BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan upah minimum adalah sebuah kebijakan institusional yang bertujuan melindungi kondisi ekonomi dari para pekerja berupah rendah (Gramlich, 1976; Card dan Krueger, 1995; DiNardo et al., 1996; Lee, 1999; Teulings, 2000 dan 2003; Johnson dan Browning, 2001; Dickens dan Manning, 2004; Leigh, 2007). Teori standar neoklasik menjelaskan upah minimum terletak di atas tingkat upah pasar (market clearing wage), dan kenaikan upah minimum akan meningkatkan upah pekerja dan mengurangi kesempatan kerja (menyebabkan pengangguran) terutama untuk para pekerja tidak terampil (Borjas, 2005; Mankiw, 2009). Dalam analisis pasar tenaga kerja model dua sektor (Haris dan Todaro, 1970; Mincer, 1976) observasi upah pekerja dan tingkat kesempatan kerja dalam sebuah pasar persaingan dibedakan menjadi pasar tenaga kerja manufaktur dan pasar tenaga kerja informal pertanian. Welch (1974) dan Mazumdar (1989) membedakan pasar tenaga kerja menjadi sektor formal ( covered sector) sebagai sektor yang dilindungi kebijakan upah minimum dan sektor informal (uncovered sector) yang tidak dilindungi oleh kebijakan upah minimum. Studi sebelumnya menemukan bahwa kenaikan upah minimum meningkatkan upah sektor formal dan menurunkan upah di sektor informal (Harrison dan Lea mer, 1997). Kenaikan upah di sektor formal kemudian memberikan dampak berupa menurunnya jumlah pekerja dan/atau mengurangi jam kerja pekerja sektor ini. Lebih jauh, dalam teori standar dual market, 1
penurunan pekerja sektor formal akan meningkatkan arus migrasi pekerja dari sektor formal menuju ke sektor informal. Dengan demikian, penawaran tenaga kerja di sektor informal akan meningkat dan akibatnya tingkat upah sektor informal menurun hingga terletak di bawah upah keseimbangan sektor informal sebelumnya. Meningkatnya penawaran tenaga kerja di sektor informal akan menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru yang lebih besar pada sektor ini (ILO, 1997) dan kesempatan kerja di sektor formal akan menurun (Van der Hoeven dan Van der Geest, 1999). Jika kenaikan upah minimum di satu sisi berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja di sektor formal atau membuat upah pekerja sektor informal berkurang, dan di sisi lain membuat upah pekerja formal di kelas distribusi terbawah meningkat maka kenaikan upah minimum justru dapat memperburuk distribusi upah. Dalam hal ini upah minimum justru gagal sebagai alat redistribusi pendapatan. Namun bila kenaikan upah minimum membuat upah pekerja informal turut naik, dan upah pekerja formal di kelas distribusi terbawah juga naik, maka kenaikan upah minimum dapat memperbaiki distribusi upah. Berdasarkan uraian sebelumnya upah minimum tidak hanya berdampak pada tingkat upah, namun berpengaruh juga pada tingkat partisipasi pekerja, dan jam kerja (Neumark et al., 2004). Literatur tentang pengaruh upah minimum terhadap tingkat upah memberi bukti bahwa pengaruhnya tidak selalu searah. Pada negara maju peningkatan upah minimum meningkatkan upah pekerja, khususnya untuk pekerja yang berupah rendah dan pekerja yang mempunyai tingkat upah sedikit di atas upah minimum (Card dan Krueger,1995; Di Nardo et al.,1996). Neumark et al. (1998) membuktikan bahwa pengaruh peningkatan upah minimum terhadap tingkat 2
