BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEORI KONSUMSI 1. Faktor Ekonomi

Fungsi Konsumsi Keynes

TEORI KONSUMSI. Minggu 8

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Alam dan Energi dalam pembangunan. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSUMSI DAN TABUNGAN

ANALISIS DETERMINAN KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA TESIS. Oleh KHAIRANI SIREGAR /EP

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Teori dlm ekonomi: 1. Teori klasik Keinginan masyarakat untuk menabung dan keinginan pengusaha untuk meminjam dana modal untuk investasi ditentukan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. yang menemukan faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga yang

TEORI KONSUMSI DAN TEORI INVESTASI. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi

BABI PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh

Konsumsi Nasional Sebagai Penggerak Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Oleh GM Djoko Hanantijo (dosen PNS dpk Universitas Surakarta)

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Blog:

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian )

III. KERANGKA TEORITIS

Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memiliki dan menggunakan barang dan jasa tersebut. Pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

BAB II URAIAN TEORITIS. Pertumbuhan ekonomi mempunyai arti sedikit berbeda dengan. diikuti oleh perubahan dalam aspek lain dalam perekonomian seperti

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS MARGINAL PROPENSITY TO CONSUME SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan jasa meliputi barang-barang tidak kasat mata, seperti potong. rambut, layanan kesehatan, dan pendidikan (Mankiw, 2012).

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

BAB II TEORI KONSUMSI

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Dussenbery mengungkapkan bahwa bukan pendapatan mutlak

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI

MODEL PENDEKATAN TEORI KONSUMSI DALAM MEMBUAT PROYEKSI POTENSI DANA PIHAK KETIGA (DPK) PADA BANK UMUM DI KOTA SURABAYA

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kebutuhan manusia relatif tidak terbatas. Sumber daya tersedia secara terbatas. Masing-masing sumber daya mempunyai beberapa alternatif penggunaan.

D e t e r m i n a n G N P

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

PENGARUH PENDAPATAN NASIONAL, INFLASI DAN SUKU BUNGA DEPOSITO TERHADAP KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA TESIS

teori distribusi neoklasik

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

Jurnal Kajian Ekonomi, Januari 2013, Vol. I, No. 02 ANALISIS KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA. Oleh : Baginda Persaulian, Hasdi Aimon, Ali Anis

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel)

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. nominal ini tidak mampu meningkatkan daya beli masyarakat secara signifikan

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi barang-barang hasil industri pabrik, sedangkan di pedesaan hasil

LANDASAN TEORI. membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

Teori Konsumsi & Investasi

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Definisi Tabungan Masyarakat. tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata Kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti percaya atau

Jurnal Ekonomi Volume 18, Nomor 1 Maret 2010 PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI DAERAH RIAU. Nursiah Chalid

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

1. Pengertian dan fungsi ekonomi, 2. MAKRO. 3. MIKRO

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Definisi Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Pengeluaran konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatan yang dibelanjakan. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Menurut Rahardja (2001), pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi masyarakat atau rumah tangga (household consumption). Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah semua pembelian barang dan jasa oleh rumah tangga yang tujuannya untuk dikonsumsi selama periode tertentu dikurangi neto penjualan barang bekas. Untuk menduga pengeluaran konsumsi rumah tangga digunakan data pendukung antara lain:

1. Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan kelompok makanan dan bukan makanan. 2. Indeks harga konsumen (IHK) untuk masing-masing kelompok komoditi dan jasa dari bagian statistik harga konsumen. 3. Jumlah penduduk dari proyeksi hasil survey penduduk antar sensus. 2.2. Teori Konsumsi 2.2.1. Teori Konsumsi John Maynard Keynes Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal atau MPC (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata atau APC (average propensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan

merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Dalam jangka pendek orang dapat berkonsumsi dengan menggunakan tabungan yang lalu, sehingga jika ini terjadi maka orang tersebut telah melakukan tabungan negatif (dissaving). Berdasarkan tiga dugaan ini, persamaan konsumsi Keynes secara matematis ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003): C = a + by, a > 0, 0 < b < 1...(2.1) Keterangan: C = Pengeluaran untuk konsumsi a = Besarnya konsumsi pada tingkat pendapatan nol b = Besarnya tambahan konsumsi karena tambahan pendapatan atau MPC Y = Pendapatan untuk rumah tangga individu Secara grafis, fungsi konsumsi Keynes digambarkan sebagai berikut: C (konsumsi) Y=C C Co 0 Y (Pendapatan) Gambar 2.1. Kurva Fungsi Konsumsi Keynes

Pada Gambar 2.1 fungsi konsumsi Keynes tidak melalui titik 0 tetapi melalui titik C 0. Konsekuensinya adalah apabila pendapatan nasional meningkat akan memberikan dampak penurunan terhadap APC. Jika hal ini terjadi maka dalam fungsi konsumsi Keynes akan terlihat pertama, peningkatan pendapatan masih diikuti oleh peningkatan konsumsi, kedua, pada saat garis konsumsi C memotong garis 0Y maka peningkatan pendapatan akan diiringi penurunan APC. 2.2.2. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah: 1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah. 2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya (Guritno, 1998). Friedman menganggap tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi

konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi (Suparmoko, 2001). Dalam bentuk matematis fungsi konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen dapat dituliskan sebagai berikut (Reksoprayitno, 2000: 155): Cp = kyp...(2.2) Di mana: Cp Yp k = Konsumsi permanen = Pendapatan permanen = Angka konstanta yang menunjukkan bagian pendapatan permanen yang dikonsumsi, ini berarti 0<k<1 Secara grafis fungsi konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen ditunjukkan seperti pada Gambar 2.2: Consumption of C1 first period A Budget Y 2 (t+i 2 ) Line Y D H J J 3 E I J 2 Y 1 C 1 J 1 C 2 F G C 2 O B Consumption of Y 2 Y 1 (t+i) Second period

Gambar 2.2. Kurva Fungsi Konsumsi dengan Permanent Income Hypothesis Gambar 2.2. menunjukkan gambar indifference curves dan budget line. Konsumen ingin memperoleh kepuasan yang maksimum dengan mengkonsumsi barang sesuai dengan anggarannya. Kepuasan maksimum akan tercapai saat kemiringan kurva indiferen (slope indifference curves) sama dengan garis anggaran (budget line). Dalam teori perilaku konsumen, indifference curves menggambarkan dua barang yang dikonsumsi, dalam teori Permanent Income Hypotesis dua barang yang dikonsumsi tersebut ditukar dengan konsumsi pada periode pertama dan konsumsi pada periode kedua. Budget line diumpamakan sebagai garis pendapatan. Ada tiga faktor yang mempengaruhinya, yaitu pendapatan pada periode pertama, pendapatan pada periode kedua dan tingkat bunga. Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa: 1. OA = OB = Jumlah total pendapatan untuk periode satu dan periode kedua 2. OD = Pendapatan periode pertama 3. AD = Pendapatan periode kedua yang didiscount 4. OF = Pendapatan periode kedua 5. FB = Pendapatan periode pertama yang ditambah bunga (i). 6. Pada saat pendapatan periode pertama Y1, konsumen mengkonsumsi barang pada periode satu sebesar C1. Sisanya DE disimpan. Pada periode kedua, ketika pendapatan hanya mencapai Y2, agar kepuasan maksimum, ia akan mengkonsumsi sebesar C2.

7. Pada saat itu C2 > Y2, hal ini dapat terjadi karena konsumen menggunakan saving pada periode pertama sebesar FG FG = DE + bunga. Jadi sekarang konsumen mencapai kepuasan yang maksimum selama dua periode, pertama ia mengkonsumsi sebesar C1 dan pada periode kedua mengkonsumsi sebesar C2. 8. Dengan kata lain, hipotesis Friedman menjelaskan bahwa konsumsi pada saat ini tidak tergantung pada pendapatan saat ini tetapi lebih pada Expected Normal Income (rata-rata pendapatan normal) yang disebut sebagai permanent income. 2.2.3. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Albert Ando, Richard Brumberg dan Franco Modigliani. Dalam modelnya ketiga tokoh ini menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat didasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya. Karena orang cenderung menerima penghasilan/pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah. Selanjutnya Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah

meningkat, karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya orang yang sudah pensiun saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan Suparmoko, 2001). Secara grafik teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini. Gambar 2.3. Kurva Fungsi Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup Gambar 2.3 menjelaskan bahwa pada tahap I pada usia 0 tahun hingga t 0 tahun seseorang melakukan pengeluaran konsumsinya dalam kondisi dissaving. Pada usia t 0 tahun hingga usia t 1 tahun digambarkan bahwa pada usia tersebut sebenarnya seseorang sudah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, akan tetapi kondisinya masih

ada ketergantungan dengan orang lain. Tahap II, pada usia t 1 tahun hingga usia t 2 tahun menunjukkan orang berkonsumsi sepenuhnya dalam kondisi saving artinya pengeluaran konsumsinya sudah tidak lagi tergantung pada orang lain. Dan pada tahap III, ketika seseorang pada usia tua (sudah tidak produktif) di mana orang tersebut tidak mampu lagi bekerja menghasilkan pendapatan sendiri, sehingga seseorang tersebut dapat dikatakan bahwa orang berkonsumsi kembali dalam kondisi dissaving. 2.2.4. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif James Duesenberry dalam bukunya Income, Saving and The Theory of Consumer Behavior mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai, tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan dilain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat (Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi yaitu:

1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya. 2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan (Guritno, 1998). Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry adalah sebagai berikut: C / Y t = f [ Y / Y * ]...(2.3) Di mana: Yt = pendapatan pada tahun t Y* = pendapatan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lalu Bentuk fungsi tersebut dapat dijelaskan dengan kurva seperti pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Kurva Fungsi Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif

C L menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi jangka panjang. Apabila pendapatan sebesar OYo, maka besarnya pengeluaran konsumsi yang terjadi adalah BYo, apabila pendapatan mengalami penurunan dari OY 0 menjadi OY 1, maka pengeluaran konsumsi tidak langsung turun ke titik E pada kurva pengeluaran jangka panjang (C) namun ke titik A pada kurva pengeluaran konsumsi jangka pendek C1. Dalam hal ini pada saat terjadinya penurunan pendapatan, pengeluaran konsumsi rumah tangga tidak turun drastis melainkan bergerak turun secara perlahan. Dari pengamatan yang dilakukan Duesenberry mengenai pendapatan relatif secara memungkinkan terjadi suatu kondisi yang demikian, apabila seseorang pendapatannya mengalami kenaikan maka dalam jangka pendek tidak akan langsung menaikkan pengeluaran konsumsi secara proporsional dengan kenaikan pendapatan, akan tetapi kenaikan pengeluaran konsumsinya lambat karena seseorang lebih memilih untuk menambah jumlah tabungan (saving), dan sebaliknya bila pendapatan turun seseorang tidak mudah terjebak dengan kondisi konsumsi dengan biaya tinggi (high consumption). 2.3. Fungsi Konsumsi Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi tentang model fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi yang paling dikenal dan sangat sering ditemukan dalam buku-buku makro ekonomi adalah fungsi konsumsi Keynesian, yaitu: C = f (Y)...(2.4) Atau,

C = f (Y-T)...(2.5) Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari disposable income. Hubungan antara konsumsi dan disposable income disebut consumption function (Mankiw, 2003). Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya. Secara lebih spesifik, Keynes memasukkan komponen MPC ke dalam persamaan konsumsinya seperti yang telah diuraikan pada persamaan (2.1) sebelumnya. Teori daur hidup (life-cycle) yang terutama dikembangkan oleh Franco Modigliani, melihat bahwa individu merencanakan perilaku konsumsi dan tabungan mereka untuk jangka panjang dengan tujuan mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang mungkin selama masa hidup mereka. Tabungan dipandang sebagai akibat dari keinginan individu untuk menjamin konsumsi di hari tua. Fungsi konsumsi yang dikembangkan berdasarkan teori daur hidup adalah: C = awr + cyl...(2.6) di mana WR merupakan kekayaan riil, a adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari kekayaan, YL merupakan pendapatan tenaga kerja dan c adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari pendapatan tenaga kerja. Milton Friedman dengan teori pendapatan permanennya mengemukakan bahwa orang menyesuaikan perilaku konsumsi mereka dengan kesempatan konsumsi permanen atau jangka panjang, dan bukan dengan tingkat pendapatan mereka yang sekarang (Dornbusch and Fisher, 2004). Dalam bentuk yang paling sederhana,

