BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perubahan sistem pembinaan narapidana menjadi sistem pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Layanan perpustakaan..., Destiya Puji Prabowo, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. pemasyarakatan di Indonesia. (Lapas) di Indonesia telah beralih fungsi. Jika pada awal

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang mempengaruhinya, seperti

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN. ada penjara, namun dahulu kala orang-orang yang dianggap melakukan kesalahan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program strata satu (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Soegijapranata

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. melanggar rumusan kaidah hukum pidana, dalam arti memenuhi unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB III PIDANA BERSYARAT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA TANJUNG GUSTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Wakil Kepala Badan Reserse.Kriminal Polri Jendral Polisi Saud Usman,

BAB V PENUTUP. rumah tangga ataupun kebutuhan sehari-hari, namun tidak sedikit dari wanita tersebut

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB DAN HUKUMAN MATI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB V PENUTUP. pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM MEMPERSIAPKAN RESOSIALISASI WARGA BINAAN (Diteliti Di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Kelas II A Bogor)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. mengenai adanya suatu samenloop van strafbare feiten, apabila di dalam. salah satu dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan.

PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA RESIDIVIS BERDASARKAN PRINSIP PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Berbagai tindak kejahatan sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian, perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang mempengaruhinya, seperti keterpaksaan seseorang melakukan tindak kejahatan pencurian yang dikarenakan faktor ekonomi, faktor lingkungan atau terikut dengan lingkungan yang ada di sekitarnya dan sebagainya. Kesemua tindak kejahatan yang terjadi tersebut harus mendapat ganjaran yang setimpal atau seimbang, sehingga dengan demikian agar ketertiban, ketentraman, kenyaman, dan rasa keadilan di masyarakat dapat tercapai dengan baik. Hukum sebagai salah satu aspek kehidupan manusia tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Laju perkembangan masyarakat yang ditunjang oleh ilmu dan tekhnologi modern akan menuntut diadakannya usahausaha pembaharuan hukum, agar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku senantiasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dulu jenis hukuman masih bersifat pidana fisik, misalnya pidana cambuk, potong tangan, dan bahkan pidana mati (pemenggalan kepala) atau gantung. Dengan

2 lahirnya pidana hilang kemerdekaan, hukuman berubah mnjadi pidana penjara selama waktu yang ditentukan oleh hakim. Seiring dengan itu, ekstensi bangunan tempat penahanan semakin diperlukan apa lagi dengan adanya pidana pencabutan kemerdekaan. Berbicara tentang penjara di Indonesia secara kronologis sudah sejak zaman belanda dirujuk pada reglement penjara pada tahun 1917. Dalam pasal 28 ayat (1) reglement tersebut dinyatakan bahwa, penjara adalah tempat pembalasan yang setimpal atau sama atas suatu perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh si pelaku tindak pidana dan juga sebagai tempat pembinaan terhadap narapidana atau pelaku tindak pidana. Berdasarkan pasal 28 ayat (1) reglement penjara tahun 1917 tersebut yang sebagaimana telah disebut diatas, maka ada 2 (dua) hal yang dapat di lihat dari isi pasal tersebut dan penjelasannya, yaitu bahwa pegawai-pegawai penjara diwajibkan memperlakukan narapidana atau pelaku tindak pidana secara prikemanusiaan dan keadilan dengan tujuan untuk mempengaruhi narapidana ke jalan perbaikan. Selanjutnya dinyatakan lagi akan tetapi dengan sesungguhan beserta kekencangan yang patut dengan tujuan tidak boleh ada persahabatan antara pegawai penjara untuk senantiasa mempertahankannya, yang berarti mempertahankan sifat dari pidana itu sendiri. Terjadinya perkembangan atau pergeseran nilai dari tujuan atau inti pidana penjara tersebut atau disebut dengan eksistensi sebelum menjadi Lembaga Permasyarakatan, yang dimulai dari tujuan balas dendam retalisation kepada pelaku tindak pidana dan kemudian berubah menjadi pembalasan yang setimpal retribution bagi si pelaku tindak pidana yang

3 selanjutnya diikuti dengan tujuan untuk menjerakan deterrence si pelaku tindak pidana dan kemudian diikuti juga pada awal abad ke-19 sampai dengan permulaan abad ke-20, tujuan tersebut tidak lagi bersangkutan dengan memidana punitive melainkan bertujuan untuk memperbaiki terpidana rehabilitation dengan jalur resosialisasi. Berbagai macam pengertian tujuan dari pidana penjara tersebut terdapat banyak perbedaan. Namun demikian Indonesia menurut Sudarto, melalui kitab undangundang hukum pidana (KUHP) ke dalam reglement penjara tahun 1917 memang masih ada yang beranggapan tujuan dari pidana penjara tersebut adalah pembalasan yang setimpal dengan mempertahankan sifat dari pidana penjaranya yang harus diutamakan. Tetapi pada akhir tahun 1963 yang dinyatakan bahwa pidana penjara adalah pemasyarakatan dan hal tersebut lebih mengarah atau mengutamakan pembinaan re-educative and re-socialist). Sebenarnya secara umum pemasyarakatan tersebut biasa diartikan memasyarakatkan kembali seorang pelaku tindak pidana yang selama ini sudah salah jalan yang merugikan orang lain atau masyarakat dan mengembalikannya kembali ke jalan yang benar dengan cara membina orang yang bersangkutan tersebut sehingga menguntungkan dan berguna bagi orang lain atau masyarakat pada umumnya yang telah dirugikan pada waktu dulu. Adanya model atau pembinaan bagi narapidana dalam Lembaga Pemasyaraktan tersebut tidak terlepas dari suatu dinamika, yang bertujuan lebih banyak member bekal bagi narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukumannya (bebas). Hal ini seperti juga yang terjadi sebelumnya pada istilah penjara yang telah berubah menjadi Lembaga

