AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KUESIONER. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Tanjung Rejo Medan Tahun 2013

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

POLA KONSUMSI PANGAN DAN PERMINTAAN BERAS OLEH RUMAH TANGGA PENGOLAH GULA MERAH AREN DI KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. suasana tentram, serta sejahtera lahir dan batin (Siswono, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1. Tingkat partisipasi konsumsi rumah tangga di DIY menurut wilayah tempat

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih

ANALISIS PENDAPATAN DAN BIAYA PRODUKSI AGROINDUSTRI TAHU DI DESA PANDANSARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN DI DESA SEI GERINGGING KECAMATAN KAMPAR KIRI KABUPATEN KAMPAR

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

MENGOPTIMALKAN GIZI BALITA DENGAN HARGA MINIMUM MENGGUNAKAN METODE SIMPLEKS

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

Oleh FEBRlYANTl A

Oleh FEBRlYANTl A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN KLATEN

KUESIONER PENELITIAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Ketahanan Pangan dan Gizi di Daerah Dataran Tinggi dan Pantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian n = (zα² PQ) / d²

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENDAPATAN DENGAN PROPORSI PENGELUARAN PANGAN DAN KECUKUPAN GIZI RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN CILACAP

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi. dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

Transkripsi:

PENDAHULUAN Ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia dan generasi yang berkualitas yang diperiukan untuk membangun daya saing bangsa dalam era globalisasi. Ketahanan pangan berdasarkan UU No 7 tahun 1996 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan juga merupakan bagian penting dari pemenuhan hak azasi manusia yaitu hak untuk mendapat pangan, bahkan pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Ketahanan pangan mensyaratkan dipenuhinya dua sisi secara simultan, yaitu (1) sisi ketersediaan yaitu tersedianya pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dalam jumlah, mutu, keamanan, dan keteijangkauan yang diutamakan dari produk dalam negeri, dan (2) sisi konsumsi yaitu adanya kemampuan setiap rumah tangga mengakses pangan yang cukup bagi masing-masing anggotanya untuk tumbuh sehat dan produktif dari waktu ke waktu. Kedua sisi ini memerlukan sistem distribusi yang efisien yang dapat menjangkau seluruh wilayah dan seluruh golongan masyarakat (Nainggolan, 2005). Pada suatu negara sering teijadi hunger paradox yaitu suatu keadaan di mana suatu negara memiliki ketahanan pangan yang tinggi yang tercermin dari ketersediaan energi dan protein di atas angka kecukupan gizi, namun kelaparan dan kekurangan gizi masih teijadi di mana-mana. Banyaknya kasus gizi buruk merupakan bukti adanya kesenjangan antara ketersediaan pangan dan akses pangan. Hal ini terkait dengan kondisi sosial ekonomi keluarga yang kurang mengerti tentang gizi maupun memang terbatas aksesnya terhadap pangan karena penghasilan yang tidak memadai (Khomsan, 2004). Salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ketahanan pangan tingkat rumah tangga adalah proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Hukum Engel menyatakan semakin tinggi pendapatan (semakin sejahtera) maka proporsi pendapatan yang dialokasikan untuk pangan semakin berkurang atau dengan kata lain semakin besar proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga berarti kesejahteraan semakin menurun (Nicholson, 1992). Rahman dan Ariani (2002) mengklasifikasikan kondisi ketahanan pangan rumah tangga menjadi empat klasifikasi dengan kriteria (1) Tahan pangan: proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% Angka Kecukupan Energi), (2) rentan pangan: proporsi pengeluaran pangan >60%, konsumsi energi cukup (>80% Angka Kecukupan Energi), (3) kurang pangan: proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi eneigi (<80% Angka Kecukupan Energi), dan (4) rawan pangan:proporsi pengeluaran pangan >60%, konsumsi energi kurang (<80% Angka Kecukupan Energi). Munculnya masalah gizi kurang, adanya kelompok masyarakat yang defisit energi merupakan cermin belum tangguhnya ketahanan pangan rumah tangga. Kerawanan pangan teijadi manakala rumah tangga di masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan individu anggotanya. Salah satu golongan masyarakat rawan pangan adalah penduduk miskin yang jumlahnya cukup besar. Penelitian Marwanti (2002) tentang "Pola Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan dan Gizi Penduduk Indonesia" (Analisis data susenas 1999) menunjukkan bahwa 40% penduduk berpendapatan terendah tergolong rawan pangan. Pada pengeluaran yang lebih tinggi, konsumsi kalori meningkat tetapi konsumsi beras mengalami penurunan seiring dengan pening- 68

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukohaijo (Wiwit Rahayu) katan diversifikasi konsumsi pangan sumber kalori dari kelompok makanan yang lain. Suryana (2004) menganalisis data SUSENAS menyimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat yang defisit energi dan protein tersebar pada kelompok penduduk yang pengeluaran pangannya Rp40.000,00 - Rp59.999,00. Kelompok yang tergolong rawan pangan pada tahun 2003 kurang lebih sebanyak 8 juta orang, sebagian besar dengan pengeluaran pangan per bulan kurang darirp80.000,00. Di JawaTengah pada tahun 2006jumlah rumah tangga miskin sebanyak 8.844.220 rumah tangga. Sementara di Kabupaten Sukohaijo pada tahun yang sama jumlah rumah tangga miskin sebanyak 204.884 rumah tangga (BPS, 2006) Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa salah satu tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah adanya penduduk miskin yang jumlahnya cukup besar. Oleh karena itu penelitian untuk menganalisis ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Sukohaijo penting untuk dilakukan agar dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Sukohaijo dalam mengembangkan kebijakan pembangunan terutama dalam usaha mewujudkan ketahanan pangan pada rumah tangga miskin. Secara khusus penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis pola pengeluaran rumah tangga miskin di Kabupaten Sukohaijo, (2) Menganalisis tingkat konsumsi energi dan protein anggota rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo, (3) Menganalisis kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Sukohaijo. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2007 dengan lokasi di Kabupaten Sukohaijo. Pengambilan lokasi kecamatan dan desa dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kecamatan yang memiliki proporsi rumah tangga miskin terbesar. Berdasarkan data BPS Kabupaten Sukohaijo (2006) dipilih 2 kecamatan yaitu Kecamatan Weru dan Bulu sebagai kecamatan sampel. Kemudian dari 2 kecamatan terpilih diambil satu desa untuk masing-masing kecamatan yaitu Desa Karangmojo untuk Kecamatan Weru dan Desa Sanggang untuk Kecamatan Bulu. Jumlah sampel sebanyak 60 rumah tangga, diambil dari masing-masing desa sebanyak 30 rumah tangga. Pola pengeluaran rumah tangga miskin dianalisis secara deskriptif dengan mengelompokkan pengeluaran rumah tangga untuk pangan dan non pangan kemudian masing-masing kelompok dibandingkan dengan total pengeluaran sehingga didapatkan proporsi pengeluaran untuk pangan dan non pangan. Sedangkan konsumsi energi dan protein dihitung dengan menghitung jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi anggota rumah tangga kemudian dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein dengan bantuan Daftar Komposisi Bahan Makanan dengan rumus: Dimana: G..= BP /100 x Bdd./100 x KG. 0 J J 1J KG., rkandungan energi/protein per 100 gram pangan j yang dikonsumsi (energi dalam satuan kilokalori, protein dalam satuan gram) BP. : berat pangan j yang dikonsumsi (gram) Bdd.:bagian dapat dimakan dari 100 gram pangan j (%) G.. : jumlah energi /protein yang dikonsumsi dari pangan j (energi dalam satuan kilokalori, protein dalam satuan gram) (Hardinsyah dan Briawan, 1990). Tingkat konsumsi energi dan protein dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dengan Angka Kecukupan Energi dan Protein yang Dianjurkan sesuai Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 yaitu 2000 kkal/orang/hari untuk energi dan 52 gram/orang/hari untu protein. Tingkat konsumsi energi dan protein ini dihitung Halam satuan persen. 69

Ketahanan pangan rumah tangga miskin diukur 4. Rawan pangan: proporsi pengeluaran pangan dengan mengggabungkan nilai proporsi penge- >60%, konsumsi energi kurang (<80% luaran pangan terhadap total pengeluaran rumah Angka Kecukupan Energi). tangga dan tingkat kecukupan energi, dengan kriteria: BASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tahan pangan: proporsi pengeluaran pangan A. Karakteristik Responden <60%, konsumsi energi cukup (>80% Angka Kecukupan Energi) 1. Identitas Suami 2. Rentan pangan: proporsi pengeluaran pangan >60%, konsumsi energi cukup (>80% Angka Kecukupan Energi) 3. Kurang pangan: proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi (<80% Angka Kecukupan Energi) Suami sebagai kepala rumah tangga biasanya memegang peranan penting sebagai sumber pendapatan utama bagi keluarga. Karakteristik responden disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Identitas Suami No Identitas 1. Kepala Rumah tangga menurut Umur Jumlah Orang % a. 25-35 tahun 15 27,00 b. 36-45 tahun 15 27,00 c. 46-55 tahun 12 21,00 d. 56-65 tahun 11 20,00 e. 66-69 tahun 3 5,00 2. Kepala Rumah tangga menurut Tingkat Pendidikan a. Tidak sekolah 10 18,00 b. Tamat SD 30 54,00 c. Tamat SLTP 12 21,00 d. Tamat SLTA 4 7,00 3. Kepala Rumah tangga menurut Jenis Pekeijaan a. Karyawan swasta 16 28,00 b. Buruh 33 59,00 c. Pedagang 1 2,00 d. Buruh tani 5 9,00 f. Wiraswasta 1 2,00 4. Rumah tangga menurut Jumlah Anggota Rumah Tangga 3-5orang 22 37,00 6-8 orang 34 57,00 9-10 orang 4 6,00 70

