2. IKLIM, KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN PLTU 2 BANTEN - LABUAN

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

ANALISIS STRUKTUR VEGETASI TUMBUHAN HUBUNGANNYA DENGAN KETERSEDIAAN AIR TANAH DI KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

sedangkan untuk kategori usia tenaga kerja yang dimulai dari usia tahun

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dan mempunyai luas daratan

BAB 2 BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (

GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN UMUM

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

Tabel Hasil Proses Pelingkupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amilia Widya, 2013

Transkripsi:

1. ASPEK LEGAL Surat Keputusan Gubernur Banten No. 670.27/KEP.312 HUK/2007 tentang Pemberian Persetujuan Kegiatan Rencana Pembangunan PLTU 2 Banten Kapasitas 2 x (300 400) MW dan Jaringan Transmisi 150 kv dari tapak proyek ke gardu induk Menes. 2. IKLIM, KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN 2.1 Iklim Identifikasi iklim di daerah proyek PLTU 2 Banten Labuan diwakili oleh beberapa parameter meteorologi, seperti temperatur, kelembapan, curah hujan, tekanan dan instensitas penyinaran mahatahari, arah dan kecepatan angin, yang diperoleh dari data stasiun BMG terdekat, yaiut stasiun BMG Serang dari tahun 2000 2005. 2.2 Kualitas Udara Identifikasi kualitas udara di sekitar wilayah proyek dilakukan dengan pengukuran di 11 (sebelas) titik pengukuran yang tersebar di sekitar wilayah proyek, yaitu : Tapak proyek Desa Sukamaju Kp. Muara Desa Margagiri Kp. Tarogong Kec. Pagelaran Kp. Kadu Parasi Desa Margasana Kp. Kadu Parasi Desa Margasana Kp. Kara Bohong Desa Labuan Pasar Baru Labuan (Depan Kelurahan) Kp. Pasar Laba Cigondang Pulau Popole Kp. Kadu Payung Desa Bama Kp. Kalumpung Desa Ranca teureup Desa Marga Giri Km 03 Tegalpanjang Berdasarkan hasil pengukuran, secara umum dapat dikemukakan bahwa kualitas udara di wilayah studi masih di bawah nilai ambang batas baku mutu udara ambien menurut Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999. 2.3 Kebisingan Identifikasi kebisingan di sekitar wilayah proyek dilakukan dengan pengukuran di 11 (sebelas) titik pengukuran yang tersebar di sekitar wilayah proyek, yaitu : Tapak proyek Desa Sukamaju Kp. Muara Desa Margagiri Kp. Tarogong Kec. Pagelaran Kp. Kadu Parasi Desa Margasana Kp. Kadu Parasi Desa Margasana Kp. Kara Bohong Desa Labuan

Pasar Baru Labuan (Depan Kelurahan) Kp. Pasar Laba Cigondang Pulau Popole Kp. Kadu Payung Desa Bama Kp. Kalumpung Desa Ranca teureup Desa Marga Giri Km 03 Tegalpanjang Berdasarkan hasil pengukuran, ada beberapa lokasi yang tingkat kebisingannya telah melebihi baku mutu tingkat kebisingan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996, di mana tingkat kebisingan untuk daerah perumahan/pemukiman adalah 55 dba, dan untuk kebisingan yang dilakukan adalah pengukuran kebisingan sesaat. Sumber kebisingan di wilayah tersebut berasal dari transportasi, dan kegiatan masyarakat di sekitarnya. 3. HIDROLOGI DAN KUALITAS AIR 3.1 Hidrologi 3.1.1 Air Sungai Hidrologi di daerah tapak proyek teridentifikasi adanya air permukaan berupa sungai yang sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan pasang surut air laut Selat Sunda, keadaan medan, tatanan geologi, penggunaan lahan dan sebagainya. 3.1.2 Air Tanah Di sekitar areal proyek dan sekitarnya, air tanah terdapat sebagai tanah bebas tidak tertekan pada endapan alluvium yang berbutir agak kasar dan bersifat lulus air, seperti lapisan pasir dan kerikil, yang relatif dangkal. Air tanah bebas berasal dari peresapan air hujan setempat, dan umumnya kualitas airnya tawar. Air tanah di sekitar proyek kegiatan dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum dan keperluan rumah tangga penduduk di sekitar proyek dengan cara membuat sumur gali. 3.2 Kualitas Air Identifikasi kualitas air di sekitar rencana kegiatan proyek PLTU dilakukan pengukuran kualitas air pada beberapa sungai, sumur penduduk serta perairan laut di sekitar wilayah studi. Pengukuran sungai sebanayak 3 lokasi, yaitu Sungai Cibama (AS-1), Sungai Citanggok (AS-2), dan Sungai Cisanggoma (AS-3). Pengukuran kualitas air sumur dilakukan di 2 lokasi, yaitu : sumur yang terdapat di tapak proyek (SM-1) dan sumur penduduk yang berada di Desa Cigondang (SM-2). Sedangkan pengukuran kualitas air laut dilakukan di 7 lokasi, yaitu : di perairan laut yang terletak dekat dengan garis p[antai dan tapak proyek (AL-1, AL-2, dan AL-3), perairan laut yang terletak jauh dari garis pantai (AL-4, AL-5, dan AL-6), dan perairan laut di dekat muara Sungai Citanggok.

