I. PENDAHULUAN. Pembangunan bangsa Indonesia ke depan sangat tergantung pada kualitas sumber

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PENGEMBANGAN ENTREPRENEURSHIP MENUJU KEMANDIRIAN BANGSA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lingkungan yang tercermin dalam globalisasi pasar,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

UMKM USAHA MIKRO USAHA KECIL USAHA MENENGAH. Peranan UMKM & Tindak Lanjutnya STRATEGI PENGEMBANGA N MASALAH PENGEMBANGA N

USAHA KECIL DI INDONESIA MASALAH DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN Disusun Oleh: Angga firmansyah NIM : Kelas : S1 TI 2G

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

USAHA KECIL DI INDONESIA: PROFIL, MASALAH DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

STRATEGI PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu dari agenda pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. definisi industri kecil tersebut antara lain: tanah dan bangunan tempat usaha. c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Di Indonesia, berbagai macam investasi yang

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres

BAB I PENDAHULUAN. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Program Corporate Social Reponsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia. memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ekonomi Indonesia.

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya lokal dan proses produksi sederhana yang produknya dijual secara lokal telah

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. sangat strategis dan berperan besar terhadap perekonomian Indonesia. Peran

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. parah bagi perekonomian nasional. Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal pemberian kredit modal kerja. Koperasi adalah salah satu badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

KREDIT UNTUK USAHA KECIL: PROFIL, MASALAH DAN STRATEGI PEMBIAYAAN. /

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar (UMKM) tahun No Indikator Satuan.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah asset maksimal 0 sampai Rp 50 juta dan omzet total 0 sampai 300 juta.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global yang semakin pesat menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mempunyai peranan penting. dalam kemajuan perekonomian Indonesia dimana pertumbuhan terus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. besar mengalami kebangkrutan dan memberikan beban berat bagi negara

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bangsa Indonesia ke depan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, serta pada akhirnya mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan, dan pendidikan anggota keluarganya. Salah satu strategi yang perlu ditempuh adalah melalui pemberdayaan masyarakat secara optimal sebagai pelaku ekonomi yang mandiri dengan menumbuhkan etos kerja dan mental kewirausahaan yang tangguh, serta ditunjang secara kreatif oleh tersediannya kelembagaan ekonomi yang memadai, terutama pada ekonomi mikro yang telah mampu membuktikan diri sebagai landasan perekonomian Indonesia melalui ketahanan diri yang dibuktikan selama krisis ekonomi melanda Indonesia. Oleh karena itu, usaha mikro merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peran yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang meningkat dari tahun 2006 sampai 2007. Berdasarkan hasil survey dan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap PDB pada tahun 2006 tercatat sebesar 53,3% dan pada tahun 2007 kontribusinya meningkat menjadi 53,6%. Perbandingan komposisi PDB menurut kelompok usaha pada tahun 2006 dan 2007 disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Komposisi PDB menurut Kelompok Usaha pada Tahun 2006 dan 2007. No. Skala Usaha 2006 2007 Pertumbuhan 1. Usaha Mikro & Kecil 1.778,7 (53,3%) 2.121,3 (53,6%) + 6,4% 2. Usaha Besar 1559.5 (46,7) 1836.1 (46.4) - 0,2% 3.338,2 (100%) 3.957,4 (100%) + 6,3% Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi & UKM (diolah) Pertumbuhan PDB UMKM tahun 2006 terjadi di semua sektor ekonomi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 8,2%, diikuti sektor jasa-jasa 8,1%, sektor pertambangan dan galian sebesar 7,9%, dan pertumbuhan terendah terjadi pada sektor pertanian sebesar 3,1%. Sementara itu, pertumbuhan PDB UMKM 2007 terjadi pada semua sektor ekonomi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 9,3%, diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,5%, dan sektor pertambangan serta galian sebesar 7,8% (BPS dan Kementrian Koperasi&UMKM, 2007). Jumlah populasi UMKM pada tahun 2006 mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98% terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah angkatan

3 kerjanya mencapai 85,4 juta orang atau 96,18% terhadap seluruh angkatan kerja Indonesia. Untuk 2007, jumlah populasi UMKM mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah angkatan kerja mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh angkatan kerja Indonesia (BPS dan Kementrian Koperasi&UMKM, 2007). Mengingat perannya dalam pembangunan, usaha mikro harus terus dikembangkan dengan semangat kekeluargaan, saling membantu, saling memperkuat antara usaha mikro, kecil, dan besar dalam rangka pemerataan serta mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan iklim usaha. Beberapa bukti empiris telah menunjukkan, salah satunya adalah hasil penelitian dari beberapa ahli yang mengatakan bahwa kesejahteraan penduduk di suatu negara dipengaruhi oleh perkembangan ekonominya. Sementara itu perkembangan ekonomi ditentukan oleh sejauh mana penduduk negara tersebut mempunyai spirit berwirausaha (Martowijoyo, 2000). Namun, pada perkembangannya usaha mikro banyak mendapati rintangan dalam pelaksanaan usahanya, masalah pokok yang dihadapi secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, bagi usaha mikro dengan pemasukan kurang dari Rp 50 juta, umumnya tantangan yang dihadapi ialah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi pengusaha, umumnya asal dapat

