PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV STUDI LONGSORAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

2016 STUDI PARAMATERIK PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN TERHADAP JARAK JANGKAUAN DAN KECEPATAN LONGSOR BERDASARKAN MODEL GESEKAN COLOUMB SEDERHANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bencana Benc Longsor AY 11

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

PEDOMAN PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

BAB 8. Gerakan Tanah

Bab IV STABILITAS LERENG

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

01. Pendahuluan. Salahuddin Husein. TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi. Planet Bumi

Pengenalan Gerakan Tanah

BAB V ARAHAN RELOKASI

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3.

I. PENDAHULUAN. Ekosistem atau sistem ekologi merupakan satu kesatuan tatanan yang terbentuk

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA Oleh: Subagyo Pramumijoyo dan Dwikorita Karnawati Jurusan Teknik Geologi, Fakulta Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Bencana alam seperti gerakan tanah, terutama longsor, dapat terjadi pada berbagai skala dan kecepatan. Di alam, banjir dan longsor sering terjadi hampir bersamaan dan disebabkan oleh hujan yang sangat lebat yang di dalam gerakan tanah disebut sebagai unsur pemicu. Untuk meminimalkan kerugian akibat bencana tersebut maka dilakukan usaha mengenal tanda-tanda yang mengawali gerakan tanah, atau disebut sebagai mitigasi. 2. Proses di permukaan bumi Lereng sebagai salah satu kenampakan penting di dalam bentang alam, di dalam waktu yang panjang akan berevolusi dan material permukaan pada lereng akan bergerak turun karena gaya gravitasi. Faktor-faktor dinamik proses pembentukan bentang alam dapat dibedakan menjadi faktor pasif dan faktor aktif (gambar 1). Faktor pasif berkaitan erat dengan keadaan lapisan bawah permukaan dan produknya di bagian permukaan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh jenis litologi (batuan), kemiringan perlapisannya (perlapisan tegak, miring ataupun mendatar), strukturnya (banyak terdapat rekahan), dan posisinya di dalam bentang alam (pada lembah, tebing ataupun puncak). Faktor aktif berkaitan erat dengan agen erosi, yaitu: gaya gravitasi, iklim, tektonika aktif, dan perubahan sudut kelerengan, serta proses biologi. Gambar 1. Dinamika proses di permukaan bumi (Campy & Macaire, 1989) Faktor aktif: 1. Gravitasi, 2. Iklim, 3. Aksi biologi, 4. Tektonika aktif. Faktor pasif: 5. Batuan/litologi, 6. Struktur yang telah ada, 7. Posisi di permukaan. a: Pelapukan, b: transport sedimen. Akibat kombinasi unsur-unsur di kedua faktor tersebut, batuan akan mengalami degradasi menjadi tanah. Peristiwa ini biasa disebut sebagai pelapukan (weathering). Pelapukan dapat berlangsung secara fisis maupun kimiawi. Akibat pelapukan daya kohesi batuan menjadi berkurang dan jika tanah tersebut berada pada suatu lereng, dan akibat gaya gravitasi, maka akan bergerak ke bawah, baik secara perlahan (creeping) ataupun cepat (translational sliding, debris flowing, rock falling). Selanjutnya oleh agen transport (air ataupun angin) tanah tersebut diangkut ke tempat yang lebih jauh sebagai sedimen. 1

