BAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan

dokumen-dokumen yang mirip
e) Hak Menghadiri RUPS... 55

perubahan Anggaran Dasar.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

PIAGAM DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT INDOSAT Tbk.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

Mata Kuliah - Kewirausahaan II-

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. A. Dasar Hukum Peralihan Saham Pada Perseroan Terbatas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

B A B I PENDAHULUAN. Sasaran utama pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada pengingkatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

ANALISA AKTA PENDIRIAN PT LUMBUNG BERKAT SEJAHTERA TERHADAP UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA. pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut.

TANGGUNG JAWAB YURIDIS PENYELENGGARAAN DAFTAR PEMEGANG SAHAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN1995

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tatacara Balik Nama atas Kepemilikan Saham Bank.

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PIAGAM DIREKSI PT SINAR MAS AGRO RESOURCES AND TECHNOLOGY Tbk.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (UUPT)

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat

DRAFT AWAL DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum

BAB II KETENTUAN DAN SYARAT PEMBELIAN KEMBALI SAHAM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM MELINDUNGI KEPENTINGANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PT. PEMBANGUNAN PRASARANA SUMATERA UTARA

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk.

PEDOMAN DEWAN KOMISARIS PT SOECHI LINES Tbk.

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

TATA TERTIB. Rapat akan diselenggarakan dalam bahasa Indonesia.

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Perseroan Terbatas. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016. Kata kunci: Kedudukan hokum, tanggungjawab, pendiri, perseroan terbatas.

HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas) Oleh: Rahmad Hendra

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R

ANGGARAN DASAR. PT LOTTE CHEMICAL TITAN Tbk Pasal

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Penambahan Modal Tanpa Memberikan HMETD

BAB II HAK-HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM. Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

ANGGARAN DASAR PT. AKR Corporindo, Tbk.

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan)

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan meningkatkan modal maka hak-hak pemegang saham yang tidak menaikan modal tersebut wajib tetap diberikan meskipun dengan beberapa konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemegang saham tersebut. Pelaksanaan penyetoran saham sangat tergantung pada Direksi perseroan. Direksi perseroan diharapkan dapat bertindak pro-aktif untuk melakukan penagihan atas utang pemegang saham terhadap perseroan. Dalam hal penagihan telah dilakukan, namun penyetoran modal tidak juga dilaksanakan maka perseroan dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a) mengajukan gugatan perdata kepada pemegang saham yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk gugatan utang-piutang; b) meminta dilakukannya Rapat Umum Pemegang Saham yang bertujuan membeli kembali saham perseroan yang tidak disetor oleh pemegang saham sebagai treasury stock; atau c) secara tegas menyatakan pengurangan modal perseroan; atau Atas konsekuensi yang harus ditanggung oleh Pemegang Saham karena tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal seperti tersebut di atas, Pemegang Saham masih tetap mendapatkan hak-haknya meskipun adanya pengurangan modal, dapat digugat di pengadilan oleh 114

perseroan sebagai utang piutang serta pengambilalihan saham oleh pemegang saham lainnya atau pihak ke tiga yang disetujui RUPS perseroan. Adapun Hak-hak yang dilindungi oleh Undang-undang perseroan terbatas terhadap pemegang saham yang tidak menyetorkan modal pada saat peningkatan modal sebagai berikut: 1. hak mengajukan gugatan ke pengadilan 2. hak agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar 3. hak meminta ke Pengadilan Negeri untuk menyelenggarakan RUPS 4. hak menghadiri RUPS 5. hak menerima deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi Berdasarkan Teory Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham minoritas dengan prinsip Majority Rule Minority Protection : pemegang saham tetap mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau dengan kata lain dilindungi. Meskipun demikian antara hak dan kewajiban harus seimbang. Artinya selain tetap diberikan hak2x-nya, pemegang saham semestinya menjalankan kewajibannya dalam hal ini menyetorkan modalnya pada saat peningkatan modal perseroan dilakukan. 2. Dalam hal Perseroan tidak melakukan mekanisme sebagaimana yang diharuskan dalam UU No.40 Tahun 2007 untuk meningkatkan modal perseroan maka Pemegang Saham yang tidak menyetorkan modal dapat diminta pertanggungjawabannya apabila terjadi kerugian. 115

Dalam hubungannya dengan pemegang saham yang tidak menaikan modalnya pada saat perseroan meningkatkan modal maka mengenai apakah pemegang saham tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban atau tidak atas kerugian perusahaan, mengacu pada pasal 3 ayat 2 UUPT jawabannya adalah pemegang saham tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Pemegang Saham yang tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modalnya tanpa melalui mekanisme yang diharuskan oleh UU PT No.40 Tahun 2007 tidak mengurangi hak-hak yang harus tetap diberikan kepada Pemegang Saham tersebut pada saat perseroan mengalami kerugian. Hal ini sebagai pengejahwantahan dari Prinsip majority rule minority protection dalam Teory Mengenai Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham minoritas. Permasalahan adanya corporate action terkait penambahan/peningkatan modal suatu perseroan acap kali digunakan para pemilik saham mayoritas untuk mendilusi kepemilikan saham minoritas. Namun, sepanjang corporate action ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku pada UUPT, maka tidak adanya pelanggaran hukum yang dapat dialamatkan kepada perseroan. Sebaliknya jika tidak melalui mekanisme yang diatur oleh UU, perseroanpun tidak dapat sewenang-wenang mengurangi hak-hak yang harus diberikan kepada pemegang saham yang tidak ikut menyetorkan modal pada saat peningkatan modal perseroan terbatas dilakukan tanpa RUPS dan/atau memenuhi persyaratan 116

kuorum. Langkah yang dapat dilakukan oleh pemegang saham atas tindakan yang dilakukan perseroan adalah dalam hal pemegang saham yang dirugikan dapat membuktikan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan perseroan terkait dengan peningkatan modal perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar tersebut, Pemegang saham yang dirugiakan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tempat kedudukan perseroan. Sehubungan dengan tanggung jawab pemegang saham yang tidak menyetorkan modal pada saat peningkatan modal perseroan dilakukan tanpa melalui mekanisme yang diatur UUPT ini; pada satu sisi perseroan melanggar syarat yang diwajibkan UUPT dengan tidak melakukan RUPS dan memenuhi syarat kuorum suara sah dan pada sisi lain pemegang saham juga tidak melaksanakan prestasi bukan karena tidak mau melaksanakan kewajiban penyetoran modal pada saat perseroan meningkatkan modal tetapi karena peningkatan modal yang dilakukan oleh perseroan dan pemegang saham yang ikut dalam peningkatan modal tersebut adalah perbuatan melanggar hukum yakni tidak melaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diwajibkan UU PT. Hal ini menimbulkan konsekuensi pertanggungjawaban hukum sebagai berikut: wajib menanggung kerugian yang dialami perseroan namun dengan perbedaan tingkat pertanggungjawabannya antara yang menyetorkan modal dan tidak menyetorkan modal pada saat perseroan mengalami kerugian bahwa yang satu 117

bertanggungjawab secara renteng atau yang lain hanya sebatas modal yang ditanamkannya. Dalam hal pemegang saham tidak bersedia menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal tanpa melalui mekanisme UUPT dan pada saat yang sama perseroan melakukan peningkatan modal tanpa melalui mekanisme UU PT yakni RUPS dan syarat sah kuorum. Terhadap pemegang saham yang tidak bersedia menyetorkan modal dalam hal peningkatan modal tidak melalui mekanisme yg diatur UUPT yakni tetap bertanggungjawab tetapi hanya sebatas saham yang dimasukan ke dalam perseroan sedangkan terhadap Perseroan dan Pemegang Saham yg meningkatkan modal tidak melalui mekanisme yang diwajibkan UU PT menurut teory Piercing The Corporate Veil adalah Perbuatan Melanggar Hukum yang menyebabkan mereka kehilangan tanggung jawab terbatas artinya ketika perusahaan mengalami kerugian, pertanggungjawaban mereka tidak lagi sebatas saham yang dimasukan melainkan bertangung jawab sampai harta pribadi atau tanggung renteng. B. SARAN 1. Sebagaimana konsekuensi terhadap pemegang saham yang tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal melalui mekanisme yang diatur UU PT No.40 tahun 2007 yakni : dengan persetujuan RUPS akan dinyatakan penurunan modal, dapat digugat atas utang piutang, sahamnya dapat langsung diambil alih oleh pemegang saham lainnya atau pihak ketiga yang menyetorkan 118

saham sebagai pengganti pemegang saham lama secara penuh atau lunas. Meskipun demikian pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya pada saat perseroan meningkatkan modalnya tersebut harus tetap mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan hak-hak sebagai pemegang saham. Dalam hubungannya dengan ini penulis memberi saran-saran sebagai berikut: a) Perlu diatur secara eksplisit kewajiban-kewajiban pemegang saham dalam peningkatan modal dan keseimbangan antara kewenangan atau hak dengan pelaksanaan kewajiban sebagai pemegang saham. Jangan sampai pemegang saham menuntut haknya saja karena dilindungi tetapi di satu sisi pemegang saham tersebut mengabaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai pemegang saham. b) Agar pemegang saham yang tidak mampu menyetorkan modal memberikan alasan kepada perseroan untuk berhutang kepada perseroan atau menggantinya dengan barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai nominalnya yang disetujui oleh RUPS melalui penilai independen, tidak secara diam-diam menghindar dari kewajibannya untuk tidak menyetorkan modalnya tanpa memberitahukan alasannya. c) Perseroan melalui Direksi harus pro-aktif agar melakukan pemberitahuan terlebih dahulu sebagaimana yang disyaratkan oleh UUPT tentang pemanggilan rapat untuk RUPS dalam peningkatan modal agar dan untuk menagih kepada pemegang saham dalam melakukan penyetoran modal. 119

d) Bagi perseroan agar peningkatan modal tersebut menjadi sah, harus selalu mematuhi mekanisme yang diatur oleh UUPT yaitu peningkatan modal harus melalui RUPS, sehingga semuanya tercatat di Notaris dan Perubahannya tertuang dalam Akta Perubahan yang harus disahkan oleh Menteri Kehakiman. 2. Dalam hal Tanggung Jawab Pemegang Saham yang tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal tidak melalui mekanisme yang diatur oleh UUPT No.40 tahun 2007. Berdasarkan kajian penulis terhadap UUPT dan rezim hukum mengenai perseroan terbatas terkait peningkatan modal memang hanya mengatur yang diperbolehkan atau diwajibkan dalam peningkatan modal adalah melalui mekanisme UUPT. Tidak secara rinci diatur bahwa jika peningkatan modal tidak melalui mekanisme UUPT adalah tidak sah. Ketidaksahannya yang penulis sampaikan pada kesimpulan tersebut di atas adalah mengacu pada ketentuan Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (1). Ketidaksahan perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya serta tidak mengikat perseroan hanya mengikat para pemegang saham yang meningkatkan modalnya tanpa melalui mekanisme yang diatur UUPT. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka penulis berpendapat ketentuan dalam UUPT mengenai Peningkatan Modal masih sangat minim, secara bagian per bagian sudah lengkap tetapi ketika masuk dalam perinciannya masih banyak hal yang tidak diatur secara eksplisit sehingga harus dilakukan penafsiran 120

lagi apakah kalimat atau kata tersebut bisa dilihat sebagai suatu syarat sah atau kewajiban dan hak dari pemegang saham. Oleh karena itu penulis menyarankan hal sebagai berikut: (i) pentingnya membuat pengaturan yang lebih rinci dalam pasal-pasal UUPT serta penjelasannya mengenai hak dan kewajiban dalam peningkatan modal. (ii) pentingnya mengatur konsekuensi hukum perihal pemegang saham yang tidak mau melakukan peningkatan modal baik dalam UUPT atau Akta Pendirian atau Anggaran Dasar Perseroan. 121