TEKNIK PERHITUNGAN TARIF MASUK KAWASAN WISATA ALAM. Wahyudi Isnan *

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGUNJUNG WISATA ALAM BANTIMURUNG. Wahyudi Isnan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

HARGA OPTIMALTIKET MASUK WISATA ALAM BANTIMURUNG, SULAWESI SELATAN (Optimal Price of Admission Bantimurung Natural Park, South Sulawesi)

Travel Cost Method (TCM) Pertemuan 10 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN 2015/2016

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu. dan juga berlokasi tidak jauh dari pusat kota sehingga prospek pengelolaan dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

Penentuan Nilai Ekonomi Wisata

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Metode Pengumpulan Data

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya mencari kesenangan berubah menjadi desakan untuk

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

BAB II LANDASAN TEORI. Nglambor Gunung Kidul. Tujuan penelitian tersebut adalah

1.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam & PUSPARI Universitas Sebelas. 2.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

Hendro Ekwarso, Nobel Aqualdo, dan Sutrisno

VALUASI EKONOMI OBJEK WISATA GUNUNG BANYAK DI KOTA BATU DENGAN PENDEKATAN INDIVIDUAL TRAVEL COST

PENGUKURAN NILAI EKONOMI OBYEK WISATA KAWASAN RAWAPENING KABUPATEN SEMARANG DENGAN PENDEKATAN BIAYA PERJALANAN, VALUASI KONTINGENSI, DAN CHOICE MODEL

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

WISATA BERBASIS MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM) DI DESA TOMPOBULU TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG. Nur Hayati

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

I. PENDAHULUAN. dengan wilayah hutan tropis, tanah dan area lautan yang luas, serta kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN. Loka Yogyakarta, total willingness to pay 110 responden untuk

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

EFISIENSI PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI MIKRO DI INDONESIA. Asrizal Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Teori & Hukum Permintaan & Penawaran + Kurva

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. daerah. Menurut UU No 5 tahun 1962, perusahaan daerah air minum (PDAM),

Konsep Dasar Elastisitas Elastisitas Permintaan ( Price Elasticity of Demand Permintaan Inelastis Sempurna (E = 0) tidak berpengaruh

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa

IV. METODE PENELITIAN. Kota Solo. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dalam sektor jasa dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Implikasi Kebijakan

KESEDIAAN MEMBAYAR PENGUNJUNG SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN WISATA ALAM BERKELANJUTAN. Wahyudi Isnan

I. PENDAHULUAN. mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian

IV. METODOLOGI PENELITAN. Penelitian dilakukan di objek wisata Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada

STUDI IDENTIFIKASI ATRAKSI WISATA RAWAPENING YANG DIMINATI PASAR WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SUSILOWATI RETNANINGSIH NIM L2D398188

TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata memiliki multiplayer effect atau efek pengganda yaitu berupa

BAB I PENDAHULUAN. World Travel and Tourism Council mencatat bahwa Australia memiiki

Transkripsi:

Teknik Perhitungan Tarif Masuk Kawasan Wisata Alam Wahyudi Isnan TEKNIK PERHITUNGAN TARIF MASUK KAWASAN WISATA ALAM Wahyudi Isnan * Balai Penelitian Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, Sulawesi Selatan Kode pos 90243 Telp. (0411) 554049, Fax. (0411) 554058 *E-mail: yudix_19@yahoo.com ABSTRAK Salah satu bentuk pemanfaatan hutan secara tidak langsung adalah pemanfaatan jasa lingkungan hutan. Jasa lingkungan wisata, selain bermanfaat sebagai penyedia sarana wisata kepada masyarakat juga sebagai sumber penerimaan kepada negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kegiatan pemanfaatan jasa wisata alam saat ini, khususnya dalam penentuan tarif masuk kawasan tidak berdasarkan perhitungan ekonomi, sehingga kemungkinan nilai yang dikeluarkan untuk mengelola kawasan wisata alam lebih besar dibanding nilai penerimaan dari kawasan wisata alam tersebut. Pedoman perhitungan tarif masuk kawasan wisata alam diperlukan sebagai acuan bagi pengelola kawasan wisata alam sehingga pengelola kawasan wisata alam dapat lebih tepat dalam menentukan harga tiket masuk ke kawasan wisata alam sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah penerimaan pada kawasan wisata agar lebih terkelola dengan dana yang memadai. Kata Kunci: Kawasan wisata alam, perhitungan tarif masuk, jasa lingkungan. I. PENDAHULUAN Pembangunan nasional banyak ditopang oleh sumberdaya alam. Selain dari sumberdaya alam minyak dan gas, sumberdaya alam yang memberi kontribusi pada pembangunan nasional adalah hasil hutan. Menurut UU No. 41 tahun 1999 hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati beserta turunannya dan jasa. Jasa dari hutan dapat berupa jasa tata air, jasa lingkungan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan penyerapan karbon dan jasa lingkungan keindahan/wisata. Jasa lingkungan dapat diartikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem alam maupun buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung 65