4 berjalan dengan aman dan baik sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal besar untuk ekspansi produksi, biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kreditor dan BPR-BPR (Bank Perkreditan Rakyat) maupun TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam KUD) sangat membantu modal kerja mereka (Dipta, 2001). Kedua, bagi usaha mikro dengan pemasukan antara Rp 50 juta hingga 2 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha kecil jenis ini adalah (Dipta, 2001) : a. Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah. b. Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkualitas rendah, dan tingginya harga bahan baku berkualitas baik. c. Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai oleh perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti. d. Masalah tenaga kerja, karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil. Mencermati uraian di atas terutama mengenai permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha mikro memang tidak dapat terpisahkan dari persoalan-persoalan pembentuk capital (permodalan) yang di dalamnya terdapat persoalan kredit dan manajemen keuangan. Meskipun permodalan bukan satu-satunya persoalan

5 terpenting yang dihadapi usaha mikro, namun permodalan merupakan salah satu unsur vital dalam mendukung peningkatan produktivitas, taraf hidup, dan pendapatan usaha mikro. Meskipun sampai saat ini sudah cukup banyak model financial yang diimplementasikan dan diproyeksikan untuk pengembangan usaha mikro, baik yang dilakukan lembaga formal (perbankan) maupun informal (termasuk yang dilakukan LSM), persoalan modal tetap merupakan persoalan penting yang dihadapi usaha mikro. Ironisnya persoalan modal dalam pengembangan usaha mikro justru muncul seiring dengan kesulitan di pihak perbankan dalam penyaluran kreditnya. Selain permodalan, masalah yang dihadapi oleh usaha mikro adalah masalah manajemen. Terutama sekali adalah ketidakmampuan pengusaha mikro menentukan pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usahanya. Hal ini penting karena setiap periode tahap perkembangan usaha akan menuntut tingkat pengelolaan usaha yang berbeda. Pada awal perkembangan usaha atau skala usaha masih relatif kecil, gaya manajemen keluarga dan sederhana (manajemen konvensional) yang mengarah kepada pemusatan pengelolaan seorang (one man show) mungkin masih relevan (Dipta, 2001). Namun sejalan dengan perkembangan lingkungan usaha (intern dan ekstern), gaya manajemen konvensional tidak dapat dipaksakan lagi, karena hal tersebut dapat menjadi pangkal munculnya berbagai persoalan baru. Dengan kata lain, pengusaha dituntut untuk selalu dinamis dalam menerapkan manajemen yang

6 sesuai dengan perkembangan usaha. Namun, tuntutan ini hanya dapat dilakukan jika para pengusaha mikro memiliki kemampuan dan keterampilan (managerial skill) yang memadai pula. Permasalahannya adalah, managerial skill pengusaha mikro pada umumnya lemah. Akibatnya, gaya dan pola manajemen yang diterapkan oleh pengusaha mikro kurang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan usaha, atau mungkin juga karena pengusaha mikro belum mampu menyusun prioritas langkah yang harus dilakukan untuk pengembangan manajemennya (Dipta, 2001). Hal lain, karena pengusaha mikro belum mampu memperhitungkan azas manfaat dan biaya dari perubahan dan penerapan manajemen yang sesuai. Kenyataan yang sering muncul adalah, pengusaha tidak mau melakukan pembagian tugas dalam bentuk pengadministrasian yang baik hanya karena alasan biaya tanpa memperhitungkan seberapa besar manfaat yang dapat dinikmatinya. Misalnya dalam masalah manajemen sumberdaya manusia. Pengusaha mikro sering tidak mampu menerapkan job description yang jelas, bahkan sering mengarah kepada one man show. Hal ini pada tingkat tertentu dapat mengganggu kelancaran usaha, menurunkan pemasukan, serta mengakibatkan lepasnya kesempatan meraih peluang-peluang pasar, karena bagaimanapun, kemampuan seorang individu sangatlah terbatas, baik energi, waktu maupun pikiran (Dipta, 2001). Demikian pula dalam persoalan manajemen keuangan, pengusaha mikro umumya belum mampu melakukan pemisahan manajemen keuangan perusahaan dan

7 keuangan rumahtangga. Kondisi ini mengakibatkan pengusaha mikro sulit melakukan perhitungan-perhitungan dan pencatatan kegiatan usaha sehingga hasilnya tidak akurat. Pada gilirannya akan menghambat proses pembentukan modal usaha untuk menunjang pengembangan usahanya. Akibatnya, pada saat usahanya harus berhubungan dengan pihak luar, misalnya pengajuan kredit, tidak dapat ditunjukkan data perkembangan usahanya. Kalaupun pengusaha sudah melakukan pencatatannya, tetapi seringkali tidak sesuai dengan sistem pencatatan standar. Selain permodalan dan manajemen, pemasaran adalah masalah mendasar yang juga dihadapi oleh pengusaha mikro. Masalah di bidang pemasaran yang dihadapi pengusaha mikro pada umumnya terfokus pada tiga hal (Hafidz, 1987): a. Masalah persaingan pasar dan produk. b. Masalah akses terhadap informasi pasar. c. Masalah kelembagaan pendukung. Berdasarkan persoalan persoalan di atas, dapat dipahami bahwa persoalan modal bukanlah persoalan yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan persoalan-persoalan lain yang juga sama pentingnya bagi pengusaha mikro, seperti persoalan manajemen. Artinya bahwa pemecahan persoalan modal harus dikaitkan dengan pemecahan persoalan lain yang dihadapi dalam usaha mikro. Dalam konteks ini koordinasi di antara pihak-pihak yang terlibat sebagai pengambil kebijakan, pembina, dan pihak yang memberikan penguatan kepada usaha mikro menjadi penting. Koordinasi di sini berarti semacam pembagian tugas yang spesifik antar aktor pendukung, sekaligus berusaha menciptakan suatu

8 mekanisme arus informasi yang sinergis (Hutomo, 2000). Selain itu, diperlukan upaya untuk menjembatani kesenjangan (gap) antar pengusaha mikro yang kesulitan mendapatkan modal dengan pihak lembaga keuangan yang memiliki kesulitan menyalurkan modal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mencoba melibatkan pengusaha mikro, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam hal perumusan skema kredit, termasuk prosedur penyaluran kredit yang diproyeksikan untuk usaha mikro (Hutomo, 2000). Dengan kata lain, diperlukan upaya dan kehadiran aktor untuk menjembatani gap antara pengusaha mikro yang kesulitan mendapatkan modal dengan pihak lembaga keuangan yang kesulitan dalam menyalurkan modal. Hadirnya aktor dan skema bersama akan menyebabkan posisi pengusaha mikro meningkat dari hanya sekedar obyek menjadi subyek dalam perumusan dan penyaluran kredit untuk usaha mikro. Dalam konteks ini menjadi penting untuk mengubah orientasi pembuatan kebijakan publik kearah yang lebih partisipatif dan transparan, baik di tingkat perumusan maupun implementasi kebijakan. Upaya untuk mengatasi masalah di bidang manajemen sebetulnya sudah banyak dilakukan, antara lain melalui pelatihan dari berbagai instansi terkait. Namun, upaya tersebut dirasakan masih harus ditingkatkan kualitasnya sehingga mampu mengatasi masalah yang mendasar tersebut. Bentuk dan materi pelatihan juga harus lebih disesuaikan dengan kebutuhan usaha mikro. Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya pelatihan dikoordinasikan secara baik antara pelaksana dengan pengusaha mikro, sehingga bentuk maupun materi pelatihan dapat relevan dengan kebutuhan. Sebagai contoh, misalnya dalam

9 membuat spesifikasi materi serta bentuk pelatihan, hendaknya disertai pembimbing lapangan yang dapat langsung diaplikasikan. Dalam hal ini pemerintah melalui departemen terkait sudah cukup memberikan perhatian sebagai wujud keberpihakan pemerintah terhadap usaha mikro yang semakin besar dan semakin kongkrit. Dengan adanya keberpihakan ini, usaha mikro diharapkan dapat berkembang dan mampu memenuhi harapan Pemerintah sebagai sektor ekonomi yang mampu menciptakan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan juga devisa negara melalui ekspor produk usaha mikro. Namun di dalam hubungan yang terjalin antara pemerintah (Perbankan) dengan UMKM, juga terjadi persoalan lain. Permasalahan yang dihadapi antara lain, masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan, kemudian masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman, baik dari bank maupun modal ventura, karena kebanyakan pengusaha mikro berhadapan dengan belitan prosedur guna mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga yang dinilai terlalu tinggi, kemudian sifat tertutup dari UMKM kepada para pemberi pinjaman (BPR) dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi sehingga menyebabkan dana yang diberikan tidak bersifat produktif. Masalah selanjutnya adalah dalam hal kurang mampunya menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat (Sudarmono dan Fransisco, 2008).

10 Melihat peremasalahan-permasalahan yang muncul tersebut maka strategi pemberdayaan harus diarahkan oleh pemerintah untuk memperkuat aspek-aspek berikut (Sugiyanto, 2006): 1. Aspek Manajerial, yang meliputi peningkatan produktivitas/omzet, tingkat utilitas, tingkat hunian, peningkatkan kemampuan pemasaran, dan pengembangan sumberdaya manusia. 2. Aspek permodalan, yang meliputi bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20 persen dari portfolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, KKU). 3. Mengembangkan program kemitraan usaha dengan usaha besar baik melalui sistem Bapak Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura, ataupun subkontrak. 4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Taknis), dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri). 5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu malalui KUB (Kelompok Usaha Bersama), atau KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan). Menurut Light, Keller, dan Calhoun (1989:437-438)(Hutomo,2000) usaha mikro dilanda masalah yang sama dari tahun ketahunnya, seperti kekurangan modal karena kesulitan memperoleh kredit usaha dan kerentanan terhadap fluktuasi pasar. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pengusaha mikro adalah persoalan kesulitan penyediaan modal. Untuk menangani hal ini, pemerintah telah

11 melakukan kebijakan sebagaimana yang tertuang dalam UU No.7/1992 tentang Perbankan, kemudian telah diubah terakhir dengan UU No.10/1998. untuk itu pemerintah menyediakan suatu lembaga keuangan yang menangani masalah pemberian pinjaman kepada masyarakat dalam hal ini usaha mikro, yaitu melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kinerja BPR sebagai lembaga keuangan mikro berbentuk bank, dari tahun ke tahun terus menunjukkan trend peningkatan. Dari sisi aset, jumlah kredit dan dana pihak ketiga, semuanya menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan. Tahun 2001 jumlah total aset BPR baru mencapai Rp 4,731 triliun, namun di akhir tahun 2006 total aset BPR telah meningkat tajam hingga mencapai Rp 23,045 triliun. Di sisi kredit, jumlah kredit yang dikucurkan BPR ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah tahun 2001 juga hanya sebesar Rp 3,619 triliun, dan pada akhir tahun 2006 jumlahnya naik menjadi Rp 16,948 triliun. Pengumpulan dana pihak ketiga juga seperti itu, dari sebesar Rp 4,581 triliun tahun 2001 jumlahnya melonjak menjadi Rp 15,771 triliun pada akhir tahun 2006 (Cetak Biru Panduan Bank Indonesia, 2006). Berdasarkan hitungan Perbarindo tahun 2007, dengan kredit sebesar Rp 5 juta yang disalurkan BPR kepada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) akan tercipta satu lapangan kerja baru. Dengan menghitung total kredit yang dialokasikan pada sektor UMKM di akhir tahun 2006, berarti industri BPR secara nasional diasumsikan mampu berperan menciptakan lapangan kerja baru sekitar 3,2 juta. Namun dilain pihak, BPR juga dihadapkan oleh masih maraknya jasa rentenir yang banyak digunakan oleh masyarakat pada umumnya dan pengusaha

12 mikro pada khususnya. Rentenir secara tidak langsung juga dapat menghambat kinerja BPR itu sendiri bahkan dapat menghancurkan usaha mikro yang ada. Dengan melihat keterangan tersebut maka dilakukanlah penelitian mengenai peran dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam hubungannya dengan kelangsungan usaha mikro, terutama dalam hal pemberdayaannya, karena dengan tumbuh dan berkembangnya usaha mikro maka secara langsung memberikan dampak bagi terciptanya lapangan pekerjaan baru yang menyerap banyak angkatan kerja sehingga BPR merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembangunan ekonomi rakyat, khususnya dalam bidang permodalan serta penciptaan lapangan kerja baru. B. Perumusan Masalah Dari pemaparan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah Bagaimana peran dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai lembaga keuangan mikro dalam pemberdayaan usaha mikro yang ada di Bandar Lampung? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan; 1. Program yang dijalankan BPR dalam memberdayakan usaha mikro yang ada di Bandar Lampung. 2. Pelaksanaan program yang dilakukan BPR tersebut di lapangan. 3. Hambatan apa saja yang dihadapi di dalam pelaksanaannya.

13 4. Strategi apa yang digunakan oleh BPR dalam mengatasi hambatan yang dihadapi tersebut. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian adalah : 1. Kepentingan Akademis Secara obyektif penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan Ilmu Sosial pada umumnya dan pengembangan ilmu Sosiologi Ekonomi pada khususnya. 2. Kepentingan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu menyediakan informasi tentang kedudukan lembaga keuangan BPR dalam memberdayakan kelangsungan usaha mikro di tengah berbagai pengaruh krisis global serta gejolak ekonomi yang terjadi.

14

15