3.2.1 Kualitas Air Sungai Dari data hasil analisis terhadap sampel air sungai tersebut dapat diketahui kualitas dari ketiga air sungai tersebut mempunyai ph air yang netral yaitu antara ph 7,2 7,7; dengan temperatur air normal antara 26,0 27,0 o C dan kandungan oksigen terlarut yang tinggi, yaitu antara 6,1 6,3 mg/l. Sebagai baku mutu, digunakan PP No.82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (batas syarat II). Konsentrasi residu terlarut yang terkandung dalam sungai Cibama terukur melebihi baku mutu yang tersyaratkan, demikian pula pada konsentrasi residu tersuspensi. Hal ini mengindikasikan Sungai Cibama dijadikan tempat pembuanagn limbah cair oleh kegiatan yang ada di sekitar sungai tersebut. Perkiraan ini didukung oleh nilai BOD sungai yang terukur 55 mg/l, melebihi baku mutu yang bats maksimalnya adalah 3 mg/l. Nilai COD juga melebihi baku mutu, yaitu 75,33 mg/l dari batas maksimalnya 25 mg/l. Kualitas air Sungai Citanggok secara umum lebih baik daripada kualitas air Sungai Cibama, namun paramaeter BOD dan COD terlihat melebihi baku mutu. Hal in mengindikasikan Sungai Citanggok juga dijadikan sebagai badan penerima limbah, baik yang bersumber dari area domestik maupun industri. Nilai BOD terukur 10 kali lipat dari baku mutu yaitu 30,0 mg/l, sedangkan nilai COD terukur 42,94 mg/l. Bila dibandingkan dengan Sungai Cibama dan Sungai Citanggok, kualitas air Sungai Cisanggoma terukur relatif lebih buruk. Hal ini ditandai dengan beberapa parameter yang melebihi baku mutu, yaitu : residu terlarut, residu tersuspensi, BOD, COD, koliform tinja, dan total koliform. Nilai BOD yang terukur di sungai ini terlihat lebih dari 10 kali lipat dari baku mutu yang ditetapkan, sedangkan nilai COD lebih dari 2 kali lipat. Walaupun parameter biologi (bakteri koliform) yang terukur hanya sedikit melebihi baku mutu yang disyaratkan, namun potensi menimbulkan dampak penyakit tetap ada. 3.2.2 Kualitas Air Tanah/Sumur Untuk mengetahui kualitas air tanah di sekitar lokasi kegiatan telah dilakukan pengambilan contoh air dari sumur yang terdapat di tapak proyek (SM-1) dan sumur penduduk di Desa Cigondang (SM-2). Berdasarkan data hasil pengukuran, secra fisik, kimia dan biologi, kedua air sumur tersebut masih belum memenuhi persyaratan untuk keperluan air minum. Sebelum dikonsumsi diperlukan satu pengolahan terlebih dahulu terhadap air sumur tersebut agar dapat digunakan sebagai air minum.