upah akan lebih kecil jika efek lag dari kenaikan upah minimum diperhitungkan. Bahkan, pengaruh lag kenaikan upah minimum terhadap tingkat upah pekerja dapat menjadikan tingkat upah negatif. Di Nardo et al. (1996) dan Dickens et al. (1999) menemukan bukti bahwa adanya peningkatan upah minimum di negara maju telah menyingkatkan panjang distribusi pendapatan pekerja dalam arti jarak antara nilai rata-rata upah dengan nilai median upah semakin mengecil. Penelitian sebelumnya tentang dampak peningkatan upah minimum terhadap jumlah pekerja juga ambigu. Beberapa peneliti di negara maju menemukan bukti bahwa peningkatan upah minimum berpengaruh negatif terhadap jumlah pekerja (Neumark dan Wascher, 1992, 2000; Currie dan Fallick, 1996; Baker et al., 1999; Abowd et al., 1999; Zavodny, 2000). Bahkan peneliti lainnya menemukan bukti upah minimum berpengaruh positif, atau netral terhadap jumlah pekerja (Card, Kazt, dan Krueger, 1994, 1995, 2000; Dickens et al., 1999; Stewart, 2004). Pengaruh upah minimum yang memberikan dampak penurunan jumlah pekerja akan memengaruhi jam kerja pekerja, karena jam kerja dari pekerja yang masih bekerja akan meningkat menggantikan jam kerja yang hilang dari penurunan sejumlah pekerja akibat dampak upah minimum (Zavodny. 2000). Tidak banyak ditemukan penelitian yang membahas tentang pengaruh upah minimum terhadap jam kerja pekerja. Salah satunya Gramlich (1976) yang memberikan bukti bahwa peningkatan upah minimum menurunkan jam kerja pekerja laki-laki berusia muda dan pekerja berusia dewasa karena mereka berpindah dari pekerjaan penuh waktu ke pekerjaan paruh waktu. Di negara berkembang, literatur tentang upah minimum relatif masih sedikit (Lemos, 2004). Dari jumlah yang terbatas itupun, hasilnya ambigu. Studi tentang 3
pengaruh upah minimum terhadap tingkat upah misalnya, memberikan bukti bahwa kenaikan upah minimum telah meningkatkan upah pekerja sektor formal maupun informal, meningkatkan upah hanya di sektor formal, atau meningkatkan upah di sektor informal saja (Lemos, 2004; Chun dan Khor, 2010; Khamis, 2008). Kenaikan upah minimum juga terbukti telah menyingkatkan panjang distribusi upah di pasar tenaga kerja formal dan informal (Maloney dan Nunez, 2003; Lemos, 2004). Kenaikan upah minimum juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat upah di masing-masing kelas distribusi upah (Fajnzylber, 2001; Maloney dan Nunez, 2003). Sementara itu studi tentang pengaruh upah minimum terhadap jumlah pekerja juga memberikan hasil yang tidak seragam. Beberapa penelitian menemukan upah minimum menurunkan jumlah pekerja sektor formal dan informal (Fajnzylber, 2001; Lemos, 2004; Maloney dan Nunez, 2003); ada juga yang menemukan penurunan jumlah pekerja sektor formal, dan ada juga yang hanya meningkatkan jumlah pekerja sektor informal (Carneiro, 2000). Sebaliknya, Saget (2008) menemukan bukti perubahan upah minimum beberapa negara berkembang di Amerika Latin dan Afrika mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap perubahan jumlah pekerja sektor informal perkotaan. Di Indonesia, upah minimum dipromosikan pemerintah sejak tahun 80-an dan menjadi sebuah kebijakan pasar tenaga kerja yang penting. Saat ini penentuan nilai upah minimum provinsi/kabupaten/kota/sektoral merupakan wewenang Gubernur sebagai kepala daerah. Penentuan upah minimum di masing-masing provinsi ini memberikan keragaman nilai upah minimum yang lebih luas, sekaligus ketertarikan untuk mengobservasi pengaruh kebijakan ini khususnya terhadap 4
variabel ekonomi dan kesejahteraan. Variabel ekonomi yang dimaksud adalah tingkat upah pekerja, jam kerja, dan status pekerja. Ketiga variabel ini merupakan bagian dari indikator kunci pasar tenaga kerja Key Indicators of Labor Market atau KILM yang mengubah ketersediaan dan arus perputaran jumlah pekerja di pasar tenaga kerja. Ini perlu menjadi perhatian karena akan menentukan tingkat pendapatan pekerja. Perubahan tingkat pendapatan akan mengubah kesejahteraan pekerja (Smith, 2003). Dalam penelitian ini tingkat pendapatan diproksi menggunakan pengeluaran per kapita sehingga variabel kesejahteraan yang diperhatikan pada penelitian ini adalah pengeluaran per kapita dan status kesehatan pekerja. Pengeluaran per kapita dan status kesehatan merupakan bagian dari beberapa dimensi pokok yang perlu dipertimbangkan dalam analisis kesejahteraan. Pertumbuhan rata-rata upah minimum Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun 2007 