Info Teknis EBONI Vol. 12 No.1, Juli 2015: 65-74 dan tidak langsung oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu memelihara dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan ekosistem hutan secara berkelanjutan (Alam et al., 2009). Salah satu bentuk pemanfaatan hutan secara tidak langsung adalah pemanfaatan jasa lingkungan hutan. Jasa lingkungan yang dapat digunakan bermacam-macam seperti fungsi penyimpan karbon, pengatur kestabilan iklim dan wisata. Dari ketiga bentuk tersebut yang secara praktis dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adalah pengelolaan wisata (Sulistiani et al., 2011). Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem alam dan buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung dan tidak langsung oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu memelihara dan/ atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan (Sriyanto, 2007) dalam (Suprayitno, 2008). Jasa lingkungan wisata dimanfaatkan untuk memberikan sarana wisata kepada masyarakat dan dapat memberikan penerimaan kepada negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak. Menurut Permenhut No. P.22/Menhut-II/2012, kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam adalah keseluruhan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan sarana dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan/pengunjung dalam pelaksanaan kegiatan wisata alam, mencakup usaha objek dan daya tarik, penyediaan jasa, usaha sarana, serta usaha lain yang terkait dengan wisata alam. Kegiatan usaha pemanfaatan jasa wisata alam, khususnya dalam menentukan tarif masuk kawasan saat ini tidak berdasarkan perhitungan ekonomi, sehingga dapat terjadi nilai yang dikeluarkan untuk mengelola kawasan wisata alam lebih besar dibanding nilai penerimaan dari kawasan wisata alam tersebut. Tulisan ini menjelaskan pendekatan dalam menentukan tarif masuk kawasan wisata alam. II. METODE PERHITUNGAN NILAI EKONOMI KAWASAN WISATA Terkait dengan kawasan wisata, kepariwisataan bernilai penting disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, yaitu: (1) Berkurangnya penerimaan devisa dari ekspor minyak dibanding 66

Teknik Perhitungan Tarif Masuk Kawasan Wisata Alam Wahyudi Isnan waktu sebelumnya, (2) Prospek pariwisata yang tetap memperlihatkan kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu dan (3) Besarnya potensi wisata yang dimiliki bagi pengembangan pariwisata di Indonesia (Akhmadi, 2010). Nilai ekonomi suatu kawasan wisata alam dihitung berdasarkan kesediaan konsumen membayar (willingness to pay) atas manfaat wisata. Menurut Alam dan Hajawa, (2007) kuantifikasi nilai nominal berdasarkan kesediaan membayar diterapkan juga untuk menghitung manfaat wisata kawasan hutan. Selain metode kesediaan membayar, perhitungan nilai ekonomi suatu kawasan wisata dihitung berdasarkan biaya perjalanan (travel cost) yang dikeluarkan konsumen untuk menikmati wisata. Selanjutnya, dikatakan pula bahwa metode travel cost dihitung berdasarkan jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh wisatawan untuk dapat berekreasi di hutan wisata, misalnya seorang wisatawan yang akan berkunjung ke Taman Wisata Alam Malino harus mengeluarkan biaya untuk transportasi, makanan, minuman, penginapan dan sebagainya. Perhitungan dengan metode travel cost terbagi atas metode travel cost yang berdasarkan zona (zona travel cost) yaitu menghitung biaya perjalanan pengunjung berdasarkan jarak antara tempat tinggal dengan tempat wisata. Perhitungan dengan metode ini banyak mengandalkan data sekunder, sehingga pelaksanaannya lebih mudah dan sederhana. Selanjutnya, metode travel cost individu (individual travel cost) yaitu menggunakan data survei dari individu pengunjung dan perhitungan statistik yang rumit. Hasil akhir dari kedua metode tersebut adalah membuat fungsi permintaan wisata dengan menggunakan analisis regresi. Sekalipun tujuan akhir dari kedua metode tersebut adalah untuk mengestimasi nilai ekonomi suatu kawasan wisata, namun hasil akhir perhitungan nilai ekonomi dengan kedua metode tersebut pada kawasan wisata yang sama sering kali berbeda. Hayati, et al. (2011) menghitung nilai ekonomi kawasan wisata Bantimurung dengan metode individual travel cost mendapatkan nilai ekonomi sebesar Rp. 114.747.000.000,- sedangkan Isnan (2013), menghitung nilai ekonomi di tempat yang sama dengan metode zonal travel cost, mendapatkan nilai ekonomi sebesar Rp. 42.088.590.000,-. Sebagai gambaran, penerimaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dari penjualan tiket masuk kawasan wisata alam Bantimurung pada tahun 2011 sebesar Rp. 6.015.970.000,- dengan harga tiket masuk Rp. 10.000,- dan pada tahun 2012 sebesar Rp. 8.363.445.000,- 67

