus, berpengetahuan luas, serta tanggung jawab untuk melayani kepentingan umum. Inti tugas dan kewenangan Notaris adalah untuk mengkonstantir hubungan hukum antar para pihak dalam bentuk tertulis dan terdapat format tertentu sehingga merupakan akta otentik agar diperoleh dan terwujud daya kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan. 13 Jabatan Notaris merupakan jabatan yang luhur dengan motifasi utamanya bukan untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan yang dilakukannya, melainkan mengedepankan prinsip yang penting yaitu, mendahulukan kepentingan orang yang dibantu dan mengabdi pada tuntutan profesi, untuk melaksanakan hal tersebut dituntut memiliki moralitas yang tinggi yaitu berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi serta sadar akan kewajibannya. Tanggung jawab Notaris dalam tuntutan profesinya cukup luas serta berat namun mulia. Salah satu hal seorang Notaris menjalankan kewenangannya membuat akta otentik, jika menyimpang dalam perbuatannya baik dilihat dari segi hukum, moral atau etika profesi Notaris, 14 maka dapat menimbulkan sanksi yang menimpa diri pribadi Notaris itu sendiri karena setiap tanggung jawab tugas dan kewajiban yang didasarkan atas kewenangan akan menimbulkan suatu pertanggung jawaban. 15 13 Ibid, h. 6. 14 Yuniar Novaliasari, Sanksi Atas Pelanggaran Kode Etik Notaris, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2010, h. 2. 15 Ibid.

11 Seorang Notaris selain dituntut untuk memiliki keahlian khusus, berpengetahuan luas, serta tanggung jawab untuk melayani kepentingan umum. Juga dituntut bersikap hati-hati dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya guna mewujudkan kepercayaan dari pihak-pihak yang berkepentingan serta hal ini penting bagi notaris dalam bertindak dan bersikap baik di dalam maupun di luar jabatannya. Tentu saja dalam hal ini peranan kode etik Notaris sangat penting dan berpengaruh dalam tugas jabatannya baik bersikap, bertingkah laku dan bertindak dalam melakasanakan tugas jabatannya. Notaris harus menempatkan diri dalam setiap pergaulan masyarakat dengan tetap menjaga martabat keluhurannya sebagai seorang Notaris. Kaum profesional itu umumnya berkelompok menjadi anggota dari suatu organisasi profesi yang bertujuan umum untuk menjaga keluhuran profesi. Tugasnya menjaga agar standar keahlian dan ketrampilan tidak dilanggar, kode etik tidak dilanggar, pengabdian kepada masyarakat tidak luntur, dan tidak sembarangan orang memasuki profesi mereka. 16 Sebagai kelompok Notaris ini mempuyai acuan yaitu kode etik profesi, dalam hal ini adalah kode etik notaris. 17 Menurut Ismail Saleh, untuk menjadi profesi seorang Notaris harus memperhatikan perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. mempuyai integritas moral yang baik. 2. harus jujur terhadap klien atau diri sendiri (kejujuran intelektual) 16 H. Burhanudin Salam, Etika Sosial, Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, PT. Rineka Cipta, Jakarta. 1997, h. 139-142. 17 Yuniar Novaliasari,, op. cit., h. 3.

12 3. sadar akan batas-batas kewenangannya 4. tidak semata-mata berdasarkan uang. 18 Dalam pasal 1 Kode Etik Notaris menegaskan bahwa Notaris sebagai pejabat umum adalah Warga Negara Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dalam melaksanakan tugasnya dijiwai kesadaran dan taat hukum, UUJN, sumpah jabatan, Kode Etik Notaris dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Segala persyaratan tersebut masih ditambah lagi yakni dalam melakukan tugasnya Notaris harus ikut serta dalam pembangunan nasional khususnya pemabangunan di bidang hukum, kepribadian yang baik serta senantiasa menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris yang tercemin baik di dalam maupun diluar tugas jabatannya. 19 Notaris dalam menjalankan tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya, memberikan penyuluhan hukum kepada kliennya untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara Inonesia dan anggota masyarakat. 20 Salah satu bentuk pelayanan jasa Notaris kepada masyarakat yang berkaitan dengan pembuatan akta pengikatan perjanjian jual beli, Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa semua benda yang dapat dipergunakan dapat dijadikan objek perjanjian. Ini berarti bahwa semua benda yang dapat diperdagangkan dapat 18 Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 51 19 CST. Kansil dan Cristie ST Kansil, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, h.6. 20 Wishnu Febrizha Arvendha,.op. cit., h. 9.

