PENERAPAN MODEL AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARFIMA) DALAM PERAMALAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN MODEL ARFIMA (AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY INTEGRATED MOVING AVERAGE) DALAM PERAMALAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)

Pemodelan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Menggunakan ARFIMA

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

PERBANDINGAN MODEL PADA DATA DERET WAKTU PEMAKAIAN LISTRIK JANGKA PENDEK YANG MENGANDUNG POLA MUSIMAN GANDA ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

LULIK PRESDITA W APLIKASI MODEL ARCH- GARCH DALAM PERAMALAN TINGKAT INFLASI

BAB II LANDASAN TEORI

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

PERAMALAN KUNJUNGAN WISATA DENGAN PENDEKATAN MODEL SARIMA (STUDI KASUS : KUSUMA AGROWISATA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

PERBANDINGAN MODEL ARIMA DAN MODEL REGRESI DENGAN RESIDUAL ARIMA DALAM MENERANGKAN PERILAKU PELANGGAN LISTRIK DI KOTA PALOPO

Perbandingan Metode Fuzzy Time Series Cheng dan Metode Box-Jenkins untuk Memprediksi IHSG

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

PENGGUNAAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (P,Q) UNTUK PERAMALAN HARGA DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL EWMA RESIDUAL (STUDI KASUS: PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK)

BAB II LANDASAN TEORI

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

Analisis Time Series Pada Penjualan Shampoo Zwitsal daerah Jakarta dan Jawa Barat di PT. Sara Lee Indonesia. Oleh : Pomi Kartin Yunus

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

KAJIAN METODE JACKKNIFE DALAM MEMBANGUN SELANG KEPERCAYAAN DENGAN PARAMETER ARMA(p,q)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

Peramalan Aset dengan Memperhatikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Fungsi Transfer

Pemodelan Konsumsi Listrik Berdasarkan Jumlah Pelanggan PLN Jawa Timur untuk Kategori Rumah Tangga R-1 Dengan Metode Fungsi Transfer single input

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

BAB 2 LANDASAN TEORI

Oleh : Dwi Listya Nurina Dosen Pembimbing : Dr. Irhamah, S.Si, M.Si

BAB II LANDASAN TEORI. nonstasioneritas, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation

PERAMALAN NILAI TUKAR DOLAR SINGAPURA (SGD) TERHADAP DOLAR AMERIKA (USD) DENGAN MODEL ARIMA DAN GARCH

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

PEMODELAN RESIDUAL REGRESI YANG MENGANDUNG MISSING OBSERVATIONS DAN LONG MEMORY Studi Kasus : Polusi Udara di Kota Surabaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB III MISSING DATA DAN PROSES RUNTUN WAKTU JANGKA PANJANG

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB III METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN MODEL PADA DATA DERET WAKTU PEMAKAIAN LISTRIK JANGKA PENDEK YANG MENGANDUNG POLA MUSIMAN GANDA OLEH GUMGUM DARMAWAN, SUHARTONO

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

PERBANDINGAN RESIKO INVESTASI BANK CENTRAL ASIA DAN BANK MANDIRI MENGGUNAKAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (GARCH)

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI INDONESIA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

Analisys Time Series Terhadap Penjualan Ban Luar Sepeda Motor di Toko Putra Jaya Motor Bangkalan

PENERAPAN METODE ARIMA DALAM MERAMALKAN INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) INDONESIA TAHUN 2013

PENDEKATAN MODEL TIME SERIES UNTUK PEMODELAN INFLASI BEBERAPA KOTA DI JAWA TENGAH

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini, dibahas mengenai model Vector Error Correction (VEC),

Analisis Peramalan Banyaknya Permintaan Darah di Surabaya Menggunakan Metode

SEMINAR TUGAS AKHIR. Peta Kendali Comulative Sum (Cusum) Residual Studi Kasus pada PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik. Rina Wijayanti

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. APPLICATION OF ARIMA TO FORECASTING STOCK PRICE OF PT. TELOKM Tbk.

Model Penjualan Plywood PT. Linggarjati Mahardika Mulia

LONG MEMORY MODELS TO FORECASTING TEMPERATURE. Rezzy Eko Caraka, S.Si Department of Actuarial Science Bandung Institute of Technology

PEMODELAN TIME SERIES DENGAN PROSES ARIMA UNTUK PREDIKSI INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) DI PALU SULAWESI TENGAH

BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi

BAB III METODE PENELITIAN

Peramalan Volume Pemakaian Air di PDAM Kota Surabaya dengan Menggunakan Metode Time Series

KAJIAN METODE BOOTSTRAP DALAM MEMBANGUN SELANG KEPERCAYAAN DENGAN MODEL ARMA (p,q)

PERAMALAN SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX MENGGUNAKAN METODE ARIMA BULAN MEI-JULI 2010

TEORI DASAR DERET WAKTU M A T O P I K D A L A M S T A T I S T I K A II 22 J A N U A R I 2015 U T R I W E N I M U K H A I Y A R

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

III. METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Kata kunci : Data Runtun Waktu, Indeks Harga Konsumen, ARIMA, Analisis Intervensi, Fungsi Step, Peramalan. I Pendahuluan

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

PERBANDINGAN INVESTASI PADA MATA UANG DOLAR AMERIKA (USD) DAN YEN JEPANG (JPY) DENGAN MODEL ARIMA DAN GARCH

Analisis Kejadian Gempa Bumi Tektonik di Wilayah Pulau Sumatera

PEMODELAN DAN PERAMALAN DATA DERET WAKTU DENGAN METODE SEASONAL ARIMA

Volume 1 No. 1 Edisi April 2015 ISSN : Rini Cahyandari dan Rima Erviana

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI

Metode Deret Berkala Box Jenkins

PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA

PERBANDINGAN RAMALAN MODEL TARCH DAN EGARCH PADA NILAI TUKAR KURS EURO TERHADAP RUPIAH

PERAMALAN JUMLAH WISATAWAN DI AGROWISATA KUSUMA BATU MENGGUNAKAN METODE ANALISIS SPEKTRAL. Oleh: Niswatul Maghfiroh NRP.

