1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

Analisis Isu-Isu Strategis

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan sektor unggulan dan dijadikan sebagai arus utama pembangunan nasional (Dahuri 2003), tetapi pada saat yang lain diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) (Kusumastanto 2002 dan 2003), dan memiliki implikasi bukan merupakan sektor unggulan (Fauzi 2005), di mana pada era pasar bebas dan globalisasi tantangan dan persaingan dengan berbagai bentuk permasalahan tersebut semakin komplek. Ditandai dengan perubahan lingkungan yang cepat dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat, menuntut kepekaan sektor perikanan untuk merespon perubahan, sehingga mampu menghadapi persaingan. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut, akan berdampak pada kebijakan pemerintah, antara lain pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah yang terhitung sejak 1 Januari 2000 dengan didasarkan pada keluarnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004, tentang otonomi daerah yang sebelumnya hal tersebut belum terjadi. Wacana otonomi daerah mengemuka dengan berbagai dilema baru yang perlu pula memperoleh solusi baru, yang sejalan dengan perkembangan politik dalam era reformasi serta sekaligus sebagai pelaksanaan terhadap UUD 45 yang didalamnya disebutkan bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Salah satu bagian dari kebijakan pemberian otonomi daerah tersebut adalah adanya pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan arah kebijakan pembangunan daerah, yang diharapkan akan mempengaruhi target-target pembangunan secara nasional, seperti antara lain : penciptaan lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan, peningkatan daya saing dan pertumbuhan sektorsektor primer dan sekunder. Pemberian kewenangan kepada daerah tersebut juga memiliki potensi dalam pengelolaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang akan menjadikan suatu daerah menjadi lebih efisien dan mampu menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi, yang semua itu akan berujung pada peningkatan kinerja perusahaan,

2 kinerja sektor, bahkan kinerja pemerintah daerah. Dengan meningkatnya kinerja tersebut, akan berdampak luas pada masyarakat dengan semakin meningkatnya tujuan pembangunan, antara lain; tujuan secara ekonomi, sosial, ekologi dan eksternalitas. Perubahan di tingkat global tersebut salah satunya disebabkan adanya tekanan ekonomi baik internal maupun eksternal (seperti saat ini krisis ekonomi glabal yang terjadi di Amerika Serikat, dengan ambruknya perbankan dan pembiayaan investasi lainnya), tekanan informasi, dan tekanan isu lingkungan hidup, tekanan isu hak asasi manusia, yang berimbas semakin berkurangnya ekspor ke negara-negara tersebut, akan mendorong suatu sektor untuk dapat meningkatkan kinerja sektor dan perannya baik dalam skala nasional maupun internasional. Hal tersebut akan menuntut peran sumber daya manusia untuk dapat mengadopsi perubahan yang terjadi, seperti dengan lebih meningkatkan skill dan knowledge, sehingga akan menciptakan daya saing yang tinggi melalui produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Sumberdaya manusia yang ada harus selalu dikembangkan secara kontinyu guna meningkatkan kemampuan sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan yang terjadi. Perubahan lingkungan ini akan berdampak pada perubahan kebijakan secara nasional, yang secara simultan akan berdampak terhadap pembangunan di daerah dan pembangunan sektor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja pembangunan di daerah. Kinerja pembangunan di daerah merupakan refleksi dari kumpulan kinerja-kinerja sektor dalam perekonomian yang membangun fondasi perekonomian daerah. Sektor-sektor yang menopang suatu perekonomian dan pembangunan daerah yang ada selama ini antara lain sektor tanaman bahan makanan, sektor tanaman perkebunan, sektor peternakan, sektor kehutanan, sektor perikanan, sektor pertambangan dan bahan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan transportasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Ke-13 sektor tersebut merupakan perincian lapangan usaha dalam struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada suatu daerah. Keberadaan sektor- sektor ini menjadi penting, antar lain untuk mengetahui sejauh mana peran masing-masing sektor pada perekonomian daerah seperti distribusi input, output, struktur ekspor-impor, keterkaitan antar

