Rancangan Klaster Industri Maritim Terintegrasi Sebagai Bagian Dari Konsep Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital

STUDI KELAYAKAN PERENCANAAN KOMPLEKS GALANGAN PADA KAWASAN INDUSTRI MARITIM TANGGAMUS LAMPUNG

Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya. Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI PERKAPALAN DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG Sunaryo 1, Laily Rahmawati

BAB 1. Latar Belakang Permasalahan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

ANALISIS POTENSI DAN PANGSA PASAR GALANGAN- GALANGAN KAPAL DI PULAU BATAM

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

Kementerian Perindustrian Jakarta, 31 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

PENDAHULUAN Negara Kepulauan ( Archipelago State Inpres No. 5 Tahun 2005 dan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN


Pembangunan Infrastruktur peranan sektor swasta

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

Analisis Manajemen Waktu dan Biaya Rute Penyeberangan Baru

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS GALANG BATANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SELAMAT SIANG DAN SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEKALIAN. SYALLOM, OM SWASTIASTU,

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Yth. Bapak Jusuf Kalla Wakil Presiden RI; Hadirin sekalian peserta Forum Saudagar Bugis Makassar ke XV

BAB I PENDAHULUAN. diatas, Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas yaitu 1,937 juta km² daratan, dan 3,1 juta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

BAB 1 PENDAHULUAN dan luas perairannya Indonesia adalah Negara

Medan, Desember 2015 Pejabat Rektor. Prof. Subhilhar, Ph.D

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Peningkatan kinerja..., Suntana Sukma Djatnika, FT UI.,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

PRESS RELEASE Wujudkan Poros Maritim, Pemerintah Harus Lindungi Kepulauan Aru

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

PERENCANAAN PROYEK KAWASAN INDUSTRI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. PT. Samudera Indonesia adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

Industri Galangan. Jajang Yanuar Habib Abstrak. Kata Kunci: Perkapalan, Industri, Kebijakan LATAR BELAKANG

Kebijakan Pengembangan SDM, Iptek dan Budaya Maritim dalam Mendukung Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

Analisis Perbandingan Keekonomian Rute Merak-Bakauheni dengan Rute Cigading-Kiluan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169 TAHUN 2000 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERTAMINA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Rancangan Klaster Industri Maritim Terintegrasi Sebagai Bagian Dari Konsep Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia Integrated Maritime Industrial Cluster Design As A Part Of Indosesia As World Maritime Axis Concept Sunaryo 1, a * 1 PS Teknik Perkapalan, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia a email: naryo@eng.ui.ac.id Abstrak Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 2/3 wilayahnya adalah laut atau sekitar 5,8 juta km 2 sehingga industri maritim seharusnya memainkan peran yang sangat penting bagi kemakmuran bangsa. Sejalan dengan gagasan Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dengan lima pilar pembangunannya yang salah satunya adalah memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dengan membangun Tol Laut, deep seaport, short sea shipping, industri perkapalan, dan pariwisata maritim. Pada kenyataannya industri kemaritiman Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Untuk mewujudkan gagasan Pemerintah ini diperlukan usaha terobosan peningkatan daya saing industri kemaritiman nasional. Penelitian ini bertujuan untuk merancang strategi dan infrastruktur klaster industri maritim terintegrasi melalui pola aglomerasi dan pendekatan industri perkapalan terintegrasi yang memberlakukan industri perkapalan sebagai inti dari rangkaian berbagai industri terkait yang jika diintegrasikan akan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas bukan saja industri perkapalan itu sendiri tetapi juga industri lainnya sebagai rangkaian industri industri terkait. Penelitian diawali dengan pengidentifikasian masalah, pengumpulan data dan informasi pendukung, lalu dilajutkan dengan pemodelan dan simulasi perangkaian aglomerasi, dan disosialisasikan melalui berbagai forum diskusi dengan para pemangku kepentingan. Dari penelitian ini dihasilkan acuan strategi pembentukkan klaster industri maritim nasional yang dapat dijadikan percontohan bagi pembentukan klaster sejanis di daerah-daerah lain di Indonesia. Kata kunci: KLASTER MARITIM, AGLOMERASI, INTEGRASI, POROS MARITIM DUNIA

Pendahuluan Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 2/3 wilayahnya adalah laut atau sekitar 5,8 juta km 2 [1] sehingga industri maritim (pelayaran, perkapalan, perikanan, lepas pantai, pariwisata, energi kelautan, dan lain-lain) memainkan peranan yang sangat penting bagi pembangunan nasional, karena laut selain menyimpan sumber daya alam yang melimpah juga menjadi penghubung antara ribuan pulau yang tersebar di wilayah Indonesia yang berfungsi sebagai pemersatu NKRI dan pemerataan kesejahteraan bangsa, juga karena posisi geografis Indonesia yang terletak antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang menjadi alur pelayaran perdagangan internasional dari Eropa dan Timur Tengah menuju Asia dan Australia memberikan Indonesia peluang yang besar untuk terlibat aktif dalam sistem logistik dunia yang akan berdampak pada peningkatan sistem logistik nasional. Mengacu pada kondisi strategis Indonesia maka Pemerintah sejak awal telah mencanangkan untuk menaruh perhatian sebesar-besarnya pada pembangunan kemaritiman yang salah satunya adalah dengan menyatakan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dengan mengagendakan lima pilar utama pembangunan yang salah satunya adalah memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dengan membangun Tol Laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim [2]. Untuk mewujudkan prioritas pembangunan ini mengingat industri kemaritiman Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara Asia lainnya, maka diperlukan terobosan kebijakan sistem produksi untuk meningkatkan daya saing industri kemaritiman nasional, salah satunya adalah dengan membangun klaster terintegrasi industri maritim pada beberapa lokasi strategis di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem pengintegrasian industri-industri yang saling terkait baik intra maupun antar industri di bidang kemaritiman melalui pola aglomerasi. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan model percontohan bagi daerah-daerah potensial di Indonesia sehingga dapat diambil manfaat sebesar besarnya dari kondisi Indonesia sebagai poros maritim dunia untuk kesejahteraan dan kesatuan bangsa. Potensi dan permasalahan Sejalan dengan pencanangan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang pelaksanaannya dimulai bersamaan dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 2019 dan dimulainya Pasar Bebas ASEAN pada 2015 [3], maka pembangunan infrastruktur dan penunjang konektivitas maritim sangat mendesak untuk ditingkatkan agar dapat mengantisipasi perkembangan sistem logistik global yang terjadi. Posisi Indonesia sebangai poros maritim dunia sempat seolah-olah terlupakan pada beberapa periode waktu yang lalu dan baru tersadarkan kembali pada periode pemerintahan sekarang dengan pencanangan yang dipaparkan oleh Presiden Joko Widodo pada Konferensi Tingkat Tinggi Negaranegara Asia Timur (KTT EAS) di Myanmar, 13 November 2014 [4]. Hal ini mengacu pada letak geografis Indonesia yang berada pada perlintasan pelayaran perdagangan antara Eropa dan Timur Tengah menuju Asia dan Timur Jauh, serta Australia dengan Asia yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik [5] seperti yang di ilustrasikan pada gambar 1. Gambar 1 Alur pelayaran niaga Eropa dan Timur Tengah Menuju Asia Salah satu usaha pemerintah untuk mengembangkan industri maritim adalah

dengan meningkatkan peran industri pelayaran nasional untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yang diwujudkan dengan diterbitkannya INPRES no.5 tahun 2005 tentang pemberdayaan industri pelayaran nasional [6] yang penitikberatannya adalah penerapan azas Cabotage, yakni mewajibkan angkutan laut domestik untuk dilayani oleh kapal-kapal berbendera Indonesia, milik perusahaan pelayaran Indonesia dan diawaki oleh awak kapal Indonesia. INPRES ini diperkuat dengan disahkannya undang-undang no.17 tahun 2008 tentang pelayaran [7]. Sebagai hasilnya maka armada pelayaran niaga Indonesia bertumbuh sangat pesat melebihi120% dalam kurun waktu 9 tahun dari 6.041 unit pada Maret 2005 menjadi 13.326 unit pada Desember 2014 [8]. 70% dari armada pelayaran ini adalah kapal bekas dan sebagian besar berusia tua yang dalam waktu singkat menuntut adanya peremajaan [9]. Selain itu untuk menunjang komitmen pemerintah untuk berfokus pada kemaritiman maka selain kapal-kapal pelayaran niaga, kapal-kapal jenis lainnya juga sangat tinggi permintaan pasarnya seperti kapal penangkap ikan, kapal penunjang industri lepas pantai, kapal patroli, kapal pariwisata dan sebagainya. Kondisi ini membuka peluang pasar yang sangat besar bagi industri perkapalan nasional dan industri terkait lainnya, dan harus segera di antisipasi agar peluang ini tidak mengalir ke luar negeri seperti yang telah terjadi selama ini. Kondisi industri perkapalan nasional sampai saat ini masih sangat rendah daya saingnya baik dari segi kapasitas terpasang, ketepatan waktu penyerahan kapal, mutu pekerjaan dan biaya produksinya seperti yang ditunjukan melalui fakta-fakta berikut ini: Pada saat ini galangan yang ada di Indonesia berjumlah sekitar 250 dengan total kapasitas terpasang untuk melakukan pekerjaan perawatan/perbaikan sekitar sebesar 9,5 juta GT dan 600 ribu GT untuk bangunan baru [10]. Tingkat pemanfaat kapasitas galangan kapal nasional saat ini adalah 95% untuk perawatan dan hanya sekitar 35% untuk bangunan baru [11]. Dari data ini terlihat bahwa pemanfaatan terbesar ada pada kegiatan pembaikan dan perawatan kapal, hal ini disebabkan oleh banyaknya armada pelayaran nasional yang sudah berusia tua atau memang untuk memenuhi persyaratan peraturan klasifikasi dan statutory yang mewajibkan kapal untuk disurvey secara berkala, sedangkan untuk pembangunan kapal baru masih terbatas pada kapal-kapal pesanan pemerintah [12] karena memang kurang menariknya pemesanan kapal di dalam negeri. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan beberapa terobosan pendekatan baik secara kebijakan maupun pendekatan teknologi dan strategi proses pembangunan pada industri pekapalan nasional. Klaster Industri Perkapalan Klaster industri adalah sekelompok industri yang saling berkaitan yang berkomitmen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah melalui produk spesifik yang dihasilkan malaui strategi pengembangan rantai nilai (value chain) dari industri-industri tersebut termasuk jasa pendukung dan infrastruktur khusus. Klaster industri umumnya terkonsentrasi secara geografis dan saling terhubung melalui aliran barang dan jasa [13]. Dalam hal industri perkapalan industriindustri yang saling terkait dengan industri perkapal adalah: industri pendukung, industri pemasok, industri jasa, dan industri pengguna, di mana industri perkapalan adalah sebagai industri intinya [14], seperti yang diilustrasikan pada gambar 2. PENDUKUNG PEMASOK INTI JASA PENGGUNA Gambar 2 Ilustrasi Klaster Industri Perkapalan

Selain industri perkapalan sebagai industri inti maka yang termasuk pada industri pengguna adalah industri pelayaran, perikanan, kegiatan lepas pantai, kegiatan penelitian kelautan, kegiatan kemiliteran dan patroli; industri pendukung adalah industri bahan baku (seperti baja, elektroda, air tawar, gas, dan listrik), industri fabrikasi, dan industri lain yang produknya akan diproses lanjut oleh industri inti; industri pemasok adalah industri atau distributor yang akan memasok barang-barang berupa komponen dan perlengkapan kapal yang hanya akan dipasang oleh galangan pada struktur kapal; industri jasa adalah industri penyedia jasa seperti badan klasifikasi, industri keuangan, institusi pendidikan, konsultan, jasa transportasi, industri daur ulang dan pengolahan limbah, bahkan dapat juga dimasukkan pada industri jasa adalah infrastruktur penunjang. Metodologi Riset Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pendekatan menajemen rantai pasokan, manajemen rantai nilai dan manajemen proyek dalam bentuk pemodelan dan simulasi. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh industri perkapalan nasional dalam mengantisipasi gagasan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dan juga penerapan Tol Laut untuk pelayaran dalam negeri, serta antisipasi pertumbuhan armada pelayaran nasional yang sangat pesat yang merupakan peluang pasar perawatan maupun bangunan kapal baru yang sangat besar. Data yang telah diperoleh diolah kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang industri perkapalan nasional dan industri-industri lainnya yang akan diaglomerasikan, sehingga langkah-langkah strategi dan metode pendekatan yang tepat dapat diterapkan di dalam proses pembuatan rancangan klasternya. Sebagai proyek percontohan telah dipilih lokasi pada rencana pembentukan Kawasan Industri Maritim di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, tepatnya di daerah Batu balai dan teluk Semaka, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3, sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten. Gambar 3 Rencana KIM Tanggamus Perancangan Klaster Industri Inti. Berdasarkan hasil penelitian perkiraan pangsa pasar industri perkapalan nasional yang merupakan hasil simulasi dari jumlah armada nasional dan prediksi pertumbuhannya, diperkirakan ada sekitar 7 juta GT kapal yang memerlukan perawatan dan reparasi, serta sekitar 400.000 GT kapal baru setiap tahunnya dari berbagai ukuran untuk kapal niaga saja [15]. Sesuai perkiraan ini maka untuk klaster pada proyek percontohan direncanakan untuk dibangun sebanyak 5 buah galangan seperti yang dipaparkan pada tabel 1. Tabel 1 Variasi galangan kapal Jenis Jumalah Kapasitas galangan Besar 1 50000 150000 Dwt Menengah 1 15000 50000 Dwt Kecil 2 < 15000 Dwt Recycle 1 50000 Dwt Boatyard 2 50 m Industri Pengguna. Untuk industri pengguna klaster yang diusulkan akan menyediakan pelabuhan yang sanggup untuk disinggahi dan memiliki kapasitas bongkar

muat sesuai dengan prediksi perkembangan logistik dari dan ke sekitar daerah Lampung dan Sumatera bagian barat, serta lalu luntas laut di Selat Sunda. Total luas pelabuhan yang disediakan adalah 83 ha, dengan kedalaman sekitar 20m, selain kapal barang pelabuhan juga memiliki fasilitas untuk kapal penyeberangan bunkering. roro, dan fasilitas Industri Pendukung. Industri pendukung adalah industri bahan baku, industri fabrikasi, dan industri lain yang produknya akan diproses lanjut oleh industri inti. Pada klaster disediakan lahan sebagai kawasan industri pendukung seluas 200 ha berupa kavling yang terbukan investasi berbagai industri, walaupun untuk industri tertentu tidak mutlak untuk membuka pabrik baru di dalam kawasan, tetapi dapat membawa produknya dari tempat lain sejauh masih dalam batas kepraktisan, seperti indistri pelat dan profil baja. Industri Pemasok. Untuk industri pemasok karena sifatnya hanya memasok barang yang akan langsung dipasang oleh galangan maka lahan yang disediakan adalah berupa kawasan pergudangan dan industri skala menengah kecil, lahan yang disediakan sekitar 100 ha. Industri Jasa. Lahan yag disediakan untuk industri jasa lebih berupa kawasan perkantoran, seluas sekitar 100 ha. Selain kelima industri yang saling berkaitan, pada klaster industri maritim diusulkan untuk disediakan juga kawasan pemukiman berserta segala fasilitasnya seperti pertokoan, fasilitas umum dan sosial, dan juga kawasan rekreasi dan wisata termasuk perhotelan. Untuk mendukung seluruh industri yang ada maka klaster juga akan menyediakan fasilitas air bersih, tenaga listrik, jalan penghubung baik di dalam maupun ke luar kawasan, pusat pengolahan limbah yang masing-masing dibuat sesuai rencana kebutuhan. Blokplan dari klaster direncanakan seperti pada gambar 4. Gambar 4 Blokplan Klaster Industri Maritim Kesimpulan Dengan dibentuknya klaster industri maritim terintegrasi maka berbagai industri yang saling terkait di bidang maritim dapat saling diintegrasikan yang berakibat pada semakin pendeknya rantai pasokan industri dan semakin rendahnya biaya logistik karena sebagian kegiatan dapat dilakukan pada kawasan yang sama. Jika klaster ini dibentuk di beberapa kawasan strategis di Indonesia maka dengan sendirinya akan berkontribusi besar bagi program tol laut nasional dan terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia. Referensi [1] Suhar, Indonesia Negara Kepulauan Terbesar Dunia, Pemda Kabupaten Purworejo (2011). [2] Desvira Natasya, Rencana Pembangunan Tol Laut Indonesia, Tugas Penelitian Sistem Transportasi Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia (2014). [3] Pemerintah Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, Kementerian Perencanaan

pembangunan Nasional/BAPPENAS (2014) [4] Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Pidato Presiden RI Joko Widodo Pada KTT ke-25 ASEAN di Nay Pyi Taw, Myanmar, 12 November 2014, Transkrip Pidato (2014). [5] Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2002 tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia (2002). [6] Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, Sekretariat Negara RI (2005) [7] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Departemen Perhubungan RI (2008). [8] Wibowo Sugeng, Kondisi Industri Pelayaran nasional, FGD Kebangkitan Industri Perkapalan Indonesia, BPPTeknologi (2013). [9] Anam Saiful, INSA Ajak Perbesar Investasi di Galangan Nasional, Indonesia Shipping Times (2012). [10] Roesdianto Tjahjono, Pengembangan Industri Perkapalan nasional, FGD Kebangkitan Industri Perkapalan Nasional BPPTeknologi (2013) [11] Roesdianto Tjahjono, Pengembangan Industri Perkapalan nasional, FGD Kebangkitan Industri Perkapalan Nasional BPPTeknologi (2013) [12] Jibi, Daya Saing Industri Perkapalan Dan Galangan Kapal Rendah, Bisnis Indonesia (2010). [13] Porter Michael E. et al, Shipbuilding Cluster In The Republic Of Korea, Harvard Business School Report (2010). [14] Direktorat Industri Maritim Dan Keteknikan, Konsep Aplikasi Pengembangan Klaster Industri Perkapalan, Departemen Perindustrian Republik Indonesia (2006). [15] Carmelita Hartoto, Esensi Gagasan Tol Laut adalah Memindahkan Beban Transportasi Darat ke Laut, Indonesia National Shipowners Association (2014).