hipotesis pendapatan permanen dari perilaku konsumsi berpendapat bahwa konsumsi itu adalah proporsional terhadap pendapatan permanen, yaitu: C = cyp...(2.7) di mana YP merupakan pendapatan permanen. Dari persamaan (2.7), konsumsi bervariasi menurut proporsi yang sama dengan pendapatan permanen. Kenaikan 5% dalam pendapatan permanen akan menaikkan konsumsi sebesar 5%. Lebih jauh hipotesis Friedman menjelaskan bahwa konsumsi pada saat ini tidak tergantung pada pendapatan saat ini tetapi pada expected normal income (rata-rata pendapatan normal). Bentuk lain fungsi konsumsinya adalah: C = f (YP,i)...(2.8) di mana YP adalah permanent income dan i adalah real interest rate. Berbagai teori modern tentang konsumsi lebih jauh mengkombinasikan pembentukan ekspektasi melalui pendekatan pendapatan permanen dan pendekatan daur hidup yang menggunakan variabel kekayaan dan demografis (Dornbusch and Fisher, 2004). Suatu fungsi konsumsi modern yang disederhanakan akan menjadi: C = awr + bθyd + b(1 θ) YD-1...(2.9) di mana WR adalah kekayaan riil, YD adalah pendapatan disposable tahun ini, YD-1 adalah pendapatan disposable tahun lalu. Persamaan (2.9) memperlihatkan peranan kekayaan yang mempunyai pengaruh penting terhadap pengeluaran konsumsi. Konsumsi adakalanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini terjadi karena keterbatasan anggaran. Fisher mencoba membuat persamaan yang

menganalisis tentang batas anggaran untuk konsumsi pada dua periode, yaitu: pada periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi: S = Y1 C1... (2.10) dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk bunga tabungan) ditambah pendapatan periode kedua, yaitu: C2 = (1 + r)s + Y2...(2.11) di mana r adalah tingkat bunga riil, variabel S menunjukkan tabungan atau pinjaman dan persamaan ini berlaku dalam kedua kasus. Jika konsumsi pada periode pertama kurang dari pendapatan periode pertama, berarti konsumen menabung dan S lebih besar dari nol. Jika konsumsi periode pertama melebihi pendapatan periode pertama, konsumen meminjam dan S kurang dari nol. Untuk menderivasi batas anggaran konsumen, maka kombinasi persamaan (2.10) dan persamaan (2.11) menghasilkan persamaan: C2 = (1 + r) (Y1 C1) + Y2...(2.12) persamaan ini menghubungkan konsumsi selama dua periode dengan pendapatan dalam dua periode. 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Banyak ahli yang telah menguraikan pendapatnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dan faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi tersebut telah dijabarkan ke dalam suatu fungsi

konsumsi yang terangkum dalam persamaan (2.1) sampai dengan (2.12) tersebut di atas. Begitu pentingnya bahasan tentang konsumsi sehingga banyak ahli lainnya yang turut membahas tentang determinan konsumsi. Misalnya, Spencer (1977), menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi diantaranya adalah pendapatan disposable yang merupakan faktor utama, banyaknya anggota keluarga, usia anggota keluarga, pendapatan yang terdahulu dan pengharapan akan pendapatan di masa yang akan datang. Menurut Samuelson (1999) bahwa faktor-faktor pokok yang mempengaruhi dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan disposable sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan pendapatan menurut daur hidup, kekayaan dan faktor permanen lainnya seperti faktor sosial dan harapan tentang kondisi ekonomi di masa yang akan datang. Parkin (1993) sependapat dengan teori ahli-ahli lainnya bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga ditentukan oleh banyak faktor. Namun menurut Parkin yang paling penting dari faktor-faktor yang menentukan pengeluaran konsumsi hanya dua, yaitu: pendapatan disposable dan pengharapan terhadap pendapatan di masa yang akan datang (expected future income). Nicholson (1991) menyatakan bahwa persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan cenderung turun jika pendapatan meningkat. Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara persentase kenaikan pendapatan