3. Klasifikasi gerakan tanah Pada suatu kelerengan tidak akan terjadi gerakan tanah hanya oleh satu faktor saja. Hampir seluruh gerakan tanah terjadi oleh karena penyebab yang kompleks. Sepanjang waktu lereng yang curam itu ada, gaya gravitasi secara terus menerus menariknya ke bawah, dan air selalu meresap ke dalam tanah, tetapi tidak terjadi gerakan tanah pada lereng tersebut. Kemudian datanglah faktor pemicu gerakan tanah, misal hujan yang lebat, dan terjadilah gerakan tanah. Pemicu gerakan tanah yang lain adalah gempabumi dan semakin umum adalah akibat ulah manusia. Ada dua faktor penting di dalam menentukan tipe-tipe gerakan tanah, yaitu: kecepatan gerakannya dan kandungan air di dalam materi yang mengalami gerakan tanah. Tipe-tipe gerakan tanah tersebut adalah jatuhan (falls), aliran (flows), longsoran (slides), dan amblesan (subsidence). Jatuhan terjadi bila suatu masa batuan pada suatu ketinggian terpisah dari batuan induknya, bisa oleh karena kekar (joint), bidang perlapisan, jatuh bebas dan setelah mengenai tanah masa batuan tersebut kemudian menggelinding. Pemicu jatuhan bisa karena hujan lebat, gempabumi dan beberapa penyebab lain. Gambar 2. Klasifikasi gerakan tanah berdasar kecepatan dan kandungan airnya (Abbott, 2004). Aliran adalah gerakan tanah yang berperilaku seperti fluida. Material yang mengalir bisa berukuran bongkah sampai dengan lempung; dengan atau tanpa kandungan air. Longsoran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu longsoran rotasional dan longsoran planar/translational. Longsoran rotasional inilah yang umum dijumpai, longsoran bergerak melalui bidang rotasional yang sumbunya sejajar dengan lereng batuan. Pada keadaan tidak terjadi longsor (gambar 4a), maka akan terjadi keseimbangan antara driving force terhadap resisting force. Jika driving force lebih besar dari resisting force maka terjadilah longsor dan bila longsor terjadi, maka bagian kepala (head of slide pada gambar 4b) akan turun dan pada bagian toe akan terangkat (gambar 4b). Setelah terjadi longsor pada kepala terbentuk cekungan, air terakumulasi padanya dan air tersebut meresap ke dalamnya sehingga kepala menjadi tidak stabil. Di samping itu, di atas kepala longsoran 2

meninggalkan tebing yang lebih curam dibanding sebelum longsor dan hal inilah yang menyebabkan longsoran berulang kembali di tempat yang sama. Gambar 3. Analisis stabilitas lereng pada longsoran rotasional (Abbott, 2004). a. Sebelum terjadi longsor b. Setelah terjadi longsor Longsoran translasional terjadi pada bidang yang lemah seperti bidang sesar/patahan, bidang kekar, lapisan yang kaya akan lempung, atau terjadi pada batuan keras berada di atas batuan yang lunak. Amblesan atau tanah bergerak ke bawah bisa disebabkan oleh kompaksi sedimen di bawahnya, pemompaan air/minyak, ataupun karena rongga di bawah tanah, jadi bukan karena tetonika ataupun volkanisme. 4. Pemicu gerakan tanah Gangguan yang merupakan pemicu gerakan tanah merupakan proses alamiah atau non alamiah ataupun kombinasi keduanya, yang secara aktif mempercepat proses hilangnya kestabilan pada suatu lereng. Jadi pemicu ini dapat berperan dalam mempercepat peningkatan gaya penggerak/peluncur/driving force, mempercepat pengurangan gaya penahan gerakan/resisting force, ataupun sekaligus mengakibat keduanya. Secara umum ganguan yang memicu gerakan tanah dapat berupa : a. hujan b. getaran c. aktivitas manusia. Hujan merupakan pemicu yang bersifat alamiah, getaran-getaran dapat bersifat alamiah (misalnya gempabumi) ataupun non alamiah (misalnya ledakan atau getaran lalu lintas). Aktivitas manusia seperti penggalian atau pemotongan pada lereng dan 3

pembebanan merupakan pemicu yang bersifat non alamiah. Uraian lebih lanjut tentang pemicu gerakan tanah akan dibahas di sub bab-sub bab berikut. 4.a. Gerakan tanah yang dipicu oleh hujan Hujan pemicu gerakan tanah adalah hujan yang mempunyai curah tertentu dan berlangsung selama periode waktu tertentu, sehingga air yang dicurahkannya dapat meresap ke dalam lereng dan mendorong massa tanah untuk longsor. Secara umum terdapat dua tipe hujan pemicu longsoran di Indonesia, yaitu tipe hujan deras dan tipe hujan normal tapi berlangsung lama. Tipe hujan deras misalnya adalah hujan yang dapat mencapai 70 mm per jam atau lebih dari 100 mm per hari. Tipe hujan deras hanya akan efektif memicu longsoran pada lereng-lereng yang tanahnya mudah menyerap air (Premchit, 1995; Karnawati 1996, 1997), misal pada tanah lempung pasiran dan tanah pasir. Pada lereng demikian longsoran dapat terjadi pada bulan-bulan awal musim hujan, misalnya pada akhir Oktober atau awal November di Jawa. Tipe hujan normal contohnya adalah hujan yang kurang dari 20 mm per hari. Hujan tipe ini apabila berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan dapat efektif memicu longsoran pada lereng yang tersusun oleh tanah yang lebih kedap air, misalnya lereng dengan tanah lempung (Karnawati, 2000). Pada lereng ini longsoran terjadi mulai pada pertengahan musim hujan, misal pada bulan Desember hingga Maret. Khusus untuk kasus longsoran Purworejo dan Kulon Progo yang kondisi lerengnya tertutup oleh tanah lempung pasiran, hujan deras dengan curah mencapai lebih dari 500 mm selama 3 hari merupakan pemicu longsoran. 4.b. Gerakan tanah yang dipicu oleh getaran Getaran memicu longsoran dengan cara melemahkan atau memutuskan hubungan antar butir partikel-partikel penyusun tanah/ batuan pada lereng. Jadi getaran berperan dalam menambah gaya penggerak dan sekaligus mengurangi gaya penahan. Contoh getaran yang memicu longsoran adalah getaran gempabumi yang diikuti dengan peristiwa liquefaction. Liquefaction terjadi apabila pada lapisan pasir atau lempung jenuh air terjadi getaran yang periodik Pengaruh getaran tersebut akan menyebabkan butiran-butiran pada lapisan akan saling menekan dan kandungan airnya akan mempunyai tekanan yang besar terhadap lapisan di atasnya. Akibat peristiwa tersebut lapisan di atasnya akan seperti mengambang, dan dengan adanya getaran tersebut dapat mengakibatkan perpindahan masa di atasnya dengan cepat. 4.c. Gerakan tanah yang dipicu oleh aktivitas manusia. Selain disebabkan oleh faktor alam, pola penggunaan lahan juga berperan penting dalam memicu terjadinya longsoran. Pembukaan hutan secara sembarangan, penanaman jenis pohon yang terlalu berat dengan jarak tanam terlalu rapat, pemotongan tebing/ lereng untuk jalan dan pemukiman merupakan pola penggunaan lahan yang dijumpai di daerah yang longsor. Penanaman pohon dengan jenis pohon yang terlalu berat, misalnya pohon durian, manggis dan bambu, serta penanaman dengan jarak tanam terlalu rapat mengakibatkan penambahan beban massa tanah yang bisa menyebabkan longsoran. Hal ini berarti akan menambah gaya gerak tanah untuk longsor menuruni lereng. Pembukaan hutan untuk keperluan manusia, seperti misalnya untuk perladangan, persawahan dengan irigasi, penanaman pohon kelapa, dan penanaman tumbuhan yang berakar serabut dapat berakibat menggemburkan tanah. Peningkatan kegemburan tanah ini akan menambah daya resap tanah terhadap air, akan tetapi air yang meresap ke dalam tanah tidak dapat banyak terserap oleh akar-akar tanaman serabut. Akibatnya air hanya terakumulasi dalam tanah dan akhirnya menekan dan melemahkan ikatan-ikatan antar butir tanah. Akhirnya karena besarnya curah hujan yang meresap, maka longsoran tanah akan terjadi. 4

Pemotongan lereng untuk jalan dan pemukiman dapat mengakibatkan hilangnya peneguh lereng dari arah lateral. Hal ini selanjutnya mengakibatkan kekuatan geser lereng untuk melawan pergerakan massa tanah terlampaui oleh tegangan penggerak massa tanah dan akhirnya longsoran tanah pada lereng akan terjadi. 5. Upaya pemantauan dan mitigasi gerakan tanah Meskipun suatu lahan atau kawasan berdasarkan kondisi alamnya rentan (berpotensi) untuk bergerak atau longsor, potensi gerakan tanah ini dapat diminimalkan dengan beberapa langkah berikut. a. Identifikasi zona yang rentan bergerak b. Identifikasi faktor kunci penyebab gerakan tanah c. Menerapkan rekayasa untuk : meminimalkan pemicu atau pengaruh pemicu memperkuat lereng 5.a. Identifikasi zona yang rentan bergerak. Identifikasi zona rentan bergerak merupakan langkah awal dalam tahapan pencegahan dan atau pengendalian gerakan tanah. Identifikasi zona rentan dilakukan dengan penyelidikan terhadap faktor-faktor pengontrol gerakan tanah. Hasil penyelidikan kemudian dianalisis secara terpadu dan digambarkan dalam peta sebaran zona-zona dengan tingkat kerentanan yang bervariasi. Tingkat kerentanan gerakan tanah dibedakan menjadi: : kerentanan tinggi kerentanan menengah kerentanan rendah kerentanan sangat rendah Semakin tinggi tingkat kerentanan suatu zona berarti semakin besar pula kemungkinan terjadinya gerakan tanah. Dengan diketahuinya variasi tingkat kerentanan suatu kawasan atau daerah terhadap gerakan tanah, maka dapat disusun strategi pencegahan dan penanggulangannya secara lebih efektif. Misal: upaya perkuatan lereng hanya diprioritaskan pada zona dengan tingkat kerentanan tinggi saja, sedangkan untuk zona dengan tingkat kerentanan menengah cukup dilakukan dengan penanaman vegetasi yang bersifat memperkuat lereng. Jadi akhirnya dapat ditetapkan zona mana yang aman untuk dikembangkan dan zona mana yang harus diproteksi. 5.b. Identifikasi faktor kunci penyebab gerakan tanah. Faktor kunci merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap proses terjadinya gerakan tanah, dan seringkali merupakan faktor yang paling sensitif untuk bereaksi terhadap perubahan ekosistem. Teridentifikasinya faktor kunci ini sangat penting dalam menetapkan teknik atau rekayasa pencegahan/ pengendalian gerakan tanah yang efektif. Identifikasi ini dilakukan dengan cara penyelidikan terhadap kondisi, sebaran dan proses-proses yang dicurigai sebagai faktor penyebab gerakan tanah. Penyelidikan geologi merupakan basis utama dalam indentifikasi ini, yang kemudian perlu diintegrasikan dengan penyelidikan hidrologi dan penggunaan lahan. Ketelitian dalam penyelidikan ini juga bervariasi, tergantung pada target atau produk yang ingin dicapai dari hasil penyelidikan. Untuk produk yang berupa arahan kebijakan pengendalian kawasan di suatu wilayah propinsi, minimal diperlukan ketelitian penyelidikan dengan skala peta 1 : 100.000. Untuk 5