3.2.3 Kualitas Air Laut Pengukuran kualitas air laut dilakukan di 7 lokasi, yaitu: di perairan laut yang terletak dekat dengan garis pantai dan tapak proyek (AL-1, AL-2, Al-3), perairan laut yang terletak jauh dari garis pantai (AL-4, AL-5, dan AL-6), dan perairan laut di dekat muara Sungai Citanggok. Secara Umum, parameter kecerahan di perairan laut dekat tapak proyek adalah < 3 meter. Berdasarkan pesyaratan Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Lampiran III pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, tingkat kecerahan bernilai >3 meter. Kondisi di perairan laut tersebut diperkirakan karena intensitas matahari pada saat pengukuran tidak cukup tinggi. Nilai BOD di hampir seluruh titik sampling menunjukkan harga yang melebihi baku mutu. Syarat maksimum BOD yang ditetapkan adalah 20 mg/l, sedangkan hasil pengukuran di lapangan berkisar antara 19,5 34,5 mg/l. Tingginya nilai BOD biasanya dipengaruhi dari limpahan air sungai yang disertai kandungan limbah dari aktifitas di daratan. Parameter COD memiliki baku mutu maksimal sebesar 40 mg/l. Berdasrkan observasi di lapangan dan analisis di laboratorium terdapat dua lokasi yang nilainya melebihi baku mutu yaitu sebesar 43,53 dan 56,32 mg/l. 4. OCEANOGRAFI 4.1 Bathimetri dan Morfologi Pantai Lokasi PLTU 2 Banten Labuan terletak di sekitar perairan selat antara P. Jawa dan P. Popole. Berdasarkan hasil pengukuran bathimetri, perairan di selat tersebut relatif dangkal dengan kedalaman rat-rata 0,7 m. Perairan relatif dalam didapat pada pantai sebelah barat P. Popole, dengan kedalaman rat-rata 7 meter. 4.2 Pasang Surut, Arus dan Gelombang Pola arus yang terjadi di pada sekitar perairan daerah sekitar proyek merupakan kombinasi arus akibat pasang surut dan gelombang. Kecepatan arus dipengaruhi oleh kondisi pasang surut, kedalaman selat dan musim. Sedangkan pola gelombang yang terjadi pada lokasi perairan mengikuti pola angin yang terjadi. Gelombang besar umumnya terjadi pada musim barat. Seperti umumnya daerah yang ter-ekspose dengan lautan Hindia, pola gelombang yang timbul dapat dikelompokkan dalam dua kategori, wind wave dan swell. Wind wave sangat dipengaruhi oleh angin musim dan umumnya menimbulkan efek abrasi pantai, sementara swell adalah gelombang panjang hasil penjalaran gelombang yang dibangkitkan pada lokasi amat jauh di lautan Hindia umumnya memberikan efek pada penambahan garis pantai. Jika kedua faktor ini seimbang. Maka akan terjadi kondisi keseimbangan dinamis pantai.

4.3 Angin Menurut data angin yang ada, pola angin yang terjadi pada lokasi proyek minimum ada dua musim, yaitu musim barat dan timur. Kedua musim tersebut mempunyai pengaruh yang hampir sama terhadap hidro-oseanografi perairan sekitar daerah proyek. Kondisi angin dapat dilihat berdasarkan data angin dari stasiun Serang, Jawa Barat yang tercatat dari tahun 1992 2002. Dari data diketahui bahwa arah angin sepanjang tahun hanya didominasi oleh dua arah mata angin yakni utara (N) dan Barat (W). Pada bulan Januari sampai dengan bulan April arah angin yang bertiup dari Barat dan Utara cenderung berimbang, tetapi menginjak bulan Mei sampai engan Oktober arah angin yang bertiup dominan berasal dari arah Utara. Barulah pada bulan November sampai dengan Desember arah angin dominan berasal dari arah Barat. 4.4 Gelombang Melihat letak lokasi proyek, kondisi gelombang di perairan Labuan sangat dipengaruhi oleh kondisi gelombang di Samudra Hindia. Kondisi gelombang di Samudra Hindia dapat diperkirakan berdasarkan hasil studi terdahulu, yaitu South Java Flood Control Sector Project. 5. GEOLOGI 5.1 Geologi Regional Formasi Bojong Tuf Banten Atas Batuan Volkanik Gunung Karang Batuan Volkanik Muda Aluvium 5.2 Geologi Areal Proyek Areal tapak proyek PLTU Labuan terletak di dataran rendah kota Labuan, dimana penyusun litologi lapisan-lapisan yang dangkal berdasrkan analisis peta geologi dan hasil survey lapangan termasuk ke dalam satuan alluvium, sedangkan lapisan yang dalam termasuk dalam Tuf Banten Atas. Kondisi susunan litologi tapak proyek berdasarkan hasil pemboran pada 4 lubang bor yang dilakukan oleh PT Rekadaya Elektrika, tersusun oleh beberapa lapisan batuan antara lain lempung, lanau pasiran, pasiran lanauan, pasir, kerikil pasiran. 5.3 Geologi Teknik Areal Proyek Pendekatan geologi teknik di daerah tapak proyek dilakukan pada tanah permukaan dengan cara pengambilan sampel tanah permukaan yang tidak terganggu (Undisturb) dan kemudian dilakukan pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat mekanika tanah lapisan-lapisan terdangkal, sedangkan pendekatan lain