OUTLINE. Pendahuluan. Tinjauan Pustaka. Metodologi Penelitian. Analisis dan Pembahasan. Kesimpulan dan Saran

PEMODELAN TARCH PADA NILAI TUKAR KURS EURO TERHADAP RUPIAH. Retno Hestiningtyas dan Winita Sulandari, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNS

PEMODELAN DATA RUNTUK WAKTU PADA DATA PRODUKSI SUSU SAPI DI AMERIKA SEJAK TAHUN

PERAMALAN LAJU INFLASI, SUKU BUNGA INDONESIA DAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN MENGGUNAKAN METODE VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR)

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Model Peramalan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Nikkei 225 dengan Pendekatan Fungsi Transfer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji

PENENTUAN RESIKO INVESTASI DENGAN MODEL GARCH PADA INDEKS HARGA SAHAM PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR TBK.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prediksi Harga Saham dengan ARIMA

Peramalam Jumlah Penumpang Yang Berangkat Melalui Bandar Udara Temindung Samarinda Tahun 2012 Dengan Metode ARIMA BOX-JENKINS

PENDUGAAN PARAMETER MODEL AUTOREGRESSIVE PADA DERET WAKTU

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4.1 nilai tukar kurs euro terhadap rupiah

PENGGUNAAN METODE PERAMALAN KOMBINASI TREND DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA DATA JUMLAH PENUMPANG KERETA API (Studi Kasus : KA Argo Muria)

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan.

BAB II LANDASAN TEORI

PEMODELAN ARIMA DALAM PERAMALAN PENUMPANG KERETA API PADA DAERAH OPERASI (DAOP) IX JEMBER

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

PREDIKSI JANGKA PENDEK B ULAN AN JUMLAH FLARE DENGAN MODEL ARIMA (p,d,[q]), (P,D,Q)' 32

Transkripsi:

PENERAPAN MODEL AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARFIMA) DALAM PERAMALAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) Oleh LIANA KUSUMA NINGRUM M0105047 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Box, et. al. (1994), time series merupakan serangkaian data pengamatan berdasarkan urutan waktu. Observasi yang diamati merupakan barisan bernilai diskrit yang diperoleh pada interval waktu yang sama. Metode pemodelan time series yang telah dikembangkan adalah Exponential Smoothing, Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autoregressive Moving Average (ARMA), dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Metode yang paling umum digunakan adalah ARIMA. ARIMA sangat efektif digunakan untuk memodelkan data yang tidak stasioner, yang ditunjukkan oleh plot ACF yang turun secara eksponensial atau membentuk gelombang sinus. Ada beberapa data yang tidak stasioner dan plot ACF-nya tidak turun secara eksponensial melainkan secara lambat atau hiperbolik. Data seperti inilah yang dikategorikan sebagai time series memori jangka panjang (long memory). Untuk memodelkan time series jangka panjang, Hosking (1981) telah memperkenalkan model Autoregressive Fractionally Integreted Moving Average (ARFIMA) yang dapat mengatasi kelemahan model ARIMA. ARIMA hanya dapat menjelaskan time series jangka pendek (short memory), sedangkan ARFIMA dapat menjelaskan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Analisis time series jangka panjang telah banyak diterapkan di berbagai bidang ilmu. Dalam bidang ekonomi, Doornik dan Ooms (1999) melakukan penelitian terhadap indeks harga konsumen di Amerika Serikat dan Inggris menggunakan ARFIMA dengan estimasi parameter metode Exact Maximum Likelihood (EML). Menurut Ishida dan Watanabe (2008), Watanabe dan Yamaguchi melakukan perbandingan beberapa metode pemodelan dan peramalan terhadap Indeks Bursa Nikkei Jepang dengan menggunakan model ARFIMA, AR, Generalized Autoregressive Conditional Heterokedasticity (GARCH), dan Heterogen Interval Autoregressive (HAR). Hasil penelitian tersebut menyatakan

bahwa model ARFIMA merupakan model yang paling akurat untuk pemodelan dan peramalan Indeks Bursa Nikkei Jepang. Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan data suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan menggunakan pendekatan time series memori jangka panjang ARFIMA. Selanjutnya dari pemodelan ini dapat dilakukan peramalan dengan menggunakan model tersebut. Peneliti memilih data suku bunga SBI karena tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan investasi, dan datanya mengandung memori jangka panjang, yang ditunjukkan oleh plot ACF yang turun secara lambat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan dikemukakan adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pemodelan ARFIMA pada data suku bunga SBI. 2. Bagaimana hasil peramalan model ARFIMA pada data suku bunga SBI untuk 4 periode ke depan. 1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah yaitu estimasi parameter model ARFIMA menggunakan metode Exact Maximum Likelihood (EML), dan peramalan suku bunga SBI dilakukan dari periode 430 sampai dengan periode 433, yaitu dari tanggal 19 Agustus 2009 sampai dengan 9 September 2009. 1.4 Tujuan Penulisan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dapat menentukan model ARFIMA untuk data suku bunga SBI. 2. Meramalkan suku bunga SBI untuk 4 periode ke depan dengan menggunakan model ARFIMA.

1.5 Manfaat Penulisan Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah model peramalan data dapat diketahui, sehingga dapat digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam melakukan investasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Time Series Time Series merupakan pengamatan terurut waktu atau barisan yang tergantung pada waktu dari observasi suatu variabel yang diamati. Pemodelan time series memerlukan asumsi bahwa data dalam keadaan stasioner. Time series dikatakan stasioner jika tidak ada perubahan dalam mean dan perubahan variansi. Misal {Y } merupakan suatu variabel random. Menurut Wei (1990), {Y } dikatakan strictly stasioner jika 1. μ = E{Y } = μ (mean konstan) 2. Jika E(Z ) <, maka σ = {Y μ} = σ (variansi konstan) 3. {Z, Z } = E{[Z μ][z μ]} = γ untuk setiap t dan k bilangan bulat. Dalam pemodelan time series sering ditemukan kondisi dengan mean tidak stasioner, sehingga diperlukan suatu cara untuk menstasionerkan data yaitu dengan cara pembedaan atau biasa ditulis (1 L). Pembedaan ini dilakukan agar dapat mengatasi korelasi antara Y dengany, dengan k yang cukup besar. Pada memori jangka pendek, pembedaan dilakukan dengan d bernilai bilangan bulat, sedangkan pada memori jangka panjang, pembedaan dilakukan dengan d bernilai bilangan riil. Dalam pemodelan time series juga sering ditemukan kondisi dengan variansi tidak stasioner atau tidak konstan. Untuk menstasionerkan data dalam

variansi dapat dilakukan dengan transformasi data sehingga didapatkan data yang stasioner dalam variansi. Salah satu transformasi yang biasa digunakan adalah transformasi Box-Cox (power transformation). Transformasi Box-Cox (Wei, 1990) untuk beberapa nilai yang sering digunakan ditampilkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Transformasi Box-Cox Nilai estimasi λ Transformasi -1 1 Y -0.5 1 Y 0 ln Y 0.5 Y 1 Y (tidak ada transformasi) λ Y 2.2. Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial 2.2.1. Fungsi Autokorelasi (ACF) Menurut Wei (1990), {Y } yang stasioner akan mempunyai nilai mean E[Y ] = μ, dan variansi Var(Y ) = E(Y μ) = σ yang mempunyai nilai-nilai yang konstan, serta kovariansi Cov(Y, Y ) merupakan fungsi dari perbedaan waktu (t s). Kovariansi antara Y dan Y dapat ditulis sebagai γ = Cov(Y, Y ) = E[(Y μ)(y μ)] sedangkan autokorelasi antara Y dan Y dapat ditulis sebagai ρ = Cov(Y, Y ) Var(Y ) Var(Y ), dengan Var(Y ) = Var(Y ) = γ, sehingga didapatkan ρ = γ γ.

Menurut Wei (1990), untuk suatu proses yang stasioner, fungsi autokovariansi γ dan fungsi autokorelasi ρ memenuhi sifat 1. γ = Var(Y ), ρ = 1 2. γ γ, ρ 1 3. γ = γ, ρ = ρ, untuk semua nilai k. 2.2.2. Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) Fungsi autokorelasi parsial berguna untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara Y dan Y setelah dependensi linear dalam variabel Y, Y,, Y telah dihilangkan. Menurut Wei (1990), fungsi autokorelasi parsial (PACF) dapat dinyatakan sebagai φ = Corr(Y, Y Y,, Y ) = ρ φ, ρ 1 φ, ρ dengan φ = φ, φ φ,, untuk j=1,2,,k-1. 2.3. Model Time Series Stasioner 2.3.1. Model Autoregressive (AR) Model runtun waktu autoregressive merupakan suatu observasi pada waktu t yang dinyatakan sebagai persamaan linear terhadap p waktu sebelumnya ditambah dengan sebuah variabel random a. Dalam bentuk persamaan, model ini dapat dinyatakan dengan Y = φ Y + φ Y + + φ Y + a. Diasumsikan {a } variabel random yang berdistribusi identik dan independen, dengan mean nol untuk setiap t, akibatnya E[Y ] = 0 dan Var(Y ) konstan (Cryer, 1986). Fungsi autokorelasi pada model AR dicari dengan mengalikan Y pada kedua sisi persamaan AR(p) dan dicari ekspektasinya E(Y Y ) = E(φ Y Y ) + + E φ Y Y + E(Y a )

γ = φ γ + + φ γ, k > 0 dengan nilai E(Y a ) = 0 untuk k > 0. Dengan membagi persamaan di atas dengan γ diperoleh fungsi autokorelasinya ρ = ϕ ρ + + ϕ ρ, untuk k = 1,2, Pada proses ini kurva fungsi autokorelasinya akan turun secara eksponensial atau menyerupai gelombang sinus. Fungsi autokorelasi parsial untuk model AR adalah φ = 0, k > p Pada proses ini autokorelasi parsial bernilai nol setelah lag p atau kurva akan terputus setelah suku ke-p. untuk setiap proses, kurva estimasi akan dipandang sebagai himpunan parameter-parameter terakhir yang diperoleh jika berturut-turut model AR(p), p=1,2, digunakan pada data. 2.3.2. Model Moving Average (MA) Pada model moving average, observasi pada waktu t dinyatakan sebagai kombinasi linear dari sejumlah variabel random a. Menurut Cryer (1986), model dari moving average dapat ditulis Y = a θ a θ a θ a. Diasumsikan {a } variabel random yang berdistribusi identik dan independen, dengan mean nol untuk setiap t. akibatnya E[Y ] = 0 dan Var(Y ) konstan. Untuk proses MA(q) variansinya adalah Var(Y ) = σ nilai θ = 1 dan autokovariansinya adalah θ γ = σ θ + θ θ + + θ θ, k = 1,2,, q 0, k > q sehingga diperoleh fungsi autokorelasinya ρ = θ + θ θ + θ θ + + θ θ 1 + θ + θ + + θ, k = 1,2,, q 0, k q + 1, dengan

Pada grafik fungsi autokorelasi akan bernilai nol setelah lag q, dan grafik fungsi autokorelasi parsial akan turun secara eksponensial atau membentuk gelombang sinus untuk k yang semakin besar. 2.3.3. Model Autoregressive Moving Average (ARMA) Untuk mendapatkan parameter parsimony (model mempunyai parameter yang sedikit), terkadang kedua bentuk autoregressive dan moving average perlu dimasukkan dalam model. Dengan demikian, model dapat ditulis dalam bentuk Y = φ Y + + φ Y + a θ a θ a atau bisa ditulis sebagai φ(l)y = θ(l)a dengan φ (L) = 1 φ L φ L dan θ (L) = 1 θ L θ L. Model ini disebut sebagai model Autoregressive Moving Average orde (p,q), atau biasa disebut sebagai model ARMA(p,q), dimana p dan q masing-masing menunjukkan orde dari proses autoregressive dan moving average (Cryer, 1986). 2.4. Model Time Series Tidak Stasioner 2.4.1. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Apabila pola data stasioner terhadap mean tidak dipenuhi maka perlu dilakukan suatu cara untuk membuat menjadi stasioner. Runtun waktu yang tak stasioner dapat diubah menjadi stasioner dengan melakukan pembedaan. Secara umum proses pembedaan pada suatu data runtun waktu dengan orde d dapat ditulis W = (1 L) Y, dengan nilai d=1,2,,n. Proses pembedaan orde pertama dapat ditulis W = (1 L) Y = Y Y, dengan Y adalah observasi pada waktu ke-t, t=1,2,,n Y adalah observasi pada satu periode sebelumnya (t-1) W adalah data setelah pembedaan.

Apabila pola data stasioner dalam variansi tidak dipenuhi, maka dapat dilakukan transformasi data untuk menstasionerkan datanya. Model ARIMA pertama kali diperkenalkan oleh Box-Jenkins pada tahun 1970 (Cryer, 1986). Bentuk umum ARIMA (p,d,q) adalah φ(l)(1 L) Y = θ + θ(l)a dengan 1. φ(l) dinamakan operator autoregressive. 2. φ(l)(1 L) dinamakan operator generalized autoregressive non stasioner. 3. θ(l) dinamakan operator moving average yang diasumsikan invertible. 2.4.2. Model ARFIMA (p,d,q) Proses ARMA sering dinyatakan sebagai proses memori jangka pendek (short memory) karena autokorelasi antara Y dan Y turun sangat cepat untuk k. Dalam kasus-kasus tertentu, autokorelasi turun lambat secara hiperbolik untuk lag yang semakin besar. Hal ini menunjukkan masih ada hubungan antara pengamatan yang jauh terpisah atau memiliki ketergantungan jangka panjang (long memory). Suatu proses stasioner dengan fungsi autokorelasi ρ dikatakan sebagai proses memori jangka panjang jika lim ρ tidak konvergen (Hosking, 1981). Penyelidikan terhadap proses memori dapat diamati pada fungsi autokorelasi. Deret berkala Z dikatakan mengikuti proses memori jangka pendek jika lim ρ < dan akan mengikuti proses memori jangka panjang jika lim ρ =. Model ARFIMA merupakan pengembangan dari model ARIMA. Suatu proses dikatakan mengikuti model ARFIMA jika nilai d adalah riil. ARFIMA

disebut juga ARIMA yang nilai d tidak hanya berupa nilai integer, melainkan termasuk juga nilai-nilai riil yang disebabkan oleh adanya memori jangka panjang. Menurut Doornik dan Ooms (1999), model ARFIMA(p, d, q) dapat ditulis φ(l) Y = θ(l)a, t = 1, 2,, T dengan level integrasi d merupakan bilangan riil dan a ~IID(0, σ ). Filter pembeda pada rumus di atas disebut Long Memory Filter (LMF) yang menggambarkan adanya ketergantungan jangka panjang dalam deret. Filter ini diekspansikan sebagai deret Binomial = (1 L) = d j ( 1) L, d > j dengan d j =!!( )! = ( ) ( ) ( ) dan Γ(x) merupakan fungsi gamma, sehingga = d 0 ( 1) L + d 1 ( 1) L + d 2 ( 1) L + = d! 0! (d 0)! L d! 1! (d 1)! L + d! 2! (d 2)! L + = 1 dl 1 2 (1 d)dl 1 6 (2 d)(1 d)dl + Asumsi-asumsi pada deret yang terintegrasi fraksional yang harus dipenuhi menurut Sowell (1992) adalah 1. φ(l) mempunyai orde kurang dari atau sama dengan p, θ(l) mempunyai orde kurang dari atau sama dengan q, akar-akar φ(l) dan θ(l) di luar unit circle dan a ~IIDN(0, σ ). 2. d < 3. akar-akar dari φ(l) sederhana, atau dengan kata lain akar-akar polynomial autoregressive tidak berulang. Suatu proses dikatakan mengikuti model ARFIMA jika level integrasi yang ada dalam model adalah riil. Menurut Hosking (1981), karakteristik deret yang fractionally integrated untuk berbagai nilai d adalah

1. d menyatakan proses panjang dan tidak stasioner. 2. 0 < d < menyatakan proses berkorelasi panjang stasioner dengan adanya ketergantungan positif antar pengamatan yang terpisah jauh yang ditunjukkan dengan autokorelasi positif dan turun lambat dan mempunyai representasi moving average orde tak hingga. 3. < d < 0 menyatakan proses berkorelasi panjang stasioner dengan memiliki ketergantungan negatif yang ditandai dengan autokorelasi negatif dan turun lambat serta mempunyai representasi autoregressive orde tak hingga. 4. d = 0 menyatakan proses berkorelasi pendek. Untuk fungsi autokovariansi dan autokorelasi dapat dicari sebagai berikut. Fungsi autokovariansi dari {Y } adalah γ = E(Y, Y ) = sehingga fungsi autokorelasi dari {Z } adalah dengan γ = ( )! {( )!} serta ρ = ρ = γ ( d)! (k + d 1)! = γ (d 1)! (k d)!,. ( 1) ( 2d)! (k d)! ( k d)!. k = 0, ±1, Ketika memodelkan time series memori jangka panjang, model ARFIMA memberikan hasil yang tidak dapat diperoleh dengan model tak fraksional ARIMA. Parameter pembedaan fraksional menangkap adanya fenomena jangka panjang tanpa menimbulkan masalah-masalah yang berkaitan dengan model ARMA. Menurut Sowell (1992), masalah yang mungkin muncul dalam memodelkan time series jangka panjang dengan ARMA antara lain 1. dengan menggunakan model ARMA untuk menangkap fenomena jangka panjang, apabila parameter AR atau MA mampu menangkap fenomena jangka panjang maka pendekatan untuk jangka pendek akan terabaikan. Sebagai contoh, dengan parameter AR(1) tidak mungkin dapat memodelkan korelasi yang tinggi pada siklus sepuluh tahunan. Masalah

yang sama muncul dalam memodelkan ketergantungan jangka panjang yang negatif. 2. sebaliknya, jika dugaan akan adanya fenomena jangka panjang pada deret diabaikan untuk mendapatkan model yang lebih baik untuk fenomena jangka pendek, maka tidak ada cara yang tepat dalam menggambarkan parameter AR dan MA untuk menggambarkan karakteristik jangka panjang pada deret, walaupun sebenarnya peneliti menemukan fenomena jangka panjang pada deret. Model ARFIMA (p,d,q) lebih dapat diterima bahkan untuk permasalahan tidak fraksional ARMA (p,q). Model ARFIMA akan tak stasioner jika d. Bagaimanapun juga ketergantungan jangka panjang ini berhubungan dengan seluruh d > 0 yang menangkap fenomena jangka panjang tanpa berpengaruh terhadap jangka pendeknya. Keuntungan yang didapat jika menggunakan model ARFIMA (p, d, q) menurut Sowell (1992) adalah 1. mampu memodelkan perubahan yang tinggi dalam jangka panjang (long term persistence). 2. mampu menjelaskan struktur korelasi jangka panjang dan jangka pendek sekaligus. 3. mampu memberikan model dengan parameter yang lebih sederhana (parsimony) baik untuk data dengan memori jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pemodelan ARFIMA adalah estimasi parameter, pengujian parameter, pengujian diagnostik model, pemilihan model terbaik, serta peramalan model ARFIMA. 1. Estimasi Parameter Menurut Doornik dan Ooms (1999), ada beberapa metode estimasi parameter model ARFIMA antara lain Geweke dan Porter Hudak (GPH), Non- Linear Least Square (NLS), Exact Maximum Likelihood (EML) dan Modified Profile Likelihood (MPL). Pada penelitian ini, akan digunakan metode EML. Fungsi autokovariansi dari model ARMA stasioner dengan mean μ adalah

γ = E[(y μ)(y μ)]. Didefinisikan matriks kovariansi dari distribusi bersama y = [y, y,, y ] adalah γ γ γ γ γ γ γ V[y] = = γ γ γ γ γ γ dengan V[y] merupakan suatu matriks Toeplitz simetris, dinyatakan dengan T[γ, γ,, γ ] dan diasumsikan berdistribusi normal y~n (μ, ). Berdasarkan persamaan pada model ARFIMA dengan y~n (μ, ), fungsi densitas probabilitasnya adalah f(y, ) = (2π) / exp y y dengan adalah matriks kovariansi. Penaksiran parameter model dengan metode EML dilakukan dengan membentuk fungsi log-likelihood dari parameter model. Dengan z = y μ, fungsi tersebut dinyatakan sebagai log L (d, φ, θ, σ ) = T 2 log(2π) 1 2 log 1 2 z z. dengan = Rσ, maka persamaan menjadi log L (d, φ, θ, σ ) = T 2 log(2π) 1 2 log Rσ 1 2σ z R z = T 2 log(2π) 1 2 log(σ ) 1 2 log R 1 2σ z R z = T 2 log(2π) T 2 log(σ ) 1 2 log R 1 2σ z R z. Nilai maksimum didapatkan dengan melakukan diferensiasi pada fungsi log-likelihood di atas terhadap σ. atas menjadi (log L(d, φ, θ, σ )) σ = + z R z. Jika turunan pertama tersebut disamadengankan nol, maka persamaan di

sehingga didapat = z R z σ = T z R z. 2. Pengujian parameter Uji signifikansi parameter model dilakukan untuk membuktikan bahwa model yang didapatkan cukup memadai. Bila estimasi parameter pada model ARFIMA adalah, sedangkan estimasi standar error dari estimasi parameter adalah, maka hipotesis yang digunakan dalam pengujian parameter adalah i. H 0 : θ = 0 (parameter tidak berpengaruh terhadap model) H 1 : θ 0 (parameter berpengaruh terhadap model) ii. statistik uji t = θ SE θ iii. kaidah pengambilan keputusan. Tolak H 0 jika t > t ( ), dengan n adalah banyaknya observasi, dan p adalah jumlah parameter yang ditaksir. 3. Pengujian Diagnostik Model Suatu model dibangun dengan batasan-batasan (asumsi), sehingga kesesuaian model juga dipengaruhi oleh pemenuhan asumsi-asumsi yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah model yang telah diestimasi cukup cocok dengan data runtun waktu yang diramalkan. Pada pengujian diagnostik ini dilakukan analisis nilai sisa. Model dikatakan memadai jika nilai sisa adalah white noise, yaitu nilai sisa mempunyai mean nol dan variansi konstan, serta nilai sisa tidak berkorelasi. Selain itu nilai sisa juga harus memenuhi asumsi distribusi normal. Apabila ternyata model tidak memenuhi asumsi tersebut, maka harus dirumuskan kembali model yang baru, yang selanjutnya diestimasi dan parameternya diuji kembali. 1) Asumsi non autokorelasi pada nilai sisa

Untuk mengetahui apakah autokorelasi dari nilai nilai sisa berbeda dengan nol atau tidak, bisa dilakukan uji Ljung-Box dengan hipotesis i. H 0 : ρ = ρ = = ρ = 0 (tidak ada korelasi antar nilai sisa) H 1 : Minimal ada satu nilai ρ 0; i = 1,2,, k ii. statistik uji Q = n(n + 2) (n k) ρ dengan ρ merupakan ACF dari nilai sisa pada lag k. iii. kaidah pengambilan keputusan. Tolak H 0 jika Q > χ ( ; ), atau p value < α dimana k adalah maksimum lag (Wei, 1990). 2) Asumsi nilai sisa berdistribusi normal Uji Kolmogorof-Smirnov dapat digunakan untuk melihat apakah nilai sisa berdistribusi normal. Jika S ( ) menyatakan distribusi empirik sampel acak yang nilainya merupakan fungsi peluang kumulatif dan F ( ) menyatakan distribusi normal dengan mean dan variansi tertentu, x N(μ, σ ), maka hipotesis yang digunakan adalah i. H 0 : F ( ) = F ( ) H 1 :F ( ) F ( ) ii. statistik uji D = sup F ( ) S ( ) dengan D merupakan supremum pada setiap x dari absolut selisih F ( ) S ( ). iii. kaidah pengambilan keputusan. Tolak H 0 jika D K, atau p value < α, dimana K adalah nilai tabel Kolmogorof-Smirnov pada kuantil (1 α). 4. Pemilihan Model Terbaik Suatu model setelah diidentifikasi memungkinkan terbentuknya lebih dari satu model yang sesuai. Untuk memilih model terbaik pada analisis time series, kriteria pemilihan model biasanya didasarkan pada statistik yang diperoleh dari nilai sisa. Pada penelitian ini kriteria pemilihan model didasarkan pada nilai sisa

yaitu Mean Square Error (MSE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), serta Akaike Info Criterion (AIC). 1) MSE dengan e adalah nilai sisa. p adalah banyak parameter. MSE = e n p n adalah banyaknya nilai sisa. Nilai MSE juga merupakan nilai estimasi dari variansi nilai sisa σ. Sehingga model yang baik adalah model yang memiliki nilai MSE kecil, karena dengan nilai MSE kecil berarti nilai estimasi hampir sama dengan nilai sesungguhnya (Makridakis dan Wheelwright, 1995). 2) MAPE MAPE adalah rata-rata persentase absolut dari kesalahan peramalan, oleh karena itu, semakin kecil nilai MAPE maka nilai ramalan akan semakin akurat. Untuk menghitung MAPE digunakan persamaan MAPE = 1 n Y Y 100% dengan adalah nilai aktual dan adalah nilai ramalan (Makridakis dan Wheelwright, 1995). 3) AIC Akaike pada tahun 1973 memperkenalkan suatu pemilihan model terbaik selain MSE. AIC digunakan Y untuk menemukan model yang dapat menjelaskan data dengan parameter bebas yang minimum. Model yang dipilih adalah model dengan nilai AIC terendah. Wei (1990) menjelaskan untuk menghitung AIC digunakan persamaan dengan n : banyaknya observasi. AIC = n ln σ + 2p 5. Peramalan Model ARFIMA

Menurut Doornik dan Ooms (1999), y = (y, y, y ) adalah nilai-nilai pengamatan setelah estimasi. Diasumsikan y adalah stasioner dan d > -1, maka prediksi linear terbaik dari y adalah y = [r(t 1 + h) r(h)]{t[r(0),, r(t 1)]} y = q y yang terdiri dari kebalikan fungsi autokovarian dikalikan dengan data aslinya yang diboboti oleh korelasinya. MSE peramalannya adalah MSE[y ] = σ [r(0) r q]. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Jurnal dan buku referensi yang terkait dengan permasalahan. 2. Data sekunder Suku Bunga SBI yang diterbitkan oleh Bank Indonesia melalui http://www.bi.go.id, yang berupa data mingguan dari periode 21 Juni 2000 sampai 12 Agustus 2009. 3. Software yang digunakan adalah Ox Metrics, dan Minitab 13. 3.2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah menerapkan teori yang telah dipelajari untuk menganalisis data. Untuk mencapai tujuan penulisan skripsi ini, ditempuh langkah-langkah sebagai berikut. 1. Analisis pola data Pada tahap ini, dilakukan identifikasi awal model ARFIMA dengan cara

a. Membuat plot time series data Suku Bunga SBI untuk mengetahui apakah data tersebut sudah stasioner atau belum. b. Melakukan transformasi jika ada data yang tidak stasioner dalam variansi. c. Membuat plot ACF dan PACF data yang telah ditransformasi untuk mengetahui adanya ketergantungan jangka panjang. 2. Pemodelan ARFIMA Tahapan-tahapan dalam pemodelan ARFIMA adalah sebagai berikut. a. Estimasi parameter Estimasi parameter model ARFIMA menggunakan metode Exact Maximum Likelihood (EML). b. Uji diagnostik Pada tahap ini diuji apakah residual memenuhi asumsi white noise dan berdistribusi normal. c. Pemilihan model terbaik Model yang telah memenuhi syarat (parameter signifikan, residual memenuhi asumsi white noise dan berdistribusi normal) akan dibandingkan berdasarkan kriteria MSE, MAPE, dan AIC. 3. Peramalan Membuat ramalan Suku Bunga SBI untuk 4 periode ke depan dengan menggunakan model ARFIMA yang diperoleh. Langkah-langkah di atas dapat ditunjukkan dalam Gambar 3.1.

Data Plot Data Stasioner Tidak Stasioner Transformasi ACF Identifikasi ARFIMA (p,d,q) Estimasi Parameter Tidak memenuhi Uji Diagnostik Pemilihan Model Terbaik Memenuhi Peramalan Gambar 3.1. Diagram alur penelitian BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data Suku bunga adalah persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (bunga) dalam suatu periode tertentu. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan

utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia (BI) untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Ketika suku bunga dinaikkan, maka orang akan tertarik untuk menyimpan uang di bank, sehingga akan mengurangi jumlah uang beredar (http://www.wikipedia.org). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mingguan suku bunga SBI dalam kurun waktu 21 Juni 2000 12 Agustus 2009, yang sebagian terlampir dalam Lampiran 1, dengan 423 data untuk membangun model dan 6 data untuk pengujian model. Plot time series data suku bunga SBI disajikan dalam Gambar 4.1. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Gambar 4.1. Plot time series data suku bunga SBI 4.2. Analisis Pola Data Berdasarkan Gambar 4.1, pergerakan data suku bunga SBI berubah tiap waktu serta mengindikasikan bahwa data suku bunga SBI mingguan tidak stasioner dalam variansi.

Gambar 4.2. Plot ACF data suku bunga SBI Berdasarkan Gambar 4.2 terlihat bahwa plot ACF mengindikasikan data mengalami trend, sehingga data tidak stasioner dalam mean. Plot time series pada Gambar 4.1 mengindikasikan data suku bunga SBI mingguan tidak stasioner dalam variansi. Oleh karena itu, dilakukan transformasi data karena syarat pemodelan time series adalah stasioner dalam variansi. Transformasi data yang digunakan adalah transformasi Box-Cox. Plot Box-Cox data suku bunga SBI disajikan dalam Gambar 4.3. Gambar 4.3. Plot Box-Cox untuk data suku bunga SBI Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa lambda estimasi sebesar 0,337, maka dalam penelitian ini, transformasi yang digunakan adalah transformasi Y., sehingga untuk analisis selanjutnya digunakan data hasil transformasi.

Plot time series data suku bunga SBI setelah transformasi dapat dilihat pada Gambar 4.4. 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Gambar 4.4. Plot time series data suku bunga SBI setelah transformasi Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat meskipun data hasil transformasi tersebut tidak stasioner dalam variansi, namun transformasi Y. merupakan transformasi yang dianggap cukup untuk menstabilkan variansi dalam data. Plot ACF dan PACF data suku bunga setelah transformasi disajikan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Gambar 4.5. ACF data suku bunga SBI setelah transformasi

Gambar 4.6. PACF data suku bunga SBI setelah transformasi Berdasarkan plot ACF (Gambar 4.5) yang turun menuju nol dan plot PACF (Gambar 4.6) yang signifikan pada lag kecil, dapat diamati bahwa data tersebut relatif baik untuk dimodelkan menurut prinsip parsimony. Berdasarkan Gambar 4.5 juga terlihat bahwa autokorelasi turun lambat, sehingga dapat disimpulkan bahwa data memiliki ketergantungan jangka panjang. 4.3. Pemodelan ARFIMA 4.3.1. Estimasi Parameter Estimasi parameter ARFIMA dengan metode Exact Maximum Likelihood dilakukan secara serentak untuk semua parameter dan diperbaiki secara iteratif. Hal ini menyebabkan nilai estimasi parameter d bisa berbeda-beda. Berbagai model telah dicoba berdasarkan plot ACF dan PACF. Estimasi parameter beberapa model yang telah dicoba menggunakan software OxMetrics ditampilkan dalam Tabel 4.1, dan sebagian outputnya terlampir dalam Lampiran 2. Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa semua model yang dicoba menghasilkan estimasi parameter model yang signifikan karena p-value semua estimasi parameter model lebih kecil dari tingkat kesalahan α = 0.05.

Tabel 4.1. Estimasi parameter beberapa model ARFIMA No. 1 (0,d,0) 2 (0,d,1) 3 (0,d,2) 4 (0,d,3) 5 (0,d,4) 6 (0,d,5) Model Arfima 7 (0,d,[3]) 8 (0,d,[4]) 9 (0,d,[1,3]) 10 (0,d,[2,3]) 11 (0,d,[2,4]) 12 (0,d,[1,3,4]) 13 (0,d,[5]) 14 (0,d,[1,5]) 15 (0,d,[2,5]) 16 (0,d,[3,5]) 17 (0,d,[4,5]) 18 (0,d,[1,4,5]) 19 (0,d,[1,2,4,5]) d 0.499 0.000 0.499 0.727 0.000 0.000 MA-1 MA-2 MA-3 MA-4 MA-5 θ θ θ θ θ 0.499 1.034 0.651 0.000 0.000 0.000 0.498 1.126 0.941 0.363 0.000 0.000 0.000 0.000 0.498 1.013 0.875 0.530 0.358 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.498 0.809 0.706 0.653 0.758 0.456 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.499 0.767 0.000 0.000 0.499 0.746 0.000 0.000 0.499 0.321 0.440 0.000 0.001 0.000 0.499 0.260 0.590 0.000 0.001 0.000 0.499 0.776 0.716 0.000 0.000 0.000 0.499 0.523 0.546 0.686 0.000 0.000 0.000 0.000 0.499 0.746 0.000 0.000 0.499 0.419 0.403 0.000 0.000 0.000 0.499 0.417 0.488 0.000 0.000 0.000 0.499 0.255 0.488 0.000 0.003 0.000 0.499 0.478 0.492 0.000 0.000 0.000 0.499 0.697 0.649 0.522 0.000 0.000 0.000 0.000 0.499 0.616 0.274 0.624 0.365 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai parameter d berbeda-beda untuk beberapa model, tetapi semuanya menghasilkan nilai yang positif dan interval kepercayaan tidak melewati nilai nol. Hal ini menunjukkan parameter pembedaan fraksional signifikan untuk digunakan. Interval kepercayaan parameter d ditunjukkan Tabel 4.2. Tabel 4.2. Interval kepercayaan parameter d No. Model Interval Kepercayaan d SE(d) ARFIMA Batas Bawah Batas Atas 1 (0,d,0) 0.499628 0.0004844 0.4986592 0.5005968 2 (0,d,1) 0.499505 0.0006698 0.4981654 0.5008446 3 (0,d,2) 0.499294 0.0009775 0.4973390 0.5012490 4 (0,d,3) 0.498938 0.0014860 0.4959660 0.5019100 5 (0,d,4) 0.498849 0.0016200 0.4956090 0.5020890 6 (0,d,5) 0.498802 0.0016790 0.4954440 0.5021600 7 (0,d,[3]) 0.499489 0.0006934 0.4981022 0.5008758 8 (0,d,[4]) 0.499525 0.0006400 0.4982450 0.5008050 9 (0,d,[1,3]) 0.499496 0.0006835 0.4981290 0.5008630 10 (0,d,[2,3]) 0.499482 0.0007036 0.4980748 0.5008892 11 (0,d,[2,4]) 0.499370 0.0008673 0.4979628 0.5007772 12 (0,d,[1,3,4]) 0.499324 0.0009331 0.4975894 0.5010586 13 (0,d,[5]) 0.499505 0.0006702 0.4976388 0.5013712 14 (0,d,[1,5]) 0.499506 0.0006685 0.4981656 0.5008464 15 (0,d,[2,5]) 0.499475 0.0007145 0.4981380 0.5008120 16 (0,d,[3,5]) 0.499475 0.0007145 0.4980460 0.5009040 17 (0,d,[4,5]) 0.499466 0.0007277 0.4980370 0.5008950 18 (0,d,[1,4,5]) 0.499283 0.0009927 0.4972976 0.5012684 19 (0,d,[1,2,4,5]) 0.499323 0.0009344 0.4974542 0.5011918 4.3.2. Pemeriksaan Diagnostik Pemodelan ARFIMA seperti halnya ARIMA, dibangun dengan batasanbatasan, sehingga setelah didapatkan model dengan estimasi parameter yang signifikan perlu dilakukan uji kesesuaian model. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi uji asumsi nilai sisa white noise dan berdistribusi normal. Plot normalitas nilai sisa model ARFIMA terlampir dalam Lampiran 3. Pengujian nilai sisa model ARFIMA sebagian ditampilkan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Pengujian nilai sisa model ARFIMA No. Model ARFIMA Non Autokorelasi p-value Distribusi Normal p-value 1 (0,d,0) 0.0000 0.0015 2 (0,d,1) 0.0000 0.0000 3 (0,d,2) 0.0000 0.0000 4 (0,d,3) 0.0000 0.0000 5 (0,d,4) 0.0000 0.0000 6 (0,d,5) 0.0000 0.0000 7 (0,d,[3]) 0.0582 0.0660 8 (0,d,[4]) 0.0001 0.0250 9 (0,d,[1,3]) 0.0000 0.0360 10 (0,d,[2,3]) 0.0554 0.0840 11 (0,d,[2,4]) 0.0000 0.1020 12 (0,d,[1,3,4]) 0.0000 0.1160 13 (0,d,[5]) 0.0004 > 0.1500 14 (0,d,[1,5]) 0.0000 > 0.1500 15 (0,d,[2,5]) 0.0000 > 0.1500 16 (0,d,[3,5]) 0.0000 > 0.1500 17 (0,d,[4,5]) 0.0000 0.0210 18 (0,d,[1,4,5]) 0.0000 0.0290 19 (0,d,[1,2,4,5]) 0.0000 0.1430 Hasil pengujian asumsi nilai sisa menunjukkan bahwa tidak semua model yang didapat memenuhi asumsi white noise dan distribusi normal. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pemodelan ARFIMA menghasilkan 2 model yang layak yaitu ARFIMA (0,d,[3]) dan ARFIMA (0,d,[2,3]). Program Ox model ARFIMA (0,d,[3]) dan ARFIMA (0,d,[2,3]) terlampir dalam Lampiran 4.

4.3.3. Pemilihan Model Terbaik Pemilihan model terbaik untuk metode ARFIMA dilakukan dengan membandingkan MSE, MAPE, dan AIC. Model yang akan dibandingkan adalah model yang telah memenuhi uji diagnostik nilai sisa, yaitu model ARFIMA (0,d,[3]) dan ARFIMA(0,d,[2,3]). Ukuran kebaikan model ARFIMA pada data suku bunga SBI ditampilkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Ukuran kebaikan model ARFIMA pada data suku bunga SBI Model Ukuran Kebaikan Model ARFIMA MSE MAPE AIC (0,d,[3]) 0.00052 0.12186-4.75373 (0,d,[2,3]) 0.00048 0.12233-4.68247 Berdasarkan nilai AIC dan MAPE, maka didapatkan model terbaik adalah model ARFIMA (0,d,[3]) karena mempunyai nilai terkecil. Sedangkan berdasarkan MSE, model terbaik adalah ARFIMA (0,d,[2,3]) karena memiliki nilai terkecil. a. Model ARFIMA (0;0.499,[3]) 4.3.4. Penjabaran Model Terbaik Model ARFIMA (0;0.499;[3]) secara matematis dituliskan sebagai dengan Y = Y.. (1 0)(1 L). Y = (1 0.767L )a Nilai (1 L). menggambarkan ketergantungan jangka panjang dalam deret. Jika (1 L). Y dianggap sebagai W yang menunjukkan ketergantungan jangka panjang, maka dengan (1 L). dijabarkan sebagai W = a 0.767a (1 L). = 1 0.499L 1 (0.499)(1 0.499)L 2 1 6 (0.499)(1 0.499)(2 0.499)L

(1 L). = 1 0.499L 0.125L 0.062L. Model ARFIMA (0;0.499;[3]) untuk data transformasi dapat dijabarkan sebagai W = a 0.767a (1 L). Y = a 0.767a (1 0.499L 0.125L 0.062L )Y = a 0.767a Y 0.499Y Y = 0.499Y 0.125Y + 0.1259Y 0.062Y + 0.062Y = a 0.767a + + a 0.767a dengan Y = Y. Y = Y ( /. ), dengan Y adalah data suku bunga SBI setelah transformasi, dan Y adalah data suku bunga SBI. b. Model ARFIMA (0;0.499;[2,3]) Model ARFIMA (0;0.499;[2,3]) secara matematis dituliskan sebagai dengan Y = Y.. (1 0)(1 L). Y = (1 0.261L 0.591L )a Nilai (1 L). menggambarkan ketergantungan jangka panjang dalam deret. Jika (1 L). Y dianggap sebagai W yang menunjukkan ketergantungan jangka panjang, maka dengan (1 L). dijabarkan sebagai W = a 0.261a 0.591a (1 L). = 1 0.499L 1 (0.499)(1 0.499)L 2 1 6 (0.499)(1 0.499)(2 0.499)L (1 L). = 1 0.499L 0.125L 0.062L Model ARFIMA (0;0.499;[2,3]) untuk data transformasi dapat dijabarkan sebagai W = a 0.261a 0.591a (1 L). Y = a 0.261a 0.591a (1 0.499L 0.125L 0.062L )Y = a 0.261a 0.591a Y 0.499Y 0.591a 0.125Y 0.062Y = a 0.261a

Y = 0.499Y + 0.125Y + 0.062Y + + a 0.261a 0.591a dengan Y = Y. Y = Y ( /. ), dengan Y adalah data suku bunga SBI setelah transformasi, dan Y adalah data suku bunga SBI. 4.4. Peramalan Setelah didapatkan model yang terbaik, langkah selanjutnya adalah membuat ramalan. Plot nilai ramalan dan nilai aktual data suku bunga SBI disajikan pada Gambar 4.7. 20 15 10 5 data asli model 1 model 2 0 1 43 85 127 169 211 253 295 337 379 421 Gambar 4.7. Plot nilai ramalan dan nilai aktual data suku bunga SBI Berdasarkan nilai ramalan yang diperoleh, selanjutnya dapat dicari nilai MSE dan MAPE yang disajikan dalam Tabel 4.5. Tabel 4.5. MSE dan MAPE model ARFIMA pada data uji Model ARFIMA MSE MAPE (0;0.499;[3]) 0.772240 0.121865 (0;0.499;[2,3]) 0.794663 0.122338 Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai MSE dan MAPE data uji untuk ARFIMA (0;0.499;[3]) lebih kecil daripada ARFIMA (0;0.499;[2,3]), maka model yang selanjutnya digunakan untuk melakukan peramalan adalah model

ARFIMA (0;0.499;[3]). Nilai ramalan model ARFIMA (0;0.499;[3]) untuk empat periode ke depan disajikan dalam Tabel 4.6. Tabel 4.6. Peramalan 4 periode ke depan data suku bunga SBI Periode Tanggal Nilai Interval Kepercayaan 95% Data Ramalan Batas bawah Batas atas Aktual 430 19/8/2009 7.97% 7.63% 8.31% 7.58% 431 26/8/2009 8.06% 7.72% 8.40% 7.78% 432 2/9/2009 8.13% 7.78% 8.48% 7.83% 433 8/9/2009 8.19% 7.84% 8.54% 8.00% Berdasarkan Tabel 4.6, peramalan menggunakan model ARFIMA (0;0.499;[3]) menghasilkan nilai yang baik karena hampir semua nilai aktual berada diantara batas bawah dan atas interval kepercayaan 95%. BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Dari hasil pembahasan berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Pemodelan dengan metode ARFIMA menghasilkan dua model yang memenuhi uji dignostik nilai sisa yaitu ARFIMA (0,d,[3]) dan ARFIMA (0,d,[2,3]). Dari perbandingan kedua metode, berdasarkan prinsip parsimony serta nilai AIC dan MAPE didapatkan model yang terbaik yaitu model ARFIMA (0;0.499;[3]) atau bisa ditulis Y = 0.499Y + 0.125Y + 0.062Y + + a 0.767a 2. Dari model ARFIMA (0;0.499;[3]), diperoleh nilai ramalan suku bunga SBI untuk periode 19 Agustus 2009, 26 Agustus 2009, 2 September 2009,

dan 9 September 2009 berturut-turut adalah 7.97%; 8.06%; 8.13%; dan 8.19%. 3. Peramalan menggunakan model ARFIMA (0;0.499;[3]) menghasilkan nilai yang baik karena hampir semua nilai aktual berada diantara batas bawah dan atas interval kepercayaan 95% untuk ramalan. 5.2. Saran Saran yang dapat peneliti berikan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan 1. Peramalan data Suku Bunga SBI dengan menggunakan model ARFIMA- GARCH dengan memperhitungkan adanya heteroskedastistas dalam data. 2. Peramalan data Suku Bunga SBI dengan menggunakan model INARFIMA. DAFTAR PUSTAKA Box, G., Jenkins, G. M., and Reinsel, G. 1994. Time Series Analysis: Forecasting and Control, 3 rd Edition. Prentice Hall. Cryer, D. J. 1986. Time Series Analysis. 33 University of Iowa, Duxbury Press, Boston. Doornik, J. A., and Ooms, M. 1999. A Package for estimating, forecasting and Simulating ARFIMA Models: Arfima Package 1.0 for Ox. Nuffield College, Rotterdam. Hosking, J. R. M. 1981. Fractional Differencing. Biometrika 68: 165-176. Ishida, Ishao and Watanabe, Toshiaki. 2008. Modeling and Forecasting the Volatility of the Nikkei 225 Realized Volatility Using the ARFIMA- GARCH Model. Institute of Economic Research Hitotsubashi University, Kunitatchi Tokyo, Japan.

Makridakis S., dan Wheelwright, Mc Gee. 1995. Metode dan Aplikasi Peramalan. Bina Rupa Aksara, Jakarta. Sowell, F. B. 1992. Maximum Likelihood Estimation of Stationery Univariate Fractionally Integrated Time Series Models. Journal of Econometrics 53: 165-188. Wei, W. W. S. 1990. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. Addison Wesley Publishing Company, Inc. http://www.wikipedia.org http://www.bi.go.id