dengan persentase pengeluaran untuk pangan. Keadaan ini lebih dikenal dengan Hukum Engel (Engel s Law). Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan antara tingkat pendapatan dengan pola konsumsi. Hukum ini menerangkan bahwa pendapatan disposable yang berubah-ubah pada berbagai tingkat pendapatan, dengan naiknya tingkat pendapatan maka persentase yang digunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah tangga adalah cenderung konstan. Sementara persentase yang digunakan untuk pendidikan, kesehatan dan rekreasi semakin bertambah. Godam (2007) menyebutkan terdapat 3 penyebab perubahan konsumsi, yaitu: 1. Penyebab Faktor Ekonomi a. Pendapatan Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh: seseorang yang tadinya makan nasi beras kualitas rendah ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar akan meninggalkan nasi beras kualitas rendah menjadi nasi beras kualitas tinggi. Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa jadi tiga kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik. b. Kekayaan Kekayaan secara eksplisit maupun implisit, sering dimasukan dalam fungsi konsumsi agregat sebagai faktor yang menentukan konsumsi. Seperti dalam hipotesis pendapatan permanen yang dikemukakan oleh Friedman, Albert Ando dan Franco Modigliani menyatakan bahwa hasil bersih (net worth) dari

suatu kekayaan merupakan faktor penting dalam menentukan konsumsi. Orang kaya yang punya banyak aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar. c. Tingkat Bunga Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang. d. Perkiraan Masa Depan Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya. 2. Penyebab Faktor Demografi a. Komposisi Penduduk Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi-tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi. b. Jumlah Penduduk

Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya konsumsinya sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya sangat banyak pula. 3. Penyebab/Faktor Lain a. Kebiasaan Adat Sosial Budaya Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memiliki pengeluaran yang besar. b. Gaya Hidup Seseorang Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik kepada orang lain maupun lembaga keuangan bank (kredit). Perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain hal di atas antara lain: 1). Selera Di antara orang-orang yang berumur sama dan berpendapatan sama, beberapa orang dari mereka mengkonsumsi lebih banyak daripada yang lain. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sikap dalam penghematan (thrift). 2). Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan keluarga. Biasanya pendapatan akan tinggi pada kelompok umur muda dan terus meninggi dan mencapai puncaknya pada umur pertengahan, dan akhirnya turun pada kelompok tua. Demikian juga dengan pendapatan yang disisihkan (tabungan) pada kelompok umur tua adalah rendah. Hal ini berarti bagian pendapatan yang dikonsumsi relatif tinggi pada kelompok muda dan tua, tetapi rendah pada umur pertengahan. Dengan adanya perbedaan proporsi pendapatan untuk konsumsi diantara kelompok umur, maka naiknya umur rata-rata penduduk akan mengubah fungsi konsumsi agregat. 3). Keuntungan/Kerugian capital Keuntungan kapital yaitu dengan naiknya hasil bersih dari kapital akan mendorong tambahnya konsumsi, sebaliknya dengan adanya kerugian kapital akan mengurangi konsumsi. 4). Tingkat harga Naiknya pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan proporsi yang sama tidak akan mengubah konsumsi riil. Bila seseorang tidak mengubah konsumsi riilnya walaupun ada kenaikan pendapatan nominal dan tingkat harga secara proposional, maka ia dinamakan bebas dari ilusi uang (money illusion) seperti halnya pendapat ekonomi kasik. Sebaliknya bila mereka mengubah konsumsi riilnya maka dikatakan mengalami ilusi uang seperti yang dikemukakan Keynes. 5). Barang tahan lama

Barang tahan lama adalah barang yang dapat dinikmati sampai pada masa yang akan datang (biasanya lebih dari satu tahun). Adanya barang tahan lama ini menyebabkan timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang tahan lama seperti: lemari es, perabotan, mobil, sepeda motor, tidak membelinya lagi dalam waktu dekat. Akibatnya pengeluaran konsumsi untuk jenis barang seperti ini cenderung menurun pada masa (tahun) yang akan datang. Pengeluaran konsumsi untuk jenis barang ini menjadi berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga pada periode tersebut pengeluaran konsumsi secara keseluruhan juga berfluktuasi. 6). Kredit Kredit yang diberikan oleh sektor perbankan sangat erat hubungannya dengan pengeluaran konsumsi yang dilakukan rumah tangga. Adanya kredit menyebabkan rumah tangga dapat membeli barang pada waktu sekarang dan pembayarannya dilakukan di kemudian hari. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa adanya fasilitas kredit menyebabkan rumah tangga akan melakukan konsumsi yang lebih banyak, karena apa yang mereka beli sekarang harus dibayar dengan penghasilan yang akan datang. Konsumen akan memperhitungkan beberapa hal dalam melakukan pembayaran dengan cara kredit, misalnya tingkat bunga, uang muka dan waktu pelunasannya. Tingkat bunga tidak merupakan faktor dominan dalam memutuskan pembelian dengan cara kredit, sebagaimana faktor-faktor yang lain seperti uang muka dan waktu pelunasan. Kenaikan uang muka akan menurunkan jumlah uang yang harus dibayar secara kredit. Sedangkan semakin panjang waktu

pelunasan akan meningkatkan jumlah uang yang harus dibayar dengan kredit (Suparmoko, 2001). 7). Inflasi Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang secara umum (Mankiw, 2000; Mishkin, 2004). Penyebab terjadinya inflasi dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu: sisi permintaan, sisi penawaran, atau campuran antara keduanya. Secara umum, penyebab terjadinya inflasi dapat diidentifikasi menjadi 3, yakni tarikan permintaan (Demand Pull Inflation), desakan biaya (Cost Push Inflation) atau karena inflasi negara lain yang tersalur melalui jaringan perdagangan (imported inflation). Proses dinamika harga ini dapat berlangsung secara natural melalui mekanisme pasar, maupun karena kebijakan. Salah satu contoh pergerakan harga yang diakibatkan oleh kebijakan adalah kebijakan kenaikan harga bahan bakar yang memicu kenaikan harga-harga barang dan jasa (administered price). Menurut Ahmad Jamli, (2001: 35) inflasi juga akan menimbulkan efek-efek berikut kepada individu dan masyarakat yaitu: a. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil masyarakat berpendapatan tetap. b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. c. Memperburuk pembagian kekayaan. d. Mempengaruhi distribusi pendapatan (equity effect) e. Mempengaruhi alokasi faktor produksi serta produk nasional (efficiency effect dan output effect).

8). Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Keynes bahwa faktor utama dari konsumsi rumah tangga adalah pendapatan mutlak. Di dalam penelitian ini pendapatan mutlak tersebut digambarkan oleh PDRB, karena PDRB jika dibagi dengan jumlah penduduk merupakan pendapatan perkapita. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi efek multikolinearitas dengan faktor penduduk yang juga diukutsertakan. PDRB baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha kegiatan ekonomi dalam suatu daerah/wilayah pada periode tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. a. Metode Langsung Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. a) Pendekatan Produksi

PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah/region dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. b) Pendekatan Pendapatan PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung neto. c) Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto, di dalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi. b. Metode Tidak Langsung Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada

tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. Pemakaian kedua metode pendekatan di atas tergantung pada data yang tersedia. Kenyataannya, kedua metode tersebut saling mendukung, karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedang metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah. 2.5. Tinjauan Penelitian Sebelumnya 1. Susanti (2000) mengemukakan perkembangan rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga di Provinsi Aceh periode 1986 1998 sebesar 5,2% per tahun. Pertumbuhan PDRB berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga. Hal ini ditunjukkan dengan hasil regresi yaitu C = 409,160 + 0,617897 PDRB. Sehingga membuktikan bahwa setiap perubahan pada pendapatan memberi efek terhadap perubahan konsumsi. 2. Syahruddin (2001) meneliti tentang fungsi konsumsi kenyataannya di Sumatera Barat. Hasilnya menunjukkan konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan setelah dikurangi pajak, jumlah penduduk, jumlah harta lancar dan harta tetap yang dimiliki. Variabel pajak merupakan variabel paling dominan, variabel penduduk, harta lancar dan harta tetap merupakan variabel penerang. Ketiga variabel ini berpengaruh positif. MPC untuk keseluruhan pengamatan sebesar 0,75. 3. Marsidin, R (2002) meneliti tentang determinan pengeluaran konsumsi rumah tangga berstatus buruh/karyawan di Indonesia: analisis data SUSENAS 2000.

Hasilnya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeluaran konsumsi dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu variabel ekonomi (gaji/upah) dan variabel non ekonomi (karakteristik demografi, pendidikan dan kesehatan). Berdasarkan analisis inferensial dengan model regresi double log diketahui bahwa elastisitas pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi tergantung dari pendidikan, usia dan daerah tempat tinggal. 4. Isyani dan Hasmarini (2003) meneliti tentang konsumsi di Indonesia tahun 1989-2002 (Tinjauan terhadap hipotesis Keynes dan Post Keynes). Hasilnya menunjukkan bahwa berdasarkan model PAM, elastisitas jangka panjang lebih besar dari jangka pendek. Artinya elastisitas jangka panjang tidak dipengaruhi lagi oleh pengeluaran konsumsi sebelumnya. Pendapatan Nasional berpengaruh terhadap hutang luar negeri Indonesia. Suku bunga riil dan konsumsi sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap konsumsi di Indonesia. 5. Nurhayati dan Rachman (2003) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi konsumsi masyarakat di Jawa Tengah tahun 2002. Hasilnya menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif pada tingkat α = 1% dengan nilai koefisien sebesar 0,403. Hubungan tersebut sesuai dengan teori yang ada di mana fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat konsumsi dan tingkat pendapatan di mana jika pendapatan meningkat maka konsumsi juga akan meningkat. 6. Soemartini (2007) meneliti tentang Pengaruh variabel makro terhadap perubahan konsumsi masyarakat Indonesia periode 200-2006. Hasilnya nilai MPC periode 1983.1-1996.1, mengalami perubahan yakni pada periode 1983.1-1988.4 disaat

kebijakan pemerintah (Pakto 1988) belum diberlakukan sebesar 0.6428, sedangkan nilai MPC setelah berlakunya Pakto 1988, sebesar 0.6131. Pendapatan permanen dan tingkat tabungan berpengaruh positif dan nyata terhadap pengeluaran konsumsi. Nilai tukar riil, inflasi dan tingkat bunga tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang negatif dan nyata terhadap pertumbuhan konsumsi. 7. Khairani (2009) meneliti tentang determinan konsumsi masyarakat di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan Pendapatan Nasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat di Indonesia dengan nilai MPC sebesar 0,431. Inflasi mempunyai hubungan yang positif terhadap variabel konsumsi masyarakat. Tingkat suku bunga deposito berpengaruh negatif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat di Indonesia. Sumbangan pengeluaran konsumsi masyarakat terhadap PDB adalah yang terbesar dengan porsi sebesar 60%. 8. Fauzana (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga di Jawa Barat (1990-2003). Hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh tingkat pendapatan keluarga serta jumlah anggota keluarga lemah terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga. 2.6. Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan berbagai penelitian sebelumnya, maka dibentuk suatu kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut:

PDRB Penduduk Kredit Konsumsi Konsumsi Masyarakat Kabupaten/Kota Tingkat Bunga Kredit Konsumsi Gambar 2.5. Kerangka Pikir Pengaruh Variabel Makro terhadap Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2.7. Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu: 1. PDRB berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus. 2. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus. 3. Kredit konsumsi berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus. 4. Tingkat bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.