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo (Wiwit Rahayu) Umur termuda kepala rumah tangga sebesar 25 pendapatan yang diperoleh oleh kepala keluarga tahun sedangkan umur tertua adalah 69 tahun. untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga. Secara rinci Tabel 1 menunjukkan kepala rumah Semakin besar tanggungan keluarga akan tangga dalam golongan usia produksi (<65 tahun) semakin besar pula kebutuhan yang hams mempunyai proporsi besar yaitu 95%. Kondisi dipenuhi. ini memungkinkan kepala rumah tangga secara fisik mampu untuk mencari nafkah dalam 2. Identitas Isteri memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hanya saja Isteri biasanya memegang peranan penting karena tingkat pendidikan sebagian besar kepala dalam pengelolaan pengeluaran untuk memenuhi rumah tangga adalah SD (54%) bahkan tidak kebutuhan hidup keluarga. Pada penelitian ini sekolah (18%) maka pekerjaan yang dapat sebanyak 4 rumah tangga tidak mempunyai isteri. dilakukan oleh kepala rumah tangga terutama Identitas isteri yang meliputi umur, tingkat pekerjaan yang banyak mengandalkan kekuatan pendidikan, dan jenis pekerjaan disajikanpada fisik. Sebagian besar (59%) kepala rumah tangga Tabel 2. bekeija sebagai buruh terutama buruh bangunan. Umur isteri berkisar antara 24 sampai dengan Tabel 1 juga menunjukkan sebagian besar rumah 66 tahun. Secara rinci Tabel2 menunjukkan tangga (57%) memiliki jumlah anggota rumah kepala rumah tangga dalam golongan usia tangga 6-8 orang. Besarnya tanggungan produktif (<65 tahun) mempunyai proporsi besar keluarga juga akan menentukan cukup tidaknya yaitu 98%. Tabel 2. Identitas Isteri No Identitas 1. Isteri menurut umur Jumlah Orang % a. 24-33 tahun 17 30,00 b. 34-43 tahun 21 38,00 c. 44-53tahun 12 21,00 d. 54-63 tahun 5 9,00 e. 66 tahun 1 2,00 2. Isteri menurutt ingkat pendidikan a. Tidak sekolah (%) 1 2,00 b. Tamat SD (%) 42 75,00 c. Tamat SLTP (%) 12 21,00 d. Tamat SLTA(%) 1 2,00 3. Isteri menurut Jenis Pekerjaan a. Ibu rumah tangga 11 20,00 b. Buruh 24 43,00 c. Karyawan swasta 13 23,00 d. Wiraswasta 1 2,00 e. Dagang 4 7,00 f. Buruh Tani 3 5,00 71