Info Teknis EBONI Vol. 12 No.1, Juli 2015: 65-74 dengan harga tiket masuk Rp. 15.000,-. Jumlah penerimaan yang didapat ini tidak dapat dijadikan dasar nilai ekonomi, karena nilai ekonomi kawasan wisata adalah jumlah yang dibayarkan konsumen ditambah dengan nilai surplus konsumen. Perbedaan nilai ekonomi pada dua metode yang berbeda, diduga akibat perbedaan cara menentukan fungsi permintaan wisata. Fungsi permintaan wisata dengan metode individual travel cost didasarkan atas berapa kali seseorang berkunjung ke tempat wisata yang dihubungkan dengan jumlah biaya perjalanan yang dikeluarkan. Sedangkan fungsi permintaan wisata dengan metode zonal travel cost didasarkan pada berapa jumlah orang yang berkunjung ke tempat wisata dalam suatu zona yang dihubungkan dengan jumlah biaya perjalanan yang dikeluarkan menurut jarak zona. Kedua metode perhitungan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. III. PERHITUNGAN TIKET MASUK OPTIMAL Untuk menentukan harga tiket masuk optimal pada kawasan wisata alam, ada beberapa langkah yang harus dilaksanakan, antara lain: 1. Analisis elastisitas permintaan. Analisis elastisitas dilaksanakan untuk mengetahui perlu atau tidaknya menaikkan harga tiket masuk kawasan wisata alam akibat perubahan permintaan wisata. Konsep elastisitas dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara perubahan harga terhadap penerimaan total. Jika harga jual naik, ada dua kemungkinan reaksi para pengelola. Pertama, mereka panik mengira kenaikan harga menurunkan permintaan, sehingga penerimaan turun. Kedua, mereka bergembira mengira kenaikan harga akan menyebabkan penerimaan meningkat. Sikap mana yang benar, sangat ditentukan oleh angka elastisitas harga. Elastisitas permintaan jasa wisata alam diukur dengan menggunakan persamaan berikut (Sukirno, 2010): Q2 Q1 ( Q1 Q2) / 2 Ed = P2 P1 ( P1 P2) / 2 68

Teknik Perhitungan Tarif Masuk Kawasan Wisata Alam Wahyudi Isnan Di mana: Ed = elastisitas permintaan Q1 = Jumlah pengunjung pada saat harga tiket sebesar P1 Q2 = Jumlah pengunjung pada saat harga tiket sebesar P2 P1 = Harga awal P2 = Harga setelah terjadi kenaikan harga tiket Elastisitas permintaan akan bersifat elastis apabila nilai Ed > 1 Elastisitas permintaan akan bersifat tidak elastis apabila nilai Ed < 1 Hasil dari elastisitas yang terjadi terbagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Apabila persentase perubahan harga (%ΔP) sama besarnya dengan persentase perubahan jumlah barang yang diminta (%ΔQ), disebut dengan elastisitas yang unity, di mana besar koefisiennya adalah sama dengan satu (Ed=1), bentuk kurva permintaannya membentuk sudut 45 derajat dari titik asal [%ΔP = %Δ Q]. b. Apabila persentase perubahan harga (%ΔP) mengakibatkan perubahan yang lebih besar dari persentase jumlah barang yang diminta (%ΔQ), disebut dengan elastisitas yang elastis (elastic), di mana besar koefisiennya adalah lebih besar dari satu (Ed>1). Bentuk kurva permintaannya lebih landai. [%ΔP < %Δ Q]. P D Q Gambar 1. Permintaan yang elastis (Sumber: Kuswanto, 2013) c. Apabila persentase perubahan harga (%ΔP) mengakibatkan perubahan kenaikan jumlah barang yang di minta (%ΔQ) yang lebih kecil, disebut dengan elastisitas yang inelastic di mana besar koefisiennya lebih kecil dari satu (Ed<1). Bentuk kurva permintaannya lebih curam [%ΔP > %ΔQ]. 69

Info Teknis EBONI Vol. 12 No.1, Juli 2015: 65-74 P Gambar 2. Permintaan yang tidak elastis (Sumber: Kuswanto, 2013) 2. Penentuan model persamaan permintaan wisata Model persamaan permintaan wisata menggunakan metode biaya perjalanan dengan zona wilayah (zonal travel cost method) merujuk pada kurva permintaan Marshal (Ginoga dan Lugina, 2007). Untuk menentukan model persamaan permintaan wisata dibuat hubungan regresi antara jumlah pengunjung per 1000 penduduk dengan biaya perjalanan dan variabel sosial ekonomi lainnya. Model persamaannya sebagai berikut: Y = β 0 + β 1X 1 + β 2X 2 + β 3X 3 + β 4X 4 +β 5X 5 di mana : Y = jumlah pengunjung per 1000 penduduk β 0 = intersep β 1,2,,5 = koefisien regresi X 1 = biaya perjalanan rata-rata (Rp) X 2 = umur pengunjung (tahun) = pendapatan pengunjung (Rp/bulan) 70 X 3 X 4 X 5 D = pendidikan/lama menempuh pendidikan (tahun) = lama kunjungan (jam) Jumlah pengunjung per 1000 penduduk (Y) per tahun dihitung dengan rumus sebagai berikut: JSi xjpx1000 Yi = JSt JPi di mana: Yi = jumlah pengunjung per 1000 penduduk per tahun zona i JSi = jumlah sampel pengunjung yang tersensus dari zona i JSt = jumlah total sampel yang disensus Q

Teknik Perhitungan Tarif Masuk Kawasan Wisata Alam Wahyudi Isnan Jpi = jumlah penduduk zona i pada tahun sebelumnya JP = jumlah pengunjung ke wisata alam pada tahun sebelumnya Selanjutnya adalah menentukan intersep baru β 0 fungsi permintaan di mana asumsi keadaan variabel bebas lainnya (X 2, X 3..,Xn) adalah tetap (ceteris paribus). Y = β 0 + β 1X 1 + β 2X 2 +.. + β nx n Y = (β 0 + β 2X 2 +.. + β nx n) + β 1X 1 Y = β 0 + β 1X 1 3. Simulasi harga tiket masuk. Simulasi harga tiket masuk kawasan wisata alam dilakukan dengan memasukkan berbagai harga tiket masuk ke dalam persamaan permintaan wisata, sehingga persamaan permintaan wisata menjadi: Y = β 0 + β 1 (X 1 + TM) di mana: Y = jumlah pengunjung per 1000 penduduk β 0 = intersep β 1 = koefisien regresi X 1 = Biaya perjalanan rata-rata (Rp.) TM = Harga tiket masuk Harga tiket masuk ditetapkan mulai dari Rp. 0,- sampai pada suatu harga tiket masuk yang menghasilkan jumlah pengunjung per 1000 penduduk (Y) zona i mencapai nol (Y = 0). Nilai dari simulasi harga tiket masuk, kemudian dikalikan dengan jumlah penduduk masing-masing daerah asal pengunjung yang selanjutnya dibagi 1000. Hasil yang diperoleh adalah jumlah pengunjung dari berbagai daerah asal pengunjung pada harga tiket masuk yang berbeda disimulasi seperti disajikan pada Gambar 3. 71