wilayah kabupaten minimal diperlukan ketelitian penyelidikan dengan skala peta 1 : 50.000 hingga skala 1 : 25.000. 5.c. Menerapkan rekayasa untuk pencegahan/ pengendalian. Sebelum rekayasa diterapkan perlu dilakukan penyelidikan lebih dahulu guna mengetahui faktor kunci penyebab gerakan tanah. Penyelidikan harus dilakukan secara detil (skala 1 : 10.000 hingga skala 1 : 100). Rekayasa yang dapat diterapkan untuk meminimalkan pemicu/ pengaruh pemicu atau untuk memperkuat lereng meliputi : rekayasa teknis rekayasa vegetatif. kombinasi keduanya. 6. Skala ruang dan waktu pemicu longsor dan banjir Berbagai peristiwa yang memiliki kaitan dengan longsor dan banjir, antara lain iklim, termasuk di dalamnya kejadian El Nino yang dapat mengakibatkan kekeringan atau curah hujan berlebihan di suatu daerah. Jika curah hujan berlebihan dari curah hujan biasa maka bisa memicu longsor ataupun banjir. El Nino mempunyai siklus 4-10 tahunan dengan pengaruh keruangan/spasial sampai dengan ribuan kilometer persegi dan kehadirannya bisa dipantau melalui satelit, sehingga bisa diduga kapan El Nino memberikan curah hujan berlebihan di suatu daerah. Saat itulah merupakan saat waspada longsor maupun banjir. Wilayah Indonesia bagian selatan dan timur merupakan jalur gempabumi yang juga bisa memicu longsoran. Siklus suatu gempabumi bisa puluhan sampai ratusan tahun, namun saat terjadi hanya berlangsung beberapa menit saja dan akibatnya bisa mencakup daerah seluas ratusan kilometer persegi. Seperti di daerah Sengir, Prambanan, telah terjadi gerakan tanah yang mengakibatkan di daerah kepala ambles setinggi 4 meter dan di daerah toe mengalami kenaikan beberapa meter. Hal ini terjadi sesaat setelah gempabumi Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006. Oleh karena itu dalam rangka upaya mitigasi bencana longsor dan banjir, perlu kiranya dipertimbangkan arti perbedaan dimensi dari setiap peristiwa tersebut untuk diletakkan di dalam kerangka skala waktu maupun skala ruang pemicunya. DAFTAR PUSTAKA Abbott, P. L., 2004, Natural Disaster. Fourth Edition. McGraw Hill, Higher Education, New York, 460 pp. Campy M. & Macaire J.J. 1989. Géologie des Formations Superficielles: Géodynamique, faciès, utilisation, Masson, Paris, 433 p. John R. C. 1995. Coastal Geology, Manual # 1110-2-1810, Department of the Army, US Army Corps of Engineers, Washington DC, 297 p. Premchit J. 1995. Landslides. Asian Institute of Technology, South East Asian Geotechnical Society, Bangkok, 21 pp. 6