BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk

IDENTIFIKASI TULANG BELULANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012).

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALatihan Soal 15.1

Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak?

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

Jaringan Rawan dan Tulang. Struktur Hewan

TULANG Alat gerak pasif pada manusia adalah tulang. Tulang adalah bahan yang hidup dan tumbuh. Tulang mempunyai kerangka protein. Kalsium memperkuat

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

JARINGAN IKAT KHUSUS. Tulang Rawan dan Tulang

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014

Fungsi Sistem Rangka

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV SISTEM GERAK PADA MANUSIA DAN VERTEBRATA

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

OTOT DAN SKELET Tujuan 1. Mengidentifikasi struktur otot 2. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi 3. Mengetahui macam-macam otot

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.1

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALATIHAN SOAL BAB 15

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

KISI-KISI SOAL SISTEM GERAK MANUSIA, HEWAN, DAN TUMBUHAN

Fraktur femur!! 1. Definisi

BAB II. Tinjauan Pustaka. Selama bertahun tahun penutupan sutura tengkorak dianggap metode yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Conducted by: Jusuf R.

Sistem Rangka dan Otot. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HISTOLOGI TULANG RAWAN & TULANG KERAS

BAHAN AJAR HISTOLOGI TULANG DAN TULANG RAWAN BLOK BIOMEDIK 1

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

HUBUNGAN ANTARA PANJANG ULNA DENGAN JENIS KELAMIN DAN TINGGI BADAN

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN BY ADE. R. SST

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

PERKEMBANGAN & PERTUMBUHAN TULANG

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. STMIK AKAKOM Yogyakarta membuat aplikasi yang berjudul Aplikasi

SISTEM. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. DKKD FIK-UI 2006

GERAK PADA HEWAN DAN MANUSIA DAPAT TERJADI KARENA ADANYA KERJASAMA ANTARA TULANG (RANGKA) DENGAN OTOT.

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

BAB II PENGATURAN AWAL (ADVANCE ORGANIZER), HASIL BELAJAR DAN KONSEP SISTEM GERAK MANUSIA. Istilah model pembelajaran sangat erat kaitannya

PENENTUAN LAMA KEMATIAN DILIHAT DARI KEADAAN TULANG MISTAR RITONGA. Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

SISTEM GERAK Tanpamu, AKU bagaikan PATUNG

1. Anatomi dan Fisiologi a. Anatomi Tulang

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

BAB III WAJAH, TULANG RAHANG DAN SENDI RAHANG

biologi SET 16 ALAT GERAK DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. RANGKA TUBUH VERTEBRATA

NEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

BAB II LANDASAN TEORI

Sistem Gerak pada Manusia. mendeskripsikan sistem gerak pada manusia serta hubungannya dengan kesehatan.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Sistem Gerak BIO 2 A. PENDAHULUAN B. RANGKA D. TULANG SEJATI C. TULANG RAWAN SISTEM GERAK. materi78.co.nr

Korelasi Antara Panjang Tulang Radius dengan Tinggi Badan pada Pria Dewasa. Correlation Between Long Bone Radius With In Male Adult Height

Pendahuluan. Sel jaringan organ sistem organ orgnisme. jaringan epitel, otot, jaringan penunjang, serta jaringan saraf

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

SISTEM GERAK PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

PENGURUTAN (MASSAGE)

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Tulang Manusia Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal struktur, ketebalan, ukuran dan umur penulangan (osifikasi). Setiap manusia memiliki 190 tulang, dan tulang ini dibedakan menjadi tulang panjang, pendek, pipih dan tidak teratur. Tulang panjang kita dapati pada tangan dan kaki seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. Tulang pendek meliputi tulang belikat/klavikula, metacarpal dan metatarsal (jari tangan dan kaki). Tulang pipih terdapat pada tulang-tulang atap tengkorak seperti frontal, parietal dan occipital. Tulang tidak teratur adalah tulang vertebra dan basis cranii. (Indriati, 2004) 2.1.1 Anatomi Tulang Secara umum, rangka orang dewasa memiliki dua komponen struktur yang mendasar yaitu tulang spongiosa dan kompakta/kortikal. Struktur kompakta/kortikal terdapat pada bagian tepi tulang panjang meliputi permukaan eksternal. Pada bagian internal tulang, terdapat struktur spongiosa seperti jala-jala sedangkan bagian tengah tulang panjang kosong atau disebut cavitas medullaris untuk tempat sumsum tulang. (Indriati, 2004) Pada persendian, tulang kompakta ditutupi oleh kartilago/tulang rawan sepanjang hidup yang disebut tulang subchondral. Tulang subchondral pada persendian ini lebih halus dan mengkilap dibanding tulang kompakta yang tidak terletak pada persendian. Contohnya adalah pada bagian distal humerus atau siku. Selain itu, tulang subchondral pada sendi juga tidak memiliki kanal Haversi. (Indriati, 2004)