2008 adalah sebesar 10,39 persen dan pada tahun 2008-2009 tumbuh sebesar 12,81 persen. Namun pada tahun 2009 2010 upah minimum tumbuh hanya sebesar 8,66 persen. Data ini menunjukkan pertumbuhan upah minimum selama periode 2007 2010 cenderung fluktuatif. Apakah dengan pertumbuhan upah minimum yang demikian masih memberikan dampak positif terhadap pekerja? Beberapa studi tentang upah minimum di Indonesia memberi bukti upah minimum meningkatkan upah bulanan pekerja sektor formal yang berada di bawah upah minimum (Rama, 2000; Chun dan Khor, 2010), sedangkan upah pekerja di sektor informal tidak meningkat (Chun dan Khor, 2010). Secara umum, penelitian tentang dampak ekonomi dan kesejahteraan dari upah minimum ini telah menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum berdampak negatif terhadap upah 5
pekerja marjinal di sektor informal dan berdampak positif terhadap upah pekerja marjinal di sektor formal. Upah minimum juga berpengaruh negatif terhadap jumlah pekerja di sektor formal (Rama, 2001; Smeru, 2001; Suryahadi et al., 2003; Pratomo, 2010). Jenis pekerja yang menerima dampak negatif dari peningkatan upah minimum adalah pekerja berusia muda, pekerja tidak terampil dan pekerja perempuan (Smeru, 2001; Bird dan Manning, 2002, Pratomo, 2010). Di sektor industri pengolahan, upah minimum memberikan dampak negatif terhadap jumlah pekerja perusahaan skala kecil, sedangkan untuk perusahaan dengan skala besar dan menengah pengaruhnya positif (Alatas dan Cameron, 2008; Rama, 2001). Penurunan jumlah pekerja di sektor formal telah meningkatkan alokasi pekerja menuju ke sektor informal (Chun dan Khor, 2010; Pratomo, 2010) sehingga memperluas sektor informal Indonesia (Bird dan Manning, 2002). Pada tahun 2008 2010, dengan menggunakan definisi sektor formal sebagai sektor yang terlindungi oleh kebijakan upah minimum (covered sectors) dan sektor informal sebagai sektor yang tidak terlindungi oleh kebijakan upah minimum (uncovered sectors), diperoleh hasil perhitungan dengan data Sakernas jumlah ratarata pekerja sektor formal adalah sebesar 24,41 persen dan di sektor informal sebesar 75,59 persen. Proporsi pekerja sektor informal yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja di sektor formal mendorong peneliti untuk memberikan perhatian terhadap pekerja di sektor ini. Sektor informal tidak terikat dengan aturan kebijakan upah minimum, namun beberapa penelitian tentang upah minimum yang relatif baru di beberapa negara berkembang memberikan bukti upah pekerja di sektor informal meningkat 6
ketika upah minimum di sektor formal ditingkatkan. Fenomena ini disebut sebagai lighthouse effect 1 (Lemos, 2004; Maloney dan Nunez, 2003; Khamis, 2008; Gindling dan Terrel, 2005). Peningkatan upah pekerja di sektor informal akibat meningkatnya upah minimum dapat terjadi melalui tiga mekanisme ( Khamis, 2008) sebagai berikut. 1. Peningkatan upah minimum menyebabkan realokasi kapital ke sektor informal padat karya yang pada gilirannya meningkatkan upah di sektor informal. 2. Peningkatan upah di sektor formal akan meningkatkan permintaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor informal, yang kemudian akan meningkatkan upah di sektor informal. Model ini juga mengasumsikan bahwa pasar tenaga kerja sektor informal relatif homogen, dan pekerja sektor formal adalah pembeli utama produk-produk sektor informal. 3. Upah minimum digunakan sebagai referensi pembayaran upah yang adil dalam pasar tenaga kerja termasuk di sektor informal. Penelitian yang ada di Indonesia belum membahas tentang pengaruh lighthouse effect tersebut. 1.2 Permasalahan Di Indonesia, sejalan dengan demokrasi dan otonomi daerah, penentuan nilai upah minimum didesentralisasikan kepada Gubernur dengan usulan dari Bupati/Walikota. Penentuan upah minimum sarat dengan kepentingan politis. Beberapa kepala daerah menggunakannya sebagai kebijakan populis demi kemenangan dalam pemilihan kepala daerah. Penentuan upah minimum seharusnya 1 Upah minimum sektor formal menjadi referensi keseluruh perekonomian termasuk untuk sektor yang tidak terikat kebijakan upah minimum secara legal (lihat Maloney dan Nunez: 2004, p. 120). 7
berdasarkan pada rasionalitas ekonomi. Jika tidak demikian, kenaikan upah minimum akan menjadi berlebihan dan membahayakan efisiensi ekonomi. Kenaikan upah minimum dapat membawa perubahan pada tingkat upah pekerja, jam kerja, perubahan status pekerja, pengeluaran konsumsi per kapita dan status kesehatan pekerja, dan juga dapat menggeser kedudukan relatif individu pekerja dalam distribusi upah pekerja atau pada distribusi pengeluaran per kapita. Pergeseran kedudukan relatif individu pekerja kearah bawah distribusi akan berdampak menurunkan kemampuan ekonomi pekerja. Pekerja menjadi lebih miskin dari sebelumnya dan semakin rentan untuk jatuh dalam status miskin jika terjadi peningkatan harga. Pertumbuhan upah minimum relatif cepat terutama untuk wilayah-wilayah yang terletak di luar Pulau Jawa. Pertumbuhan upah minimum ini terbukti telah mendorong peningkatan upah pekerja di daerah-daerah tersebut dan mendorong pertumbuhan upah di wilayah-wilayah sekitarnya. Jadi ada difusi spasial dari pertumbuhan upah minimum yang cepat ke daerah-daerah sekitarnya. Upah minimum pada tahun 2008 2009 dan tahun 2009 2010 tumbuh masing-masing 12,81 persen dan 8,66 persen. Jika dibandingkan dengan tingkat inflasi pada tahun yang sama masing-masing sebesar 11,06 persen dan 6,96 persen, maka pertumbuhan upah minimum telah melampaui pertumbuhan inflasi sebesar 1,75 persen dan 1,90 persen. Bahkan ketika upah minimum meningkat rata-rata sebesar 19,93 persen pada tahun 2012 2013 2 tingkat inflasi tahun 2013 hanya sebesar 8,38 persen. Laju pertumbuhan upah minimum telah melampaui laju pertumbuhan tingkat harga umum sebagai standar dasar dalam meningkatkan upah minimum. Ini berarti beban 2 Terjadi lompatan besar dalam peningkatan upah minimum di Indonesia pada tahun 2012-2013 yang dipicu dari keputusan kontroversial peningkatan upah minimum di wilayah DKI Jakarta. 8
pengusaha akan makin berat terutama jika produktivitas total ( total productivity) tidak mengalami peningkatan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang dikemukakan sebagai berikut. 1. Bagaimana dampak perubahan nilai upah minimum terhadap upah nominal pekerja (rupiah), jam kerja (jam), status pekerja ( variabel kategorik), pengeluaran per kapita (rupiah), dan status kesehatan (variabel kategorik) di pasar tenaga kerja Indonesia? 2. Apa dampak peningkatan upah minimum tersebut berbeda antara sektor formal atau informal, dan Jawa atau luar Jawa? 3. Bagaimana dampak keterkaitan wilayah sekitar dari kenaikan upah di provinsi tertentu? 4. Bagaimana dampak upah minimum terhadap kedudukan relatif pekerja dalam distribusi upah dan distribusi pengeluaran per kapita pekerja? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. menganalisis dampak peningkatan upah minimum terhadap kenaikan upah pekerja, jam kerja, status pekerja, pengeluaran per kapita pekerja, dan status kesehatan pekerja; 2. menganalisis apakah pekerja formal atau informal dan pekerja Jawa atau luar Jawa yang lebih diuntungkan dari peningkatan upah minimum; 3. menganalisis pengaruh keterkaitan wilayah sekitar terhadap kenaikan upah di provinsi tertentu; 4. menganalisis perubahan kedudukan relatif pekerja dalam distribusi upah dan distribusi pengeluaran per kapita pekerja. 9
1.4 Keaslian Penelitian Penelitian ini menggunakan model polinomial seperti yang diusulkan Neumark, Schweitzer dan Wascher (2004) disingkat model NSW et al. (2004), namun pengukuran variabel upah minimum yang digunakan berbeda seperti pendekatan perubahan yang digunakan Card dan Krueger (1995). Model modifikasi disebut sebagai model difference. Dalam penelitian ini model difference akan diaplikasikan bersama dengan model Neumark et al. untuk mengetahui tanda koefisien hasil estimasi pengaruh minimum current dan lag pada kedua model. Secara keseluruhan keaslian penelitian dijelaskan sebagai berikut. 1. Model difference dengan model NSW et al. berbeda karena pengukuran nilai variabel utama yang digunakan dalam model difference yaitu upah, upah minimum, jam kerja, dan pengeluaran per kapita dalam bentuk perubahan absolut atau menggunakan konsep level level dalam persamaan regresinya, sedangkan model NSW et al. menggunakan konsep pertumbuhan. Model difference digunakan untuk mengestimasi dampak kenaikan upah minimum tidak hanya pada sektor formal ke informal, tetapi juga tentang dampak peningkatan upah di sektor informal. 2. Kesejahteraan pekerja tidak diukur dengan menggunakan satu ukuran variabel pengeluaran per kapita, tetapi juga memerhatikan dimensi kesejahteraan yang lainnya seperti kesehatan, aktivitas bekerja individu dan pendidikan. Aktivitas bekerja individu dibuktikan dengan adanya kepemilikan tingkat upah, jam kerja dan status pekerja di pasar tenaga kerja. Ketiga variabel ekonomi tersebut sekaligus juga menunjukkan dimensi kesejahteraan yang berasosiasi dengan keamanan individu secara ekonomi. 10
3. Pada model difference ditambahkan variabel pengaruh lag spasial dependen dan dilakukan pengujian atas penambahan variabel pengaruh tersebut dalam model. 4. Hasil estimasi difference digunakan untuk menghitung perubahan kedudukan relatif pekerja dalam distribusi upah dan distribusi pengeluaran per kapita. Distribusi yang diamati adalah distribusi upah dan distribusi pengeluaran per kapita untuk sampel seluruh pekerja. 1.5 Kontribusi Penelitian Penelitian yang mengestimasi tentang dampak ekonomi dan kesejahteraan dari upah minimum belum banyak ditemukan di Indonesia. Pada penelitian ini dampak ekonomis diamati dari tingkat upah, jam kerja dan status pekerja, sedangkan dampak kesejahteraan secara langsung diamati dari perubahan pengeluaran per kapita dan status kesehatan pekerja. Pengamatan dilakukan di setiap kelas distribusi dalam distribusi upah pekerja dan distribusi pengeluaran per kapita. Fokus pengamatan perubahan terutama untuk kelas distribusi pekerja marjinal yang berupah rendah baik di sektor formal maupun sektor informal. Dengan demikian penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi sebagai berikut. Kontribusi Empiris 1. Penelitian ini akan memberikan bukti empiris dari aplikasi model Neumark et al. (2004) dengan menggunakan data Sakernas dan data Susenas di Indonesia. 2. Penelitian ini akan memberikan bukti empiris dampak dari implementasi kebijakan upah minimum terhadap variabel ekonomi dan kesejahteraan pekerja di Indonesia terutama dampak terhadap para pekerja marjinal yang berupah rendah. 11
Kontribusi Metodologis 1. Menggunakan variabel dependen perubahan absolut upah dan perubahan absolut pengeluaran per kapita dalam model difference sebagai modifikasi dari model pertumbuhan NSW et al. (2004). 2. Menambahkan variabel pengaruh spasial dalam model difference untuk mengetahui pengaruh keterkaitan spasial terhadap perubahan upah di Provinsi tertentu. 3. Menggunakan variabel kategorik status kesehatan untuk salah satu variabel dependen di model difference, dan penelitian ini juga menggunakan dua sumber data survei Sakernas dan Susenas dalam mengobservasi dampak ekonomi dan kesejahteraan pekerja di Indonesia. Kontribusi Kebijakan 1. Mengevaluasi efektivitas kebijakan upah minimum dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan pekerja, dengan memberikan bukti empiris yang terstruktur dan sistematis tentang dampak upah minimum di Indonesia. 2. Memberikan masukan kepada pemerintah tentang ketepatan upah minimum sebagai alat kebijakan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan pekerja. 12