berdasarkan hasil pemboran yang dilakukan oleh PT Soilens atas permintaan PT Rekadaya Elektrika. 5.4 Hidrogeologi Areal Proyek Potensi Cekungan Air Tanah Areal Proyek Kecepatan Infiltrasi Air Ke Dalam Tanah Di Areal Proyek 6. RUANG, LAHAN, DAN TANAH 6.1 Ruang Rencana Peruntukan Ruang Jaringan Jalan Wilayah Studi Volume Lalu Lintas Tingkat Pelayanan Jalan Transportasi Laut 6.2 Lahan Berdasarkan kemiringan dan beda tinggi serta kenampakan lapangan bentuk lahan di daerah studi adalah (level), dengan kemiringan lereng 0 3% dan beda tinggi < 5 meter. Penggunaan lahan pada umumnya sawah, kebun campuran, pemukiman dan tempat wisata. Penggunaan lahan di tapak proyek sendiri adalah sawah. 6.3 Tanah Jenis Tanah Erosi Tanah Kesuburan Tanah 7. BIOLOGI 7.1 Flora 7.1.1 Flora Di Lokasi Rencana Tapak PLTU 7.1.2 Flora Di Lokasi Sekitar Rencana Tapak PLTU 7.1.3 Flora Pada Jalur Transmisi 7.1.4 Flora Di Sekitar Lokasi Rencana Jalan Masuk Ke Tapak PLTU 7.1.5 Vegetasi Pantai 7.1.6 Tanaman Pekarangan 7.2 Fauna 7.2.1 Fauna Darat Yang Ditemukan Di Lokasi Rencana Tapak PLTU 7.2.2 Fauna Darat Yang Ditemukan Di Sekitar Lokasi Rencana Tapak PLTU 7.2.3 Fauna Darat Yang Ditemukan Di Sekitar Rencana Jalur Transmisi 7.2.4 Fauna Darat Yang Ditemukan DI Rencana Jalan Masuk Ke Tapak PLTU 7.2.5 Fauna Darat Yang Ditemukan Di Pulau Popole 7.2.6 Fauna Liar Yang Ditemukan Di Pekarangan

7.2.7 Hewan Peliharaan 7.3 Biota Air 7.3.1 Plankton 7.3.2 Benthos 7.3.3 Ikan 7.3.4 Lamun dan Rumput Laut 7.4 Terumbu Karang 8. SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA 8.1 Kependudukan 8.1.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk 8.1.2 Struktur Umur Penduduk 8.1.3 Tingkat Pendidikan 8.1.4 Mobilitas Horizontal Penduduk 8.2 Sosial Ekonomi 8.2.1 Penggunaan Lahan 8.2.2 Mata Pencaharian Utama dan Tambahan Penduduk 8.2.3 Kepemilikan Sumber Daya Tradisional 8.2.3.1 Pemilik Lahan 8.2.3.2 Aktifitas Perikanan 8.2.4 Peluang-Peluang Kerja dan Usaha di Luar Sektor Tradisional 8.2.4.1 Peluang Kerja/Usaha 8.2.5 Peluang Kerja ke Luar Desa 8.2.6 Tingkat/Kondisi Sosial ekonomi Rumah Tangga 8.2.6.1 Tingkat Sosial Ekoomi Rumah Tangga 8.2.6.2 Sumber Pendapatan dan Pengeluaran rumah Tangga 8.2.6.3 Berbagai Jenis Pengeluaran Rumah Tangga 8.2.6.4 Indikator Ekonomi Rumah Tangga 8.3 Sosial Budaya 8.3.1 Organisasi Sosial Kampung 8.3.2 Pengetahuan, Tanggapan dan Harapan Penduduk Terhadap Proyek 8.3.3 Pengetahuan Penduduk Tentang Proyek 8.3.4 Tanggapan, Harapan dan Kekhawatiran Penduduk 9. KESEHATAN MASYARAKAT 9.1 Parameter Lingkungan Yang Diperkirakan Terkena Dampak 9.2 Proses dan Potensi Terjadinya Pemajanan 9.3 Potensi Besarnya Dampak Terjadinya Penyakit (Angka Kesakitan dan Kematian) 9.3.1 Angka Kesakitan 9.3.2 Mortalitas

9.4 Karakteristik Spesifik Penduduk Yang Beresiko 9.5 Sumber Daya Kesehatan 9.5.1 Tenaga Kesehatan 9.5.2 Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan 9.6 Kondisi Sanitasi Lingkungan 9.7 Status Gizi Masyarakat 9.8 Kondisi Lingkungan Yang Dapat Memperburuk Proses Penyebaran Penyakit 10. RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN 11. RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN