TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

dokumen-dokumen yang mirip
PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

G.2.7. Wilayah Takad Saru. G.2.8. Wilayah Kotal. Fluktuasi anomali dan persentase karang di Takad Saru StatSoft-7 1,4 42,10 1,2 39,43 1,0 36,75 0,8

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA (Studi Kasus di Teluk Semut Sendang Biru Malang)

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

PERSENTASE TUTUPAN KARANG HIDUP DI PULAU ABANG BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU

3. METODE PENELITIAN

PANDUAN PEMANTAUAN TERUMBU KARANG BERBASIS-MASYARAKAT DENGAN METODA MANTA TOW

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

3 METODOLOGI PENELITIAN

Survey Manta Tow di Pulau Atauro District Dili - Timor Leste, 2014

TEKNIK PENGAMATAN TUTUPAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN TRANSEK GARIS (LINE INTERCEPT TRANSECT) DI PULAU KUMBANG KEPULAUAN KARIMUN JAWA

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU MATAS TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

SUPLEMEN 8. Kawasan Konservasi Perairan,

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung. Perameter yang diamati dalam penelitian adalah jenis-jenis

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 BAHAN DAN METODE. KAWASAN TITIK STASIUN SPOT PENYELAMAN 1 Deudap * 2 Lamteng * 3 Lapeng 4 Leun Balee 1* PULAU ACEH

LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT)

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

7 PEMBAHASAN UMUM. 7.1 Beragam Pilihan Dalam Penggunaan Metode Transek Foto Bawah Air

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN

PANDUAN PEMANTAUAN TERUMBU KARANG BERBASIS-MASYARAKAT DENGAN METODA MANTA TOW

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

3. METODE. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian.

BAB III METODE PENILITIAN. Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara,

Korelasi Tutupan Terumbu Karang dengan Kelimpahan Relatif Ikan Famili Chaetodontidae di Perairan Pantai Pasir Putih, Situbondo

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Panduan Identifikasi Potensi dan Pemantauaan Biofisik Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

BAB III BAHAN DAN METODE

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

3. METODE PENELITIAN

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN MENGEMUDI DAFTAR LAMPIRAN

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

KOMPOSISI PENYUSUN TERUMBU KARANG TEPI (FRINGING REEF) DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG, MADURA

3. METODE PENELITIAN

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

Transkripsi:

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Oleh : Amrullah Saleh, S.Si I. PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber makanan dan bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi. Semakin bertambahnya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumberdaya yang ada di terumbu karang seperti ikan, udang lobster, tripang dan lain lain, maka aktivitas yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan potensi tersebut semakin besar pula. Dengan demikian tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semain meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang dan biota yang hidup di dalamnya. Sehingga sudah waktunya kita mengambil tindakan yang cepat dan tepat guna mengurangi laju degradasi terumbu karang akibat eksploitasi oleh manusia. Atas dasar hal tersebut di atas, maka diperlukan sebuah cara untuk memantau kondisi terumbu karang setiap saat dalam rangka upaya mengontrol laju degradasi yang terjadi baik oleh alam maupun aktivitas manusia. Untuk kepentingan tersebut maka dikembangkan berbagai metode dalam memantau kondisi ekosistem terumbu karang. Diantara metode yang ada saat ini antara lain metode RRA (Rapid Reef Resource Assessment), metode Line Intercept Transect (LIT) dan metode Quadrant (Plot). Dalam kegiatan ini akan diperkenalkan dua metode yang umum dipakai yaitu, metode RRA sederhana (Manta tow) dan metode transek garis/line Intercept Transect (LIT). Manta tow dipergunakan untuk pengamatan seluruh kondisi terumbu karang di suatu area yang luas, sedangkan untuk wilayah yang cakupan wilayahnya kecil atau sempit seperti daerah Perlindungan Laut (DPL) berbasis masyarakat maka metode yang tepat dipergunakan adalah Line Intercept Transect (LIT)/Transek garis. 1. MANTA TOW 1

Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan pengamat (Gambar 1). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati. Gambar 1. Teknik Manta Taw Data yang diamati dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilai persentase bilangan bulat. Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan ini, dapat pula diamati dan dicatat persen penutupan pasir dan patahan karang serta obyek lain (Kima, Diadema dan Acanthaster) yang terlihat dalam lintasan pengamatan. A. Tim Kerja Pada tahap pemula, pengamatan dengan menggunakan metode Manta Tow membutuhkan paling sedikit 4 orang dengan masing masing orang mempunyai tugas dan fungsi masing masing, yaitu: 1 orang bertugas mengemudikan perahu motor. 1 orang bertugas sebagai pengamat (observer) yang ditarik di belakangperahu. 1 orang bertugas sebagai penunjuk arah yang berada di depan perahu dan melihat posisi perahu agar selalu berada di antara rataan terumbu dengan tepi tubir. 1 orang bertugas sebagai penentu waktu, fungsinya adalah memperhatikan waktu pengamatan dan memberi tahu pengemudi untuk menghentikan perahu apabila waktu pengamatan telah berlangsung selama 2 menit. Seluruh anggota tim harus mengetahui metode ini dengan benar serta melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan prosedur yang ada, karena ini berhubungan erat dengan keselamatan seluruh anggota tim. Untuk tahap mahir, pengamatan ini bisa dilakukan hanya dengan menggunakan tim kerja yang berjumlah dua orang, yaitu satu untuk pengamat dan satunya lagi adalah pengemudi perahu yang sekaligus bertugas sebagai penentu lama waktu tarikan. B. Peralatan yang Digunakan 2

Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan sebagai berikut : 1. Kaca mata selam (masker) 2. Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel) 3. Alat bantu renang di kaki (fins) 4. Perahu bermotor (minimal 5 PK) 5. Papan manta (manta board) yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm 6. Tali yang panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm. 7. Pelampung kecil 8. Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir 9. Pensil 10. Penghapus 11. Stop watch/jam 12. Global Positioning System (GPS) Perahu dengan berkekuatan kurang lebih 5 PK digunakan untuk menarik pengamat dan dapat memberikan kecepatan yang cukup bagi pengamat untuk melakukan pengamatan dengan baik. Kecepatan perahu ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat pada saat melakukan pengamatan. Papan manta yang berukuran 60 cm x 40 cm x 2 cm (panjang x lebar x tebal) digunakan sebagai tempat pegangan pengamat dan untuk meletakkan papan tabel. Pengamat juga dapat mengatur arah gerakan ke kanan, ke kiriatau pun menyelam dengan menggerakkan papan manta ini. Satu lubang di tengah bagian bawah papan manta diperlukan agar pengamat dapat mengatur posisinya pada saat melakukan pengamatan (Gambar 2). Gambar 2. Papan manta 3

Tali sepanjang 20 meter digunakan untuk menghubungkan papan manta dengan perahu. Jarak antara ujung perahu dengan pengamat adalah 18 meter sehingga sisa panjang tali digunakan untuk mengikat ujung perahu. Lebar papan manta dan panjang regangan tali pengikatnya perlu diperhatikan untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan ujung perahu yang sesuai. Dua buah pelampung dipasang pada jarak 6 meter dan 12 meter dari ujung perahu ke arah papan manta. Fungsi pelampung ini adalah sebagai tanda untuk menentukan kecerahan air laut. Papan plastik putih digunakan untuk tabel data. Tabel data yang ditempelkan pada papan manta hendaknya menggunakan plastik akrilik dengan posisi tabel diletakkan di tengah papan manta sehingga data yang dilihat oleh pengamat dapat dituliskan pada tabel data tersebut. Jam atau stop watch digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengamatan. Lama pengamatan adalah 2 menit pada setiap tarikannya. Global Positioning System digunakan untuk penentuan posisi. Karena alat ini (GPS) cukup mahal, maka untuk penggunaan di desa sebaiknya digunakan tanda tanda alam yang berada di pantai (contoh; pohon kelapa miring ditanjung X, batu besar, bangunan permanen, dan lain lain). Setiap setelah pengamatan selama dua menit, pengamat harus menentukan posisinya dengan cara melihat tegak lurus garis pantai dan menggunakan tanda alam apa sebagai acuan posisinya. Gambar 3. Salah satu contoh menentukan posisi lokasi C. Prosedur Umum Manta Tow Pengamat ditarik di antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge) (gambar.3), dengan kecepatan yang tetap yaitu antara 3 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu. Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat data beberapa kategori yang terlihat selama 2 menit pengamatan tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah mendapat tanda dari pengamat maka pengamatan 4

dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati. Gambar 4. Posisi pengamatan Dalam pengamatan penutupan karang (keras, lunak, dan mati) dan kondisi substrat (pasir, rubble dan berbatu), pengisian data untuk penutupan karang sebaiknya menggunakan persentase. Hal ini untuk memudahkan pengamat dalam menentukan masing masing tutupan karang. Pengamat harus memperhatikan total persen dari penjumlahan tutupan karang ditambah dengan pasir dan tutupan lainnya jangan sampai melebihi 100 % (gambar.5). Pengisian data data ke atas tabel data tergantung kepada tujuan pengamatan itu sendiri. Tabel data pada Tabel 1 merupakan contoh sederhana untuk pengamatan terumbu karang yang bertujuan untuk mengetahui tutupan karang keras, karang lunak, dan karang mati yang dapat menggambarkan kondisi terumbu karang secara umum. Apabila pengamatan ditujukan untuk mengetahui informasi lain dari terumbu seperti kelimpahan bintang laut berduri, patahan patahan karang, hamparan pasir, spong, kima, alga, dan biota terumbu karang lainnya maka tabel data tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan pengamatan. 5

Gambar 5. Kategori Presentasi tutupan karang 6

Tabel 1. Contoh tabel Pengamatan Tabel Data Pengamatan Terumbu Karang Lokasi :.. Waktu :.. Tanggal :.. Pengamat :.. No. Tarikan Posisi Bentuk Pertumbuhan Abiotik CoTs (Bintang berduri) Kedalaman Awal Akhir HC SC SP DCA DC R S Jumlah Ukuran (m) Kecerahan air (kategori) Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 7

Tabel 2. Kategori dan Kode Bentuk Pertumbuhan 8

Tabel 3. Kategori dari kehadiran bintang laut berduri pemakan karang (CoTs) Penunjuk arah yang berada di depan perahu agar selalu memperhatikan posisi perahu dan memberikan tanda ke pengemudi perahu agar perahu tetap pada jalurnya, yaitu antara rataan terumbu dan tepi tubir. Ia harus memperhatikan adanya batu batu karang yang menonjol ke permukaan laut sehingga dapat dihindari demi keamanan mesin perahu dan juga pengamat yang berada di belakang perahu, juga kedalaman laut di atas terumbu karang harus diperhatikan agar perahu tidak kandas. 2. TRANSEK GARIS (LINE INTERCEPT TRANSECT/LIT) Metode Transek garis (Line Intercept transect/lit) merupakan metode yang digunakan untuk mengestimasi penutupan karang dan penutupan komunitas bentos yang hidup bersama karang. Metode ini cukup praktis, cepat dan sangat sesuai untuk wilayah terumbu karang di daerah tropis. Pengambilan data dilakukan pada umumnya di kedalaman 3 meter dan 10 meter, sehingga bagi tim kerja yang terlibat dalam metode ini sebaiknya memiliki keterampilan menyelam yang baik. a. Tim Kerja Pengamatan dengan menggunakan metode Transek garis (LIT) membutuhkan paling sedikit 3 orang anggota tim dengan masing masing orang mengetahui tugas dan fungsinya, sebagai berikut : 1 orang bertugas memasang patok, membentangkan meteran dan menggulungnya kembali. 1 orang bertugas sebagai pengamat (observer). 1 orang bertugas mengemudikan perahu motor yang digunakan menuju lokasi pengambilan data. Selain itu, bertugas untuk merekam posisi pengambilan sampel dengan GPS. Seluruh anggota tim harus mengetahui metode ini dengan benar serta melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan prosedur yang ada. 9

b. Peralatan yang Dibutuhkan Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode LIT ini diperlukan peralatan sebagai berikut : 1. Kaca mata selam (masker) 2. Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel) 3. Alat bantu renang di kaki (fins) 4. Perahu bermotor (minimal 5 PK) 5. SCUBA 6. Meteran gulung 50 meter. 7. Patok besi 8. Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir 9. Pensil 10. Tas peralatan 11. Tali nilon sepanjang paling sedikit 60 meter 12. Global Positioning System (GPS) c. Prosedur Kerja Garis transek dibuat dengan cara membentangkan tali atau rol meter sepanjang 50 m sejajar garis pantai. Transek ini diberi tanda (sebagai transek permanen) dengan menancapkan besi beton sepanjang 1.2 m sebanyak 5 buah, dengan jarak antara 12.5 m. Gambar 6. Cara pemasangan Transek garis (LIT) Genera atau spesies dari komunitas bentos utama (seperti karang dan alga makro) serta kategori kategori lifeform kemudian dicatat pada data sheet, oleh penyelam yang bergerak sepanjang garis yang dibentangkan secara paralel dengan reef crest, pada kedalaman 3 dan 10 m disetiap lokasi pengamatan. Semua bentuk pertumbuhan karang dan biota yang terletak di bawah transek dicatat. 10

Gambar 7. Contoh pengukuran dengan metode LIT Dari contoh pengukuran transek garis diatas, dapat ditulis ke dalam tabel pengamatan sebagai berikut : Tabel 4. Tabel pengamatan LIT. Bentuk pertumbuhan Transisi (cm) Panjang (cm) HC 10 10 S 12 2 SP 17,5 5,5 SC 19 1,5 S 21 3 HC 29 8 R 33 4 SC 38,5 5,5 SP 44 5,5 d. Analisis Data Besar persentase tutupan karang mati, karang hidup, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus (English et al., 1997): Dimana : C a A = Presentase penutupan lifeform i = Panjang transek lifeform i = Panjang total transek Sehingga dari contoh diatas bila diketahui panjang total transek adalah 44 cm, maka persentase penutupan untuk setiap lifeform yang terukur adalah sebagai berikut : 11

Tabel 5. Presentase penutupan lifeform No. Lifeform Presentase penutupan (%) 1 HC 40 2 S 11 3 SP 25 4 SC 15 5 R 9 II. KATEGORI TUTUPAN KARANG HIDUP Dari presentase tutupan lifeform yang didapat, selanjutnya dapat ditentukan kualitas tutupan karang hidup diarea tersebut. Kriteria tutupan karang hidup yang umum dipergunakan adalah sebagai berikut : Tabel 6. Kriteria tutupan karang hidup : Kategori Tutupan karang hidup (%) Kriteria 1 0 10 Sangat rendah 2 11 30 Rendah 3 31 50 Sedang 4 51 75 Tinggi 5 76 100 Sangat tinggi III. PENYAJIAN HASIL PENGAMATAN DALAM BENTUK PETA Tahap akhir dari hasil survei dilapangan baik dengan metode Manta tow maupun LIT dituangkan dalam bentuk peta. Peta ini dapat dibuat secara manual (digambar dengan tangan) atau dengan bantuan perangkat lunak GIS (Geographic Information System). Pada intinya, hasil pengamatan dapat diamati oleh semua pihak dengan mudah, dimana lokasi dan hasil pengamatan dapat diketahui dengan jelas. 12

IV. LAMPIRAN 13

14

15

16

17

TIP KESELAMATAN Jangan melakukan pengamatan di air bila gelombang besar dan jangan membiarkan pengamat yang kurang berpengalaman berenang berada diwilayah arus yang kuat. Pastikan pengamat yang berada di air dapat berenang Harus diperhatikan beberapa faktor lain untuk pengamatan terumbu karang terutam jarak antara pengamat dengan terumbu tidak boleh terlalu dekat, kondisi laut yang berombak, kecepatan arus dan kecerahan air karena dapat berpengaruh terhadap hasil pengamatan yang dilakukan 18