Pada tulang vertebra, strukturnya porus dan dinamakan tulang trabecular atau cancellous. Daerah tulang trabecular pada rangka yang sedang tumbuh memiliki tempat-tempat sumsum merah, jaringan pembuat darah atau hemopoietic yang memproduksi sel-sel darah merah, putih dan platelet. Sumsum kuning berfungsi terutama sebagai penyimpan sel-sel lemak di kavitas medullaris pada tulang panjang, dikelilingi oleh tulang kompakta. Selama pertumbuhan, sumsum merah digantikan secara progresif oleh sumsum kuning di sebagian besar tulang panjang. (Indriati, 2004) Bagian-bagian tulang panjang yang panjang dan silindris disebut diaphysis, sedangkan ujung proksimal dan distalnya terdapat epiphysis dan metaphysis. Jadi, diaphysis adalah batang tulang panjang, epiphysis adalah ujung akhir tulang panjang sedangkan metaphysis adalah ujung tulang panjang yang melebar ke samping. Semasa hidup, bagian eksternal tulang yang tidak berkartilago dilapisi oleh periosteum. Periosteum adalah membran dengan vaskularisasi yang memberi nutrisi pada tulang. Bagian internal tulang dilapisi oleh endosteum/membran seluler. Baik periosteum maupun endosteum adalah jaringan osteogenik yang berisi sel-sel pembentuk tulang. Pada periosteum yang mengalami trauma, sel-sel pembentuk tulang jumlahnya bertambah. Pada periostitis/trauma pada periosteum ditandai dengan pembentukan tulang baru di permukaan eksternal tulang yang tampak seperti jala/trabekular. (Indriati, 2004) 2.1.2 Struktur Molekuler Tulang Tulang manusia dan hewan sama-sama terdiri atas kolagen, molekul protein yang besar, yang merupakan 90% elemen organik tulang. Molekul-molekul kolagen membentuk serabut-serabut elastik pada tulang tapi pada tulang dewasa, kolagen mengeras karena terisi bahan anorganik hydroxyapatite. Kristal-kristal mineral ini dalam bentuk calcium phosphate mengisi matriks kolagen. Serabut-serabut protein

dan mineral ini membuat tulang memiliki dua sifat, yaitu melunak seperti karet bila mineral anorganiknya rusak atau mengeras (bila direndam dalam larutan asam); atau retak dan hancur bila kolagen/organiknya rusak (bila direbus/dipanasi). (Indriati, 2004) 2.1.3 Histologi dan Metabolisme Tulang Histologi adalah studi jaringan pada tingkat mikroskopik. Tulang imatur dan matur berbeda strukturnya. Tulang imatur lebih primitif dalam istilah evolusi phylogenetiknya, berupa jaringan ikat yang kasar dan seperti jala kolagen, polanya random dan tidak teratur orientasinya. Tulang imatur lebih banyak memiliki osteocyte, biasanya terdapat pada tulang yang menderita tumor, pada penyembuhan fraktur dan pada rangka embrionik. Tulang kompakta tidak bisa diberi nutrisi melalui difusi permukaan pembuluh-pembuluh darah, sehingga memerlukan sistem Haversi. Tulang trabekular lebih porus dan menerima nutrisi dari pembuluh darah di sekitar ruang sumsum. Tulang dewasa baik yang kompakta maupun trabekular secara histologis adalah tulang lamela. (Indriati, 2004) Pemeriksaan makroskopik potongan melintang tulang kompakta umumnya menunjukkan 4 sampai dengan 8 cincin konsentris yang dinamakan lamella haversi. Pemeriksaan setiap lamella menunjukkan tumpukan paralel serabut kolagen. Serabut kolagen pada lamela berikutnya berorientasi ke arah yang berbeda. Perbedaan arah serabut-serabut kolagen ini menambah kekuatan struktur tulang. (Indriati, 2004) Setiap batang potongan melintang tulang kompakta lamelar disebut sistem Haversi atau osteon berukuran 0,3 mm diameternya dan 3-5 mm panjangnya. Inti sistem Haversi adalah kanal Haversi dimana darah, limfe dan serabut saraf lewat. Kanal-kanal kecil tambahan disebut kanal-kanal Volkmann membelah jaringan tulang secara oblique pada sudut runcing di permukaan periosteal dan endosteal