Para isteri sebagian besar (75%) berpendidikan tamat SD dan hanya satu orang (2%) yang tamat SLTAHal ini menunjukkan bahwa para isteri juga berpendidikan rendah seperti suami. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pilihan menjadi ibu rumah tangga lebih sedikit daripada isteri yang bekerja. Hal ini karena pekerjaan suami yang sebagian besar bumh menjadikan penghasilan tidak besar sehingga isteri membantu mencari nafkah. Hanya saja karena pendidikan juga rendah maka pekerjaan yang banyak ditekuni oleh isteri juga sebagai buruh sehingga pendapatan tidak terlalu besar. Selainitu rumah tangga miskin pada penelitian ini semuanya mempunyai anak balita sehingga isteri masih juga hams mencurahkan waktunya untuk mengasuh anak sehingga curahan waktu untuk kerja terbatas. Meskipun demikian, pendapatan yang diperoleh para isteri dapat digunakan untuk membantu suami memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. B. Pola Pengeluaran Rumah Tangga Miskin Pendapatan rumah tangga digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga baik kebutuhan pangan maupun non pangan seperti biaya fasilitas perumahan, pakaian, aneka barang danjasa, pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Pendapatan dan pola pengeluaran rumah tangga miskin disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran, dan Proporsi Pengeluaran Pangan dan Non Pangan terhadap Total Pengeluaran pada Rumah Tangga Miskin Uraian Nilai Pendapatan (Rp/Bulan) 838.900,00 Pengeluaran (RP/bulan) 894.303,00 a. Pangan 551.913,00 b. Non pangan 342.390,00 Proporsi Pengeluaran pangan 61,06 terhadap total pengeluaran (%) Proporsi non pangan terhadap 38,94 total pengeluaran (%) Tabel 3 menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga miskin lebih kecil daripada pengeluarannya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya rumah tangga miskin mengalami defisit sebesar -Rp 55.403,00 dari pendapatan yang diperoleh. Pada kondisi kekurangan tersebut rumah tangga miskin biasanya memenuhi kebutuhannya dengn cara meminjam uang kepada tetangga. Selain uang, rumah tangga miskin kadang-kadang hutang dalam bentuk barang dari warung kelontong yang ada di dekat rumahnya. Barang yang biasanya diperoleh dari hutang adalah kebutuhan pangan seperti beras, gula, dan barang bukan pangan seperti sabun mandi dan sabun cuci. Secara rinci tampak bahwa pengeluaran pangan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran non pangan. Dilihat dari pola pengeluarannya tampak bahwa proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran sebesar 61,06% sedangkan proporsi pengeluaran untuk non pangan sebesar 38,94%. Hukum Engel menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan (semakin sejahtera) maka proporsi pendapatan yang dialokasikan untuk pangan semakin berkurang. Proporsi pengeluaran untuk pangan yang lebih besar daripada proporsi pengeluaran untuk non pangan menunjukkan bahwa dalam kondisi jumlah pendapatan yang terbatas, rumah tangga mengutamakan pemenuhan kebutuhan pangan daripada non pangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari pola pengeluaran rumah tangga, rumah tangga miskin di Kabupaten Sukohaijo kesejahteraannya masih rendah. Hal ini ditunjukkan dari proporsi pengeluaran untuk pangan yang lebih besar daripada proporsi pengeluaran untuk non pangan dan dipeijelas dengan kondisi pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan sehingga pendapatannya defisit, artinya pendapatan yang dimiliki rumah tangga miskin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. 72

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Sukoharjo (Wiwit Rahayu) C. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Miskin Energi dan protein yang dikonsumsi rumah tangga diperoleh dari hasil konversi pangan yang dikonsumsi oleh anggota rumah tangga ke dalam energi dan protein dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Pangan yang dikonsumsi rumah tangga miskin terdiri atas pangan pokok, sayur-sayuran, lauk pauk, buah, dansusu. Pangan pokok utama yang dikonsumsi rumah tangga miskin di Sukohaijo adalah beras, tetapi ada sebagian rumah tangga yang untuk mensiasati keterbatasan pendapatan rumah tangga, mengombinasikan pangan pokok beras dengan tiwul. Sayur yang banyak dikonsumsi adalah sayur yang terutama ada di lingkungan rumah seperti daun singkong, kacang panjang, dan nangka muda. Selain itu ada sayur sopsopan (kubis, wortel, dan lain-lain) yang juga dikonsumsi sebagian rumah tangga. Sedangkan lauk pauk yang sering dikonsumsi adalah tempe tahu, dan kerupuk atau karak. Bahkan hampir semua rumah tangga mengonsumsi tempe atau tahu sebagai lauk. Lauk pauk lain yang dikonsumsi sebagian rumah tangga miskin adalah ikan laut olahan (gereh ranjang), telur, dan daging ayam. Dari kelompok buah-buahan yang dikonsumsi oleh banyak rumah tangga adalah pisang. Sedangkan susu hanya dikonsumsi sebagian kecil rumah tangga terutama yang mempunyai balita dengan usia masih satu tahunan. Sebagian besar rumah tangga yang memiliki balita dengan usia yang lebih besar dari satu tahun tidak mengkonsumsi susu lagi. Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein anggota rumah tangga miskin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi anggota rumah tangga miskin sebesar 1210,26 kkal/orang/hari. Sedangkan rata-rata konsumsi protein anggota rumah tangga miskin sebesar31,13gram/orang/hari. Jumlah konsumsi ini lebih rendah dari Angka Kecukupan Energi dan Protein yang Dianjurkan yaitu sebesar 2000 kkal/orang/hari untuk energi dan 52 gram/orang/ hari untuk protein (Hardinsyah dan Tambunan, 2004). Tabel 4. Rata-rata Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Miskin Zat Gizi Konsumsi Tingkat Konsumsi (%) Energi 1210,26 60,52 (kkal/orang/hari) Protein 31,13 59,00 (gram/orang/hari) Apabila konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin dibandingkan dengan angka kecukupan yang dianjurkan berarti tingkat konsumsi energi anggota rumah tangga miskin sebesar 60,52% dari angka kecukupan. Sedangkan tingkat konsumsi protein anggota rumah tangga miskin sebesar 59% dari angka kecukupan. Hasil ini menunjukkan bahwa rumah tangga miskin dalam penelitian ini tergolong sebagai rumah tangga defisit energi karena konsumsi energinya kurang dari 70% angka kecukupan. D. Kondisi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Ketahanan pangan rumah tangga miskin pada penelitian ini dihitung dengan pangsa /proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran konsumsi pangan sebesar 61,06%. Sedangkan tingkat konsumsi energi sebesar 60,52% dari angka kecukupan energi yang dianjurkan. Berdasarkan klasifikasi kondisi ketahanan pangan rumah tangga yang telah ditetapkan pada penehtian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo tergolong rumah 73

tangga yang rawan pangan karena proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran lebih dari 60% dan tingkat konsumsi energinya kurang dari 80% angka kecukupan. Kerawanan pangan yang teijadi pada rumah tangga miskin di Kabupaten Sukoharjo terutama disebabkan pendapatan rumah tangga yang rendah. Pendapatan yang rendah menyebabkan jumlah pangan yang dikonsumsi kurang dan juga jenis pangan yang dikonsumsi terbatas yaitu terutama pangan yang tersedia di sekitar rumah. Selain itu keterbatasan jenis pangan yang dikonsumsi juga disebabkan kurangnya akses rumah tangga ke pasar yang menyediakan pangan yang lebih beragam. Dua desa dalam penelitian ini berada di daerah lahan kering dan jauh dari ibukota kecamatan maupun ibukota kabupaten. Hasil ini memmjukkan bahwa pendapatan yang rendah dapat menghambat terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga karena secara ekonomi rumah tangga terhambat untuk mendapatkan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup. Kondisi ini harus diperhatikan dan diatasi karena dalam j angka panj ang kerawanan pangan rumah tangga dapat berdampak pada penurunan kualitas sumberdaya manusia. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pendapatan rumah tangga miskin digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang meliputi pangan dan non pangan. Secara rinci pola pengeluaran rumah tangga miskin adalah proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran sebesar 61,06% sedangkan proporsi pengeluaran untuk non pangan sebesar 38,94%. 2. Rata-rata konsumsi energi dan protein anggota rumah tangga miskin sebesar 1210,26 kkal/orang/hari dan 31,13 gram/orang/hari. Apabila konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin dibandingkan dengan angka kecukupan yang dianjurkan berarti tingkat konsumsi energi dan protein anggota rumah tangga miskin sebesar 60,52% dan 59% dari angka kecukupan yang dianjurkan. 3. Dilihat dari proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga dan tingkat konsumsi energi, rumah tangga miskin di Kabupaten Sukohaijo tergolong rumah tangga yang rawan pangan. Saran Keterbatasan pendapatan rumah tangga merupakan salah satu penghambat dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga. Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga perlu dilakukan upaya peningkatan pendapatan rumah tangga misalnya dengan pengoptimalan pengolahan lahan kering dengan penyuluhan atau pelatihan budidaya pertanian di lahan kering, proyek padat karya untuk membangun sarana transportasi, dan pelatihan ketrampilan dan bantuan modal kepada ibu rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA BPS, 2006. Jumlah Rumah Tangga Miskin per Kabupaten/ Kota Menurut Kategori. BPS Jawa Tengah, Semarang. BPS. 2006. Jumlah Rumah Tangga Miskin. BadanPusat Statistik. Sukohaijo. Hardinsyah dan D. Briawan. 1990. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan GMSK, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Hardinsyah dan V. Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Presiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakara 17-19 Mei 2004. Jakarta. Khomsan, A. 2004. Konsumsi Beras dan Ketahanan Pangan. Majalah Pangan. Vol XIII/No.43:13-16. 74