13 dijadikan objek jual-beli, termasuk pula objek pengikatan jual-beli. Namun Dalam praktek tidak demikian halnya, yang menjadi objek pengikatan jual-beli hanyalah barang-barang tidak bergerak saja, terutama yang menyangkut masalah pertanahan. Istilah perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah tidak kita jumpai dalam Undang-undang, istilah tersebut banyak kita jumpai dalam praktek, terutama timbul dalam praktek notaris. Sebagaimana kita ketahui buku III BW menganut sistem terbuka yang memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap orang yang mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. yaitu : Di dalam pasal 1320 BW, ditulis beberapa syarat sahny suatu perjanjian, 1. Kata Sepakat, persetujuan oleh para pihak tidak boleh adanya suatu paksaan dari pihak manapun. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian adalah mereka yang telah dewasa dan tidak dalam pengampuan. 3. Suatu hal tertentu, harus ada objek tertentu atau ditentukan yang akan diperjanjikan. 4. Suatu sebab yang diperbolehkan, persetujuan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum dan yang tidak

14 dilarang oleh Undang-Undang. Oleh karena kalau sebab perjanjian itu tidak halal maka perjanjian yang diadakan itu tidak sah menurut hukum. Keempat syarat tersebut wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak yang akan mengadakan perjanjian, terlebih seorang Notaris harus mngerti dan memahami syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Salah satu perjanjian yang banyak timbul dalam praktek notaris yang dibuat berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas adalah perjanjian pengikatan jual-beli hak atas tanah, perjanjian ini termasuk perjanjian onbenoemde (perjanjian tak bernama) yang kemudian diberi nama sendiri. 21 Bilamana ditelusuri, dalam Pasal 1457 BW berpengaruh pada tumbuhnya praktek perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah. Menurut Wishnu Febrizha Arvendha, dalam praktek perjajian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris sebagai berikut : Pembeli masih diberi kuasa, kuasa mana bersifat mutlak dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah. Perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah tersebut itu tidak akan dibuat tanpa diberikannya kuasa tersebut, kuasa tersebut biasanya dinyatakan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa/penjual serta diberikan dengan melepaskan segala peraturan yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang mengatur segala sebab dan dasar yang mengakhiri suatu kuasa pada umumnya, adapun kuasa tersebut meliputi semua kegiatan serta perbuatan/tindakan kepengurusan dan pemilikan terhadap objek pemberian kuasa tersebut. 21 Wishnu Febrizha Arvendha,.op. cit., h. 9.

15 Semua benda yang dapat diperdagangkan dapat dijadikan objek jual-beli, termasuk pula objek pengikatan jual-beli. Berbeda dalam prakteknya tidak demikian halnya, yang menjadi objek pengikatan jual-beli hanyalah barangbarang tidak bergerak saja, terutama yang menyangkut masalah pertanahan. Ada beberapa sebab mengapa barang-barang tidak bergerak khususnya tanah dalam hal ini transaksi jual beli menempuh jalan membuat akta pengikatan jual beli dulu sebelum dibuatkan akta jual belinya, antara lain : 1. Menurut peraturan pemerintah No 10 Tahun 1961 dengan peraturan pelaksanaannya peraturan menteri agraria No 10 tahun 1961 jo pasal 37 ayat (1) PP No 24 tahun 1997, peralihan hak atas tanah harus dilakukan di muka pejabat pembuat akta tanah. Menurut PMA No. 10 Tahun 1961 Pasal 7 dan 8 disebutkan bahwa biaya pembuatan akta adalah 1 ½ % dari harga jual. Masalah biaya pembuatan akta ini sering kali dirasakan berat oleh para pihak, belum juga terhadap pajak-pajak yang harus dibayar terlebih dahulu sehingga mereka menempuh membuat perjanjian pengikatan jual beli dulu sambil mengumpulkan biaya pembuatan akta jual-beli di muka Notaris/PPAT. 2. Dalam hal pembayaran lunas, akan tetapi tanahnya diluar wilayah PPAT setempat, jika mau balik nama sertifikat kemudian dibuatkan akta jual beli PPAT setempat sesuai dengan letak tanahnya, dengan

