BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka jasa-jasa (features) fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. sumbangan nyata akan adanya kepastian hukum bagi penyelesaian perkara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

TEHNIK PEMBUATAN PUTUSAN. Oleh Drs. H. Jojo Suharjo ( Wakil Ketua Pengadilan Agama Brebes Kelas I. A. ) KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi dan media elektronik

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu akan dapat diketahui dan diambil kesimpulan tentang adanya bukti. Dalam setiap ilmu pengetahuan dikenal tentang adanya pembuktian. Pembuktian dalam ilmu hukum bertujuan untuk mencapai kebenaran formil terhadap fakta-fakta yang dikemukakan oleh para pihak yang berperkara dalam persidangan (Teguh Samudera, 1992: 10). Membuktikan ialah menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam persengketaan atau perkara di muka hakim atau pengadilan apabila disangkal oleh pihak lain, maka harus dibuktikan kebenarannya. Tugas hakim atau pengadilan adalah menetapkan hukum atau undang-undang yang berlaku, menetapkan hukum antara dua pihak yang bersangkutan tersebut. Dalam sengketa yang berlangsung di muka hakim itu, masing-masing pihak mengajukan dalil-dalil manakah yang benar dan dalil-dalil manakah yang tidak benar. Berdasarkan duduknya perkara yang ditetapkan tersebut, hakim dalam amar atau diktum putusannya, memutuskan siapakah yang dimenangkan atau siapakah yang harus dikalahkan. Dalam melaksanakan pemeriksaan tadi, hakim harus mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian yang merupakan hukum pembuktian (R. Subekti, 1989: 78-79). Beban pembuktian dalam hukum acara perdata diatur dalam: Pasal 163 HIR menentukan bahwa: barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak atau adanya kejadian itu. 1

2 Pasal 1865 BW menentukan bahwa: setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan hak sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjukan suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Pasal 283 RBg menentukan bahwa: barang siapa beranggapan mempunyai suatu hak atau suatu keadaan untuk menguatkan haknya atau menyangkal hak seseorang lain, harus membuktikan hak atau keadaan itu. Berdasarkan beberapa bunyi pasal tentang beban pembuktian tersebut, dapat disimpulkan menurut Sarwono dalam bukunya Hukum Acara Perdata bahwa yang dimaksud dengan beban pembuktian adalah suatu pernyataan tentang hak atau peristiwa di dalam persidangan apabila disangkal oleh pihak lawan dalam suatu perkara, harus dibuktikan tentang kebenaran dan keabsahannya (Sarwono, 2011: 236). Alat bukti (bewijsmiddel) bermacam-macam bentuk dan jenis. Alat bukti digunakan bagi para pihak untuk mendalilkan dasar gugatannya atau dalil-dalil bantahannya dalam proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan. Macam-macam alat bukti dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg dan Pasal 1866 BW meliputi: 1. Alat bukti dengan surat atau tertulis; 2. Alat bukti dengan saksi; 3. Alat bukti persangkaan-persangkaan; 4. Alat bukti pengakuan; 5. Alat bukti sumpah. Selain alat-alat pembuktian tersebut, HIR masih mengenal alat pembuktian lain yaitu hasil pemeriksaan setempat, seperti yang diatur dalam pasal-pasal: Pasal 153 (1) HIR berbunyi: jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka ketua boleh mengangkat satu atau dua orang komisaris daripada dewan itu, yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan kepada hakim.

3 Pasal 154 HIR yang berbunyi: jika pengadilan negeri menimbang bahwa perkara itu dapat lebih terang jika diperiksa atau dilihat oleh orang ahli maka dapatlah ia mengangkat ahli itu, baik atas permintaan kedua pihak maupun karena jabatannya. Alat bukti dengan surat atau tulisan dalam perkara perdata merupakan alat bukti yang utama karena alat bukti surat atau tulisan ini dapat dijadikan bukti bagi para pihak apabila terjadi perselisihan dan bukti yang disediakan tadi lazimnya berbentuk tulisan. Berdasarkan bukti-bukti tulisan tersebut, ada segolongan yang sangat berharga untuk pembuktian, yakni akta. Akta merupakan suatu tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani oleh para pihak yang berkepentingan. Dengan demikian maka unsur-unsur yang penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan pada akta tersebut (R. Subekti, 1989: 89). Akta dibagi menjadi tiga yakni akta otentik, akta di bawah tangan dan surat biasa. Menurut ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUH Perdata), suatu akta otentik adalah suatu akta yang di dalam yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Dari jenis akta-akta tersebut, akta otentik merupakan akta yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna artinya kekuatan pembuktiannya lengkap (mengikat) dan pembuktianya cukup dengan akta itu sendiri kecuali jika ada bukti lawan (tagenbewijs) yang membuktikan lain atau membuktikan sebaliknya dari akta tersebut. Kata mengikat tersebut oleh hakim dianggap sebagai kebenaran yang tertulis sesuai dengan ketentuan-ketentuan sahnya suatu akta sebagaimana diatur dalam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akta otentik yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan pembuktian hukum yang sangat kuat mengingat akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna. Tidak jarang berbagai peraturan perundang-

4 undangan mewajibkan perbuatan hukum tertentu dibuat dalam akta otentik. Merujuk pada Undang-Undang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 1 menyatakan notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya. Notaris dikualifikasikan sebagai pejabat umum. Pejabat umum adalah seseorang yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena notaris turut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan pemerintah (Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, 2013: 3-5). Melihat putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 53/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel. yang menyatakan dalam putusannya membatalkan kekuatan alat bukti akta otentik sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak. Hal ini tentunya bertentangan dengan ketentuan dalam Hukum Acara Perdata yang disebutkan dalam Pasal 1870 KUH Perdata tentang kekuatan pembuktian suatu akta otentik yang menyatakan bagi para pihak berserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya, namun dalam kasus ini kekuatan pembuktiannya masih dapat dibatalkan oleh kekuatan pembuktian lawan (tegenbewijs) yang diajukan pihak lain dalam pembuktian tersebut. Ketidaksesuaian antara norma hukum dan fakta hukum tersebut menimbulkan suatu permasalahan hukum. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan kajian lebih mendalam mengenai norma dan fakta hukum dalam kekuatan pembuktian suatu akta otentik yang dapat dibatalkan oleh kekuatan alat bukti lawan (tegenbewijs) pada proses pembuktian perkara perdata di pengadilan, yakni melalui penulisan hukum

5 (skripsi) dengan judul TINJAUAN KEKUATAN BUKTI LAWAN (TEGENBEWIJS) UNTUK MEMBATALKAN AKTA OTENTIK DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NOMOR : 53/PDT.G/2012/PN. JKT. SEL.). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis merumuskan kerangka permasalahan sebagai berikut: 1. Fakta apakah yang menyebabkan batalnya akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata? 2. Bagaimana kekuatan bukti lawan (tegenbewijs) yang dapat membatalkan akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penulisan hukum ini terdiri dari tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif adalah tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal dari peneliti: 1. Tujuan Obyektif Adapun tujuan obyektif dari penulisan hukum ini adalah: a. Untuk mengetahui dan mengkaji fakta yang menyebabkan batalnya akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata. b. Untuk mengetahui penilaian hakim tentang kekuatan bukti lawan (tegenbewijs) yang dapat membatalkan akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata khususnya pada praktek di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif dari penulisan hukum ini adalah: a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis di bidang ilmu hukum khususnya dalam bidang Hukum Acara Perdata dan sebagai syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di bidang

6 ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menerapkan dan mengasah ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh sehingga bermanfaat bagi penulis dan memberi kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi para pihak. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang Hukum Acara Perdata yang berkaitan dengan fakta yang menyebabkan batalnya akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata. b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Perdata tentang kekuatan bukti lawan (tegenbewijs) yang dapat membatalkan akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata. c. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul, khususnya masalah yang berhubungan dengan pembuktian pada alat bukti akta otentik dan bukti lawan (tegenbewijs). 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti. b. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini. c. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

7 E. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 47). Dalam proses penelitian hukum, diperlukan suatu kegiatan knowhow bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu yang dihadapi. Dari hal tersebut dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut. Mengutip Cohen bahwa kegiatan penelitian hukum merupakan proses menemukan hukum yang berlaku dalam kegiatan kehidupan masyarakat. Akan tetapi bukan sekedar menerapkan aturan yang ada, melainkan juga menciptakan hukum untuk mengatasi masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 60-61). Untuk itulah diperlukan metode penelitian untuk menunjang hasil penelitian tersebut. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki suatu penelitian adalah penelitian hukum, karena berdasarkan istilah legal research atau bahasa Belanda rechtsonderzoek selalu normatif. Jadi dengan demikian bahwa suatu penelitian tersebut bersifat normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 55-56). Penelitian hukum normatif yakni untuk memperolah kebenaran koherensi. Kegiatan tersebut berpangkal dari tolak ukur yang berupa moral. Norma yang dimaksud berupa pedoman tingkah laku yang berdasarkan prinsif hukum yang berpangkal kepada moral. Aturan hukum tersebut harus koheren dengan norma hukum dan norma hukum koheren dengan prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 64).