3 sektor dan dampak pengganda. Dengan diketahuinya peran suatu sektor, akan dapat menentukan arah kebijakan sektor tersebut dalam pembangunan daerah. Salah satu kebijakan pembangunan sektor adalah pada sektor perikanan dan kelautan Jawa Tengah yang diarahkan untuk keseimbangan pembangunan perikanan dan kelautan di daerah pengembangan perikanan pantai utara (Pantura) dan pantai selatan (Pansela), yang ditekankan pada : 1) Peningkatan produksi melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan, baik sumberdaya pulih, maupun sumberdaya tidak pulih untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional, melalui: peningkatan sarana dan prasarana aparatur serta kualitas sumberdaya manusia dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan; pengembangan penangkapan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di laut dan perairan pedalaman; pengembangan kawasan budidaya laut, payau, dan air tawar yang menerapkan sistem usaha yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkeadilan; pemberdayaan pembudidaya ikan dan nelayan dalam meningkatkan produktivitas usaha disertai peningkatan kelembagaan pendukungnya; peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil, terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berhubungan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya alam; (2) Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang belum termanfaatkan secara optimal, melalui: Peningkatan kapasitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan; peningkatan penyediaan pangan dan konsumsi masyarakat terhadap sumber protein ikan dan bahan baku industri di dalam negeri serta ekspor. Salah satu bagian pengembangan pada sektor perikanan adalah usaha perikanan tangkap dan industri perikanan, bagaimana perannya dalam pembangunan Jateng, seperti distribusi input, output, struktur ekspor-impor, keterkaitan antar sektor dan dampak pengganda. Bagaimana kebijakan pemerintah pada sektor perikanan Jawa Tengah, yaitu kebijakan pusat dan daerah dengan skala kebijakan mikro, meso, dan makro, memiliki hubungan yang terkait dengan lingkungan usaha perikanan, kinerja, akan memiliki pengaruh dalam peningkatan tujuan pembangunan perikanan. Analisis peranan sektor perikanan dalam perekonomian Jawa Tengah, dengan menerapkan model Input Output (IO). Model input output ini didasarkan pada Tabel Input Output (IO), yaitu suatu perangkat data atau tabel transaksi yang komprehensif, konsisten dan terinci yang menggambarkan hubungan

4 supply dan demand antar berbagai sektor dalam suatu wilayah perekonomian baik negara, wilayah maupun daerah yang lebih kecil (Arief 1993; BPS 1995; Nazara 1997; Arsyad 1999; Mangiri 2000). Dengan digunakan Tabel Input Output Jawa Tengah tahun 2007 hasil up dating sebagai basis analisis, diharapkan dapat memberikan gambaran aktivitas perekonomian Jawa Tengah secara menyeluruh, serta hubungan antara satu sektor dengan sektor yang lain dapat tertangkap. Secara umum Tabel Input Output ini dapat digunakan sebagai kerangka data yang dapat menjelaskan berbagai hubungan kuantitatif antara lain : 1. Kinerja pembangunan ekonomi negara dalam bentuk Produk Domestik Bruto (atau Produk Domestik Regional Bruto untuk kinerja perekonomian daerah), konsumsi masyarakat, tabungan dan keperluan input sektor produksi dan output yang dihasilkan termasuk perdagangan internasionalnya. 2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktor produksinya. Didalamnya termasuk distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan rumah tangga (modifikasi Tabel IO dari Miyazawa yang digolongkan menjadi pendapatan golongan rendah, menengah dan atas pada kuadran I atau transaksi antara (Sonis dan Hewing 2003 ), dan 3. Pola pengeluaran rumah tangga per sektor perekonomian. Sebagai bagian dari sistem neraca nasional atau regional, maka tabel IO mempunyai keterkaitan dengan perangkat data ekonomi makro lainnya seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data PDRB menunjukkan nilai tambah atau pendapatan yang diciptakan oleh berbagai unit (sektor) ekonomi produksi atau dikenal sebagai lapangan usaha. Pada akhirnya sebagian besar dari nilai tambah tersebut akan menjadi sumber pendapatan masyarakat, baik rumah tangga, pemerintah maupun unit usaha itu sendiri. Selain itu pada sisi yang berbeda data PDRB menurut penggunaan atau pengeluaran mampu menjelaskan tentang struktur konsumsi akhir rumah tangga secara agregat total, konsumsi akhir lembaga non profit yang melayani rumah tangga, konsumsi akhir pemerintah, pembentukan modal tetap (investasi fisik) serta ekspor dan impor. Ukuran nonpendapatan yang saat ini tergolong baru adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Ada 3 komponen pokok yang dipakai untuk mengukur besarnya angka IPM, yaitu (1) angka harapan hidup, (2) angka melek

5 huruf dan rata-rata lama sekolah, dan (3) angka pengeluaran perkapita atau daya beli masyarakat. Dalam sistem dunia nyata, dengan aktivitas ekonomi yang begitu luas dan saling kait mengkait, pengukuran peranan sektor pada suatu perekonomian harus didukung oleh instrumen pengukuran dan analisis yang bersifat menyeluruh, dan model IO mampu menjawab hal tersebut. Sementara itu model IO modifikasi dari Miyazawa untuk mengukur aspek distribusi kesejahteraan, yang selama ini belum mampu dianalisis dari tabel IO yang ada. Penelitian ini akan mencoba menggunakan tabel modifikasi dari Miyazawa dengan dasar tabel IO Jawa Tengah tahun 2007 yang merupakan hasil up dating, untuk menganalisis peranan sektor perikanan dari aspek pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan pada perekonomian Jawa Tengah. Selain analisis dilakukan terhadap peranan sektor perikanan dalam perekonomian Jawa Tengah, maka perlu diketahui bagaimana hubungan antara faktor lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah, tujuan pembangunan perikanan dalam meningkatkan kinerja sektor perikanan dan diperlukan juga faktor dominan apa yang paling berpengaruh peningkatan kinerja sektor perikanan tersebut dalam pembangunan sektor perikanan di Jawa Tengah. Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian yang menyangkut peranan dan kinerja sektor perikanan di Jawa Tengah, diharapkan dengan kajian tersebut kita dapat mengetahui peranan sektor perikanan pada perekonomian dan bagaimana hubungan yang rumit antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap, kinerja industri pengolahan, dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, dapat mengetahui faktor yang dominan, sehingga ke depan dapat ditentukan skala prioritas dalam pembangunan perikanan di Jawa Tengah. 1.2 Perumusan Masalah Menurut Soemokaryo (2001) pembangunan perikanan disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan devisa, maka peningkatan kesejahteraan bagi nelayan dan petani ikan haruslah menjadi prioritas utama disamping aspek kelestarian. Lebih lanjut Soemokaryo (2001) menjelaskan bahwa peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan dipengaruhi oleh faktor internal seperti pendidikan, pengalaman dan penguasaan

6 teknologi dan faktor eksternal, seperti potensi sumberdaya, mekanisme pasar, pola penentuan harga, proses pengakumulasian modal dan keadaan infrastruktur. Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil pembangunan sektor perikanan di Jawa Tengah, paling tidak ada 8 indikator yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain : produksi perikanan, armada perikanan, volume dan nilai ekspor produk perikanan terhadap PDRB, konsumsi ikan perkapita, tenaga kerja, pendapatan nelayan, pendidikan nelayan serta peraturan dan perundangundangan (Dahuri 2003). Selama ini, gambaran dari ke-8 indikator pada sektor perikanan cenderung mengalami penurunan, seperti pada total volume produksi perikanan Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 16,15%, yaitu dari 339 319,1 ton pada tahun 2003 menjadi 292 148 ton pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah 2005), demikian juga pada indikator yang lain. Jawa Tengah memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tergolong besar, antara lain ditunjukkan dengan garis pantai sepanjang 791,76 km, yang membentang di pantai utara 502,69 km dan pantai selatan 289,07 km dan 34 pulau-pulau kecil (Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah 2005). Potensi yang besar tersebut secara empiris selama ini belum sebanding dengan peranan yang dimiliki oleh sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, antara lain pada pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan. Kondisi ini menimbulkan suatu pertanyaan sebesar apa peranan sektor perikanan dalam pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan pada perekonomian Jawa Tengah? Jika dilihat dari data BPS Jawa Tengah tahun 2005, kontribusi pertumbuhan ekonomi sektor perikanan terhadap perekonomian yang ditunjukkan dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diindikasikan sebagai nilai tambah dari sektor perikanan untuk data tahun 2001 sampai 2004 Jawa Tengah masih dibawah 1,5% yaitu berkisar antara 1,18% sampai 1,47%. Demikian juga kontribusi tenaga kerja yang terbentuk dari kegiatan sektor perikanan hanya mampu menyumbangkan jumlah tenaga kerja di sektor perikanan kurang 2%. Untuk data distribusi pendapatan berdasarkan data BPS Jawa Tengah (2004), secara umum perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2003 yang didasarkan pada perhitungan dengan kriteria Gini Ratio menunjukkan nilai

7 sebesar 0.24, sehingga dari nilai ini Jawa Tengah memiliki kategori pemerataan tinggi atau dengan kata lain ketimpangannya rendah. Sementara itu, menurut perhitungan distribusi pendapatan dari kriteria Bank Dunia menunjukkan bahwa 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah distribusi pendapatannya sebesar 25,31 persen, pada kelompok 40 persen penduduk berpendapatan menengah distribusi pendapatan sebesar 38,37 persen, dan pada kelompok 20 persen penduduk berpendapatan tinggi distribusi pendapatan sebesar 36,32 persen. Dari ketimpangan pendapatan dengan kriteria Bank Dunia tersebut, tingkat ketimpangan pembagian pendapatan diukur dengan bagian pendapatan yang dinikmati oleh 40 persen penduduk berpenghasilan rendah, dan di Jawa Tengah dari nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketimpangannya dikategorikan rendah. Dari perhitungan dengan dua kriteria tersebut, pemerataan pendapatan di Jawa Tengah dapat dikatakan merata atau tidak mengalami ketimpangan. Bagaimana dengan kondisi ketimpangan pendapatan pada sektor perikanan, apakah dengan data-data tersebut telah terjawab?. Selama ini masih belum banyak data yang menyajikan bagaimana distribusi pendapatan pada pelaku di sektor perikanan, seperti nelayan, pengusaha perikanan maupun stakeholders lainnya. Dari pencapaian kinerja sektor perikanan pada perekonomian yang tercermin dari tingkat pertumbuhan perekonomian, ketenagakerjaan dan distribusi pendapatan tersebut, dapat dijadikan sebagai suatu indikator sejauh mana peran sektor perikanan dalam perekonomian Jawa Tengah. Dengan diketahuinya kontribusi tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk pengembangan sektor perikanan ke depan. Menurut Mudzakir (2003), sektor perikanan Jawa Tengah belum merupakan sektor unggulan yang akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian, walaupun sumberdaya yang dimilikinya berpotensi besar. Kondisi ini menjadi perhatian, karena selama ini keterkaitan sektor perikanan baik ke depan maupun ke belakang masing kecil (Mudzakir 2003 dan Mudzakir 2006a), sehingga belum mampu untuk menarik sektor hulu (sebagai penyedia input bagi sektor perikanan) maupun mendorong sektor hilir (sebagai pengguna hasil dari sektor perikanan). Kondisi ini semakin diperparah dengan masih rendahnya nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor perikanan, akibatnya nilai PDRB, ekspor, pajak tak langsung serta upah dan gaji relatif masih kecil, sehingga menjadikan

8 rendahnya kontribusi sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah (Mudzakir 2003 dan 2006b). Upaya peningkatan produksi perikanan masih dihadapkan pada kendalakendala yaitu : (1) masih terbatasnya sarana dan prasarana yang memadai seperti Pelabuhan Perikanan, PPI dan TPI; (2) masih rendahnya kemampuan SDM nelayan, baik dibidang penangkapan, pasca panen, manajemen usaha dan mengadopsi penerapan teknologi penangkapan; (3) masih terbatasnya sistem informasi perikanan tangkap untuk mendukung perencanaan program dan pengendalian kegiatan perikanan tangkap; (4) terdapat kecenderungan kemerosotan produktivitas dan mutu lingkungan yang disebabkan oleh pemanfaatan lahan yang melewati kapasitas daya dukung lingkungan; (5) masih terbatasnya sarana dan prasarana pembenihan dan budidaya ikan baik air payau maupun air tawar, menurunnya kualitas ekosistem sumberdaya perikanan dan kelautan; (6) masih terbatasnya sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian kesehatan ikan maupun lingkungan; (7) masih rendahnya kemampuan dan ketrampilan SDM pembudidaya ikan maupun manajemen usaha; (8) masih terbatasnya ketersediaan induk ikan unggul dan benih ikan yang berkualitas dalam pengembangan usaha budidaya ikan; (9) masih terbatasnya system informasi perikanan budidaya untuk mendukung perencanaan program dan pengendalian kegiatan perikanan budidaya; (10) belum berkembangnya kawasan pengembangan sentra pengolahan dan pemasaran produk-produk hasil perikanan yang berdaya saing dipasar domestik dan ekspor; (11) masih rendahnya kesadaran nelayan maupun para pelaku usaha perikanan tentang perijinan usaha Perikanan; (12) masih rendahnya mutu produk hasil perikanan akibat kesalahan dalam penanganan hasil perikanan; (13) kurangnya sarana dan prasarana LPPMHP sebagai laboratorium pengujian dan pengawasan mutu hasil perikanan; dan (14) masih rendahnya kemampuan dan ketrampilan pengolah hasil perikanan. Pertanyaan yang dapat ditujukan dalam penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah yaitu terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB), sosial, ekologi, eksternalitas, tenaga kerja dan distribusi pendapatan. 2. Bagaimana keterkaitan hubungan dan faktor-faktor dominan antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap dan kinerja industri

9 perikanan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, yang dirumuskan antara lain bagaimana : (1). Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, (2). Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap kinerja industri pengolahan, (3). Pengaruh lingkungan usaha perikanan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, (4). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap lingkungan usaha perikanan, (5). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, (6). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kinerja industri pengolahan, (7). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap kebijakan pemerintah daerah, (8). Pengaruh kebijakan pemerintah pusat terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, (9). Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap lingkungan usaha perikanan, (10). Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap kinerja usaha perikanan tangkap, (11). Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap kinerja industri pengolahan, (12). Pengaruh kebijakan pemerintah daerah terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, (13). Pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap terhadap kinerja kinerja industri pengolahan, (14). Pengaruh kinerja industri pengolahan terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, (15). Pengaruh kinerja usaha perikanan tangkap terhadap tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah, 3. Bagaimana kebijakan yang tepat dalam usaha untuk meningkatkan tujuan pembangunan sektor perikanan dari aspek ekonomi, sosial, ekologi dan eksternalitas pada perekonomian Jawa Tengah.

10 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan dan kinerja sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah, sedangkan secara khusus, tujuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Menganalisis peranan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah. 2. Menganalisis pengaruh antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap, kinerja industri pengolahan dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. 3. Menganalisis faktor-faktor dominan yang berpengaruh pada hubungan antara lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah pusat, kebijakan pemerintah daerah, kinerja usaha perikanan tangkap dan kinerja industri pengolahan dan tujuan pembangunan perikanan Jawa Tengah. 4. Merumuskan kebijakan yang tepat dalam usaha untuk meningkatkan pembangunan perikanan di Jawa Tengah. 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi wilayah Provinsi Jawa Tengah secara agregat dengan fokus penelitian pada peranan sektor perikanan dan menganalisis hubungan yang terbentuk antara lingkungan usaha perikanan (internal, industri dan eksternal), kebijakan pemerintah (pusat dan daerah), kinerja sektor perikanan (kinerja usaha perikanan tangkap, dan kinerja industri pengolahan) dan tujuan pembangunan perikanan, serta faktor-faktor yang dominan dalam pembentukan hubungan tersebut. Untuk menjawab bagaimana peranan sektor perikanan digunakan Model Input Output yang mendasarkan analisisnya pada Tabel Input Output Jawa Tengah hasil up dating tahun 2007, sedangkan model Structural Equation Model (SEM), digunakan untuk mengetahui hubungan yang rumit serta faktor yang dominan antara lain pada kinerja usaha perikanan tangkap, kinerja industri pengolahan, lingkungan usaha perikanan, kebijakan pemerintah, kebijakan pemerintah pusat dan tujuan pembangunan perikanan. Untuk kebutuhan analisis Input Output dengan memasukkan unsur distribusi pendapatan (yang selama ini Model dasar IO tidak mampu menjawab bagaimana distribusi pendapatan terjadi), maka digunakan Tabel Input Output hasil modifikasi dari Miyazawa (Sonis dan Hewing 2003 ). Adapun Tabel Input

11 Output yang digunakan adalah 19x19 sektor tahun 2007 yang merupakan tabel IO hasil up dating dengan metode RAS dengan dasar Tabel IO tahun 2004. Model Input output ini memiliki keterbatasan dalam analisis, antara lain (1) mengabaikan adanya substitusi input, (2) adanya anggapan hubungan inputoutput yang linear, (3) perekonomian dianggap statis, dan (3) harga dianggap konstan dan (4) Model IO Jawa Tengah tahun 2004 merupakan IO wilayah tunggal, sehingga tidak dapat memotret bagaimana terjadinya keterkaitan antara wilayah Jawa Tengah dan wilayah yang lain. Walaupun tabel IO memiliki keterbatasan, nilai kelebihan dari model IO yang menjadi pertimbangan utama mengapa model tersebut di pilih dalam studi ini, yakni : (1) model IO mampu menggambarkan secara komperhensif perekonomian suatu daerah, (2) Model IO memberikan suatu kerangka kerja yang dapat menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah, dan (3) IO dapat menjelaskan keterkaitan ekonomi diantara seluruh kegiatan pembangunan hanya dalam satu kesatuan model matriks yang terintegrasi. Penggunaan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model /SEM), digunakan untuk menganalisis hubungan antar Faktor yang dominan yang mempengaruhi tujuan pembangunan sektor perikanan pada perekonomian Jawa Tengah. Adapun faktor-faktor dominan tersebut didasarkan pada modifikasi dari pendapat Soemokaryo (2006), yang menyebutkan bahwa dalam path diagram sistem pembangunan perikanan Indonesia terdapat faktorfaktor yang saling terkait antar lingkungan usaha perikanan (internal, industri dan eksternal), kebijakan pemerintah (pusat dan daerah), kinerja sektor perikanan (kinerja usaha perikanan tangkap, dan kinerja industri pengolahan) dan tujuan pembangunan perikanan.