untuk menghubungkan kanal-kanal Haversi, membentuk jaringan yang menyuplai darah dan limfe ke sel-sel tulang panjang. (Indriati, 2004) Lubang-lubang kecil di dalam setiap lamela disebut lacunae. Setiap lacunae mempunyai sel-sel tulang disebut osteocyte. Nutrisi ditransport ke sel-sel ini melalui kanalikuli. Osteoblast adalah sel-sel tulang yang berfungsi untuk membentuk, sintesis dan deposit materi tulang, biasanya terkonsentrasi di bawah periosteum. Osteoblast membuat osteoid, matriks organik tak terkalsifikasi yang kaya kolagen. Kalsifikasi tulang terjadi sebagai kristal-kristal hydroxyapatite, komponen anorganik tulang. Ketika osteoblast dikelilingi matriks tulang, disebut osteocyte, sel-sel yang terletak di dalam lacunae dan bertanggung jawab memelihara tulang. (Indriati, 2004) Osteoklas bertugas mereabsorbsi tulang. Pembentukan kembali atau remodeling tulang terjadi pada tingkat seluler dimana osteoklas mereabsorbsi jaringan tulang dan osteoblast membangun jaringan tulang. 2.1.4 Pertumbuhan Tulang Osteogenesis atau osifikasi terjadi pada dua lokasi: intramembraneous (contohnya pada tulang frontal dan parietal) dan endochondral (contohnya pada tulang iga, vertebra, basis cranii, tulang tangan dan kaki)., dimana osifikasinya melalui fase kartilago. Pertumbuhan tulang meluas dari lokasi penetrasi awal, yang menjadi foramen nutrisi. Membrana tipis bernama perichondrium mengelilingi kartilago pada tulang panjang. Osteoblast di bawah perichondrium pada tulang panjang fetus mulai mendeposit tulang di sekitar bagian luar batang kartilago. Sekali hal ini terjadi, membran ini disebut periosteum, jaringan ikat berserabut yang mendeposit tulang selapis demi selapis. Diameter tulang panjang meningkat, dan osteoklas pada permukaan endosteal mereabsorbsi tulang sedangkan osteoblas pada periosteum mendeposit tulang. Proses pertumbuhan pada tulang melebar (diametrik) tulang panjang ini disebut pertumbuhan aposisional. (Indriati, 2004)

Pertumbuhan memanjang tulang panjang terjadi pada bidang epiphyseal oleh karenanya lokasi ini disebut bidang pertumbuhan yang terletak di antara metaphysis (pusat osifikasi primer) dan epiphysis (pusat osifikasi sekunder). Pertumbuhan memanjang ini menjauhi bagian tengah tulang yakni menuju proksimal dan menuju distal. Pertumbuhan memanjang tulang panjang berhenti ketika metaphysis menyatu dengan epiphysis. (Indriati, 2004) Pada sebelas minggu sebelum lahir, biasanya terdapat kurang lebih 800 pusat osifikasi. Pada waktu lahir terdapat 450 pusat osifikasi. Pusat osifikasi primer muncul sebelum lahir dan pusat osifikasi sekunder muncul sesudah lahir. Setelah dewasa, semua pusat osifikasi primer dan sekunder menyatu dan jumlah tulang menjadi 206 elemen. (Indriati, 2004) 2.2 Identifikasi Forensik Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. (Budiyanto, 1997) Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan masal, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar, atau diragukan orangtuanya. (Budiyanto, 1997) Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologik dan secara

eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA. (Budiyanto, 1997) 2.3 Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi) Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau binatang. Bila berasal dari manusia, ditentukan apakah potonganpotongan tersebut berasal dari satu tubuh. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin). (Budiyanto,1997) Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan dan keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, status sosial ekonomi, kebiasaan-kebiasaan tertentu dan sebagainya serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi. Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita seperti drum stick pada leukosit dan Barr body pada sel epitel. (Budiyanto, 1997) 2.4 Identifikasi Kerangka Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang. (Budiyanto, 1997)

Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkannya dengan data antemortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan. (Budiyanto, 1997) Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksan serologik (reaksi presipitin) dan histologik (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers). (Budiyanto, 1997) Penentuan ras mungkin dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi dan tulang panggul atau tulang lainnya. Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras Mongoloid. (Krogmann, 1955) Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal. Pada panggul, indeks isio-pubis (panjang pubis dikali seratus dibagi panjang isium) merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Nilai laki-laki sekitar 83,6, sedangkan wanita 99,5. (Krogmann, 1955) Ukuran anatomik lain seperti indeks asetabulo-isiadikum, indeks cotuloisiadikum, ukuran pintu atas, tengah dan bawah panggul serta morfologi deskriptif seperti insisura isiadikum mayor yang sempit dan dalam pada laki-laki, sulkus preaurikularis yang menonjol pada wanita, arkus sub-pubis dan krista iliaka, juga jumlah beberapa ukuran pada tulang dada seperti panjang sternum tanpa xyphoid, lebar sternum pada segmen I dan II, tebal minimum manubrium dan korpus sternum segmen I dapat untuk menentukan jenis kelamin. (Krogmann, 1955)

Tulang panjang laki-laki lebih panjang dan lebih masif dibandingkan dengan tulang wanita dengan perbandingan 100:90. Pada tulang-tulang femur, humerus dan ulna terdapat beberapa ciri khas yang menunjukkan jenis kelamin seperti ukuran kaput dan kondilus, sudut antara kaput femoris terhadap batangnya yang lebih kecil pada laki-laki, perforasi fosa olekrani menunjukkan jenis wanita, serta adanya belahan pada sigmoid notch pada laki-laki. (Krogmann, 1955) Krogmann menyimpulkan, penentuan jenis kelamin pada kerangka dewasa berketepatan 100% bila lengkap, 90% bila tengkorak saja, 95% bila panggul saja, 98% bila tengkorak dan pangul serta 80% bila hanya tulang-tulang panjang. Kemungkinan penentuan jenis kelamin pada kerangka pre-pubertas adalah 50% dengan harapan ketepatan maksimal sebesar 75-80%. (Krogmann, 1955) Pemeriksaan terhadap pusat penulangan (osifikasi) dan penyatuan epifisis tulang sering digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan menggunakan foto radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap pusat penulangan pada tulang. (Budiyanto, 1997) Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak guna perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode, namun pada akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa cara ini tidak akurat dan hanya dipakai dalam lingkup dekade (umur 20-30-40 tahun) atau mid-dekade (umur 25-35-45 tahun) saja. (Budiyanto, 1997) Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari 18 tahun hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh Mokern dan Stewart. Mokern dan Stewart membagi simfisis pubis menjadi 3 komponen yang masing-masing diberi nilai. Jumlah nilai tersebut menunjukkan umur berdasarkan sebuah tabel.

Schranz mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna penentuan umur. Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga dan tulang belakang mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur. Nemeskeri, Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan sutura endokranial, relief permukan simfisis pubis dan struktur spongiosa humerus proksimal/epifise femur, dan mereka dapat menentukan umur dengan kesalahan sekitar 2,55 tahun. Perkiraan umur dari gigi dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-12 tahun). Selain itu dapat juga digunakan metode Gustafson yang memperhatikan atrisi (keausan), penurunan tepi gusi, pembentukan dentin sekunder, semen sekunder, transparasi dentin dan penyempitan/penutupan foramen apikalis. Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak ahli. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa (Jawa): Tinggi Badan = 897 + 1,74 y (femur kanan) Tinggi Badan = 822 + 1,90 y (femur kiri) Tinggi Badan = 879 + 2,12 y (tibia kanan) Tinggi Badan = 847 + 2,22 y (tibia kiri) Tinggi Badan = 867 + 2,19 y (fibula kanan) Tinggi Badan = 883 + 2,14 y (fibula kiri) Tinggi Badan = 847 + 2,60 y (humerus kanan) Tinggi Badan = 805 + 2,74 y (humerus kiri) Tinggi Badan = 842 + 3,45 y (radius kanan) Tinggi Badan = 862 + 3,40 y (radius kiri) Tinggi Badan = 819 + 3,15 y (ulna kanan)

Tinggi Badan = 847 + 3,06 y (ulna kiri) Catatan : Semua ukuran dalam satuan mm. Rumus Trotter dan Gleser untuk Mongoloid: 1,22 (fem + fib) + 70,24 (± 3,18 cm) 1,22 (fem + tib) + 70,37 (± 3,24 cm) 2,40 (fib) + 80,56 (± 3,24 cm) 2,39 (tib) + 81,45 (± 3,27 cm) 2,15 (fem) + 72,57 (± 3,80 cm) 1,68 (hum + ulna) + 71,18 (± 4,14 cm) 1,67 (hum + rad) + 74,83 (± 4,16 cm) 2,68 (hum) + 83,19 (± 4,25 cm) 3,54 (rad) + 82,00 (± 4,60 cm) 3,48 (ulna) + 77,45 (± 4,66 cm) Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia: Pria : TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) (± 4,2961 cm) TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) (± 4,3572 cm) TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) (± 4,6186 cm) Wanita : TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) (± 4,8684 cm) TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) (± 4,9526 cm) TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (± 5,0226 cm) Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu diperhatikan. Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan wanita. Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan rasio laki-laki : wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang dianjurkan. Khusus untuk rumus Djaja Surya Atmadja, panjang tulang yang

digunakan adalah panjang tulang yang diukur dari luar tubuh, berikut kulit di luarnya. (Atmadja, 1990) Ukuran pada tengkorak, tulang dada dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi badan. Bila tidak ada individu yang dicurigai sebagai korban, maka dapat dilakukan upaya rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan menambal tulang tengkorak tersebut menggunakan data ketebalan jaringan lunak pada pelbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut. (Budiyanto, 1997) 2.5 Antropometri Antropometri adalah pengukuran badan dari manusia untuk tujuan identifikasi. Bertillions memakai cara pengukuran bagian tubuh dalam usaha melakukan identifikasi para penjahat. Beberapa ukuran dicatat sesudah umur 21 tahun. Metode ini terdiri dari pencatatan: a) Warna rambut, mata, warna seluruh badan, bentuk hidung, telinga dan dagu. b) Tanda-tanda pada badan seperti jaringan parut, tato, hiperpigmentasi dan lain-lain. c) Ukuran badan Tinggi waktu berdiri Panjang dan lebar kepala Jarak antara kedua tonjolan os zygomaticus Panjang dan lebar dari telinga kanan Panjang dari kaki kiri Panjang dari jari tengah kiri

Panjang dari jari kelingking kiri Jarak antara kedua ujung jari tengah dari tangan yang direntangkan Metode ini sudah tidak dipakai lagi setelah diperoleh metode yang lebih baik yaitu metode Daktilografi (sidik jari), dan akhir-akhir ini orang telah melakukan identifikasi lebih sempurna melalui pemeriksaan sidik jari DNA. (Amir, 2006) Untuk menentukan tinggi badan, tidak perlu melalui pengukuran badan secara utuh. Pengukuran dari bagian tubuh masih dapat menentukan tinggi seseorang secara kasar dengan: a. Jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan sama dengan tinggi badan. b. Panjang lengan dikali 2, ditambah 34 cm (= 2 kali panjang klavikula) ditambah lagi 4 cm (lebar sternum). c. Panjang dari puncak kepala (vertex) sampai simfisis pubis dikali 2. d. Panjang dari lekuk di atas sternum sampai simfisis pubis dikali 3,3. e. Panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon dikali 3,7. f. Panjang femur dikali 4. g. Panjang humerus dikali 6. Angka di atas harus ditambah 2-4 cm bila pengukuran dilakukan pada tulang-tulang saja, yaitu sebagai tambahan jarak sambungan sendi. Untuk menentukan tinggi badan dengan lebih baik, dapat dipedomani formula dari Trotter dan Glesser dengan pengukuran tulang-tulang panjang tertentu. Namun karena bahan penelitian yang dipakai adalah ukuran orang barat, maka untuk memakainya pada orang Indonesia harus dipertimbangkan pula faktor koreksi. Sejauh ini belum ada formula resmi yang dipakai untuk menentukan tinggi badan dengan pegukuran tulang-tulang panjang dari penelitian yang dilakukan di Indonesia. (Amir, 2006)