16 penandatanganan akta jual beli cukup ditandatangani sendiri oleh pembeli tadi. 3. Dalam hal jual-beli barang tidak bergerak khususnya tanah, hukum agraria kita mengambil ahli sistem hukum adat yaitu bersifat tunai. Artinya harga tanah tersebut seketika harus dibayar lunas pada saat pembuatan akta jual beli dimuka PPAT. Hal ini merepotkan para pihak, apabila pembeli belum mampu membayar lunas dan di lain pihak si penjual sangat membutuhkan uang. Untuk mengatasi hal ini para pihak biasanya menempuh jalan membuat perjanjian pengikatan jual beli dihadapan Notaris. Dari uraian diatas jelaslah kiranya bahwa walaupun semua benda dapat dijadikan objek pengikatan jual beli, akan tetapi biasa terjadi dalam praktek hanyalah barang-barang tidak bergerak saja, khususnya mengenai tanah, karena transaksi tanah harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang- Undang. Dalam praktek selama ini, sudah umum terjadi Notaris menyimpan sertifikat Hak Atas Tanah terkait dengan akta yang dibuat dihadapannya, khususnya sertifikat Hak Atas Tanah, baik itu Hak Guna Bangunan maupun Hak Milik. Salah satu alasan para pihak menitipkan sertifikat Hak Atas Tanah kepada Notaris adalah jika pembeli belum mampu membayar lunas dan di lain pihak penjual sangat membutuhkan uang, Penitipan ini terjadi atas dasar kesepakatan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian pengikatan jual beli Hak Atas Tanah. Dalam Pasal 1698 BW diatur mengenai macam penggolongan penitipan,

17 diantaranya adalah Penitipan yang terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa, jika menilik dari penggolongan tersebut maka penitipan sertifikat Hak Atas Tanah tersebut kepada Notaris termasuk dalam penitipan yang terjadi karena sukarela. Notaris dalam hal ini hanya sebagai Wasit diantara kesepakatan kedua belah pihak tersebut, sebagai wasit senantiasa Notaris menjalankan amanah profesinya, harus sesuai dengan UUJN maupun kode etik profesi Notaris. Notaris wajib menjaga sertifikat yang dititipkan kepadanya, dengan rasa tanggung jawab atas amanah kepercayaan yang diberikan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian pengikatan jual beli Hak Atas Tanah dihadapannya. Wujud tanggung jawab Notaris dapat dilaksanakan sesuai dengan isi dari pasal 1694 BW, penitipan akan terjadi apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya. Namun bukan hanya sebatas menyimpan dan mengembalikan sertifikat, Notaris diwajibkan juga memelihara dan merawat sertifikat tersbut. Notaris dalam melaksanakan penitipan sertifikat tidak diperbolehkan menggunakan sertifikat yang dititipkan untuk keperluan sendiri, sebagaimana tertulis dalam pasal 1712 BW, Si penerima penitipan tidak diperbolehkan menggunakan barang yang dititipkan untuk keperluan sendiri, tanpa izin orang yang menitipkan barang yang dinyatakan dengan tegas atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu.

18 6. Metode Penelitian a. Pendekatan Masalah: Penelitian Hukum yang digunakan adalah Penelitian Doktrinal (Doctrinal Research). Pendekatan-Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundangundangan (statute approach) yang berlaku di Indonesia dan pendekatan Koseptual (conceptual approach) Serta Pendekatan studi kasus (case approach). 22 Pendekatan Peraturan Perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji, menganalisis dan menekankan pada pencarian norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jabatan Notaris selaku induk dalam hukum kenotariatan nasional. Selain menggunakan pendekatan Perundang-undangan, penelitian hukum ini juga menggunakan pendekatan konseptual, yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum yang akan melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dalam memecahkan permasalahan yang terkait dengan rumusan masalah yang diterapkan dalam penulisan ini dan pada pendekatan studi kasus dengan menekankan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan penyimpanan sertifikat oleh notaris. b. Sumber bahan hukum: Bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat Autoriatif, artinya mempuyai otoritas. Adapun bahan hukum 22 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, cetakan ke-5, Jakarta, 2009, h.093-94.

19 primer yaitu diambil dari peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan aturan lain di bawah undang-undang yang ada relevansinya dengan permasalahan yang dibahas. Selanjutnya bahan hukum sekunder berfungsi untuk menjelaskan bahan hukum primer dan bersifat tidak mengikat, bahan hukum sekunder adalah bahan hukum berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi data-data yang diperoleh dari kajian kepustakaan, literature atau buku-buku teks, majalah, jurnal, kamus-kamus hukum, hasil penelitian dan pendapat-pendapat hukum dibidangnya masingmasing serta beberapa bahan dari internet agar tetap mengikuti perkembangan yang ada secara up to date. c. Pengumpulan dan Pengolahan bahan hukum Dalam proses pengumpulan bahan-bahan hukum, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mencari beberapa peraturan dalam peraturan perundangundangan yang terkait dengan isu hukum yang diangkat, yang kemudian dijadikan sebagai bahan hukum primer. Untuk menguatkan konsep, maka dilakukan studi kepustakaan yaitu membaca dan mempelajari literatur berupa buku, artikel, surat kabar, dan karya ilmiah untuk mencari konsep, teori, dan pendapat ataupun penemuan-penemuan yang berkaitan erat dengan dengan pokok permasalahan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan hukum sekunder. Kemudian bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dilakukan inventarisasi dan identifikasi atau klasifikasi. Sehingga diperoleh bahan hukum yang ada relevansinya dengan pokok

20 permasalahan yang diangkat, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian dan tulisan oleh penulis d. Analisis Bahan Hukum Dalam penelitian ini analisa dilakukan dengan metode penafsiran. Metode penafisiran Interpretasi Gramatikal yaitu untuk mengetahui makna ketentuan Undang-Undang dengan cara ditafsirkan atau dijelaskan dengan menguraiakannya menurut bahasa sehari-hari. Penafsiran sistematis yaitu menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menguhubungkannya terhadap peraturan hukum lainnya. Penafsiran Interpretasi historis yaitu memahami undang-undang dalam konteks seluruh sejarah hukum, berkenaan dengan sumber-sumber yang digunakan oleh pembentuk Undang-Undang. Penafsiran sosiologis akan terjadi apabila makna Undang-Undang itu ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. 23 7. Sistematika Penulisan Penelitian Sistematika dalam Tesis ini dibagi menjadi empat bab, dan masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab sebagai berikut : Bab I merupakan pendahuluan, yaitu berisi gambaran-gambaran umum sebagai pengantar pembahasan bab berikutnya, dengan sub-sub bab latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian. 23 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2009, h.57-61.

21 Bab II membahas gambaran umum sebagai landasan teoritis untuk dasar pembahasan masalah. Pada bab ini diuraikan mengenai Kewenangan Notaris menyimpan sertifikat tanah terkait dengan akta pengikatan jual beli tanah yang dibuat di hadapannya. Sub-sub babnya terdiri dari tugas dan kewenangan Notaris sebagai pejabat umum dan dasar hukum dalam hal penyimpanan sertifikat Hak Atas Tanah oleh Notaris. Bab III membahas tentang Tanggung Jawab Notaris terhadap sertifikat Hak Atas Tanah terkait dengan akta pengikatan jual beli tanah yang disimpan oleh Notaris, yang di dalamnya akan diuraikan mengenai kewajiban Notaris dalam menyimpan sertifikat Hak Atas Tanah dan kemudian sanksi terhadap Notaris apabila lalai dalam penyimpanan sertifikat Hak Atas Tanah. Bab IV adalah bab penutup terdiri dari kesimpulan dan saran yang masingmasing merupakan jawaban atas masalah serta pemecahan dari rumusan masalah yang mana akan mengakhiri seluruh rangkaian uraian dan pembahasan penelitian ini.