4 Pemasyarakatan istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Rahardjo, S.H. Yang menjabat menteri kehakiman RI saat itu. Dalam perkembangan selanjutnya Sistem Pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan. Dengan mengacu pada pemikiran itu, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin mengatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh negara kepada para narapidana dan tahanan untuk menjadi manusia yang menyadari kesalahannya. Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Namun demikian setelah dirubahnya sistem kepenjaraan menjadi Lembaga Pemasyarakatan ada hal-hal yang dapat dilihat sebagai sesuatu permasalahan yang bersifat umum apabila dilihata dari visi dan misi serta tujuan dari pemasyarakatan tersebut sebagai tempat pembinaan narapidana dan agar keberadaan narapidana tersebut dapat diterima kembali oleh masyarakat sewaktu bebas. Sebagai contoh, meskipun sudah dirubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem pembinaan di

5 Lembaga Pemasyarakatan masih ada juga pengulangan tindak pidana (residivis) oleh para narapidana setelah selesai menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sehingga narapidana tersebut dapat berubah menjadi lebih baik setelah bebas. Membekali narapidana tersebut dengan pendidikan yang lebih baik dengan tekhnologi tinggi bias menjamin narapidana dapat berubah menjadi lebih baik perilakunya atau dapat membuat narapidana makin mahir melakukan tindak pidana di bidangnya (Pristiwati,2009). Lembaga Pemasyarakatan bukan hanya untuk kaum pria, tetapi juga wanita, karena pada kenyataannya kaum wanita pun berani melakukan tindak kriminal. Dibalik sosok lemah lembut seorang wanita tidak menutup kemungkinan untuk mereka melakukan tindak kriminal, justru sebaliknya, sosok wanita yang lemah lembut dijadikan sebagian orang yang tidak bertanggung jawab sebagai kedok dalam melakukan tindak kriminal. Bagi sebagian orang masih ada yang tidak percaya bila wanita melakukan tindak kejahatan yang cukup besar, dan tidak jarang justru wanita yang menjadi aktor intelektual dibalik suksesnya sebuah tindak kejahatan, sebagai contoh : wanita sudah berani menjadi kurir narkoba, pengantin dalam tindak kejahatan terorisme, pembunuhan, korupsi, pencurian. Kasus yang belum lama ini terjadi ialah penyerangan RSPAD Gatot Subroto yang didalamnya turut serta seorang wanita yang ikut merancang dan berperan aktif dalam penyerangan tersebut, selain ada itu ada juga wanita yang melakukan tindak pidana korupsi wisma atlit dari partai Demokrat, ironis adalah wanita ini adalah anggota DPR RI dan mantan Putri Indonesia yang seharusnya menjadi panutan wanita di Indonesia. Inilah beberapa bukti nyata bahwa bukan hanya

6 kaum pria yang melakukan tindak kriminal tetapi tidak menutup kemungkinan kaum wanita pun sanggup untuk melakukannya. Adapun jumlah narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung berdasarkan registrasi narapidana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel Tabel 1. Jumlah narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar lampung berdasarkan registrasi narapidana Register Narapidana Jumlah B I 166 B Iia 66 B Iib B IIIs 3 Asing - A I 4 A II 9 A III 21 A IV - A V 1 Asing - Jumlah 210 Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Bandar Lampung Penelitian ini sangat penting bagi suatu ilmu sosiologi, karena penelitian ini mengungkap fenomena yang sekarang terjadi di masyarakat. Karena pada umumnya kebanyakan masyarakat belum banyak yang mengetahui bila adanya Lembaga Pemasyarakatan bagi kaum wanita, kebanyakan masyarakat hanya mengetahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan hanya untuk kaum pria yang melakukan tindak pidana. Penelitian ini memberikan wawasan kepada masyarakat bahwa adanya lembaga pemasyarakatan bagi kaum wanita yang melakukan tindak pidana, dan penelitian ini meneliti tentang pola pembinaan pada Lembaga

7 Pemasyarakatan wanita, apakah terdapat perbedaan pola pembinaan antara Lembaga Pemasyaraktan kaum pria dan kaum wanita. Karena bukan hanya kaum pria yang melakukan tindak kriminal, tetapi juga kaum wanita pun dapat melakukan tindak kriminal. 1.2 Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalah antara lain : 1. Bagaimana pola pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan terhadap narapidana didalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita kelas II A Way Huwi. 2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pola pembinaan. 1.3 Tujuan Penelitian. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pola pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Way Huwi Bandar Lampung terhadap narapidana. 2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi penghambat pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung.

8 1.4 Manfaat Penelitian. 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang Sosiologi Hukum pada khususnya yang berhubungan pada pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung. 2. Secara prakteknya sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak, baik itu para narapidana yang dilakukan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung dan masyarakat pada umunya supaya dapat menerima para narapidana yang telah menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung.