PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

dokumen-dokumen yang mirip
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VIII. No. 1 Tahun 2009 Hal VALUE FOR MONEY AUDIT UNTUK MENILAI KINERJA LEMBAGA SEKTOR PUBLIK

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori 1. Akuntansi Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

ABSTRAKSI. Kata kunci: sektor publik, kinerja, balance scorecard, PDAM

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA VALUE FOR MONEY PADA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN BLITAR. Amelia Ika Pratiwi 1 dan Ela Nursandia 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

VARIABEL KLIEN DAN MUTU RUMAHSAKIT. Mubasysyir Hasanbasri

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya

70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan publik melalui peningkatan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN AKTIVITAS DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB 1 PENDAHULUAN. prestasi organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Disamping itu,

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

Value For Money. Arif Kurniawan Wahono ( ) Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dengan perusahaan lain. Persaingan yang bersifat global dan tajam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu perbaikan kinerja yang berkelanjutan (continous performance

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja merupakan suatu usaha memetakan strategi ke dalam tindakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

ANALISIS PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Di era globalisasi ini, untuk menghadapi persaingan bisnis yang kompetitif,

LANGKAH-LANGKAH PERHITUNGAN UNIT COST DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB 1 PENDAHULUAN. mendapatkan hasil yang optimal serta mampu menjaga kelangsungan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan

BAB VI PENUTUP. Langsung Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. pada tahun 1990-an berpengaruh terhadap konsep anggaran negara pada

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. daerah, tetapi keberadaan RSD masih dipandang sebelah mata oleh. masyarakat. Faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Doktrin New Public Management (NPM) atau Reinveting

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. ukur yang telah ditetapkan (Widayanto, 1993). Pengukuran kinerja adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB III METODE PENELITIAN. dan ringkasan anggaran. Sampel adalah sebagian dari elemen-elemen populasi

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA (APLIKASI UNTUK PEMERINTAH PUSAT)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manajemen sektor publik melalui perwujudan New Public

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha di Indonesia akhir-akhir ini berjalan

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD PADA KOPERASI SERBA USAHA SINAR MENTARI KARANGANYAR TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

Makalah Akuntasi Sektor Publik. Akuntansi Manajemen Sektor Publik

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa dihindarkan. Organisasi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan

THE FIPA ( Forum Ilmiah Pendidikan Akuntansi ) IKIP PGRI MADIUN 13 September 2014, ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini organisasi sektor publik berupaya memberikan kualitas pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. siklus hidup dan mengurangi dampak kegagalan dari suatu kondisi yang buruk.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

AKUNTANSI PEMERINTAH SEBAGAI SUATU SUMBER INFORMASI KEUANGAN DALAM RANGKA PENGAMBILAN KEPUTUSAN EKONOMI

Transkripsi:

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK Oleh: Elsa Pudji Setiawati BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD

DAFTAR ISI DAFTAR ISI. Pendahuluan... Evaluasi Ekonomi Pada Program Kesehatan... Cost Minimation Analysis... Cost Effectiveness Analysis... Cost Benefist Analysis... Cost Utility Analysis... i 1 3 4 5 6 7 DAFTAR PUSTAKA. 8 i

Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 DAFTAR TABEL Standar Waktu Pelayanan... Komponen Biaya Yang Dialokasikan Untuk SDM Berdasarkan Jenjang Pendidikan atau Lama Bekerja Pembobotan SDM Berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Masa Kerja.. Proporsi Biaya Gaji, Jasa Medis, THR dan PPh 21 Berdasarkan Pendidikan dan Masa Kerja. Unit Cost SDM per Jam Berdasarkan Biaya Yang Dikeluarkan Kompoen Perhitungan Biaya SDM Yang Dialokasikan Berdasarkan Jam Kerja. Rekapitulasi Unit Cost SDM Per Jam Berdasarkan Komponen Biaya Yang dikeluarkan. Nilai Fisik Bangunan dan Tahun Pembangunan.. Identifikasi Pendapatan Berdasarkan Jenis Pelayanan yang Dilaksanakan. Unit Cost Bangunan yang Dibebankan Untuk Setiap Pasien yang Dilayani... Jenis Pelayanan yang diselenggarakan Berdasarkan Ruangan Yang Dipakai... Identifikasi Peralatan Perkantoran... Unit Cost Peralatan Perkantoran per Jenis Pelayanan Yang Dilaksanakan... Identifikasi Peralatan Medis... Perhitungan Unit Cost Peralatan Medis... Perhitungan UC Listrik... Perhitungan UC Listrik Berdasarkan Jumlah 1 2 4 5 6 7 8 9 11 11 12 14 15 16 17 20 ii

Tabel 18 Tabel 19 Pendapatan... Perhitungan UC Air Berdasarkan jumlah Pasien... Perhitungan UC Air Berdasarjan Jumlah Pendapatan 20 22 23 iii

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK I. Pengukuran Kinerja Organisasi Tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk memberikan informasi yang lengkap tentang pencapaian kinerja dan bukan sekedar menyajikan laporan keuangan saja. Perencanaan maupun pelaksanaan berbagai program pemerintah harus senantiasa berorientasi pada pencapaian misi organisasi. 1 Tujuan organisasi yang sangat besar dapat dikembangkan menjadi berbagai tujuan antara atau dengan tujuan yang sama dapat digunakan pada berbagai situasi untuk mendapatkan berbagai derajat keberhasilan. Dalam melakukan evaluasi kinerja terdapat 3 issue atau 3 permasalahan yaitu: 2 Apa yang akan diukur Bagaimana cara mengukurnya Mengapa hal tersebut diukur Ketiga pertanyaan tersebut terkait dengan cara mendefinisikan dan mengukur sasaran, yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi tujuan akhir organisasi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan yang diharapkan organisasi. 3 Ketiga pertanyaan tersebut sangat berkaitan dengan pandangan anggota organisasi terhadap tujuan organisasi dan lingkungan organisasi. Pada organisasi yang menghasilkan produk ataupun jasa bagi masyarakat, maka yang menjadi acuan pada pengukuran kinerja adalah produktivitas dan efisiensi, perubahan output yang terjadi. Pada organisasi yang efektif, kinerja organisasi dinilai dari 1

kemampuan pengadaan sumber daya yang langka dan kemampuan untuk menghadapi perubahan lingkungan. Organisasi yang efektif mampu mengenali konsumen internal dan konsumen eksternal. Organisasi pelayanan kesehatan memiliki konsumen internal yaitu dokter dan perawat serta tenaga kesehatan lainnnya dan konsumen ekternal yaitui pasien. Penilaian kinerja bagi konsumen internal berbeda dengan penilaian kinerja bagi konsumen eksternal. Bagi konsumen internal, penilaian kinerja bertujuan untuk melakukan tindakan koreksi terhadap mutu layanan yang diberikan. Sedangkan penilaian kinerja bagi konsumen ekternal untuk memenuhi standar mutu yang diinginkan pasien. 2 Salah satu kendala dalam penilaian kinerja adalah menentukan substansi apa yang akan diukur, apakah menyangkut individu sebagai anggota organisasi, hasil pekerjaan ataukah perilaku pekerjaan yang diukur pada saat proses pelaksanaan kegiatan ataupun program. 3 Bila dikaitkan antara kinerja program / aktivitas dan organisasi maka penilaian program / aktivitas merupakan penilaian atau evaluasi terhadap pelaksanaan program. Penilaian kinerja hendaknya didasarkan pada aspek-aspek yang memadai untuk mewakili suatu program ataupun kegiatan. Karena penilaian kinerja juga terkait dengan aspek pengendalian, maka pengendalian yang dilakukan juga harus dikaitkan dengan indicator kinerja. 3,4 Pelaksanaan program yang tidak optimal memerlukan revisi anggaran program karena program tidak berjalan dengan efektif. Pimpinan organisasi harus mengkaji ulang strategi program tersebut agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Bila perlu dapat dilakukan revisi terhadap tujuan yang akan dicapai. 2

Sedangkan penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan penilaian yang sifatnya menyeluruh. Penilaian ini didasarkan pada pusat pertanggungjawaban pimpinan organisasi. Pada penerapannya di Indonesia, pemerintah daerah merupakan pusat pertanggungjawaban yang memiliki sejumlah pusat pertanggungjawaban yang lebih kecil, antara lain Dinas Kesehatan. Sedangkan Dinas Kesehatan juga memiliki pusat pertanggungjawaban yang lebih kecil, dan seterusnya sampai ke tingkat yang terkecil. Setiap pusat pertanggungjawaban memiliki tujuannya masing-masing untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan dari setiap pusat pertanggungjawaban, setiap unit memiliki sumber input berupa dana, sumber daya manusia, infrastruktur yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. 4 Berikut digambarkan keterkaitan antar tingkat yang berhubungan dengan penilaian kinerja di tingkat mikro. 3

Gambar 1. : Kinerja sektor publik pada tingkat mikro. 5 Pada organisasi pemerintah, pengukuran kinerja merupakan salah satu bentuk akuntabilitas pemerintah untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang berasal dari masyarakat. Dana tersebut haruslah digunakan / dibelanjakan untuk pelayanan publik dan pembelanjaannya harus secara ekonomis, efisien dan efektif. Adapun tujuan dari pengukuran kinerja pada organisasi public adalah untuk memperbaiki kinerja pemerintah, membantu pengelola program agar dapat tetap focus pada tujuan dan sasaran dari berbagai program yang telah ditetapkan oleh unit kerja. Selain itu hasil penilaian dari pengukuran kinerja dapat dijadikan dasar untuk alokasi sumber daya dan pengambilan keputusan. Pada pemerintah yang memiliki keterbatasan sumber 4

daya maka prioritas alokasi sumber daya harus ditetapkan berdasarkan program yang memiliki daya ungkit dan produktivitas program yang tinggi. 6 Beberapa kendala dalam pengukuran kinerja sector public adalah organisasi public tidak bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan, sifat output yang intangible dan kualitatif serta indirect, tidak terdapat hubungan yang langsung antara input dan output yang dihasilkan, tidak berdasarkan pada tekanan pasar dan berkaitan dengan kepuasan pelanggan. 7 Kendala-kendala tersebut pada dasarnya disebabkan oleh tidak adanya kerangka kerja yang dapat mengukur kinerja masing-masing sector di pemerintahan. 1 Sebagai panduan dalam melakukan penilaian terhadap aktivitias ataupun program dibutuhkan kerangka kerja atau model sebagai panduan evaluasi. Pada beberapa kondisi, tujuan organisasi dan berbagai aktivitasnya memiliki hubungan dan saling ketergantungan yang tinggi. Sebaliknya pada kondisi-kondisi tertentu, tujuan organisasi dengan berbagai aktivitas mungkin tidak memiliki hubungan dan tingkat ketergantungan yang tinggi. Efektivitas berbagai aktivitas dalam suatu organisasi dapat memiliki konsep yang berbeda dan hasil yang berbeda. Tidak satupun organisasi yang dapat menerapkan konsep efektivitas yang sama dan menghasilkan efektivitas yang sama. Oleh sebab itu pengukuran efektivitas menyeluruh pada organisasi kesehatan sangat sulit dilakukan walaupun selalu terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi pelayanan kesehatan. 2 Pada pengukuran kinerja organisasi, faktor lain yang harus diperhatikan adalah tingkatan atau derajat analisisnya. Neren dan Zajac ( 1991) mengatakan 5

bahwa unit analisis pada penilaian kinerja pada berbagai system kesehatan yang ada sebaiknya dilakukan secara vertical, yang meliputi satu episode perawatan yang melibatkan banyak orang pada beberapa lokasi. Sedangkan pengukuran kinerja yang tradisional mengasumsikan bahwa system kesehatan yang bukan merupakan system yang kompleks, yang tidak memperhatikan hubungan antara penggunaan dengan pendapatan ataupun efektivitas system dapat dicapai secara maksimal dengan cara memaksimalkan efektivitas setiap komponen aktivitas dalam suatu organisasi. Unit analisis yang dipilih akan berpengaruh terhadap hasil penilaian kinerja. 2 Tiga pengelompokkan yang mendasar dalam melakukan pengukuran kinerja adalah penilaian berdasarkan struktur, proses dan outcome. 2 Pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang sifatnya intangible. Oleh karena itu pengukuran kinerja pada pelayanan kesehatan tidak cukup hanya menggunakan ukuran-ukuran financial saja tetapi juga harus menggunakan ukuran-ukuran non financial. Baik ukuran financial maupun non financial membutuhkan indicator yang merupakan indicator kinerja. Penentuan indicator kinerja tersebut haruslah mempertimbangkan komponen-komponen biaya pelayanan, tingkat pemanfaatan, kualitas dan standar pelayanan, cakupan pelayanan dan kepuasan pelanggan. Selain itu untuk dapat memperoleh hasil penilaian yang objektif dan menyeluruh yang mencakup seluruh aspek baik yang tangible maupun intangible maka teknik pengukuran darus didisain sedemikian rupa sehingga representative dan dapat diterapkan. 4,6,7 6

Ukuran financial dilakukan berdasarkan anggaran yang telah dibuat melalui analisis varians antara kinerja actual dengan kinerja yang dianggarkan. Analisis varians juga dilakukan untuk mengidentifikasi sumber terjadinya variasn tersebut. Kesulitan penilaian pada analisis varians anggaran public adalah penerapan besaran signikansi varians. Sedangkan ukuran non financial pada pelayanan kesehatan sangat tergantung pada unit kerja dan program yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran aspek non financial akan memberikan informasi mengenai kualitas pengendalian manajemen program. 6 Penilaian kinerja organisasi pemerintah harus dirumuskan secara bersamasama oleh eksekutif dan legislatif. Perumusan penilaian kinerja harus mengacu pada hokum dan perundang-undangan yang berlaku serta hasil kajian terhadap potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. 1 II. Ukuran Kinerja Untuk dapat melakukan pengukuran kinerja dibutuhkan ukuran-ukuran kinerja. Dalam menetapkan ukuran-ukuran kinerja, harus mempertimbangkan kelengkapan aspek yang diukur. Pengukuran kinerja harus dilakukan secara menyeluruh dan didasarkan pada ukuran-ukuran yang merefleksikan aspek-aspek penting dari program ataupun aktivitas yang akan dinilai. Kendala lain yang dihadapi pada pengukuran kinerja adalah kemampuan penilai, metode yang digunakan untuk mengukur kinerja secara tidak langsung yang mampu merefleksikan dengan benar kinerja program ataupun aktivitas yang dinilai dan kelangkaan penilaian. 3 Lima criteria ataupun standar yang dikemukakan oleh 7

Komaki pada tahun 1998 berkaitan dengan penilaian kinerja adalah SURF & C yaitu: 3 o S : sampel yang langsung diambil dari sasaran dan tidak mengandalkan data sekunder o U : under atau target. Target yang ditetapkan harus berada di bawah kendali pengelola program dan mampu berespons terhadap berbagai aktivitas yang dilaksanakan serta memiliki pengaruh yang sangat minimal terhadap faktor lingkungan eksternal program. o R : realiability. Peneliti bersifat independent dan secara konsisten mencatat. Gunakan tes reliabilitas di antara tim penilai. Reliabilitas di antara para penilai berkisar antara 80 90% pada periode pengumpulan data formal. Pengujian ini dapat membantu memastikan kejernihan definisi, ketatnya pelatihan petugas pengambil data, meminimalisasi bias pada saat pengumpulan data dan dapat digunakan pada penelitian lain dengan kasus yang berbeda. o F : frequently. Penilaian kinerja hendaknya dilakukan secara berulang pada kurun waktu tertentu. o C : critically. Target yang telah ditetapkan bersifat kritis dan merefleksikan keberhasilan penyelesaian tugas. Data yang dikumpulkan harus secara signifikan menunjukkan hubungan antara target dan hasil yang dicapai. Berdasarkan International Conference on Decentralization (ICD) yang ketiga di Filipina direkomendasikan tiga alat pendekatan dalam melakukan pengukuran kinerja di pemerintah daerah, antara lain Balance Score Card Approach, LogicModel dan Performance Benchmarking. 1 8

Pada organisasi public, inti dari pengukuran kinerja adalah value for money, yang meliputi penilaian terhadap efisiensi, efektivitas dan ekonomis suatu program ataupun aktivitas. Kinerja pemerintah tidak hanya dinilai berdasarkan output yang dicapai saja tetapi harus mempertimbangkan aspek input dan outcomenya. Indicator kinerja value for money harus dapat menggambarkan pencapaian terbaik dari suatu program ataupun aktivitas dengan biaya ekonomis yang terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa satuan biaya yang terkecil tidak selalu harus menggambarkan value for money yang terbaik, karena biaya yang termurah tidak berarti kualitas pelayanan menjadi terbaik. 1,4,6,7 Untuk dapat melakukan penilaian kinerja value for money terlebih dahulu harus dilakukan pengukuran terhadap input, output dan outcome. Sedangkan untuk dapat melakukan pengukuran terhadap input, output dan outcome dibutuhkan adanya indikator. a. Balance Score Card Approach Tekknik penilaian ini memfokuskan pada integrasi antar unit kerja, stakeholder, dan perspektif organisasi. Kelebihan pendekatan ini adalah adanya visi dan misi yang jelas dengan focus pada pelanggan dengan pelayanan yang ramah dan dilaksanakan dengan proses pelaksanaan program dilakukan oleh tim. Kelemahan pada model ini terlalu konseptual dan tidak berorientasi pada program. 1 Perspektif kinerja yang dinilai pada pendekata Balance Score Card adalah aspek keuangan, pelanggan, proses pelaksanaan aktivitas dan adanya 9

pembelajaran dan pertumbuhan terhadap program. Pada aspek keuangan, yang dinilai adalah target keuangan yang dicapai oleh organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, pada aspek konsumen dan pelaksanaan program yang dinilai adalah kepuasan konsumen sedangkan pada perspektif adanya pembelajaran dan pertumbuhan program yang dinilai adalah adanya sumber daya manusia yang produktif dan memiliki komitmen terhadap organisasi. 7 b. Logic Model Penilaian kinerja dengan menggunakan logic model dapat diterapkan untuk melakukan penilaian pada program-program yang mempunyai pola jangka panjang ataupun jangka pendek. Kelebihan pada model ini adalah berorientasi pada implementasi yang sangat menekankan pada proses. Bila ditinjau dari aspek teoritis, analitis dan hubungan kausal, pendekatan ini sangat tepat tetapi kelemahan pendekatan ini adalah penerapannya kompleks dan sulit, sangat memperhatikan aspek administrative dan manajemen program. c. Performance Benchmarking Kekhususan pada model ini adalah penerapannya dilakukan berdasarkan bukti, melibatkan organisasi atau unit entitas lainnya yang memiliki kinerja yang baik. Kelebihan pada pendekatan ini adalah mudah pembuatan tujuan, komunikasi dalam bekerja di suatu unit kerja harus baik agar kinerjanya baik dan mendorong perkembangan mutu pelayanan ke arah yang lebih baik. Kelemahan pendekatan 10

ini adalah dapat menimbulkan persaingan antar unit ataupun sector di lingkungan pemerintah daerah. 1 III. Indikator Indikator adalah suatu ukuran spesifik dari kinerja program yang dapat ditelusuri dari waktu ke waktu dengan menggunakan system monitoring. Indicator harus merefleksikan tujuan program dan memungkinkan pengelola program untuk menelusuri kemajuan program yang berbeda-beda yang menuju kearah tujuan. Indicator yang baik harus dapat mengukur seluruh lingkup program dengan obyektif dan mencakup dimensi kualitas, kuantitas dan biaya. 8 Indikator yang mencakup kuatitas biasanya mudah dikembangkan dan ditetapkan. Indicator ini meliputi unsure-unsur kinerja program seperti logistic dan suplai, jumlah sumber daya manusia yang terlibat berikut aktivitasnya dan cakupan program. Selain itu juga elemen biaya merupakan unsure yang relative mudah disertakan dalam system monitoring dan evaluasi karena ketersediaan data anggaran dan alokasina sudah ada. Indicator kualitatif merupakan lebih sulit untuk mengukurnya tetapi hal ini harus dilakukan untuk melengkapi system monitoring dan evaluasi yang baik. Indicator kualitas meliputi elemen-elemen yang mendukung pelaksanaan suatu program seperti kompetensi petugas, kepatuhan petugas terhadap prosedur standar yang telah ditetapkan dan kualitas pelayanan yang diberikan. Melalui perencanaan system monitoring dan evaluasi akan memasukkan seluruh elemen yang mendukung pelaksanaan program dan akan dipilih menjadi suatu indicator. 8 11

Penentuan indicator biasanya dilakukan pada saat perencanaan program atau pada saat perencanaan kembali dengan mengikutsertakan pengelola program dan stake holder. Penentuan indicator harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepraktisan dan perkembangan pada tahun-tahun mendatang. Bila tujuan sudah ditetapkan dengan jelas maka dilakukan penentuan indikatir yang sesuai untuk mengukur secara relative pelaksanaan program. 8 Criteria untuk menentukan indicator antara lain: 8 1. valid ; indicator harus dapat mengukur kondisi atau kejadian yang akan dinilai 2. reliable ; indicator harus menghasilkan hasil yang sama ketika digunakan berulang-ulang untuk mengukur kondisi yang sama. 3. spesifik ; indicator harus hanya mengukur kondisi yang akan dinilai 4. sensitive ; indicator harus dapat merefleksikan perubahan kondisi yang terjadi pada saat pengamatan berlangsung 5. dapat dilaksanakan ; indicator yang ditetapkan harus sesuai dengan definisi dan dikembangkan dan diujicobakan pada berbagai tingkatan serta mengacu pada satu standar tertentu 6. terjangkau ; biaya untuk menilai suatu indicator haruslah terjangkau 7. feasible ; indicator yang ditetapkan harus dapat diukur melalui proses pengumpulan data. 8. comparable ; indicator yang ditetapkan harus dapat diperbandingkan, baik antar waktu atau antar daerah geografis. 12

DAFTAR PUSTAKA 1. Mulyono I.,Rachmadi B.P.,Suryani. Pengukuran Kinerja yang Tidak Mempunyai Standar Ukur. Runtuhnya Sistem Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: BPFE 2006:45-63. 2. Flood A.B.,Zinn J.S.,Scott W.R. Organizational Performance: Managing for Efficiency and Effectiveness. In: Shortell S.M., Kaluzny A.D., eds. Health Care Management: Organization Design and Behavior. 5 ed. United States of America.: Thomson. Delmar Learning. 2006. 3. Komaki J.L.,Minnich M.R. Mengembangkan Penilaian Kinerja: Bagaimana Kinerja Diukur dan Apa Kriteria Yang Digunakan. In: Johnson C.M., Redmon W.K., Mawhinney T.C., eds. Handbook of Organizational Performance. Analisis Perilaku & Manajemen. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada 2004:51-67. 4. Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor Publik. 1 ed. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN 2002.1-6; 77-8;104-19; 229-41. 5. nuffel v.,bouckaert G. Public Sector Performance. Productivity and performance management in the public sector. 2006 [cited 2008 30 January]; Available from: 6. Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. 2 ed. Yogyakarta: Andi 2004.hal 46, 73-82, 121,63-97. 7. Bastian I. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga 2002.hal 61, 262,74-80, 91-300. 8. Cherry B.T.Compendium of Indicator for Monitoring and Evaluating National Tuberculosis Programs.2004. 13