Info Teknis EBONI Vol. 12 No.1, Juli 2015: 65-74 Kurva Permintaan Wisata Alam Bantimurung 700000 600000 jumlah pengunjung 500000 400000 300000 200000 100000 Series1 0 0 50000 100000 150000 200000 harga tiket masuk Gambar 3. Contoh kurva permintaan wisata alam Tahap selanjutnya adalah membuat analisis kurva permintaan wisata alam yang menggambarkan hubungan antara jumlah pengunjung dengan biaya perjalanan ditambah harga tiket masuk. Dari analisis kurva tersebut diperoleh nilai kesediaan membayar, nilai yang dibayarkan dan surplus konsumen. Untuk menentukan harga optimal tiket masuk kawasan wisata dilakukan dengan membuat grafik yang menghubungkan jumlah penerimaan dengan variasi harga tiket masuk sebagaimana disajikan pada Gambar 4. Hubungan harga tiket masuk dan penerimaan penerimaan (Rp/Th) 20000000000 18000000000 16000000000 14000000000 12000000000 10000000000 8000000000 6000000000 4000000000 2000000000 0 0 50000 100000 150000 200000 harga tiket masuk (Rp) Series1 Gambar 4. Contoh grafik hubungan antara harga tiket masuk dan penerimaan 72

Teknik Perhitungan Tarif Masuk Kawasan Wisata Alam Wahyudi Isnan Pada Gambar 4 sumbu X adalah harga tiket masuk dan sumbu Y adalah penerimaan dari tiket masuk. Harga tiket masuk yang menghasilkan penerimaan terbanyak merupakan harga tiket masuk optimal, yaitu pada harga Rp. 75.000 sehingga total penerimaan sekitar 18 milyar rupiah. IV. KESIMPULAN Teknik perhitungan tiket masuk pada kawasan wisata alam diperlukan sebagai dasar dalam menentukan harga tiket optimal. Pedoman perhitungan tiket masuk tersebut diharapkan dapat menjadi acuan untuk pengelola kawasan wisata alam, sehingga pengelola dapat lebih tepat dalam menentukan harga tiket masuk ke kawasan wisata alam. Penentuan harga tiket masuk yang tepat, dapat meningkatkan jumlah penerimaan, sehingga kawasan wisata alam dapat dikelola dengan dana yang memadai. DAFTAR PUSTAKA Alam, S., dan Hajawa. 2007. Peranan Sumberdaya hutan dalam perekonomian dan dampak pemungutan rente hutan terhadap kelestarian hutan di Kabupaten Gowa. Jurnal Perennial 3 (2): 59-66. Alam, S., Supratman., Muhammad Alif., 2009. Ekonomi Sumberdaya Hutan. Laboratorium Kebijakan dan Wirausaha Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Akhmadi, W. 2010. Penilaian Manfaat Ekonomi dan Pengelolaan Lingkungan Taman Wisata Pemandian Air Panas Guci Kabupaten Tegal. Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Tidak diterbitkan. Ginoga, K.L., dan Lugina, M. 2007. Metode Umum Kuantifikasi Nilai Ekonomi Sumber Daya Hutan (SDH). Info Sosial Ekonomi 7 (1): 17-27 Hayati, N., Wakka, AK., dan E. Hapsari. 2011. Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Isnan, W. 2013. Elastisitas Permintaan Jasa Wisata Alam Bantimurung. Thesis. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Tidak diterbitkan 73

Info Teknis EBONI Vol. 12 No.1, Juli 2015: 65-74 Kementerian Kehutanan. 1999. Undang-Undang No 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Jakarta Kementerian Kehutanan. 2012. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Nomor: P.22/Menhut-II/2012. Tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Hutan Lindung. Jakarta Kuswanto. 2013. http://kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/ 15874/4-+ELASTISITAS+PERMINTAAN+DAN+PENAWARAN.doc. Akses tgl 22 Juli 2013 Sukirno, S. 2010. Mikro Ekonomi: Teori Pengantar. Edisi Ketiga. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sulistiani, SN., Dwinda L., dan K. Apriliani, 2011. Pengembangan Wisata Berbasisi Masyarakat (Community Based Tourism/CBT) di Desa Taman Malasari, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Program Kreativitas Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasi. Suprayitno, 2008. Teknik Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Bahan Bacaan. Pusat Diklat Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. 74