8 Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui norma hukum yang digunakan hakim dalam putusannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam menilai kekuatan akta otentik berupa Akta Wasiat Nomor 5 tertanggal 9 Oktober 2009, lalu disusun secara sistematis, dikaji, dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang berkaitan, berdasarkan norma hukum tersebut harus koheren dengan prinsip hukum dalam menilai kekuatan bukti lawan (tegenbewijs) yang dapat membatalkan akta otentik tersebut. 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian yang dilakukan adalah bersifat preskriptif mengenai apa yang seyogianya dilakukan. Penelitian preskriptif merupakan penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 1986: 10). Pertimbangan penulis dilatarbelakangi oleh karena penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemaparan tentang fakta-fakta yang menyebabkan batalnya suatu akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dan untuk mengetahui penilaian hakim tentang kekuatan bukti lawan (tegenbewijs) yang dapat membatalkan akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata khususnya pada praktek di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 3. Pendekatan penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan pendekatan tersebut maka peneliti akan mendapatkan informasi dan beberapa aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekaan Undang-Undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 133).

9 Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case appproach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 134). Pendekatan kasus (case approach) digunakan oleh penulis untuk menelaah penilaian hakim dalam membatalkan kekuatan alat bukti akta otentik berupa Akta Wasiat Nomor 5 tertanggal 9 Oktober 2009 dengan adanya bukti lawan (tegenbewijs) dalam Putusan Nomor: 53/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Untuk memecahkan isu hukum diperlukan sumber-sumber penelitian. Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatancatatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum, yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 181). Bahan hukum primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini, antara lain: a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata); b. Herziene Inlandsch Reglement (HIR); c. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg); d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN); e. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 53/Pdt.G/2012/PN. Jkt. Sel.

10 Adapun bahan-bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis dan disertai hukum dan jurnal-jurnal hukum. Di samping itu penulis gunakan yaitu, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, internet, artikel ilmiah, dan makalah hasil seminar dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Soerjono Soekanto, 1990: 41). 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi dokumen (studi pustaka). Metode studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum tertulis berupa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap mengenai isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 238). Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan bahan hukum tertulis berupa indeks perundang-undangan seperti: Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Herziene Inlandsch Reglement (HIR), Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg), Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) serta indeks putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 53/Pdt.G/2012/PN. Jkt. Sel. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang penulis gunakan adalah analisis bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode silogisme. Yang dimaksud dengan deduksi dengan metode silogisme adalah merumuskan fakta hukum dengan cara membuat konklusi atas premis mayor dan premis minor. Pola berpikir deduktif adalah dari pernyataan mayor yang bersifat umum ke pernyataan minor yang bersifat khusus. Premis mayor yang dimaksud adalah aturan hukum, sedangkan premis minor adalah fakta hukum dan dari kedua hal tersebut akan ditarik konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2015: 89-90). Adapun dalam penulisan hukum ini premis mayor yang digunakan dalam penelitian ini

11 adalah alat pembuktian dalam perkara perdata, sedangkan premis minornya adalah bukti lawan (tegenbewijs) yang membatalkan akta otentik. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai uraian latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi mengenai kerangka teori yang memberikan penjelasan secara teori, yang didapat dari sumber bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini yang berkaitan mengenai permasalahan yang sedang diteliti penulis. Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan pustaka tentang alat pembuktian dalam perkara perdata yang di dalamnya mencakup kekuatan bukti lawan (tegenbewijs) untuk membatalkan akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata. Serta berisi kerangka pemikir penulis yang menjelaskan mengenai alur berfikir penulis dalam membuat penelitian ini. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi mengenai uraian dan sajian pembahasan dari hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yaitu, fakta apa yang menyebabkan batalnya akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dan bagaimana kekuatan bukti lawan (tegenbewijs) yang dapat membatalkan akta otentik dalam pemeriksaan perkara perdata. BAB IV PENUTUP Bab ini menjelaskan simpulan dan saran dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari analisis yang bersumber pada Kitab

12 Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), HIR, RBg, Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 53/Pdt.G/2012/PN. Jkt. Sel. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN